2015dle PDF
2015dle PDF
DIANA LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Protein dan Peptida Susu
Kambing serta Potensinya sebagai Antibakteri adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Diana Lestari
NIM F251120251
RINGKASAN
DIANA LESTARI. Protein dan Peptida Susu Kambing serta Potensinya sebagai
Antibakteri. Dibimbing oleh MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO
dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM.
DIANA LESTARI. Caprine Milk Protein and Peptides, and Its Potestial as
Antibacterial. Supervised by MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO
and HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROTEIN DAN PEPTIDA SUSU KAMBING SERTA
POTENSINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI
DIANA LESTARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Puspo Edi Giriwono, STP MAgr
Judul Tesis : Protein dan Peptida Susu Kambing serta Potensinya sebagai
Antibakteri
Nama : Diana Lestari
NIM : F251120251
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya sehingga Tesis yang berjudul Protein dan Peptida Susu Kambing
serta Potensinya sebagai Antibakteri ini berhasil diselesaikan. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Proyek Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, DIPA IPB,
tahun anggaran 2013, Kode MAK: 2013.089.521219 yang telah mendanai
penelitian ini.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja Suhartono selaku
ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku
anggota komisi pembimbing atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan
dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukkan selama
penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian,
pembuatan artikel jurnal hingga penyusunan tesis. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP, M.Agr selaku penguji luar
komisi pembimbing atas saran dan masukannya demi kesempurnaan Tesis ini.
Terima kasih kepada keluarga terutama orangtua penulis Bapak Inkanta dan
Ibu Wachyuni Devi, kedua adik penulis Evianthy Dwi Kanta dan Andi Utomo
Inkanta, serta Penfen Fealty atas doa, bantuan, dan dukungannya hingga penulis
berhasil menyelesaikan Tesis ini. Serta kepada teknisi, dan staf di Program Studi
IPN, Departemen ITP dan SEAFAST, terutama Ibu Ika, Mbak Ari, Pak Taufik, dan
Teh Yayam, kepada rekan-rekan penelitian di laboratorium, Mba Ino, Mas Novan,
Silvie, Pak Rinto, Mba Eni, Ibu Retnani, Mba Nur, Rina, Anis, dan Wulan, Laras,
Tuti, Puri, Ka Tiwi serta teman-teman IPN lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
per satu. Terima kasih atas bantuan, masukkan, dukungan, dan kerjasama selama
melakukan penelitian ini, serta kepada semua pihak yang turut mendukung
penyelesaian tesis ini.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian dan tesis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca serta mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu
pengetahuan.
Diana Lestari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 2
Hipotesis 2
Manfaat Penelitian 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 4
Susu Kambing 4
Protease 5
Papain 5
Peptida Bioaktif 6
Peptida Sebagai Antibakteri 7
3. METODE 10
Waktu dan Tempat 10
Bahan 10
Alat 10
Metode 10
Preparasi susu kambing 12
Hidrolisis susu kambing 12
Analisis peptida hasil hidrolisis 12
Pengujian statistik 14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Profil Protein dan Peptida Kasein serta Whey Susu Kambing 15
Protein kasein dan peptida turunannya 15
Protein whey dan peptida turunannya 16
Profil Situs Pemotongan Peptida 18
Sifat Antibakteri Protein Susu Kambing 22
Aktivitas antibakteri dengan metode cakram 22
Aktivitas antibakteri dengan metode kontak 25
5. KESIMPULAN DAN SARAN 30
Kesimpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 34
RIWAYAT HIDUP 40
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap E. coli 34
2. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap S. aureus 34
3. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey
terhadap E. coli 35
4. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey
terhadap S. aureus 35
5. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-0 36
6. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-2 36
7. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-4 37
8. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan
peptida kasein pada jam ke-6 37
9. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-0 38
10. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-2 38
11. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-4 39
12. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume
2ml pada jam ke-6 39
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu telah dikenal sebagai bahan pangan dengan kandungan gizi lengkap.
Selain nilai zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) komponen
bioaktif yang terkandung dalam susu menjadikan susu memiliki fungsi fisiologis
dan biokimia penting yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan,
misalnya sebagai antihipertensi, antioksidan, antitrombotik, hipokolesterolemik,
immunomodulator, antibakteri, dan lain sebagainya (Schanbacher et al. 1998;
Korhonen dan PihlantoLeppaala 2004; Gobbetti et al. 2007). Komponen bioaktif
susu dapat berasal dari berbagai sumber diantaranya protein, lemak, vitamin dan
mineral.
Salah satu sumber komponen bioaktif susu adalah kasein dan whey. Kasein
merupakan sumber protein susu utama, kandungannya mencapai 80% dari total
protein susu, sedangkan whey adalah protein larut air yang terkandung dalam cairan
sisa pengendapan susu dengan presentase protein 20% dari total protein susu.
Selama dua puluh tahun terakhir, berbagai penelitian menunjukkan bahwa protein
dapat berperan sebagai prekursor peptida antibakteri yang dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dalam melawan mikroorganisme patogen. Oleh karena itu
protein dapat dipertimbangkan sebagai sumber pangan yang berperan sebagai
antibakteri.
Susu kambing merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki
nilai gizi tinggi dan relatif mudah dicerna. Susu kambing memiliki kandungan gizi
yang tidak kalah dengan susu sapi, bahkan kandungan protein susu kambing relatif
lebih tinggi yaitu mencapai 3,4% dibandingkan susu sapi yang hanya 3,2% (Park et
al. 2007). Sumber lain menyebutkan kandungan protein susu kambing berkisar 2,6
4,1% (Raynal-Ljutovac et al. 2008) bergantung pada jenis kambing dan
lingkungannya. Kandungan protein yang cukup tinggi ini sangat potensial untuk
menghasilkan peptida susu yang memiliki sifat bioaktif misalnya sebagai
antibakteri.
