Anda di halaman 1dari 54

PROTEIN DAN PEPTIDA SUSU KAMBING SERTA

POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

DIANA LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Protein dan Peptida Susu
Kambing serta Potensinya sebagai Antibakteri adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Diana Lestari
NIM F251120251
RINGKASAN

DIANA LESTARI. Protein dan Peptida Susu Kambing serta Potensinya sebagai
Antibakteri. Dibimbing oleh MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO
dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM.

Peptida bioaktif adalah fragmen protein spesifik yang memiliki dampak


positif pada fungsi atau kondisi tubuh. Kandungan protein yang cukup tinggi dalam
susu kambing menjadikannya sangat potensial sebagai penghasil peptida susu yang
memiliki sifat bioaktif. Protease merupakan enzim proteolitik yang dapat memecah
protein. Fragmen protein dan peptida hasil hidrolisis dapat diketahui dengan
analisis SDS PAGE yang memberikan gambaran profil protein berupa berat
molekul protein.
Pada penelitian ini papain digunakan untuk memperoleh peptida bioaktif
dari susu kambing. Selanjutnya peptida yang dihasilkan diuji sifat bioaktif nya
sebagai antibakteri. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis profil protein dan
peptida hasil hidrolisis kasein dan whey susu kambing oleh enzim papain, serta
menguji sifat bioaktif peptida yang dihasilkan sebagai antibakteri terhadap bakteri
patogen pangan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Proses hidrolisis susu menjadi peptida dilakukan dengan menginkubasikan
kasein dan whey dengan papain pada pH 7 dan suhu 50C selama 15, 30, dan
45menit. Penghentian hidrolisis dilakukan dengan pemanasan 80C selama 15
menit, selanjutnya hasil hidrolisis disimpan pada suhu -20C. Sampel peptida yang
telah disterilisisasi dengan membran filter 0,45 m dianalisis profil proteinnya
dengan metode SDS PAGE (gel pemisah 15% untuk sampel kasein dan 20% untuk
sampel whey, pada tegangan 70 Volt dan 50 mA), serta analisis kemampuan
antibakteri dengan dua metode yaitu: metode cakram dan metode kontak.
Susu kambing memiliki sepuluh pita protein dengan berat molekul 68, 60,
55, 34, 24, 21, 19, 18, 15 dan 11 kDa. Setelah dilakukan pemisahan kasein dan
whey, kesepuluh pita protein tersebut muncul kembali pada kasein dengan disertai
penambahan pita protein 12 kDa, sedangkan whey memiliki 6 pita protein yaitu pita
protein 85, 69, 61, 25, 14, dan 12 kDa. Hidrolisis kasein susu kambing
menggunakan enzim papain menyebabkan - dan - kasein terhidrolisis/ dan
menyisakan -kasein serta satu peptida dengan berat molekul sekitar 10 kDa.
Sedangkan pada whey hidrolisis oleh papain menyebabkan protein laktoferin
terhidrolisis sehingga dapat menjadi faktor yang menurunkan aktivitas antibakteri
pada whey.
Baik kasein dan whey utuh maupun yang sudah terhidrolisis sama-sama
menghasilkan zona hambat yang signifikan terhadap pertumbuhan E. coli, tetapi
tidak pada S. aureus. Pengujian lanjut dengan metode kontak menunjukkan kasein
utuh dapat menghambat pertumbuhan E. coli secara signifikan sejak jam ke 2
bahkan menunjukkan penurunan jumlah bakteri sebanyak 2,8 log yang
mengindikasikan sifat baterisidal kasein susu kambing.

Kata kunci: antibakteri, papain, peptida bioaktif, SDS-PAGE, susu kambing


SUMMARY

DIANA LESTARI. Caprine Milk Protein and Peptides, and Its Potestial as
Antibacterial. Supervised by MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO
and HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM.

Bioactive peptides are specific protein fragments derived from hydrolysis


that has positive effect on human health. Caprine milk is one of animal protein
sources with high nutrition and relatively easy to digest. Caprine milk has high
protein content (3.4%) which is potential to produce bioactive peptides.
Protease is an enzyme capable to hydrolyze protein, and thus is used to
hydrolyze protein to produce bioactive peptide. Fragments of protein and peptide
hydrolysates can be determined by SDS PAGE analysis that show protein profiles
in the form of protein molecular weight. In this study, papain was used to produce
bioactive peptides from caprine milk. The objective of this study was to analyze the
profile of peptides from caprine casein hydrolyzed with papain, and analyze their
bioactivity as antibacteria toward food pathogens bacteria Escherichia coli and
Staphylococcus aureus.
The caprine casein was produced by adding HCl to defatted caprine milk
until isoelectric point and coagulated by centrifugation. Hydrolysis process was
performed by incubating casein and whey with papain in optimum condition (pH 7,
50C) for 15, 30, and 45 min. Hydrolysis was terminated by heating at 80C, 15
minutes and then stored at -20C. Culture of pathogenic bacteria that used in this
study was Escherichia coli ATCC 25 922 and Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Protein and peptides samples that have been sterilized with membrane filter (0.45
m) were analyzed the protein profile by SDS-PAGE (consisted of 15% running
gel for casein samples, 20% running gel for whey samples, 4% stacking gel and
subjected to electrophoresis at constant voltage and current of 70 volt and 50 mA)
and the antibacterial activity by disc diffusion method and contact method.
Caprine milk has ten protein bands with molecular weight of 68, 60, 55, 34,
24, 21, 19, 18, 15 and 11 kDa. After separation, all protein bands were maintained
in casein with addition of 12 kDa protein bands, whereas whey has six protein bands
with molecular weight of 85, 69, 61, 25, 14, and 12 kDa. Caprine casein hydrolysis
by papain enzyme, hydrolyzed -casein (MW 32 kDa), -casein (MW 24 kDa) and
other caprine milk protein after 15 minutes incubation leaving -casein (MW 21
kDa) and one new peptide band (MW 10 kDa). Papain hydrolyzed lactoferrin
protein in whey that can be a factor which reduce the antibacterial activity in whey.
Both casein, whey and their peptide hydrolysates inhibited E. coli but not S. aureus.
Further analysis showed that casein (unhydrolyzed) reduced E. coli growth
significantly by 2.8 log after 2 hours exposure and the inhibition increased by
exposure time.

Keywords: antibacterial, bioactive peptides, caprine milk, papain, SDS-PAGE


Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROTEIN DAN PEPTIDA SUSU KAMBING SERTA
POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

DIANA LESTARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Puspo Edi Giriwono, STP MAgr
Judul Tesis : Protein dan Peptida Susu Kambing serta Potensinya sebagai
Antibakteri
Nama : Diana Lestari
NIM : F251120251

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Maggy T. Suhartono Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 26 Juni 2015 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya sehingga Tesis yang berjudul Protein dan Peptida Susu Kambing
serta Potensinya sebagai Antibakteri ini berhasil diselesaikan. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Proyek Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, DIPA IPB,
tahun anggaran 2013, Kode MAK: 2013.089.521219 yang telah mendanai
penelitian ini.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja Suhartono selaku
ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku
anggota komisi pembimbing atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan
dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukkan selama
penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian,
pembuatan artikel jurnal hingga penyusunan tesis. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP, M.Agr selaku penguji luar
komisi pembimbing atas saran dan masukannya demi kesempurnaan Tesis ini.
Terima kasih kepada keluarga terutama orangtua penulis Bapak Inkanta dan
Ibu Wachyuni Devi, kedua adik penulis Evianthy Dwi Kanta dan Andi Utomo
Inkanta, serta Penfen Fealty atas doa, bantuan, dan dukungannya hingga penulis
berhasil menyelesaikan Tesis ini. Serta kepada teknisi, dan staf di Program Studi
IPN, Departemen ITP dan SEAFAST, terutama Ibu Ika, Mbak Ari, Pak Taufik, dan
Teh Yayam, kepada rekan-rekan penelitian di laboratorium, Mba Ino, Mas Novan,
Silvie, Pak Rinto, Mba Eni, Ibu Retnani, Mba Nur, Rina, Anis, dan Wulan, Laras,
Tuti, Puri, Ka Tiwi serta teman-teman IPN lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
per satu. Terima kasih atas bantuan, masukkan, dukungan, dan kerjasama selama
melakukan penelitian ini, serta kepada semua pihak yang turut mendukung
penyelesaian tesis ini.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian dan tesis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca serta mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu
pengetahuan.

Bogor, Juni 2015

Diana Lestari
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 2
Hipotesis 2
Manfaat Penelitian 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 4
Susu Kambing 4
Protease 5
Papain 5
Peptida Bioaktif 6
Peptida Sebagai Antibakteri 7
3. METODE 10
Waktu dan Tempat 10
Bahan 10
Alat 10
Metode 10
Preparasi susu kambing 12
Hidrolisis susu kambing 12
Analisis peptida hasil hidrolisis 12
Pengujian statistik 14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Profil Protein dan Peptida Kasein serta Whey Susu Kambing 15
Protein kasein dan peptida turunannya 15
Protein whey dan peptida turunannya 16
Profil Situs Pemotongan Peptida 18
Sifat Antibakteri Protein Susu Kambing 22
Aktivitas antibakteri dengan metode cakram 22
Aktivitas antibakteri dengan metode kontak 25
5. KESIMPULAN DAN SARAN 30
Kesimpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 34
RIWAYAT HIDUP 40
DAFTAR TABEL

1. Perbandingan komposisi susu kambing, susu sapi dan ASI 4


2. Komponen bioaktif utama pada susu dan sifat fungsionalnya 7
3. Fragmen peptida, asal, sifat antibakteri dan sifat bioaktif lainnya dari
peptida antibakteri 8
4. Hasil hidrolisis protein kasein oleh enzim papain 19
5. Hasil hidrolisis laktoferin oleh enzim papain 21
6. Diameter zona hambat kasein utuh dan peptida kasein 23
7. Diameter zona hambat peptida whey 24
8. Pertumbuhan E. coli dalam media dengan penambahan kasein utuh dan
peptida kasein 25
9. Pertumbuhan E. coli dalam media dengan penambahan whey utuh dan
peptida whey 26
10. Jenis dan spesifisitas enzim 28

DAFTAR GAMBAR

1. Skema senyawa fungsional bioaktif utama yang berasal dari susu


(Park 2009) 6
2. Mekanisme perusakan membran oleh peptida antibakteri (Fjell et al.
2012) 9
3. Diagram Alir Penelitian 11
4. Pengukuran zona penghambatan 14
5. Pola SDS-PAGE kasein pada gel pemisah 15%. 15
6. Pola SDS-PAGE hasil hidrolisis kasein oleh papain (Luo et al. 2014) 16
7. Pola SDS-PAGE whey pada gel pemisah 20% 17
8. Pola SDS-PAGE hasil hidrolisis whey (bovine) oleh papain (Kim et al.
2007) 17
9. Perbandingan sekuen asam amino -S1 kasein susu kambing dan sapi 18
10. Perbandingan sekuen asam amino -S2 kasein susu kambing dan sapi 19
11. Perbandingan sekuen asam amino -S2 kasein susu kambing dan sapi 19
12. Perbandingan sekuen asam amino - kasein susu kambing dan sapi 19
13. Perbandingan sekuen asam laktoferin susu kambing dan sapi 21
14. Zona hambat kasein dan peptida kasein terhadap E. coli 22
15. Zona hambat whey dan peptida whey terhadap E. coli 23
16. Perbedaan struktur dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif
(Madigan et al. 2012) 24
17. Penghambatan kasein utuh dan peptida kasein terhadap pertumbuhan
E. coli 26
18. Penghambatan whey utuh dan peptida whey terhadap pertumbuhan
E. coli 27
19. Perbandingan hasil SDS PAGE hidrolisis whey oleh enzim A. Papain
B. Enzim pencernaan 28