Peptida bioaktif adalah fragmen protein spesifik yang memiliki dampak
positif pada fungsi atau kondisi tubuh. Peptida bioaktif susu dapat diperoleh dengan
beberapa cara hidrolisis, yaitu: hidrolisis dengan enzim pencernaan, hidrolisis oleh
mikroorganisme proteolitik, dan hidrolisis oleh enzim proteolitik yang dihasilkan
oleh mikroorganisme atau tumbuhan.
Protease merupakan enzim yang dapat menghidrolisis atau memutuskan
ikatan peptida pada protein. Berdasarkan asalnya terdapat tiga jenis protease yaitu
protease tanaman, hewan dan mikroorganisme. Papain, bromelin dan ficin
merupakan contoh protease yang dihasilkan dari tanaman. Protease dari hewan
diantaranya yaitu tripsin, kimotripsin, pepsin, dan renin. Sedangkan protease dari
mikroorganisme contohnya adalah protease intraseluler dari Clostridium
perfringens dan protease ekstraseluler Bacillus lichenisformis F11.4 (Salleh et al.
2
2006; Baehaki 2012). Jenis enzim protease yang berbeda memiliki titik potong
substrat yang berbeda, sehingga menghasilkan fragmen-fragmen peptida yang
berbeda pula. Perbedaan fragmen tersebut dapat diketahui dengan analisis SDS
PAGE yang memberikan gambaran profil peptida dan protein berupa ukuran atau
berat molekul protein.
Protein dari berbagai sumber telah diidentifikasi sebagi prekursor peptida
antibakteri. Salah satu diantaranya adalah protein susu baik yang berasal dari susu
sapi, domba, kambing maupun ASI (Hernndez-Ledesma et al. 2014). Hidrolisis
protein whey susu kambing oleh enzim proteolitik manusia (asam lambung dan
enzim duodenum) menghasilkan peptida antibakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan Listeria monocytogenes (Almaas et al. 2008). Hal ini menunjukkan
terdapat fragmen peptida spesifik dalam susu kambing yang berpotensi sebagai
antibakteri.
Perumusan Masalah
Tujuan
Tujuan dari penelitian yang berjudul protein dan peptida susu kambing serta
potensinya sebagai antibakteri ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis profil protein dan peptida hasil hidrolisis kasein dan whey
susu kambing Peranakan Etawa (asal Bogor) oleh enzim papain (EC
3.4.22.2)
2. Menguji potensi sifat bioaktif protein utuh dan peptida yang dihasilkan
sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen pangan Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi pola protein dan
peptida susu kambing hasil hidrolisis enzim papain, mengkarakterisasi protein atau
peptida dari susu kambing sebagai antibakteri, serta meningkatkan pemafaatan susu
kambing sebagai salah satu pangan fungsional.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
Susu Kambing
Susu yang popular beredar dipasaran adalah susu sapi. Namun susu
kambing kini telah mulai dikenal dan diminati oleh masyarakat. Kambing
Peranakan Etawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing lokal
Indonesia dengan kambing lokal dari India, yaitu antara kambing Kacang dan
kambing Etawa, sehingga memiliki sifat diantara keduanya (Atabany 2001).
Kambing Peranakan Etawa dapat menghasilkan susu 0,45 2,2 liter/ekor/hari
(Sodiq & Abidin 2008). Rusman (2011) menunjukkan produksi susu kambing
Peranakan Etawa berkisar antara 0,5 1,8 liter/ekor/hari bergantung pada
ketinggian tempat dan cara pemeliharaan.
Susu kambing memiliki beberapa perbedaan karakteristik dari susu sapi,
yaitu warnanya lebih putih, globula lemak susunya lebih kecil sehingga lemak susu
kambing lebih mudah dicerna, dan dapat diminum oleh orang yang alergi terhadap
susu sapi, intoleransi laktosa, atau untuk orang-orang yang mengalami berbagai
gangguan pencernaan (Blakely & Blade 1991). Beberapa kelebihan susu kambing
diantaranya adalah:
1) susu kambing memiliki partikel lemak yang lebih kecil dari rantai asam
lemak yang lebih pendek dibandingkan susu sapi sehingga mudah dicerna
oleh tubuh;
2) susu kambing mengandung 13% kadar laktosa yang lebih rendah
dibandingkan susu sapi dan 41% lebih rendah dibanding ASI;
3) susu kambing memiliki daya cerna dan sifat buffer yang tinggi,
menjadikannya sebagai diet yang baik bagi orang yang mengalami
gangguan pencernaan seperti maag.
Perbandingan komposisi susu segar antara susu kambing, susu sapi, dan ASI
dapat dilihat pada Tabel 1.
Protease
Papain
Papain merupakan enzim protease yang berasal dari getah papaya (Carica
papaya). Papain menghidrolisis protein dengan spesifisitas ikatan peptida yang
luas, terutama asam amino yang memiliki rantai samping hidrofobik yang besar
pada posisi P2. Papain oleh Comission on Enzyme and The International Union of
Biochemistry diberi nomor EC 3.4.22.2. Tata nama ini berarti EC 3.-.-.- merupakan
6
golongan enzim jenis hydrolase, EC 3.4.-.- beraksi pada ikatan peptida, EC 3.4.22.-
merupakan golongan sistein endopeptidase, EC 3.4.22.2 berarti papain. Kondisi
optimum enzim papain (pepaya burung varietas jawa) dalam menghidrolisis kasein
yaitu pada pH 6 dan suhu 50C (Kusumadjaja & Dewi 2005).