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap E. coli 34
2. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap S. aureus 34
3. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey
terhadap E. coli 35
4. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey
terhadap S. aureus 35
5. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-0 36
6. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-2 36
7. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-4 37
8. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-6 37
9. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-0 38
10. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-2 38
11. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-4 39
12. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-6 39
1

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu telah dikenal sebagai bahan pangan dengan kandungan gizi lengkap.
Selain nilai zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) komponen
bioaktif yang terkandung dalam susu menjadikan susu memiliki fungsi fisiologis
dan biokimia penting yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan,
misalnya sebagai antihipertensi, antioksidan, antitrombotik, hipokolesterolemik,
immunomodulator, antibakteri, dan lain sebagainya (Schanbacher et al. 1998;
Korhonen dan PihlantoLeppaala 2004; Gobbetti et al. 2007). Komponen bioaktif
susu dapat berasal dari berbagai sumber diantaranya protein, lemak, vitamin dan
mineral.
Salah satu sumber komponen bioaktif susu adalah kasein dan whey. Kasein
merupakan sumber protein susu utama, kandungannya mencapai 80% dari total
protein susu, sedangkan whey adalah protein larut air yang terkandung dalam cairan
sisa pengendapan susu dengan presentase protein 20% dari total protein susu.
Selama dua puluh tahun terakhir, berbagai penelitian menunjukkan bahwa protein
dapat berperan sebagai prekursor peptida antibakteri yang dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dalam melawan mikroorganisme patogen. Oleh karena itu
protein dapat dipertimbangkan sebagai sumber pangan yang berperan sebagai
antibakteri.
Susu kambing merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki
nilai gizi tinggi dan relatif mudah dicerna. Susu kambing memiliki kandungan gizi
yang tidak kalah dengan susu sapi, bahkan kandungan protein susu kambing relatif
lebih tinggi yaitu mencapai 3,4% dibandingkan susu sapi yang hanya 3,2% (Park et
al. 2007). Sumber lain menyebutkan kandungan protein susu kambing berkisar 2,6
4,1% (Raynal-Ljutovac et al. 2008) bergantung pada jenis kambing dan
lingkungannya. Kandungan protein yang cukup tinggi ini sangat potensial untuk
menghasilkan peptida susu yang memiliki sifat bioaktif misalnya sebagai
antibakteri.
Peptida bioaktif adalah fragmen protein spesifik yang memiliki dampak
positif pada fungsi atau kondisi tubuh. Peptida bioaktif susu dapat diperoleh dengan
beberapa cara hidrolisis, yaitu: hidrolisis dengan enzim pencernaan, hidrolisis oleh
mikroorganisme proteolitik, dan hidrolisis oleh enzim proteolitik yang dihasilkan
oleh mikroorganisme atau tumbuhan.
Protease merupakan enzim yang dapat menghidrolisis atau memutuskan
ikatan peptida pada protein. Berdasarkan asalnya terdapat tiga jenis protease yaitu
protease tanaman, hewan dan mikroorganisme. Papain, bromelin dan ficin
merupakan contoh protease yang dihasilkan dari tanaman. Protease dari hewan
diantaranya yaitu tripsin, kimotripsin, pepsin, dan renin. Sedangkan protease dari
mikroorganisme contohnya adalah protease intraseluler dari Clostridium
perfringens dan protease ekstraseluler Bacillus lichenisformis F11.4 (Salleh et al.
2

2006; Baehaki 2012). Jenis enzim protease yang berbeda memiliki titik potong
substrat yang berbeda, sehingga menghasilkan fragmen-fragmen peptida yang
berbeda pula. Perbedaan fragmen tersebut dapat diketahui dengan analisis SDS
PAGE yang memberikan gambaran profil peptida dan protein berupa ukuran atau
berat molekul protein.
Protein dari berbagai sumber telah diidentifikasi sebagi prekursor peptida
antibakteri. Salah satu diantaranya adalah protein susu baik yang berasal dari susu
sapi, domba, kambing maupun ASI (Hernndez-Ledesma et al. 2014). Hidrolisis
protein whey susu kambing oleh enzim proteolitik manusia (asam lambung dan
enzim duodenum) menghasilkan peptida antibakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan Listeria monocytogenes (Almaas et al. 2008). Hal ini menunjukkan
terdapat fragmen peptida spesifik dalam susu kambing yang berpotensi sebagai
antibakteri.

Perumusan Masalah

Kandungan protein yang tinggi dalam susu kambing merupakan potensi


yang sangat besar untuk menghasilkan protein dan peptida bioaktif sebagai
antibakteri. Senyawa antibakteri dari bahan pangan bersifat lebih natural dan relatif
aman bagi tubuh. Saat ini penelitian serta pemanfaatan susu kambing terutama
sebagai peptida bioaktif masih belum banyak dilakukan. Sehingga pemanfaatkan
susu kambing sebagai pangan fungsional khususnya sumber peptida yang potensial
sebagai antibakteri masih sangat terbuka.

Tujuan

Tujuan dari penelitian yang berjudul protein dan peptida susu kambing serta
potensinya sebagai antibakteri ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis profil protein dan peptida hasil hidrolisis kasein dan whey
susu kambing Peranakan Etawa (asal Bogor) oleh enzim papain (EC
3.4.22.2)
2. Menguji potensi sifat bioaktif protein utuh dan peptida yang dihasilkan
sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen pangan Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu:


1. Terdapat protein spesifik dalam susu kambing yang dapat berperan sebagai
antibakteri
2. Papain mampu mendregradasi protein dari kasein dan whey susu kambing.
3

3. Protein atau peptida susu kambing berpotensi sebagai penghambat E. coli


dan S. aureus.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi pola protein dan
peptida susu kambing hasil hidrolisis enzim papain, mengkarakterisasi protein atau
peptida dari susu kambing sebagai antibakteri, serta meningkatkan pemafaatan susu
kambing sebagai salah satu pangan fungsional.
4

2. TINJAUAN PUSTAKA

Susu Kambing

Susu yang popular beredar dipasaran adalah susu sapi. Namun susu
kambing kini telah mulai dikenal dan diminati oleh masyarakat. Kambing
Peranakan Etawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing lokal
Indonesia dengan kambing lokal dari India, yaitu antara kambing Kacang dan
kambing Etawa, sehingga memiliki sifat diantara keduanya (Atabany 2001).
Kambing Peranakan Etawa dapat menghasilkan susu 0,45 2,2 liter/ekor/hari
(Sodiq & Abidin 2008). Rusman (2011) menunjukkan produksi susu kambing
Peranakan Etawa berkisar antara 0,5 1,8 liter/ekor/hari bergantung pada
ketinggian tempat dan cara pemeliharaan.
Susu kambing memiliki beberapa perbedaan karakteristik dari susu sapi,
yaitu warnanya lebih putih, globula lemak susunya lebih kecil sehingga lemak susu
kambing lebih mudah dicerna, dan dapat diminum oleh orang yang alergi terhadap
susu sapi, intoleransi laktosa, atau untuk orang-orang yang mengalami berbagai
gangguan pencernaan (Blakely & Blade 1991). Beberapa kelebihan susu kambing
diantaranya adalah:
1) susu kambing memiliki partikel lemak yang lebih kecil dari rantai asam
lemak yang lebih pendek dibandingkan susu sapi sehingga mudah dicerna
oleh tubuh;
2) susu kambing mengandung 13% kadar laktosa yang lebih rendah
dibandingkan susu sapi dan 41% lebih rendah dibanding ASI;
3) susu kambing memiliki daya cerna dan sifat buffer yang tinggi,
menjadikannya sebagai diet yang baik bagi orang yang mengalami
gangguan pencernaan seperti maag.

Perbandingan komposisi susu segar antara susu kambing, susu sapi, dan ASI
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan komposisi susu kambing, susu sapi dan ASI


Nilai gizi Susu Kambing Susu Sapi ASI
Energi (Ka/100 ml) 70 69 68
Padatan non lemak (%) 8,9 9,0 8,9
Laktosa (%) 4,1 4,7 6,9
Protein (%) 3,4 3,2 1,2
Kasein (%) 2,4 2,6 0,4
Albumin, globulin (%) 0,6 0,6 0,7
Abu (%) 0,8 0,7 0,3
Sumber: Park et al. (2007)
5

Protease

Protease merupakan enzim proteolitik yang dapat menghidrolisis/


memutuskan ikatan peptida pada protein. Protease sering kali dibedakan menjadi
proteinase dan peptidase. Proteinase mengkatalis hidrolisis molekul protein
menjadi fragmen-fragmen besar, sedangkan peptidase mengkatalisis hidrolisis
fragmen polipeptida menjadi asam amino. Berdasarkan asalnya terdapat tiga jenis
protease yaitu protease tanaman, hewan dan mikroorganisme (Salleh et al. 2006).
Protease yang dihasilkan dari tanaman diantaranya papain, bromelin dan
ficin. Protease dari hewan yaitu tripsin, kimotripsin, pepsin, dan renin. Sedangkan
protease dari mikroorganisme contohnya adalah protease intraseluler dari
Clostridium perfringens dan protease ekstraseluler Bacillus lichenisformis F11.4
(Salleh et al. 2006; Baehaki 2012).
Dilihat dari letak hidrolisis ikatan peptida, protease dibedakan menjadi
eksopeptidase dan endopeptidase. Eksopeptidase memecahkan protein dari ujung
rantai sehingga dihasilkan satu asam amino dan sisa peptida, yang terbagi lagi
menjadi karboksi (ekso) peptidase yaitu protease yang memotong peptida dari arah
gugus karboksil terminal dan amino (ekso) peptidase yaitu protease yang
memotong peptida dari arah gugus amino terminal. Sedangkan Endopeptidase
memecahkan protein pada bagian dalam rantai protein, sehingga dihasilkan
peptida-peptida (Salleh et al. 2006).
Berdasarkan sifat kimia dan sisi aktifnya, protease digolongkan kedalam
empat jenis protease yaitu protease serin, protease sulfhidril, protease metal dan
protease asam. Pertama adalah protease serin, enzim golongan ini memiliki residu
serin pada sisi aktifnya. Contohnya adalah enzim-enzim tripsin, kimotripsin,
elastase dan subtilisin. Kedua, protease sulfhidril atau sering juga disebut protease
thiol adalah enzim yang aktivitasnya bergantung pada adanya satu atau lebih residu
sulfhidril pada sisi aktifnya. Contoh dari enzim golongan ini adalah papain, fisin
dan bromelin. Ketiga, protease metal, yaitu protease yang aktivitasnya tergantung
pada adanya logam. Logam-logam yang dapat mengaktifkan enzim ini adalah
magnesium (Mg), seng (Zn), kobalt (Co), besi (Fe), merkuri (Hg), Kadmium (Cd),
Tembaga (Cu), dan nikel (Ni). Enzim yang termasuk jenis ini adalah
karboksipeptidase A, beberapa aminopeptidase dan beberapa protease bakteri.
Terakhir adalah protease asam, enzim golongan ini keaktifannya disebabkan
adanya gugus karboksil pada sisi aktifnya. Protease yang termasuk golongan ini
adalah pepsin, renin, dan banyak protease lain yang aktif pada pH rendah, yaitu pH
2 sampai 4 (Salleh et al. 2006).