Peptida Bioaktif
Gambar 1. Skema senyawa fungsional bioaktif utama yang berasal dari susu (Park 2009)
7
Tabel 3. Fragmen peptida, asal, sifat antibakteri dan sifat bioaktif lainnya dari peptida antibakteri
Aktivitas
Fragment Cara Isolasi Aktivitas lain Referensi
antibakberi
s1-CN f(99-109) Sodium kaseinat Beberapa bakteri - McCann et al.
bovine dihidrolisis gram positif dan (2006)
dengan pepsin gram negatif
s1-CN f(21-29) Sodium kaseinat Beberapa bakteri - Hayes, Ross,
bovine gram positif dan Fitzgerald, Hill,
gram negatif Stanton (2006)
s2-CN f(183- Bovine s2-CN Beberapa bakteri Antihipertensi, Lopez-
207) hidrolisis dengan gram positif dan antioksidan Exposito,
pepsin gram negatif Gomez-Ruiz,
Amigo, Recio
(2006); Recio et
al. (2006)
Hk-CN f(43-97) ASI hidrolisis Beberapa bakteri - Liepke, Zucht
dengan pepsin gram positif dan Frossmann,
gram negatif, Stondker (2001)
yeast
k-CN f(106-169) Kasein bovine S. mutans, Bifidogenik, Malkoski et al.
hidrolisis dengan P. gingivalis, Immunomo- (2001); Prouxl,
kimotripsin E. coli dulator Gauthier, Roy
(1992); Brody
(2000)
k-CN f(18-24), k-CN bovine Beberapa bakteri - Lopez-
k-CN f(30-32), hidrolisis dengan gram positif dan Exposito,
k-CN f(139-146) pepsin gram negatif Minervini,
Recio, Amigo
(2006)
H
-CN f(184- -CN ASI hidrolisis Beberapa bakteri - Minervini et al.
210) dengan proteinase gram positif dan (2003)
Lactobacillus gram negatif
helveticusPR4
Sumber: Hernandez-Ledesma et al. (2014) dengan modifikasi
Gambar 2. Mekanisme perusakan membran oleh peptida antibakteri (Fjell et al. 2012)
10
3. METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai Februari 2015.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar
Universitas (PAU) IPB, Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan PAU IPB, dan
Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST Center IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing segar
(jenis kambing peranakan etawa) yang diperoleh dari unit pengolahan susu, Eco-
Farm, Fakultas Peternakan IPB. Isolat bakteri patogen Escherichia coli ATCC
25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Enzim papain (Merck, Darmstadt,
Germany). Media pertumbuhan bakteri Triptic Soy Broth (TSB, Oxoid, Hampshire,
UK), Luria Bertani (LB, Himedia), Muller Hinton (MH, Himedia), Agar Powder
Bacteriological (Himedia). Bahan kimia Hydrochloric acid, Natrium klorida, Etanol
absolute, Methanol, -Merchaptoetanol, Akrilamida, Bis-akrilamida, Na2HPO4,
NaH2PO4, Gliserol, Glycine (Merck, Darmstadt, Germany). Coomassie brilliant
blue R-250 (CBB), Sodium dodecyl sulfate (SDS) (Sigma Aldrich). Standar protein
berat molekul rendah (LMW) Multicolor Low Range Protein Ladder Thermo
Scientific.
Alat
Metode
Secara umum penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: preparasi
susu kambing, hidrolisis susu kambing, dan analisis protein dan peptida hasil
hidrolisis. Tahapan kerja dari penelitian ini secara lebih jelas dapat dilihat pada
diagram alir berikut.
11
Whey Kasein
+ NaOH hinggga pH 7
Hidrolisat Peptida
Analisis antibakteri:
Analisis protein dengan
1. metode cakram
SDS-PAGE
2. metode kontak
asam asetat, 40% methanol, 0,1% Coomassie Brilliant Blue-R 250, 49,9%
akuades), kemudian dilanjutkan pembilasan dengan larutan destaining (10% asam
asetat, 40% methanol, 50% akuades). Standar protein yang digunakan adalah
standar berat molekul rendah (LMW) dengan ukuran 240 kDa.
Pengujian statistik
Pengambilan sampel dilakukan dua kali dengan dua ulangan dan dirata-
ratakan. Uji Anova dengan uji lanjut Duncan dilakukan untuk membandingkan
perbedaan diameter zona hambat dan kurva tumbuh bakteri setiap 2 jam. Perbedaan
dinyatakan signifikan jika p< 0,05. Hasil dilaporkan dengan nilai rata-rataSD.
Software yang digunakan untuk pengolahan data adalah SPSS 16.0 for Windows.
15
-kasein 40 kDa
-kasein
25 kDa
-kasein
15 kDa
10 kDa
5 kDa
1 2 3 4 5 6 7
Gambar 5. Pola SDS-PAGE kasein pada gel pemisah 15%. 1. Natrium kaseinat (Luo et
al. 2014), 2. Protein kasein utuh susu kambing, 3-5. Peptida kasein hidrolisis:
15 menit (3), 30 menit (4), 45 menit (5), 6. Protein susu kambing, 7. Marker.
Gambar 5 menunjukkan perbandingan hasil SDS PAGE natrium kaseinat
yang telah dilakukan oleh Luo et al. (2014) dengan kasein utuh, peptida kasein hasil
hidrolisis enzim papain, dan susu kambing yang diperoleh dari penelitian ini. Dapat
16
dilihat bahwa pola hasil SDS-PAGE kasein yang diperoleh dalam penelitian ini
memiliki pola protein yang mirip dengan Luo et al. (2014) yaitu memiliki 11 pita
protein. dengan tiga pita utama merupakan -kasein, -kasein, dan -kasein dengan
BM masing-masing adalah 34 kDa, 24 kDa dan 21 kDa.
Hidrolisis kasein oleh enzim papain sejak 15 menit pertama sudah
mengakibatkan -kasein dan -kasein terhidrolisis dan hanya menyisakan pita -
kasein (21 kDa) dengan penambahan satu pita peptida baru dengan BM sekitar 10
kDa, sehingga pada waktu hidrolisis 30 dan 45 menit sudah tidak menunjukkan
perubahan. Hal ini mungkin disebakan oleh kemampuan enzim papain yang sangat
kuat dalam menghidrolisis substrat kasein sehingga perlu penggunaan range waktu
hidrolisis yang lebih sempit.
Gambar 6. Pola SDS-PAGE hasil hidrolisis kasein oleh papain (Luo et al. 2014). 0. sodium
kaseinat, 1-5. hidrolisis 10, 30 menit, 1, 4, 24 jam. 6. marker
Hidrolisis sodium kaseinat oleh enzim papain yang dilakukan oleh Luo et
al. (2014) dengan suhu hidrolisis yang lebih rendah (37C) menunjukkan terjadi
pemecahan substrat yang lebih lambat, sehingga degradasi protein yang terjadi
lebih terlihat (Gambar 6). Namun pada penelitian tersebut enzim papain tetap
menunjukkan aktivitas yang lebih kuat dibandingkan enzim lainnya dengan derajat
hidrolisis 13-22%.
Perbedaan hasil SDS-PAGE antara kasein susu kambing yang dihidrolisis
menggunakan papain dalam penelitian ini dengan natrium kaseinat yang
dihidrolisis menggunakan papain dalam Luo et al. (2014) disebabkan oleh
perbedaan jenis kasein dan suhu hidrolisis yang digunakan. Pada penelitian ini
menggunakan kasein susu kambing dan suhu 50C yang merupakan suhu optimum
bagi enzim papain sedangkan Luo et al. (2014) menggunakan kasein komersial
(susu sapi) dengan suhu 37C.
susu kambing yang diperoleh dari penelitian ini dan whey susu kambing (Eriksen
et al. 2010), serta peptida whey hasil hidrolisis enzim papain dan juga susu kambing
sebelum dilakukan pemisahan kasein dan whey. Hasil analisis SDS PAGE
menunjukkan whey susu kambing memiliki 6 pita protein yaitu pita protein 85, 69,
61, 25, 14, dan 12 kDa.
Laktoferin
Serum albumin
Immunoglobulin 40 kDa
heavy chain
25 kDa
Immunoglobulin
light chain
15 kDa
-Laktoglobulin
-Laktalbumin
10 kDa
1 2 3 4 5 6 7 5 kDa
Gambar 7. Pola SDS-PAGE whey pada gel pemisah 20%. 1. Protein whey utuh susu
kambing (Eriksen et al. 2010), 2. Protein whey utuh susu kambing, 3-5.
Peptida whey hidrolisis: 15 menit (3), 30 menit (4), 45 menit (5), 6. Protein
susu kambing, 7. Marker.
Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa pola protein hasil SDS-PAGE whey
yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki pola yang mirip dengan penelitian
yang dilakukan oleh Eriksen et al. (2010) yaitu memiliki pita laktoferin (85 kDa),
serum albumin (69 kDa), immunoglobulin heavy chain (61 kDa), immunoglobulin
light chain (25 kDa), -Laktoglobulin (14 kDa), dan -Laktalbumin (12 kDa).
Hidrolisis whey menggunakan enzim papain menyebabkan pita laktoferin
terhidrolisis, hal ini ditunjukkan dengan menipisnya pita laktoferin tersebut pada
menit ke 15 dan hilang sempurna pada menit ke 30 dan 45. Selain itu hidrolisis
whey oleh papain juga menyebabkan muncul pita-pita protein dengan BM 54, 38,
11 dan 8 kDa.
Gambar 8. Pola SDS-PAGE hasil hidrolisis whey (bovine) oleh papain (Kim et al. 2007)
(A). Standar protein, (B). WPC (Whey Protein Concentrate), (C). WPC dengan
pemanasan, (1-7) Inkubasi 50C selama 30, 60, 90 ,120, 150, 180, 240 menit
18
Hidrolisis whey protein concentrate (WPC) dari bovine oleh enzim papain
juga dilakukan oleh Kim et al. (2007) dengan suhu hidrolisis 50C (Gambar 8).
Pemecahan substrat yang ditunjukkan oleh Kim et al. (2007) sedikit berbeda
dibandingkan dengan hasil penelitian ini, dimana protein dengan berat molekul
besar seperti laktoferin, serum albumin dan immunoglobulin telah terhidrolisis
secara keseluruhan dan menghasilkan peptida dengan berat molekul kurang dari
atau sama dengan -Lg (15 kDa). Sedangkan pada peneltian ini protein whey
dengan berat molekul besar masih dapat terdeteksi (Gambar 7). Perbedaan hasil ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan jenis substrat whey dan konsemtrasi enzim
papain yang digunakan.
Protein kasein
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hidrolisis protein salah satunya
dapat dilakukan menggunakkan enzim. Papain merupakan enzim hidrolase yang
memotong ikatan peptida pada posisi N dari asam amino arginin, lisin, glutamin,
histidin, glisin, dan tirosin, yang dikenal dengan spesifitas enzim.