Papain
Papain merupakan enzim protease yang berasal dari getah papaya (Carica
papaya). Papain menghidrolisis protein dengan spesifisitas ikatan peptida yang
luas, terutama asam amino yang memiliki rantai samping hidrofobik yang besar
pada posisi P2. Papain oleh Comission on Enzyme and The International Union of
Biochemistry diberi nomor EC 3.4.22.2. Tata nama ini berarti EC 3.-.-.- merupakan
6

golongan enzim jenis hydrolase, EC 3.4.-.- beraksi pada ikatan peptida, EC 3.4.22.-
merupakan golongan sistein endopeptidase, EC 3.4.22.2 berarti papain. Kondisi
optimum enzim papain (pepaya burung varietas jawa) dalam menghidrolisis kasein
yaitu pada pH 6 dan suhu 50C (Kusumadjaja & Dewi 2005).

Peptida Bioaktif

Peptida bioaktif didefinisikan sebagai fragmen protein spesifik yang


memberikan dampak positif bagi fungsi atau kondisi tubuh dan dapat
mempengaruhi kesehatan (Kitts & Wiler 2003). Peptida bioaktif dapat diperoleh
dengan mengonsumsi pangan konvensional, suplemen, pangan fungsional, atau
melalui obat. Peptida bioaktif belum aktif dalam bentuk parent protein sehingga
protein harus dipecahkan terlebih dahulu. Peptida bioaktif dapat diperoleh melalui
tiga cara, yaitu: hidrolisis dengan enzim pencernaan, hidrolisis protein oleh
mikroorganisme proteolitik, hidrolisis oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme atau tumbuhan (Korhonen & Pihlanto 2007).
Penelitian pada dekade terakhir ini menunjukkan peptida bioaktif memiliki
fungsi biologi yang luas dan sangat penting meliputi antimikroba, antihipertensi,
antioksidan, antisitotoksik, immunomodulator, opioid, dan aktivitas pengangkutan
mineral. Skema sederhana yang mempresentasikan sumber komponen bioaktif
utama yang berasal dari susu dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 2. Beberapa
peptida susu bahkan menunjukkan sifat fungsional ganda, yaitu pada satu sekuen
peptida spesifik memiliki dua atau lebih aktivitas fisiologis yang berbeda.

Gambar 1. Skema senyawa fungsional bioaktif utama yang berasal dari susu (Park 2009)
7

Tabel 2. Komponen bioaktif utama pada susu dan sifat fungsionalnya


Prekursor atau
Senyawa Bioaktif Kemampuan bioaktif yang diteliti
komponen susu
, kasein Casokinins penghambat ACE
, kasein Fosfopeptida Mineral binding (meningkatkan
penyerapan mineral)
, kasein Imunopeptida Immunomodulator
Casomorphins (meningkatkan respon imum dan
Casokinin aktivitas fagositosis)
s1-kasein Iscraidin Antimikroba
s1-kasein Casicidin Antimikroba
k-kasein k-kasein Antitrombotik
k-kasein Casoplatelin Probiotik (pertumbuhan
bifidobakteria di saluran pencernaan)
-Lactalbumin (-La,), Lactorphins Opioid antagonis
- Lactoglobulin (-La)
Serum albumin Serorphin Opioid antagonis
- La, - La dan Serum Lactokinins penghambat ACE
albumin
Oligosakarida OLigosakarida Probiotik (pertumbuhan
bifidobakteria di saluran pencernaan)
Prolactin Prolactin Immunomodulator
Glikolipid Glikolipid Antimikroba
Laktoferin Laktoferin Immunomodulator
Antimikroba
Probiotik
Growth Factor IGF-1,TGF-, Pembentukan dan fungsi organ
EGF,TGF-
Sumber: Park (2009) dengan modifikasi

Peptida Sebagai Antibakteri

Aktivitas antimikroba protein susu yang diturunkan sebagai peptida sangat


beragam, mulai dari memiliki efek prebiotik, peptida dengan kemampuan untuk
mencegah invasi mikroorganisme patogen, dan peptida yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (Hernandez-Ledesma et al. 2014). Menurut Gobbetti
et al. (2007) efek antibakteri total dalam susu lebih besar daripada kontribusi
immunoglobulin dan nonimmunoglobulin individu (laktoferin, laktoperoksidase,
dan lisozim). Tabel 3 merupakan ringkasan penelitian mengenai fragmen peptida
bioaktif antibakteri dari berbagai sumber, cara mengisolasinya, aktivitas antibakteri
yang dihasilkan, serta aktivitas bioaktif lainnya.
8

Tabel 3. Fragmen peptida, asal, sifat antibakteri dan sifat bioaktif lainnya dari peptida antibakteri
Aktivitas
Fragment Cara Isolasi Aktivitas lain Referensi
antibakberi
s1-CN f(99-109) Sodium kaseinat Beberapa bakteri - McCann et al.
bovine dihidrolisis gram positif dan (2006)
dengan pepsin gram negatif
s1-CN f(21-29) Sodium kaseinat Beberapa bakteri - Hayes, Ross,
bovine gram positif dan Fitzgerald, Hill,
gram negatif Stanton (2006)
s2-CN f(183- Bovine s2-CN Beberapa bakteri Antihipertensi, Lopez-
207) hidrolisis dengan gram positif dan antioksidan Exposito,
pepsin gram negatif Gomez-Ruiz,
Amigo, Recio
(2006); Recio et
al. (2006)
Hk-CN f(43-97) ASI hidrolisis Beberapa bakteri - Liepke, Zucht
dengan pepsin gram positif dan Frossmann,
gram negatif, Stondker (2001)
yeast
k-CN f(106-169) Kasein bovine S. mutans, Bifidogenik, Malkoski et al.
hidrolisis dengan P. gingivalis, Immunomo- (2001); Prouxl,
kimotripsin E. coli dulator Gauthier, Roy
(1992); Brody
(2000)
k-CN f(18-24), k-CN bovine Beberapa bakteri - Lopez-
k-CN f(30-32), hidrolisis dengan gram positif dan Exposito,
k-CN f(139-146) pepsin gram negatif Minervini,
Recio, Amigo
(2006)
H
-CN f(184- -CN ASI hidrolisis Beberapa bakteri - Minervini et al.
210) dengan proteinase gram positif dan (2003)
Lactobacillus gram negatif
helveticusPR4
Sumber: Hernandez-Ledesma et al. (2014) dengan modifikasi

Peptida antibakteri bekerja dengan cara berinteraksi pada membran bakteri


yang kemudian diikuti dengan kerusakan membran, gangguan fisiologi membran
seperti biosintesis dinding sel, pembelahan sel atau translokasi melewati membran
untuk berinteraksi dengan sitoplasma sel target. Secara umum diasumsikan bahwa
kutub positif dari peptida berinteraksi dengan kutub negatif dari lipida pada
permukaan luar ataupun membran sitoplasma. Selanjutnya peptida menyisip
dengan orientasi posisi paralel pada bilayer ke bagian dalam membran sitoplasma
yang kemudian mengakibatkan pelepasan lipida (Gambar 2, Fjell et al. 2012).
9

Gambar 2. Mekanisme perusakan membran oleh peptida antibakteri (Fjell et al. 2012)
10

3. METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai Februari 2015.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar
Universitas (PAU) IPB, Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan PAU IPB, dan
Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST Center IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing segar
(jenis kambing peranakan etawa) yang diperoleh dari unit pengolahan susu, Eco-
Farm, Fakultas Peternakan IPB. Isolat bakteri patogen Escherichia coli ATCC
25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Enzim papain (Merck, Darmstadt,
Germany). Media pertumbuhan bakteri Triptic Soy Broth (TSB, Oxoid, Hampshire,
UK), Luria Bertani (LB, Himedia), Muller Hinton (MH, Himedia), Agar Powder
Bacteriological (Himedia). Bahan kimia Hydrochloric acid, Natrium klorida, Etanol
absolute, Methanol, -Merchaptoetanol, Akrilamida, Bis-akrilamida, Na2HPO4,
NaH2PO4, Gliserol, Glycine (Merck, Darmstadt, Germany). Coomassie brilliant
blue R-250 (CBB), Sodium dodecyl sulfate (SDS) (Sigma Aldrich). Standar protein
berat molekul rendah (LMW) Multicolor Low Range Protein Ladder Thermo
Scientific.

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: spektofotometer UV-VIS (Pharmacia


Novaspec II), sentrifugasi dingin (Tomy MRX-125 dan Himag CR 21G), peralatan
elektroforesis SDS-PAGE (Bio-rad, Mini Protean 3), inkubator shaker (Rosi 1000),
waterbath (Certomat), laminar air flow (Gelaire BSB 4A), membran filter 0,45m
(Minisart, Sartorius, Germany), pipet mikro 10-100L, pipet mikro 100-1.000 L,
(finnpipette, Thermo Fisher Scientific, USA), serta berbagai jenis alat-alat gelas.

Metode

Secara umum penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: preparasi
susu kambing, hidrolisis susu kambing, dan analisis protein dan peptida hasil
hidrolisis. Tahapan kerja dari penelitian ini secara lebih jelas dapat dilihat pada
diagram alir berikut.
11

Diagram Alir Penelitian

Susu kambing segar

Hilangkan lemak (Sentrifugasi 2.000 g, 30 menit)


Pasteurisasi (Pemanasan 72C ,15 detik)

Sentrifugasi 7.100 g, 20 menit

Whey Kasein
+ NaOH hinggga pH 7

Freeze dry hingga menyust 1/5 Dilarutkan dalam buffer fosfat


volume awal 0,05M konsentrasi 15%

Hidrolisis menggunakan enzim papain


Enzim : Substrat = 1:1000
Waktu hidrolisis: 15, 30, dan 45 menit

Hidrolisat Peptida

Analisis antibakteri:
Analisis protein dengan
1. metode cakram
SDS-PAGE
2. metode kontak

Informasi Karakter peptida


susu kambing antibakteri

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian


12

Preparasi susu kambing


Susu kambing segar disentrifugasi 2.000 g, 4C selama 30 menit untuk
memisahkan komponen lemak, kemudian dilakukan pasteurisasi selama 15 detik
dengan suhu 72C untuk menghilangkan kontaminasi mikroorganisme yang
terbawa pada susu (Almaas et al. 2008). Isolasi kasein dilakukan dengan cara susu
yang sudah dipasteurisasi ditambahkan HCl 2N pada suhu 40C hingga mencapai
titik isoelektrik ( pH 4,6), kemudian dilakukan setrifugasi 7.100 g selama 30 menit.
Hal ini bertujuan untuk memisahkan antara kasein dan whey. Setelah terpisah,
kasein dibilas dengan akuades sebanyak 1x (Behera et al. 2013).

Hidrolisis susu kambing


Persiapan kondisi hidrolisis dalam penelitian ini yaitu: untuk substrat kasein
dilakukan dengan cara melarutkan kasein padat dalam buffer fosfat 0,05 M pH 7
dengan konsentrasi kasein 15% (b/v), sedangkan untuk substrat whey, whey yang
diperoleh dinetralkan dengan NaOH 1N kemudian dipekatkan dengan cara freeze
drying hingga volume menyusut menjadi 1/5 volume awal. Masing-masing substrat
tersebut dihidrolisis menggunakan enzim papain Merck dengan perbandingan
enzim dan substrat 1:1000 (w/w, 4.000-6.000 unit/g) pada pH 7 dan suhu 50C
(Kusumadjaja & Dewi 2005), dengan interval waktu 15, 30, dan 45 menit.
Penghentian hidrolisis dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 80C selama
15 menit (Lopez-Exposito 2007). Protein dan peptida disentrifugasi 1.600 g
selama 5 menit pada suhu ruang, dan disaring dengan membran filter (0,45 m).
Penyaringan juga dilakukan terhadap kasein dan whey utuh.