Sekuen protein atau sekuen peptida adalah urutan asam amino pada suatu
protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Dengan mengetahui sekuen
asam amino protein yang dihidrolisis dan spesifisitas enzim yang digunakan, maka dapat
dilakukan analisis titik potong yang terjadi serta asam amino dan sekuen peptida yang
dihasilkan. Perbandingan data sekuen asam amino dari protein s1-, s2-, -, dan -
kasein antara susu kambing dan susu sapi ditunjukkan pada Gambar 9, 10, 11 dan
12.
10 20 30 40 50
C: MKLLILTCLV AVALARPKHP INHRGLSPEV PNENLLRFVV APFPEVFRKE
B: MKLLILTCLV AVALARPKHP IKHQGLPQEV LNENLLRFFV APFPEVFGKE
60 70 80 90 100
C: NINELSKDIG SESTEDQAME DAKQMKAGSS SSSEEIVPNS AEQKYIQKED
B: KVNELSKDIG SESTEDQAME DIKQMEAESI SSSEEIVPNS VEQKHIQKED
Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong
Gambar 9. Perbandingan sekuen asam amino -S1 kasein susu kambing dan sapi
19
10 20 30 40 50
C: MKFFIFTCLL AVALAKHKME HVSSSEEPIN IFQEIYKQEK NMAIHPVRKEK
B: MKFFIFTCLL AVALAKNTME HVSSSEESII SQETYKQEKN MAINPSKENL
60 70 80 90 100
C: LCTTSCEEVV RNANEEEYSI RSSSEESAEV APEEIKITVD DKHYQKALNE
B: CSTFCKEVVR NANEEEYSIG SSSEESAEVA TEEVKITVDD KHYQKALNEI
110 120 130 140 150
C: INQFYQKFPQ YLQYPYQGPI VLNPWDQVKR NAGPFTPTVN REQLSTSEEN
B: NQFYQKFPQY LQYLYQGPIV LNPWDQVKRN AVPITPTLNR EQLSTSEENS
160 170 180 190
C: SKKTIDMEST EVFTKKTKLT EEEKNRLNFL KKISQYYQKF
B: KKTVDMESTE VFTKKTKLTE EEKNRLNFLK KISQRYQKFA
200 210 220
C: AWPQYLKTVD QHQKAMKPWT QPKTNAIPYV RYL
B: LPQYLKTVYQ HQKAMKPWIQ PKTKVIPYVR YL
Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong
Gambar 10. Perbandingan sekuen asam amino -S2 kasein susu kambing dan sapi
10 20 30 40 50
C: MKVLILACLV ALAIAREQEE LNVVGETVES LSSSEESITH INKKIEKFQS
B: MKVLILACLV ALALARELEE LNVPGEIVES LSSSEESITR INKKIEKFQS
60 70 80 90 100
C: EEQQQTEDEL QDKIHPFAQA QSLVYPFTGP IPNSLPQNIL PLTQTPVVVP
B: EEQQQTEDEL QDKIHPFAQT QSLVYPFPGP IPNSLPQNIP PLTQTPVVVP
110 120 130 140 150
C: PFLQPEIMGV PKVKETMVPK HKEMPFPKYP VEPFTESQSL TLTDVEKLHL
B: PFLQPEVMGV SKVKEAMAPK HKEMPFPKYP VEPFTESQSL TLTDVENLHL
160 170 180 190 200
C: PLPLVQSWMH QPPQPLSPTV MFPPQSVLSL SQPKVLPVPQ KAVPQRDMPI
B: PLPLLQSWMH QPHQPLPPTV MFPPQSVLSL SQSKVLPVPQ KAVPYPQRDM
210 220
C: QAFLLYQEPV LGPVRGPFPI LV
B: PIQAFLLYQE PVLGPVRGPF PIIV
Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong
Gambar 11. Perbandingan sekuen asam amino -S2 kasein susu kambing dan sapi
10 20 30 40 50
C: CCEKDERFFD DKIAKYIPIQ YVLSRYPSYG LNYYQQRPVA LINNQFLPYP
B: MMKSFFLVVT ILALTLPFLG AQEQNQEQPI RCEKDERFFS DKIAKYIPIQ
60 70 80 90 100
C: YYAKPIAVRS PAQTLQWQVL PNTVPAKSCQ DQPTTLARHP HPHLSFMAIP
B: YVLSRYPSYG LNYYQQKPVA LINNQFLPYP YYAKPAAVRS PAQILQWQVL
110 120 130 140 150
C: PKKDQDKTEI PAINTIASAE PTVHSTPTTE AIVNTVDNPE ASSESIASAP
B: SNTVPAKSCQ AQPTTMARHP HPHLSFMAIP PKKNQDKTEI PTINTIASGE
160 170 180 190
C: ETNTAQVTST EV
B: PTSTPTTEAV ESTVATLEDS PEVIESPPEI NTVQVTSTAV
Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong
Gambar 12. Perbandingan sekuen asam amino - kasein susu kambing dan sapi
20
Hasil pemotongan protein s1-, s2-, -, dan -kasein berupa asam amino,
dipeptida, tripeptida, dan polipeptida dari pemotongan diatas dilaporkan dalam
Tabel 5 sebagai berikut.
Protein Whey
Whey terdiri dari beberapa protein utama diantaranya laktoferin, serum albumin,
immunoglobulin, -Laktoglobulin, dan -Laktalbumin. Protein whey yang banyak
dikenal memiliki sifat sebagai antimikroba adalah laktoferin. Laktoferin merupakan protein
yang mengikat dan mentransfer zat besi. Hidrolisis laktoferin oleh enzim papain akan
menghasilkan fragmen-fragmen peptida dan asam amino seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 13.
21
10 20 30 40 50
C: MKLFVPALLS LGALGLCLAA PRKNVRWCAI SLPEWSKCYQ WQRRMRKLGA
B: MKLFVPALLS LGALGLCLAA PRKNVRWCTI SQPEWFKCRR WQWRMKKLGA
60 70 80 90 100
C: PSITCIRRTS ALECIRAIAG KNADAVTLDS GMVFEAGLDP YKLRPVAAEI
B: PSITCVRRAF ALECIRAIAE KKADAVTLDG GMVFEAGRDP YKLRPVAAEI
110 120 130 140 150
C: YGTEKSPQTH YYAVAVVKKG SNFQLDQLQG QKSCHMGLGR SAGWNIPVGI
B: YGTKESPQTH YYAVAVVKKG SNFQLDQLQG RKSCHTGLGR SAGWIIPMGI
160 170 180 190 200
C: LRPFLSWTES AEPLQGAVAR FFSASCVPCV DGKAYPNLCQ LCKGVGENKC
B: LRPYLSWTES LEPLQGAVAK FFSASCVPCI DRQAYPNLCQ LCKGEGENQC
210 220 230 240 250
C: ACSSQEPYFG YSGAFKCLQD GAGDVAFVKE TTVFENLPEK ADRDQYELLC
B: ACSSREPYFG YSGAFKCLQD GAGDVAFVKE TTVFENLPEK ADRDQYELLC
260 270 280 290 300
C: LNNTRAPVDA FKECHLAQVP SHAVVARSVD GKENLIWELL RKAQEKFGKN
B: LNNSRAPVDA FKECHLAQVP SHAVVARSVD GKEDLIWKLL SKAQEKFGKN
310 320 330 340 350
C: KSQSFQLFGS PEGRRDLLFK DSALGFVRIP SKVDSALYLG SRYLTALKNL
B: KSRSFQLFGS PPGQRDLLFK DSALGFLRIP SKVDSALYLG SRYLTTLKNL
360 370 380 390 400
C: RETAEELKAR CTRVVWCAVG PEEQSKCQQW SEQSGQNVTC ATASTTDDCI
B: RETAEEVKAR YTRVVWCAVG PEEQKKCQQW SQQSGQNVTC ATASTTDDCI
410 420 430 440 450
C: ALVLKGEADA LSLDGGYIYT AGKCGLVPVM AENRKSSKYS SLDCVLRPTE
B: VLVLKGEADA LNLDGGYIYT AGKCGLVPVL AENRKSSKHS SLDCVLRPTE
460 470 480 490 500
C: GYLAVAVVKK ANEGLTWNSL KGKKSCHTAV DRTAGWNIPM GLIANQTGSC
B: GYLAVAVVKK ANEGLTWNSL KDKKSCHTAV DRTAGWNIPM GLIVNQTGSC
510 520 530 540 550
C: AFDEFFSQSC APGADPKSSL CALCAGDDQG LDKCVPNSKE KYYGYTGAFR
B: AFDEFFSQSC APGADPKSRL CALCAGDDQG LDKCVPNSKE KYYGYTGAFR
560 570 580 590 600
C: CLAEDVGDVA FVKNDTVWEN TNGESSADWA KNLNREDFRL LCLDGTTKPV
B: CLAEDVGDVA FVKNDTVWEN TNGESTADWA KNLNREDFRL LCLDGTRKPV
610 620 630 640 650
C: TEAQSCYLAV APNHAVVSRS DRAAHVEQVL LHQQALFGKN GKNCPDQFCL
B: TEAQSCHLAV APNHAVVSRS DRAAHVKQVL LHQQALFGKN GKNCPDKFCL
660 670 680 690 700
C: FKSETKNLLF NDNTECLAKL GGRPTYEKYL GTEYVTAIAN LKKCSTSPLL
B: FKSETKNLLF NDNTECLAKL GGRPTYEEYL GTEYVTAIAN LKKCSTSPLL
C: EACAFLTR
B: EACAFLTR
Keterarangan:
C : caprine (susu kambing) B : bovine (susu sapi) : posisi titik potong
Gambar 13. Perbandingan sekuen asam laktoferin susu kambing dan sapi
22
A B C D
Gambar 14. Zona hambat kasein dan peptida kasein terhadap E. coli. (A) kasein utuh,
(B-D) kasein hidrolisis: 15 menit (B), 30 menit (C), 45 menit (D).
Gambar 14 merupakan hasil penghambatan kasein utuh dan peptida kasein
hasil hidrolisis terhadap E. coli. Dapat dilihat pada gambar bahwa terdapat zona
23
bening yang cukup jelas yang menunjukkan pertumbuhan E. coli disekitar cakram
disk terhambat, dengan ukuran diameter ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Diameter zona hambat kasein utuh dan peptida kasein
Diameter zona hambat
Protein dan peptida kasein
E.coli (mm) S.aureus (mm)
Kasein utuh 7,70 0,35* 6,00 0,00
Kasein hidrolisis 15 menit 7,77 0,17* 6,38 0,33
Kasein hidrolisis 30 menit 7,60 0,48* 6,42 0,37
Kasein hidrolisis 45 menit 7,69 0,60* 6,32 0,30
Kontrol negatif 6,00 0,00 6,00 0,00
p-value 0,007 0,076
*) uji beda Duncan pada selang kepercayaan 95% terhadap kontrol negatif
Tabel 7 menunjukkan bahwa kasein utuh dan peptida hasil hidrolisis kasein
memiliki penghambatan yang lebih besar terhadap E. coli dibandingkan terhadap
S. aureus. Penghambatan yang signifikan (p=0,007) terjadi terhadap bakteri uji E.
coli. Hal ini ditunjunkan baik oleh protein kasein utuh maupun kasein hidrolisis 15,
30, dan 45 menit dengan nilai rata-rata diameter 7,60 7,77 mm. Sedangkan zona
hambat protein kasein dan peptida hasil hidrolisis terhadap bakteri uji S. aureus
menunjukkan nilai yang sangat kecil, bahkan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p>0,05) terhadap kontrol negatif.