Analisis peptida hasil hidrolisis

1) Analisis profil protein dan peptida dengan SDS PAGE


Penentuan profil dan estimasi berat molekul peptida dilakukan
menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis
(SDS-PAGE, Laemmli 1970). Beberapa modifikasi dilakukan berdasarkan Singh
et al. (2001). Sampel dilarutkan dalam larutan SDS 5% dengan perbandingan
sampel : larutan SDS adalah 1:5. Campuran tersebut kemudian diinkubasi dalam
waterbath pada suhu 85C selama 1 jam. Campuran sampel dan SDS disentrifugasi
1.600 g, selama 5 menit untuk memisahkan komponen tidak larutnya. Supernatan
yang diperoleh dicampurkan dengan buffer sampel (0,6% Tris HCl 1M, pH 6,8;
20% SDS; 50% gliserol; 1% bromophenol blue; 0,9% akuabides, 5% -
Merchaptoetanol) dengan perbandingan 1:1. Campuran tersebut kemudian
dipanaskan dalam air mendidih selama 2 menit. 15l sampel dimasukan ke dalam
sumur gel SDS PAGE (gel pemisah 15% untuk sampel kasein dan gel pemisah 20%
untuk sampel whey, serta gel penahan 4%). Elektroforesis dilakukan pada tegangan
70 Volt dan 50 mA selama 4 - 5 jam. Gel diwarnai dengan larutan staining (10%
13

asam asetat, 40% methanol, 0,1% Coomassie Brilliant Blue-R 250, 49,9%
akuades), kemudian dilanjutkan pembilasan dengan larutan destaining (10% asam
asetat, 40% methanol, 50% akuades). Standar protein yang digunakan adalah
standar berat molekul rendah (LMW) dengan ukuran 240 kDa.

2) Analisis situs pemotongan peptida


Data sekuen asam amino protein s1-, s2-, -, dan -kasein serta laktoferin
diperoleh dari http://www.uniprot.org dengan memasukan swissprot accession
number (Tabel 4). Kemudian dengan informasi spesifitas enzim papain yang telah
diperoleh dilakukan analisis posisi pemotongan yang terjadi terhadap protein-
protein tersebut. Hasil pemotongan berupa asam amino, dipeptida, tripeptida, dan
polipeptida dilaporkan dalam bentuk tabel.

Tabel 4. Swissprot accession number protein terpilih


Swissprot Accession Number Nama Protein Sumber
P18626 s1-kasein susu kambing
P02662 s1-kasein susu sapi
P33049 s2-kasein susu kambing
P02663 s2-kasein susu sapi
P33048 -kasein susu kambing
P02666 -kasein susu sapi
P02669 -kasein susu kambing
P02668 -kasein susu sapi
P24627 Laktoferin susu kambing
Q29477 Laktoferin susu sapi

3) Analisis antibakteri protein dan peptida


Kultur mikroorganisme patogen yang digunakan pada penelitian ini yaitu
Escherichia coli ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Sampel
peptida yang telah disterilisasi menggunakan membran filter 0,45 m dianalisis
kemampuan antibakteri nya dengan metode cakram dan metode kontak.
a) Metode cakram (Jorgensen & Ferraro 2009)
Cakram disk steril dijenuhkan dengan 40 l senyawa uji, cakram
tersebut diletakan dalam cawan berisi Muller Hinton Agar yang telah
ditambahkan 100 l bakteri uji dengan konsentrasi 107 cfu/ml. Penambahan
bakteri uji dilakukan dengan cara menyebarkan pada permukaan agar.
Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37C. Sifat antibakteri
ditentukan dengan mengukur diameter zona hambat yang
dihasilkan. Kontrol digunakan buffer fosfat untuk kontrol negatif dan
Amoxilin untuk kontrol positif. Hasil diperoleh dengan mengukur diameter
zona bening dibeberapa sisi dan kemudian dirata-ratakan (Gambar 4).
14

Gambar 4. Pengukuran zona penghambatan

b) Metode kontak (Zuhud et al. 2001)


Metode kontak merupakan metode evaluasi aktivitas antibakteri
berdasarkan perkembangan atau kematian bakteri dengan menghitung
jumlah bakteri setelah ditambahkan zat antibakteri (kontak langsung) dan
diinkubasi dalam waktu tertentu. Disiapkan media Tryptic Soy Broth
masing-masing 1 ml dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml
sampel peptida antibakteri yang akan di uji dan 100 l bakteri uji dengan
konsentrasi 105 cfu/ml. Inkubasi dilakukan dalam inkubator dengan suhu
37C, pada waktu kontak 0, 2, 4, dan 6 jam dilakukan pemupukan pada
cawan dan jumlah bakteri diukur dengan metode hitung cawan berdasarkan
BAM (2001) dalam media Luria Bertani Agar.

Pengujian statistik
Pengambilan sampel dilakukan dua kali dengan dua ulangan dan dirata-
ratakan. Uji Anova dengan uji lanjut Duncan dilakukan untuk membandingkan
perbedaan diameter zona hambat dan kurva tumbuh bakteri setiap 2 jam. Perbedaan
dinyatakan signifikan jika p< 0,05. Hasil dilaporkan dengan nilai rata-rataSD.
Software yang digunakan untuk pengolahan data adalah SPSS 16.0 for Windows.
15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Protein dan Peptida Kasein serta Whey Susu Kambing

Protein kasein dan peptida turunannya


Susu kambing mengandung 3,4% protein (Park et al. 2007). Kasein
merupakan 80% dari total protein yang terkandung dalam susu. Sama halnya
dengan susu sapi dan susu domba, kasein susu kambing terdiri dari dari -,-, dan
-kasein. Pemisahan kasein dapat dilakukan dengan menurunkan pH susu hingga
mencapai 4,6 baik dengan penambahan asam maupun dengan cara fermentasi
menggunakan starter bakteri.
Estimasi berat molekul protein pada penelitian ini dilakukan dengan metode
SDS-PAGE menggunakan marker dengan berat molekul rendah. Perhitungan berat
molekul protein dilakukan dengan menghitung Rf dari masing-masing pita protein
marker yang sudah diketahui berat molekulnya. Berdasarkan nilai-nilai tersebut
dapat dibuat kurva standar untuk melakukan estimasi berat molekul sampel.
Analisis SDS-PAGE terhadap susu kambing menunjukkan 10 pita protein dengan
berat molekul dari yang tertinggi adalah 68, 60, 55, 34, 24, 21, 19, 18, 15 dan 11
kDa. Setelah dilakukan pemisahan kasein dan whey menggunakan HCl 2N, terjadi
pemisahan protein dimana ke 10 pita protein tersebut muncul pada kasein dengan
pita protein 69, 61, 52, 15 dan 11 kDa menjadi lebih tipis, pita protein 21 dan 19
kDa menjadi lebih tebal, serta penambahan pita protein 12 kDa (Gambar 5).

-kasein 40 kDa
-kasein
25 kDa
-kasein

15 kDa

10 kDa
5 kDa
1 2 3 4 5 6 7

Gambar 5. Pola SDS-PAGE kasein pada gel pemisah 15%. 1. Natrium kaseinat (Luo et
al. 2014), 2. Protein kasein utuh susu kambing, 3-5. Peptida kasein hidrolisis:
15 menit (3), 30 menit (4), 45 menit (5), 6. Protein susu kambing, 7. Marker.
Gambar 5 menunjukkan perbandingan hasil SDS PAGE natrium kaseinat
yang telah dilakukan oleh Luo et al. (2014) dengan kasein utuh, peptida kasein hasil
hidrolisis enzim papain, dan susu kambing yang diperoleh dari penelitian ini. Dapat
16

dilihat bahwa pola hasil SDS-PAGE kasein yang diperoleh dalam penelitian ini
memiliki pola protein yang mirip dengan Luo et al. (2014) yaitu memiliki 11 pita
protein. dengan tiga pita utama merupakan -kasein, -kasein, dan -kasein dengan
BM masing-masing adalah 34 kDa, 24 kDa dan 21 kDa.
Hidrolisis kasein oleh enzim papain sejak 15 menit pertama sudah
mengakibatkan -kasein dan -kasein terhidrolisis dan hanya menyisakan pita -
kasein (21 kDa) dengan penambahan satu pita peptida baru dengan BM sekitar 10
kDa, sehingga pada waktu hidrolisis 30 dan 45 menit sudah tidak menunjukkan
perubahan. Hal ini mungkin disebakan oleh kemampuan enzim papain yang sangat
kuat dalam menghidrolisis substrat kasein sehingga perlu penggunaan range waktu
hidrolisis yang lebih sempit.

Gambar 6. Pola SDS-PAGE hasil hidrolisis kasein oleh papain (Luo et al. 2014). 0. sodium
kaseinat, 1-5. hidrolisis 10, 30 menit, 1, 4, 24 jam. 6. marker
Hidrolisis sodium kaseinat oleh enzim papain yang dilakukan oleh Luo et
al. (2014) dengan suhu hidrolisis yang lebih rendah (37C) menunjukkan terjadi
pemecahan substrat yang lebih lambat, sehingga degradasi protein yang terjadi
lebih terlihat (Gambar 6). Namun pada penelitian tersebut enzim papain tetap
menunjukkan aktivitas yang lebih kuat dibandingkan enzim lainnya dengan derajat
hidrolisis 13-22%.
Perbedaan hasil SDS-PAGE antara kasein susu kambing yang dihidrolisis
menggunakan papain dalam penelitian ini dengan natrium kaseinat yang
dihidrolisis menggunakan papain dalam Luo et al. (2014) disebabkan oleh
perbedaan jenis kasein dan suhu hidrolisis yang digunakan. Pada penelitian ini
menggunakan kasein susu kambing dan suhu 50C yang merupakan suhu optimum
bagi enzim papain sedangkan Luo et al. (2014) menggunakan kasein komersial
(susu sapi) dengan suhu 37C.

Protein whey dan peptida turunannya


Selain bagian protein susu yang mengendap dalam fase padat berupa kasein,
terdapat pula bagian protein susu yang larut pada fase cair yang dikenal sebagai
whey. Gambar 7 menunjukkan perbandingan hasil SDS-PAGE pola protein whey
17

susu kambing yang diperoleh dari penelitian ini dan whey susu kambing (Eriksen
et al. 2010), serta peptida whey hasil hidrolisis enzim papain dan juga susu kambing
sebelum dilakukan pemisahan kasein dan whey. Hasil analisis SDS PAGE
menunjukkan whey susu kambing memiliki 6 pita protein yaitu pita protein 85, 69,
61, 25, 14, dan 12 kDa.
Laktoferin
Serum albumin
Immunoglobulin 40 kDa
heavy chain
25 kDa
Immunoglobulin
light chain
15 kDa
-Laktoglobulin

-Laktalbumin
10 kDa
1 2 3 4 5 6 7 5 kDa

Gambar 7. Pola SDS-PAGE whey pada gel pemisah 20%. 1. Protein whey utuh susu
kambing (Eriksen et al. 2010), 2. Protein whey utuh susu kambing, 3-5.
Peptida whey hidrolisis: 15 menit (3), 30 menit (4), 45 menit (5), 6. Protein
susu kambing, 7. Marker.
Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa pola protein hasil SDS-PAGE whey
yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki pola yang mirip dengan penelitian
yang dilakukan oleh Eriksen et al. (2010) yaitu memiliki pita laktoferin (85 kDa),
serum albumin (69 kDa), immunoglobulin heavy chain (61 kDa), immunoglobulin
light chain (25 kDa), -Laktoglobulin (14 kDa), dan -Laktalbumin (12 kDa).
Hidrolisis whey menggunakan enzim papain menyebabkan pita laktoferin
terhidrolisis, hal ini ditunjukkan dengan menipisnya pita laktoferin tersebut pada
menit ke 15 dan hilang sempurna pada menit ke 30 dan 45. Selain itu hidrolisis
whey oleh papain juga menyebabkan muncul pita-pita protein dengan BM 54, 38,
11 dan 8 kDa.

Gambar 8. Pola SDS-PAGE hasil hidrolisis whey (bovine) oleh papain (Kim et al. 2007)
(A). Standar protein, (B). WPC (Whey Protein Concentrate), (C). WPC dengan
pemanasan, (1-7) Inkubasi 50C selama 30, 60, 90 ,120, 150, 180, 240 menit
18

Hidrolisis whey protein concentrate (WPC) dari bovine oleh enzim papain
juga dilakukan oleh Kim et al. (2007) dengan suhu hidrolisis 50C (Gambar 8).
Pemecahan substrat yang ditunjukkan oleh Kim et al. (2007) sedikit berbeda
dibandingkan dengan hasil penelitian ini, dimana protein dengan berat molekul
besar seperti laktoferin, serum albumin dan immunoglobulin telah terhidrolisis
secara keseluruhan dan menghasilkan peptida dengan berat molekul kurang dari
atau sama dengan -Lg (15 kDa). Sedangkan pada peneltian ini protein whey
dengan berat molekul besar masih dapat terdeteksi (Gambar 7). Perbedaan hasil ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan jenis substrat whey dan konsemtrasi enzim
papain yang digunakan.

Profil Situs Pemotongan Peptida

Protein kasein
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hidrolisis protein salah satunya
dapat dilakukan menggunakkan enzim. Papain merupakan enzim hidrolase yang
memotong ikatan peptida pada posisi N dari asam amino arginin, lisin, glutamin,
histidin, glisin, dan tirosin, yang dikenal dengan spesifitas enzim.
Sekuen protein atau sekuen peptida adalah urutan asam amino pada suatu
protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Dengan mengetahui sekuen
asam amino protein yang dihidrolisis dan spesifisitas enzim yang digunakan, maka dapat
dilakukan analisis titik potong yang terjadi serta asam amino dan sekuen peptida yang
dihasilkan. Perbandingan data sekuen asam amino dari protein s1-, s2-, -, dan -
kasein antara susu kambing dan susu sapi ditunjukkan pada Gambar 9, 10, 11 dan
12.
10 20 30 40 50
C: MKLLILTCLV AVALARPKHP INHRGLSPEV PNENLLRFVV APFPEVFRKE
B: MKLLILTCLV AVALARPKHP IKHQGLPQEV LNENLLRFFV APFPEVFGKE
60 70 80 90 100
C: NINELSKDIG SESTEDQAME DAKQMKAGSS SSSEEIVPNS AEQKYIQKED
B: KVNELSKDIG SESTEDQAME DIKQMEAESI SSSEEIVPNS VEQKHIQKED

110 120 130 140 150


C: VPSERYLGYL EQLLRLKKYN VPQLEIVPKS AEEQLHSMKE GNPAHQKQPM
B: VPSERYLGYL EQLLRLKKYK VPQLEIVPNS AEERLHSMKE GIHAQQKEPM
160 170 180 190 200
C: IAVNQELAYF YPQLFRQFYQ LDAYPSGAWY YLPLGTQYTD APSFSDIPNP
B: IGVNQELAYF YPELFRQFYQ LDAYPSGAWY YVPLGTQYTD APSFSDIPNP
210
C: IGSENSGKTT MPLW
B: IGSENSEKTT MPLW

Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong

Gambar 9. Perbandingan sekuen asam amino -S1 kasein susu kambing dan sapi
19
10 20 30 40 50
C: MKFFIFTCLL AVALAKHKME HVSSSEEPIN IFQEIYKQEK NMAIHPVRKEK
B: MKFFIFTCLL AVALAKNTME HVSSSEESII SQETYKQEKN MAINPSKENL
60 70 80 90 100
C: LCTTSCEEVV RNANEEEYSI RSSSEESAEV APEEIKITVD DKHYQKALNE
B: CSTFCKEVVR NANEEEYSIG SSSEESAEVA TEEVKITVDD KHYQKALNEI
110 120 130 140 150
C: INQFYQKFPQ YLQYPYQGPI VLNPWDQVKR NAGPFTPTVN REQLSTSEEN
B: NQFYQKFPQY LQYLYQGPIV LNPWDQVKRN AVPITPTLNR EQLSTSEENS
160 170 180 190
C: SKKTIDMEST EVFTKKTKLT EEEKNRLNFL KKISQYYQKF
B: KKTVDMESTE VFTKKTKLTE EEKNRLNFLK KISQRYQKFA
200 210 220
C: AWPQYLKTVD QHQKAMKPWT QPKTNAIPYV RYL
B: LPQYLKTVYQ HQKAMKPWIQ PKTKVIPYVR YL

Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong

Gambar 10. Perbandingan sekuen asam amino -S2 kasein susu kambing dan sapi

10 20 30 40 50
C: MKVLILACLV ALAIAREQEE LNVVGETVES LSSSEESITH INKKIEKFQS
B: MKVLILACLV ALALARELEE LNVPGEIVES LSSSEESITR INKKIEKFQS
60 70 80 90 100
C: EEQQQTEDEL QDKIHPFAQA QSLVYPFTGP IPNSLPQNIL PLTQTPVVVP
B: EEQQQTEDEL QDKIHPFAQT QSLVYPFPGP IPNSLPQNIP PLTQTPVVVP
110 120 130 140 150
C: PFLQPEIMGV PKVKETMVPK HKEMPFPKYP VEPFTESQSL TLTDVEKLHL
B: PFLQPEVMGV SKVKEAMAPK HKEMPFPKYP VEPFTESQSL TLTDVENLHL
160 170 180 190 200
C: PLPLVQSWMH QPPQPLSPTV MFPPQSVLSL SQPKVLPVPQ KAVPQRDMPI
B: PLPLLQSWMH QPHQPLPPTV MFPPQSVLSL SQSKVLPVPQ KAVPYPQRDM
210 220
C: QAFLLYQEPV LGPVRGPFPI LV
B: PIQAFLLYQE PVLGPVRGPF PIIV

Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong

Gambar 11. Perbandingan sekuen asam amino -S2 kasein susu kambing dan sapi

10 20 30 40 50
C: CCEKDERFFD DKIAKYIPIQ YVLSRYPSYG LNYYQQRPVA LINNQFLPYP
B: MMKSFFLVVT ILALTLPFLG AQEQNQEQPI RCEKDERFFS DKIAKYIPIQ
60 70 80 90 100
C: YYAKPIAVRS PAQTLQWQVL PNTVPAKSCQ DQPTTLARHP HPHLSFMAIP
B: YVLSRYPSYG LNYYQQKPVA LINNQFLPYP YYAKPAAVRS PAQILQWQVL
110 120 130 140 150
C: PKKDQDKTEI PAINTIASAE PTVHSTPTTE AIVNTVDNPE ASSESIASAP
B: SNTVPAKSCQ AQPTTMARHP HPHLSFMAIP PKKNQDKTEI PTINTIASGE
160 170 180 190
C: ETNTAQVTST EV
B: PTSTPTTEAV ESTVATLEDS PEVIESPPEI NTVQVTSTAV

Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong

Gambar 12. Perbandingan sekuen asam amino - kasein susu kambing dan sapi
20

Hasil pemotongan protein s1-, s2-, -, dan -kasein berupa asam amino,
dipeptida, tripeptida, dan polipeptida dari pemotongan diatas dilaporkan dalam
Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil hidrolisis protein kasein oleh enzim papain


Jumlah Hasil Pemotongan
Jumlah
sekuen
titik Asam
asam Dipeptida Tripeptida Polipeptida Total
potong amino
amino
susu
214 55 17 12 5 22 56
-S1 kambing
kasein susu
214 55 19 10 8 19 56
sapi
susu
223 66 29 12 8 18 67
-S2 kambing
kasein susu
222 60 24 11 6 20 61
sapi
susu
224 50 12 8 5 26 51
- kambing
kasein susu
222 50 13 8 4 26 51
sapi
susu
162 35 11 6 7 12 36
- kambing
kasein susu
190 41 10 10 8 14 42
sapi

Tabel 5 merupakan perbandingan hasil pemotongan oleh enzim papain pada


substrat kasein susu kambing dan kasein susu sapi. Dapat dilihat pada tabel bahwa
jumlah titik potong dan hasil pemotongan pada susu kambing lebih banyak daripada
susu sapi. Hal ini terutama dapat dilihat pada -S2 kasein dengan 66 titik potong
dan 67 total hasil pemotongan. Titik potong dan hasil pemotongan yang lebih
banyak akan menghasilkan ukuran peptida yang lebih kecil, sehingga pada analisis
SDS-PAGE akan berada dibagian bawah atau sampai tidak dapat terdeteksi. Hal ini
mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada profil SDS-PAGE
peptida kasein susu kambing menghasilkan pita protein yang lebih tipis
dibandingkan susu sapi yang dilaporkan oleh Luo et al. (2014) (selain karena
perbedaan suhu hidrolisis).

Protein Whey
Whey terdiri dari beberapa protein utama diantaranya laktoferin, serum albumin,
immunoglobulin, -Laktoglobulin, dan -Laktalbumin. Protein whey yang banyak
dikenal memiliki sifat sebagai antimikroba adalah laktoferin. Laktoferin merupakan protein
yang mengikat dan mentransfer zat besi. Hidrolisis laktoferin oleh enzim papain akan
menghasilkan fragmen-fragmen peptida dan asam amino seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 13.
21
10 20 30 40 50
C: MKLFVPALLS LGALGLCLAA PRKNVRWCAI SLPEWSKCYQ WQRRMRKLGA
B: MKLFVPALLS LGALGLCLAA PRKNVRWCTI SQPEWFKCRR WQWRMKKLGA
60 70 80 90 100
C: PSITCIRRTS ALECIRAIAG KNADAVTLDS GMVFEAGLDP YKLRPVAAEI
B: PSITCVRRAF ALECIRAIAE KKADAVTLDG GMVFEAGRDP YKLRPVAAEI
110 120 130 140 150
C: YGTEKSPQTH YYAVAVVKKG SNFQLDQLQG QKSCHMGLGR SAGWNIPVGI
B: YGTKESPQTH YYAVAVVKKG SNFQLDQLQG RKSCHTGLGR SAGWIIPMGI
160 170 180 190 200
C: LRPFLSWTES AEPLQGAVAR FFSASCVPCV DGKAYPNLCQ LCKGVGENKC
B: LRPYLSWTES LEPLQGAVAK FFSASCVPCI DRQAYPNLCQ LCKGEGENQC
210 220 230 240 250
C: ACSSQEPYFG YSGAFKCLQD GAGDVAFVKE TTVFENLPEK ADRDQYELLC
B: ACSSREPYFG YSGAFKCLQD GAGDVAFVKE TTVFENLPEK ADRDQYELLC
260 270 280 290 300
C: LNNTRAPVDA FKECHLAQVP SHAVVARSVD GKENLIWELL RKAQEKFGKN
B: LNNSRAPVDA FKECHLAQVP SHAVVARSVD GKEDLIWKLL SKAQEKFGKN
310 320 330 340 350
C: KSQSFQLFGS PEGRRDLLFK DSALGFVRIP SKVDSALYLG SRYLTALKNL
B: KSRSFQLFGS PPGQRDLLFK DSALGFLRIP SKVDSALYLG SRYLTTLKNL
360 370 380 390 400
C: RETAEELKAR CTRVVWCAVG PEEQSKCQQW SEQSGQNVTC ATASTTDDCI
B: RETAEEVKAR YTRVVWCAVG PEEQKKCQQW SQQSGQNVTC ATASTTDDCI
410 420 430 440 450
C: ALVLKGEADA LSLDGGYIYT AGKCGLVPVM AENRKSSKYS SLDCVLRPTE
B: VLVLKGEADA LNLDGGYIYT AGKCGLVPVL AENRKSSKHS SLDCVLRPTE
460 470 480 490 500
C: GYLAVAVVKK ANEGLTWNSL KGKKSCHTAV DRTAGWNIPM GLIANQTGSC
B: GYLAVAVVKK ANEGLTWNSL KDKKSCHTAV DRTAGWNIPM GLIVNQTGSC
510 520 530 540 550
C: AFDEFFSQSC APGADPKSSL CALCAGDDQG LDKCVPNSKE KYYGYTGAFR
B: AFDEFFSQSC APGADPKSRL CALCAGDDQG LDKCVPNSKE KYYGYTGAFR
560 570 580 590 600
C: CLAEDVGDVA FVKNDTVWEN TNGESSADWA KNLNREDFRL LCLDGTTKPV
B: CLAEDVGDVA FVKNDTVWEN TNGESTADWA KNLNREDFRL LCLDGTRKPV
610 620 630 640 650
C: TEAQSCYLAV APNHAVVSRS DRAAHVEQVL LHQQALFGKN GKNCPDQFCL
B: TEAQSCHLAV APNHAVVSRS DRAAHVKQVL LHQQALFGKN GKNCPDKFCL
660 670 680 690 700
C: FKSETKNLLF NDNTECLAKL GGRPTYEKYL GTEYVTAIAN LKKCSTSPLL
B: FKSETKNLLF NDNTECLAKL GGRPTYEEYL GTEYVTAIAN LKKCSTSPLL