Whey dan peptida hasil hidrolisisnya juga menunjukkan adanya zona
hambat terhadap bakteri uji E. coli dan S. aureus, namun zona hambat yang
dihasilkan lebih kecil jika dibandingkan dengan protein kasein dan peptida hasil
hidrolisisnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 dan Tabel 8.
A B C D
Gambar 15. Zona hambat whey dan peptida whey terhadap E. coli. (A) whey utuh, (B-D)
whey hidrolisis: 15 menit (B), 30 menit (C), 45 menit (D).
Berdasarkan Gambar 15 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa hambatan terbesar
terhadap bakteri uji E. coli dihasilkan oleh whey hidrolisis 15 menit dengan
diameter 6,780,46, namun nilai ini tidak jauh berbeda dengan whey utuh dan
peptida whey lainnya (whey hidrolisis 30 dan 45 menit). Meskipun nilai diameter
zona hambat yang lebih kecil dibandingkan dengan protein kasein dan peptida hasil
hidrolisisnya, secara statistik protein whey dan peptida hasil hidrolisis memiliki
diameter zona hambat yang signifikan (p=0,013) dibandingkan dengan kontrol
negatif. Sedangkan pengujian terhadap bakteri uji S. aureus menunjukan protein
whey dan peptidanya memiliki nilai rata-rata diameter zona hambat yang sangat
24
kecil dan secara statistik diameter zona hambat tersebut tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p>0,05) terhadap kontrol negatif.
Gambar 16. Perbedaan struktur dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif
(Madigan et al. 2012)
25
Tabel 9. Pertumbuhan E. coli dalam media dengan penambahan kasein utuh dan peptida kasein
Jam ke 0 Jam ke 2 Jam ke 4 Jam ke 6
(log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml)
kontrol 3,83 0,19 4,43 0,49 7,85 0,05 8,77 0,06
kasein utuh 3,28 0,49 1,67 1,47* 1,06 1,51* 0,95 1,64*
hidrolisis 15 menit 3,63 0,07 6,16 0,49 7,35 0,65 8,50 0,26
hidrolisis 30 menit 3,69 0,07 4,61 0,00 6,59 1,68 8,50 0,32
hidrolisis 45 menit 3,67 0,11 5,53 1,43 7,15 0,94 8,47 0,10
p-value 0,225 0,038 0,034 0,003
*) berbeda nyata terhadap kontrol pada selang kepercayaan 95%
Berdasarkan data pada Tabel 9, dapat dibuat kurva seperti yang ditampilkan
pada Gambar 17. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan E. coli dalam media
dengan penambahan kasein utuh secara statistik menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol pada jam ke 2. Penurunan jumlah
bakteri tersebut yaitu sebanyak 2,8 log cfu/ml jika dibandingkan dengan kontrol
(jam ke 2) dan sebanyak 1,6 log cfu/ml jika dibandingkan dengan jumlah bakteri
awal (jam ke 0). Nilai tersebut terus menurun dengan bertambahnya waktu,
sehingga menunjukkan kasein utuh dapat bersifat sebagai bakterisidal. Sedangkan
pada media dengan penambahan kasein yang telah dihidrolisis (kasein hidrolisis 15,
30, dan 45 menit) pertumbuhan E. coli yang terjadi tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan terhadap kontrol. Hal ini mungkin disebabkan oleh prehidrolisis
yang terjadi selama pemisahan kasein dan whey oleh HCl yang menyebabkan
terhidrolisisnya sebagian protein kasein, dimana proses hidrolisis ini tidak dapat
dihindari. Peptida yang dihasilkan dari proses prehidrolisis tersebut kemungkinan
besar memiliki sifat bioaktif sebagai antibakteri sehingga dapat menghambat
pertumbuhan E.coli.
26
10
6
log cfu/ml
0
jam ke-0 jam ke-2 jam ke-4 jam ke-6
-2
kontrol hidrolisis 15 menit hidrolisis 30 menit
Gambar 17. Penghambatan kasein utuh dan peptida kasein terhadap pertumbuhan E. coli
Meskipun tidak berbeda signifikan secara statistik, namun dapat dilihat pada
jam ke-4, peptida kasein 15, 30, dan 45 menit mengalami pertumbuhan yang lebih
lambat dibandingkan dengan kontrol dengan nilai 0,5 1,3 log cfu/ml lebih rendah
dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan adanya sifat penghambatan yang
dihasilkan oleh peptida-peptida kasein tersebut meskipun dalam batas tertentu. Hal
ini mungkin disebabkan enzim papain tidak memotong ikatan peptida pada posisi
yang tepat untuk menghasilkan peptida bioaktif sehingga dengan dilakukan
hidrolisis menggunakan enzim papain sifat antibakteri dari kasein utuh yang
diperoleh dari proses prehidroisis cendurung berkurang.