C: EACAFLTR
B: EACAFLTR
Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong

Gambar 13. Perbandingan sekuen asam laktoferin susu kambing dan sapi
22

Hasil pemotongan protein laktoferin berupa asam amino, dipeptida,


tripeptida, dan polipeptida dari pemotongan diatas dilaporkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil hidrolisis laktoferin oleh enzim papain


Jumlah Hasil Pemotongan
Jumlah
sekuen
titik Asam
asam Dipeptida Tripeptida Polipeptida Total
potong amino
amino
susu
708 195 56 37 33 70 196
kambing
Laktoferin
susu
708 193 55 41 31 67 194
sapi

Perbandingan hasil pemotongan substrat laktoferin susu kambing dan susu


sapi oleh enzim papain menunjukkan jumlah titik potong dan hasil pemotongan
pada susu kambing hampir sama dengan susu sapi (Tabel 6). Hal ini juga ditunjukan
pada profil SDS-PAGE, baik pita laktoferin susu kambing maupun susu sapi
keduanya hilang secara sempurna dan pita dengan berat molekul rendah menjadi
lebih tebal setelah waktu hidrolisis 30 menit yang menunjukkan protein laktoferin
terdegradasi menjadi peptida dan asam amino dengan ukuran lebih kecil (Gambar
7).

Sifat Antibakteri Protein Susu Kambing

Aktivitas antibakteri dengan metode cakram


Screening aktivitas antibakteri protein kasein dan whey serta peptida hasil
hidrolisisnya dilalukan dengan metode cakram terhadap bakteri uji Escherichia coli
ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Kontrol positif yang
digunakan adalah Amoxilin 1mg/ml dan kontrol negatif buffer fosfat. Zona hambat
dihitung berdasarkan besarnya diameter zona bening termasuk diameter cakram
disk (6 mm). Konsentrasi bakteri uji yang digunakan adalah 107 cfu/ml dengan
volume sampel dalam cakram disk masing-masing sekitar 40 L.

A B C D
Gambar 14. Zona hambat kasein dan peptida kasein terhadap E. coli. (A) kasein utuh,
(B-D) kasein hidrolisis: 15 menit (B), 30 menit (C), 45 menit (D).
Gambar 14 merupakan hasil penghambatan kasein utuh dan peptida kasein
hasil hidrolisis terhadap E. coli. Dapat dilihat pada gambar bahwa terdapat zona
23

bening yang cukup jelas yang menunjukkan pertumbuhan E. coli disekitar cakram
disk terhambat, dengan ukuran diameter ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Diameter zona hambat kasein utuh dan peptida kasein
Diameter zona hambat
Protein dan peptida kasein
E.coli (mm) S.aureus (mm)
Kasein utuh 7,70 0,35* 6,00 0,00
Kasein hidrolisis 15 menit 7,77 0,17* 6,38 0,33
Kasein hidrolisis 30 menit 7,60 0,48* 6,42 0,37
Kasein hidrolisis 45 menit 7,69 0,60* 6,32 0,30
Kontrol negatif 6,00 0,00 6,00 0,00
p-value 0,007 0,076
*) uji beda Duncan pada selang kepercayaan 95% terhadap kontrol negatif

Tabel 7 menunjukkan bahwa kasein utuh dan peptida hasil hidrolisis kasein
memiliki penghambatan yang lebih besar terhadap E. coli dibandingkan terhadap
S. aureus. Penghambatan yang signifikan (p=0,007) terjadi terhadap bakteri uji E.
coli. Hal ini ditunjunkan baik oleh protein kasein utuh maupun kasein hidrolisis 15,
30, dan 45 menit dengan nilai rata-rata diameter 7,60 7,77 mm. Sedangkan zona
hambat protein kasein dan peptida hasil hidrolisis terhadap bakteri uji S. aureus
menunjukkan nilai yang sangat kecil, bahkan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p>0,05) terhadap kontrol negatif.
Whey dan peptida hasil hidrolisisnya juga menunjukkan adanya zona
hambat terhadap bakteri uji E. coli dan S. aureus, namun zona hambat yang
dihasilkan lebih kecil jika dibandingkan dengan protein kasein dan peptida hasil
hidrolisisnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 dan Tabel 8.

A B C D
Gambar 15. Zona hambat whey dan peptida whey terhadap E. coli. (A) whey utuh, (B-D)
whey hidrolisis: 15 menit (B), 30 menit (C), 45 menit (D).
Berdasarkan Gambar 15 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa hambatan terbesar
terhadap bakteri uji E. coli dihasilkan oleh whey hidrolisis 15 menit dengan
diameter 6,780,46, namun nilai ini tidak jauh berbeda dengan whey utuh dan
peptida whey lainnya (whey hidrolisis 30 dan 45 menit). Meskipun nilai diameter
zona hambat yang lebih kecil dibandingkan dengan protein kasein dan peptida hasil
hidrolisisnya, secara statistik protein whey dan peptida hasil hidrolisis memiliki
diameter zona hambat yang signifikan (p=0,013) dibandingkan dengan kontrol
negatif. Sedangkan pengujian terhadap bakteri uji S. aureus menunjukan protein
whey dan peptidanya memiliki nilai rata-rata diameter zona hambat yang sangat
24

kecil dan secara statistik diameter zona hambat tersebut tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p>0,05) terhadap kontrol negatif.

Tabel 8. Diameter zona hambat peptida whey


Diameter zona hambat
Protein dan peptida whey
E.coli (mm) S.aureus (mm)
whey utuh 6,45 0,29* 6,39 0,37
whey hidrolisis 15 menit 6,78 0,46* 6,41 0,38
whey hidrolisis 30 menit 6,61 0,39* 6,55 0,12
whey hidrolisis 45 menit 6,51 0,37* 6,54 0,32
Kontrol negatif 6,00 0,00 6,00 0,00
p-value 0,013 0,398
*) berbeda nyata terhadap kontrol pada selang kepercayaan 95%

Peptida antibakteri bekerja dengan cara berinteraksi pada membran bakteri


yang kemudian diikuti dengan kerusakan membran (Fjell et al. 2012). Perbedaan
efek penghambatan yang dihasilkan oleh protein kasein dan whey terhadap bakteri
uji E. coli dan S. aureus dapat disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel kedua
bakteri tersebut. Dimana E. coli termasuk kedalam kelompok bakteri gram negatif
yang memiliki dua lapis membran sel namun memiliki lapisan peptidoglikan yang
tipis sedangkan S. aureus merupakan kelompok bakteri gram positif yang hanya
memiliki satu lapis membran sel namun memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal
(Gambar 16). Efek perusakan dinding sel oleh sampel protein yang diujikan dalam
penelitian ini kemungkinan besar dapat diredam oleh lapisan peptidoglikan
sehingga jenis bakteri gram posititf bersifat lebih tahan dibandingkan bakteri gram
negatif.

Gambar 16. Perbedaan struktur dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif
(Madigan et al. 2012)
25

Aktivitas antibakteri dengan metode kontak


Pengujian lebih lanjut terhadap kemampuan antibakteri dilakukan dengan
metode kontak. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari metode cakram, metode
kontak hanya dilakukan terhadap bakteri uji E. coli. Prinsip dari metode ini adalah
menumbuhkan bakteri uji dalam media pertumbuhan dengan penambahan senyawa
antibakteri (kasein dan whey serta peptida hasil hidrolisisnya). Dengan metode ini
diharapkan penghambatan senyawa antibakteri terhadap bakteri uji dapat diamati
berdasarkan waktu kontak. Berikut ini merupakan data pertumbuhan E. coli dalam
media dengan penambahan kasein utuh dan peptida hasil hidrolisisnya.

Tabel 9. Pertumbuhan E. coli dalam media dengan penambahan kasein utuh dan peptida kasein
Jam ke 0 Jam ke 2 Jam ke 4 Jam ke 6
(log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml)
kontrol 3,83 0,19 4,43 0,49 7,85 0,05 8,77 0,06
kasein utuh 3,28 0,49 1,67 1,47* 1,06 1,51* 0,95 1,64*
hidrolisis 15 menit 3,63 0,07 6,16 0,49 7,35 0,65 8,50 0,26
hidrolisis 30 menit 3,69 0,07 4,61 0,00 6,59 1,68 8,50 0,32
hidrolisis 45 menit 3,67 0,11 5,53 1,43 7,15 0,94 8,47 0,10
p-value 0,225 0,038 0,034 0,003
*) berbeda nyata terhadap kontrol pada selang kepercayaan 95%

Berdasarkan data pada Tabel 9, dapat dibuat kurva seperti yang ditampilkan
pada Gambar 17. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan E. coli dalam media
dengan penambahan kasein utuh secara statistik menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol pada jam ke 2. Penurunan jumlah
bakteri tersebut yaitu sebanyak 2,8 log cfu/ml jika dibandingkan dengan kontrol
(jam ke 2) dan sebanyak 1,6 log cfu/ml jika dibandingkan dengan jumlah bakteri
awal (jam ke 0). Nilai tersebut terus menurun dengan bertambahnya waktu,
sehingga menunjukkan kasein utuh dapat bersifat sebagai bakterisidal. Sedangkan
pada media dengan penambahan kasein yang telah dihidrolisis (kasein hidrolisis 15,
30, dan 45 menit) pertumbuhan E. coli yang terjadi tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan terhadap kontrol. Hal ini mungkin disebabkan oleh prehidrolisis
yang terjadi selama pemisahan kasein dan whey oleh HCl yang menyebabkan
terhidrolisisnya sebagian protein kasein, dimana proses hidrolisis ini tidak dapat
dihindari. Peptida yang dihasilkan dari proses prehidrolisis tersebut kemungkinan
besar memiliki sifat bioaktif sebagai antibakteri sehingga dapat menghambat
pertumbuhan E.coli.
26

10

6
log cfu/ml

0
jam ke-0 jam ke-2 jam ke-4 jam ke-6
-2
kontrol hidrolisis 15 menit hidrolisis 30 menit

hidrolisis 45 menit kasein utuh

Gambar 17. Penghambatan kasein utuh dan peptida kasein terhadap pertumbuhan E. coli

Meskipun tidak berbeda signifikan secara statistik, namun dapat dilihat pada
jam ke-4, peptida kasein 15, 30, dan 45 menit mengalami pertumbuhan yang lebih
lambat dibandingkan dengan kontrol dengan nilai 0,5 1,3 log cfu/ml lebih rendah
dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan adanya sifat penghambatan yang
dihasilkan oleh peptida-peptida kasein tersebut meskipun dalam batas tertentu. Hal
ini mungkin disebabkan enzim papain tidak memotong ikatan peptida pada posisi
yang tepat untuk menghasilkan peptida bioaktif sehingga dengan dilakukan
hidrolisis menggunakan enzim papain sifat antibakteri dari kasein utuh yang
diperoleh dari proses prehidroisis cendurung berkurang.
Hasil hidrolisis kasein susu domba (dengan enzim porcine pepsin A)
kemudian dilakukan pemurnian menunjukkan (s2-ovine f(165-181)) memberikan
penghambatan terhadap pertumbuhan Escherichia coli, Listeria innocua,
Staphylococcus epidermidis, Enterococcus faecalis, Serratia marcescens, dan St.
Carnosus (Lopez-Exposito et al. 2006).

Tabel 10. Pertumbuhan E. coli dalam media dengan penambahan whey utuh dan peptida
whey
Jam ke 0 Jam ke 2 Jam ke 4 Jam ke 6
(log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml)
kontrol 4,97 1,82 5,37 1,73 7,17 1,50 8,26 0,47
whey utuh 5,21 1,12 4,37 1,68 6,26 1,50 7,50 1,47
hidrolisis 15 menit 4,81 1,80 4,95 1,73 6,67 1,33 7,30 1,63
hidrolisis 30 menit 4,90 1,62 3,98 0,19 6,37 1,21 7,77 1,47
hidrolisis 45 menit 5,03 1,77 3,99 0,18 6,11 0,59 7,66 1,48
p-value 0,725 0,630 0,197 0,443
*) uji beda Duncan pada selang kepercayaan 95% terhadap kontrol negatif
27

Pertumbuhan E. coli dalam media dengan penambahan Whey ditunjukkan


pada Tabel 10 dan Gambar 18. Baik whey utuh maupun whey hasil hidrolisis tidak
menunjukkan perbedaan pertumbuhan E. coli yang signifikan dibandingkan dengan
kontrol. Meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik,
namun pada jam ke-2 baik whey utuh maupun yang sudah dihidrolisis menunjukan
pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan kontrol dengan nilai 0,4 - 1,4
log cfu/ml. Penghambatan tertinggi ditunjukkan oleh whey hidrolisis 30 dan 45
menit pada jam ke-2 dengan nilai 1,4 log cfu/ml lebih lambat, dan pada jam ke-4
dengan nilai 0,8 - 1 log cfu/ml lebih rendah daripada kontrol. Hal ini
mengindikasikan adanya sifat penghambatan yang dihasilkan oleh whey utuh dan
peptida whey dalam batas tertentu.
Penghambatan yang tidak signifikan oleh whey utuh dan peptida hasil
hidrolisisnya selain karena terhidrolisisnya protein laktoferin oleh enzim papain,
faktor lainnya juga dapat dikarenakan oleh belum murninya peptida hasil hidrolisis
yang diujikan, sehingga konsentrasi senyawa antibakteri yang terkandung
didalamnya masih rendah sehingga tidak cukup untuk menghasilkan penghambatan
yang signifikan.
10
9
8
7
Log cfu/ml

6
5
4
3
2
1
0
jam ke-0 jam ke-2 jam ke-4 jam ke-6

kontrol hidrolisis 15 menit hidrolisis 30 menit

hidrolisis 45 menit whey utuh


Gambar 18. Penghambatan whey utuh dan peptida whey terhadap pertumbuhan E. coli

Penelitian lain menunjukkan hidrolisis protein whey susu kambing oleh


enzim proteolitik manusia (asam lambung dan enzim duodenum) menghasilkan
peptida antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes,
sedangkan hidrolisis menggunakan enzim pencernaan hewan (pepsin dan enzim
corolase PP dari porcin pankreas) tidak menunjukkan adanya penghambatan
(Almaas et al. 2008). Hal ini menunjukkan terdapat fragmen peptida spesifik dalam
susu kambing yang berpotensi sebagai antibakteri.
28

Immunoglobulin
Laktoferin
Serum albumin

-Laktoglobulin

-Laktalbumin

Komponen peptida
1 2 3 4 5
lebih kecil
A B C B* C*
A B
Gambar 19. Perbandingan hasil SDS PAGE hidrolisis whey oleh enzim A. Papain (1-2.
whey utuh, 3-5. hidrolisis 15, 30, 45 menit) B. Enzim pencernaan (1. whey
utuh, 2. whey+asam lambung, 3. whey+asam lambung+enzim duodenum, 4.
Whey+porcin pepsin 5. Whey+porcin pepsin+porcin pankreas)

Baik kasein susu domba maupun whey susu kambing telah dilaporkan
sebagai prekursor peptida yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Lopez-
Exposito et al. 2006; Almaas et al. 2008), namun pada penelitian ini peptida yang
dihasilkan baik dari kasein maupun whey belum menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan enzim
protease yang digunakan. Walaupun sama-sama memiliki aktivitas proteolitik,
enzim protease yang berbeda akan memutus ikatan peptida pada posisis asam amino
yang berbeda yang dikenal dengan spesifisitas enzim. Dapat dilihat pada Gambar
12, perbedaan enzim yang digunakan yaitu Papain (Gambar 19A) dan enzim
pencernaan (Gambar 19B) menghasilkan pola SDS PAGE yang berbeda sehingga
memungkinkan menghasilkan sifat bioaktif yang berbeda.

Tabel 11. Jenis dan spesifisitas enzim


Spesifisitas
Enzim Jenis Enzim Sumber
Asam Amino
arginin, lisin, glutamin, Leung (1996)
Papain Protease sulfidril histidin, glisin, dan Muchtadi et al (1992)
tirosin
Pepsin Endoprotease asam alanin, glisin dan valin Adjonu et al. (2013)
Tripsin Endoprotease Basa arginin dan lisin Adjonu et al. (2013)
triptofan, tirosin, dan Adjonu et al. (2013)
Kimotripsin Endoprotease Basa
fenilalanin

Enzim papain memiliki gugus fungsional sulfhidril dan mampu


menghidrolisis ikatan peptida pada asam amino arginin, lisin, glutamin, histidin, glisin,
dan tirosin (Leung 1996; Muchtadi et al 1992). Perbedaan efek penghambatan yang
dihasilkan mungkin disebabkan oleh perbedaan sisi ikatan peptida yang
29

dihidrolisis, dimana enzim papain memutuskan ikatan peptida pada asam amino
pada spektrum yang cukup luas seperti yang telah disebutkan sebelumya sedangkan
enzim pencernaan memotong pada asam amino yang lebih spesifik seperti tripsin
memotong pada asam amino arginin dan lisin, serta pepsin pada asam amino alanin,
glisin dan valin.
Pada substrat yang sama perbedaan tersebut akan menghasilkan peptida
dengan urutan asam amino yang berbeda. Sehingga hidrolisis kasein dan whey
menggunakan enzim papain yang dilakukan pada penelitian ini belum
menghasilkan peptida yang memiliki sifat antibakteri yang signifikan seperti yang
dihasilkan oleh enzim pencernaan. Selain itu, belum murninya peptida hasil
hidrolisis yang diujikan dapat menyebabkan konsentrasi senyawa antibakteri yang
terkandung didalamnya masih rendah sehingga tidak cukup untuk menghasilkan
penghambatan yang signifikan.
30

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan analisis SDS PAGE, susu kambing memiliki 10 pita protein.


Setelah dilakukan pemisahan kasein dan whey terjadi pemisahan protein dimana ke
10 pita protein tersebut muncul pada kasein dengan penambahan satu pita protein
dengan BM 12 kDa, sedangkan whey hanya memiliki 6 pita protein.
Hidrolisis kasein susu kambing menggunakan enzim papain (4.000-6.000
unit/g) menyebabkan -kasein dan -kasein terhidrolisis dan menyisakan -kasein
dan satu peptida dengan berat molekul sekitar 10 kDa. Hidrolisis pada whey
menyebabkan protein laktoferin terhidrolisis sehingga dapat menjadi faktor yang
menurunkan aktivitas antibakteri pada whey. Baik kasein dan whey utuh maupun
yang sudah terhidrolisis sama-sama menghasilkan zona hambat yang signifikan
terhadap E. coli, namun tidak menunjukkan penghambatan yang signifikan
terhadap S. aureus. Pengujian lanjut dengan metode kontak menunjukkan kasein
utuh dapat menghambat pertumbuhan E. coli secara signifikan sejak jam ke 2
bahkan menunjukkan penurunan jumlah bakteri sebanyak 2,8 log dibandingkan
dengan kontrol yang mengindikasikan sifat baterisidal kasein susu kambing.
Sedangkan peptida hasil hidrolisis baik dari kasein maupun whey memiliki sifat
antibakteri yang tidak signifikan.

Saran

Enzim papain cukup kuat dalam menghidrolisis substrat kasein dan whey
susu kambing, oleh karena itu variasi konsentrasi enzim perlu diperkecil dan waktu
hidrolisis dapat dipersingkat agar lebih terlihat degradasi protein yang dihasilkan.
Selain itu dapat pula menggunakan variasi pH dan jenis enzim yang berbeda seperti
tripsin, pepsin, atau enzim pencernaan lainnya untuk menghasilkan peptida spesifik
dengan penghambatan yang lebih baik. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
terkait efektifitas aplikasi protein dan peptida bioaktif dalam pengembangan pangan
fungsional dan penyerapannya dalam tubuh.
31

DAFTAR PUSTAKA

[BAM] Bacterial Analytical Manuals. 2001. Chapter 3 Aerobic plate count. [FDA]
Food and Drug Administration. [diunduh 30 Januari 2014]. Tersedia pada
www.fda.gov
Adjonu R, Doran G, Torley P, Agboola S. 2013. Screening of whey protein isolate
hydrolysates for their dual functionality: Influence of heat pre-treatment and
enzyme specificity. Food Chem. 136: 14351443.
doi:10.1016/j.foodchem.2012.09.053
Almaas H, Berner V, Holm H, Langsrud T, Vegarud GE. 2008. Degradation of
whey from caprine milk by human proteolytic enzymes, and the resulting
antibacterial effect against Listeria monocytogenes. Small Ruminant Res.
(79):1115. doi:10.1016/j.smallrumres.2008.07.013.
Atabany A. 2001. Studi kasus produksi kambing Peranakan Etawah dan kambing
Saanen pada Peternakan Kambing Perah Barokah dan PT. Taurus Dairy
Farm. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Baehaki A. 2012. Kolagenase Bacillus licheniformis F11 Asal Palembang dan
Aplikasinya pada Pembuatan Peptida Kolagen Bioaktif. [Disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Behera P, Kumar R, Sandeep IVR, Kapila R, Dang AK, Kapila S. 2013. Casein
hydrolysates enhance osteoblast proliferation and differentiation in mouse
bone marrow culture. Fbio. 2:24 30.
Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Terjemahan: B. Srigandono.
Bregmeyer HU, Bergmeyer J, Grassel M. 1983. Methods of enzymatic analysis.
Vol 2. Weinheim: Verlag Chemie.
Eriksen EK, Holm H, Jensen E, Aaboe R, Devold TG, Jacobsen M, Vegarud GE.
2010. Different digestion of caprine whey proteins by human and porcine
gastrointestinal enzymes. British Journal of Nutrition. (104): 374381.
doi:10.1017/S0007114510000577.
Fjell C, Hiss JA. Hancock REW, Schneider G. 2012. Designing antimicrobial
peptides: form follows function. Nat Rev Drug Discov. (11):37-5.
Gobbetti M, Minervini F, Rizzello CG. 2004. Angiotensin I - converting enzyme
inhibi-tory and antimicrobial bioactive peptides. Int J Dairy Technol.
57:173188.
Gobbetti M, Minervini F, Rizzello CG. 2007. Bioactive peptides in dairy products.
In: Handbook of Food Products Manufacturing Y.H. Hui (ed). John Wiley
& Sons, Inc., Hoboken, NJ:489517 .
32

Haa M, Bekhit AEDA, Carnea A, Hopkins DL. 2012. Characterisation of


commercial papain, bromelain, actinidin and zingibain protease
preparations and their activities toward meat proteins. Food Chem. 134: 95
105. doi:10.1016/j.foodchem.2012.02.071.
Hernndez-Ledesma B, Garca-Nebot MJ, Fernndez-Tom S, Amigo L, Recio I.
2014. Dairy protein hydrolysates: Peptides for health benets. l Dairy J.
38(2): 82-100.
Jorgensen JH, Ferraro MJ. 2009. Antimicrobial susceptibility Testing: a review of
general principle and contemporary practices. CID. (49): 1749-1755.
doi:10/1086/647952.
Kim SB, Seo IS, Khan MA, Ki KS, Lee WS, Lee HJ, Shin HS, Kim HS. 2007.
Enzymatic Hydrolysis of Heated Whey: Iron-Binding Ability of Peptides
and Antigenic Protein Fractions. J. Dairy Sci. (90): 40334042.
doi:10.3168/jds.2007-0228.
Kitts DD, Weiler K. 2003. Bioactive proteins, and peptides from food source.
Applications of bioprocesses used in isolation and recovery. Curr Pharm
Des. (9):1309-1323.
Korhonen H, Pihlanto A. 2007. Bioactive peptide from food protein. In: Handbook
of Food Product Manufacturing. Y.H. Hui, eds. John Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, NJ. Pp: 5-37.
Korhonen H, pihlanto-Leppl A. 2004. Milk-derived bioactive peptides:
Formation and pros-pects for health promotion. In: Handbook of Functional
Dairy Products. C. Shortt and J. O Brien (eds). RC Press, Boca Raton, FL:
109124.
Kusumadjaja AP, Dewi RP. 2005. Penentuan Kondisi Optimum Enzim Papain Dari
Pepaya Burung Varietas Jawa (Carica papaya). Indo. J. Chem. 5(2):147-
151.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the head
of bacteriophage T4. Nature. (227):680-685. doi: 10.1038/227680a0
Leung AY. 1996. Encyclopedia of Common Natural Ingridients Used in Food,
Drugs, and Cosmetics. Ed 2nd. New York: Interscience.
Lopez-Exposito I, Gomez-Ruiz JA, Amigo L, Recio I. 2006. Identification of
antibacterial peptides from ovines2-casein. I Dairy J (16): 10721080.
Lopez-Exposito I, Quiros A, Amigo L, Recio I. 2007. Casein hydrolysates as a
source of antimicrobial, antioxidant and antihypertensive peptides. Lait.
(87): 241249. doi: 10.1051/lait:2007019.
Luo Y, Pan K, Zhong Q. 2014. Physical, chemical and biochemical properties of
casein hydrolyzed by three proteases: partial characterizations. Foodchem.
(155): 146-154. doi:10.1016/j.foodchem.2014.01.048.
33

Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA, Clark DP. 2012. Brock Biology of
Microorganisms, 13th ed. San Francisco: Pearson Education.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzym dalam Industri Pangan. Bogor:
PAU-IPB.
Park YW, Juarez M, Ramos M, Haenlein GFW. 2007. Physico-chemical
characteristics of goat and sheep milk. Small Ruminant Res. (68): 88113.
doi:10.1016/j.smallrumres.2006.09.013
Park YW. 2009. Bioactive component in milk and dairy product. Wiley-Blackwell:
USA.
Raynal-Ljutovac K, Lagriffoul G, Paccard P, Guillet I, Chilliard Y. 2008.
Composition of goat and sheep milk products: An update. Small Ruminant
Res. (79): 5772. doi:10.1016/j.smallrumres.2008.07.009.
Rusman. 2011. Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa (PE) Berdasarkan
Ketinggian Tempat Pemeliharaan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Salleh AB, Rahman RNZRA, Basri M. 2006. New Lipases and Proteases. New
York: Nova Science Publishers, Inc.
Schanbacher FL, Talhouk RS, Murray FA, Gherman LI, Willet, L.B. 1998. Milk -
born bioactive peptides. Int. Dairy J. (8):393 403.
Singh P, Benjakul S, Maqsood S, Kishimura H. 2011. Isolation and characterisation
of collagen extracted from the skin of striped catfish (Pangasianodon
hypophthalmus). Food Chem. (124): 97105.
doi:10.1016/j.foodchem.2010.05.111.
Sodiq A, Abidin Z. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Zuhud EAM, Rahayu WP, Wijaya CH, Sari PP. 2001. Aktivitas antimikroba
ekstrak kedawung (Parkia roxburghii G. Don) terhadap bakteri patogen. J.
Teknol Indust Pangan. (12): 6-12.
34

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap E. coli
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: E.coli
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 5,143 5 1,029 5,122 0,010
Intercept 599,405 1 599,405 2,985E3 0,000
kasein 4,850 4 1,213 6,038 0,007
blok 0,015 1 0,015 0,074 0,790
Error 2,410 12 0,201
Total 1021,103 18
Corrected Total 7,553 17
a. R Squared = 0,681 (Adjusted R Squared = 0,548)

Lampiran 2. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap S. aureus
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: S.aureus
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 0,720 5 0,144 2,368 0,103
Intercept 419,458 1 419,458 6,902E3 0,000
Kasim 0,676 4 0,169 2,781 0,076
blok 0,123 1 0,123 2,024 0,180
Error 0,729 12 0,061
Total 698,836 18
Corrected Total 1,449 17
a. R Squared = 0,497 (Adjusted R Squared = 0,287)
35

Lampiran 3. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey terhadap
E. coli
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: E.coli_whey
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 1,681 5 0,336 5,829 0,006
Intercept 439,154 1 439,154 7,613E3 0,000
Way 1,160 4 0,290 5,027 0,013
blok 0,904 1 0,904 15,677 0,002
Error 0,692 12 0,058
Total 762,483 18
Corrected Total 2,373 17
a. R Squared = 0,708 (Adjusted R Squared = 0,587)

Lampiran 4. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey terhadap
S. aureus

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: S.aureus_whey
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 0,480 5 0,096 0,900 0,512
Intercept 447,993 1 447,993 4,198E3 0,000
Way 0,472 4 0,118 1,106 0,398
blok 0,001 1 0,001 0,010 0,921
Error 1,281 12 0,107
Total 743,592 18
Corrected Total 1,761 17
a. R Squared = 0,273 (Adjusted R Squared = -0,030)
36

Lampiran 5. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-0

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: kasein_jam0
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 0,738 6 0,123 1,931 0,273
Intercept 69,852 1 69,852 1,096E3 0,000
Perlakuan 0,576 4 0,144 2,258 0,225
blok 0,289 2 0,144 2,266 0,220
Error 0,255 4 0,064
Total 142,768 11
Corrected Total 0,993 10
a. R Squared = 0,743 (Adjusted R Squared = 0,358)

Lampiran 6. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-2

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: kasein_Jam2
Type III Sum of
Source Squares Dr Mean Square F Sig.
Corrected Model 35,609a 6 5,935 11,673 0,016
Intercept 72,571 1 72,571 142,734 0,000
Perlakuan 15,350 4 3,838 7,548 0,038
blok 4,830 2 2,415 4,750 0,088
Error 2,034 4 0,508
Total 233,836 11
Corrected Total 37,642 10
a. R Squared = 0,946 (Adjusted R Squared = 0,865)
37

Lampiran 7. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-4

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: kasein_jam4
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 86,947 6 14,491 8,926 0,026
Intercept 155,434 1 155,434 95,746 0,001
Perlakuan 52,504 4 13,126 8,085 0,034
blok 2,229 2 1,115 0,687 0,554
Error 6,494 4 1,623
Total 432,586 11
Corrected Total 93,441 10
a. R Squared = 0,931 (Adjusted R Squared = 0,826)

Lampiran 8. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-6
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: kasein_jam6
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 129,419 6 21,570 31,783 0,002
Intercept 221,719 1 221,719 326,701 0,000
Perlakuan 81,644 4 20,411 30,076 0,003
blok 2,866 2 1,433 2,112 0,237
Error 2,715 4 0,679
Total 594,714 11
Corrected Total 132,134 10
a. R Squared = 0,979 (Adjusted R Squared = 0,949)
38

Lampiran 9. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-0

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: whey2ml_jam0
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 13,405 5 2,681 31,294 0,003
Intercept 248,203 1 248,203 2,897E3 0,000
Perlakuan 0,180 4 0,045 0,527 0,725
blok 13,225 1 13,225 154,362 0,000
Error 0,343 4 0,086
Total 261,951 10
Corrected Total 13,748 9
a. R Squared = 0,975 (Adjusted R Squared = 0,944)

Lampiran 10. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-2
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:whey2ml_jam2
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 7,592 5 1,518 1,411 0,380
Intercept 205,390 1 205,390 190,815 0,000
Perlakuan 3,023 4 0,756 0,702 0,630
blok 4,570 1 4,570 4,245 0,108
Error 4,306 4 1,076
Total 217,288 10
Corrected Total 11,898 9
a. R Squared = 0,638 (Adjusted R Squared = 0,186)
39

Lampiran 11. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-4

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:whey2ml_jam4
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 8,920 5 1,784 12,753 0,014
Intercept 424,713 1 424,713 3,036E3 0,000
Perlakuan 1,403 4 0,351 2,508 0,197
blok 7,517 1 7,517 53,734 0,002
Error 0,560 4 0,140
Total 434,193 10
Corrected Total 9,480 9
a. R Squared = 0,941 (Adjusted R Squared = 0,867)

Lampiran 12. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-6
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:whey2ml_jam6
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 9,540 5 1,908 8,544 0,029
Intercept 592,284 1 592,284 2,652E3 0,000
Perlakuan 1,040 4 0,260 1,164 0,443
blok 8,501 1 8,501 38,067 0,004
Error 0,893 4 0,223
Total 602,718 10
Corrected Total 10,434 9
a. R Squared = 0,914 (Adjusted R Squared = 0,807)
40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bekasi pada tanggal 17 Juli 1989 dari pasangan
Bapak Inkanta dan Ibu Wachyuni Devi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Gizi, Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, lulus pada tahun 2011. Pada
tahun 2012 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana,
IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemda Provinsi Jawa Barat.
Selama menempuh program S2, penulis juga megikuti Stadium General
Bioactive Peptides and Probiotics for Fuctional Foods, dan berkesempatan
bergabung dalam kepanitiaan International Conference Food for Quality Life.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master sains, penulis melakukan
penelitian berjudul Peptida Bioaktif Susu Kambing dan Potensinya sebagai
Antibakteri. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono dan Dr. Ir.
Harsi D. Kusumaningrum. Sebagian dari hasil penelitian tersebut sedang dalam
proses pengajuan sebagai artikel pada pada Small Ruminant Research dengan judul
Degradation of caprine casein by papain enzymes, and its antibacterial effect
towards Escherichia coli.

Anda mungkin juga menyukai