Hasil hidrolisis kasein susu domba (dengan enzim porcine pepsin A)
kemudian dilakukan pemurnian menunjukkan (s2-ovine f(165-181)) memberikan
penghambatan terhadap pertumbuhan Escherichia coli, Listeria innocua,
Staphylococcus epidermidis, Enterococcus faecalis, Serratia marcescens, dan St.
Carnosus (Lopez-Exposito et al. 2006).
Tabel 10. Pertumbuhan E. coli dalam media dengan penambahan whey utuh dan peptida
whey
Jam ke 0 Jam ke 2 Jam ke 4 Jam ke 6
(log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml) (log cfu/ml)
kontrol 4,97 1,82 5,37 1,73 7,17 1,50 8,26 0,47
whey utuh 5,21 1,12 4,37 1,68 6,26 1,50 7,50 1,47
hidrolisis 15 menit 4,81 1,80 4,95 1,73 6,67 1,33 7,30 1,63
hidrolisis 30 menit 4,90 1,62 3,98 0,19 6,37 1,21 7,77 1,47
hidrolisis 45 menit 5,03 1,77 3,99 0,18 6,11 0,59 7,66 1,48
p-value 0,725 0,630 0,197 0,443
*) uji beda Duncan pada selang kepercayaan 95% terhadap kontrol negatif
27
6
5
4
3
2
1
0
jam ke-0 jam ke-2 jam ke-4 jam ke-6
Immunoglobulin
Laktoferin
Serum albumin
-Laktoglobulin
-Laktalbumin
Komponen peptida
1 2 3 4 5
lebih kecil
A B C B* C*
A B
Gambar 19. Perbandingan hasil SDS PAGE hidrolisis whey oleh enzim A. Papain (1-2.
whey utuh, 3-5. hidrolisis 15, 30, 45 menit) B. Enzim pencernaan (1. whey
utuh, 2. whey+asam lambung, 3. whey+asam lambung+enzim duodenum, 4.
Whey+porcin pepsin 5. Whey+porcin pepsin+porcin pankreas)
Baik kasein susu domba maupun whey susu kambing telah dilaporkan
sebagai prekursor peptida yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Lopez-
Exposito et al. 2006; Almaas et al. 2008), namun pada penelitian ini peptida yang
dihasilkan baik dari kasein maupun whey belum menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan enzim
protease yang digunakan. Walaupun sama-sama memiliki aktivitas proteolitik,
enzim protease yang berbeda akan memutus ikatan peptida pada posisis asam amino
yang berbeda yang dikenal dengan spesifisitas enzim. Dapat dilihat pada Gambar
12, perbedaan enzim yang digunakan yaitu Papain (Gambar 19A) dan enzim
pencernaan (Gambar 19B) menghasilkan pola SDS PAGE yang berbeda sehingga
memungkinkan menghasilkan sifat bioaktif yang berbeda.
dihidrolisis, dimana enzim papain memutuskan ikatan peptida pada asam amino
pada spektrum yang cukup luas seperti yang telah disebutkan sebelumya sedangkan
enzim pencernaan memotong pada asam amino yang lebih spesifik seperti tripsin
memotong pada asam amino arginin dan lisin, serta pepsin pada asam amino alanin,
glisin dan valin.
Pada substrat yang sama perbedaan tersebut akan menghasilkan peptida
dengan urutan asam amino yang berbeda. Sehingga hidrolisis kasein dan whey
menggunakan enzim papain yang dilakukan pada penelitian ini belum
menghasilkan peptida yang memiliki sifat antibakteri yang signifikan seperti yang
dihasilkan oleh enzim pencernaan. Selain itu, belum murninya peptida hasil
hidrolisis yang diujikan dapat menyebabkan konsentrasi senyawa antibakteri yang
terkandung didalamnya masih rendah sehingga tidak cukup untuk menghasilkan
penghambatan yang signifikan.
30
Kesimpulan
Saran
Enzim papain cukup kuat dalam menghidrolisis substrat kasein dan whey
susu kambing, oleh karena itu variasi konsentrasi enzim perlu diperkecil dan waktu
hidrolisis dapat dipersingkat agar lebih terlihat degradasi protein yang dihasilkan.
Selain itu dapat pula menggunakan variasi pH dan jenis enzim yang berbeda seperti
tripsin, pepsin, atau enzim pencernaan lainnya untuk menghasilkan peptida spesifik
dengan penghambatan yang lebih baik. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
terkait efektifitas aplikasi protein dan peptida bioaktif dalam pengembangan pangan
fungsional dan penyerapannya dalam tubuh.
31
DAFTAR PUSTAKA
[BAM] Bacterial Analytical Manuals. 2001. Chapter 3 Aerobic plate count. [FDA]
Food and Drug Administration. [diunduh 30 Januari 2014]. Tersedia pada
www.fda.gov
Adjonu R, Doran G, Torley P, Agboola S. 2013. Screening of whey protein isolate
hydrolysates for their dual functionality: Influence of heat pre-treatment and
enzyme specificity. Food Chem. 136: 14351443.
doi:10.1016/j.foodchem.2012.09.053
Almaas H, Berner V, Holm H, Langsrud T, Vegarud GE. 2008. Degradation of
whey from caprine milk by human proteolytic enzymes, and the resulting
antibacterial effect against Listeria monocytogenes. Small Ruminant Res.
(79):1115. doi:10.1016/j.smallrumres.2008.07.013.
Atabany A. 2001. Studi kasus produksi kambing Peranakan Etawah dan kambing
Saanen pada Peternakan Kambing Perah Barokah dan PT. Taurus Dairy
Farm. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Baehaki A. 2012. Kolagenase Bacillus licheniformis F11 Asal Palembang dan
Aplikasinya pada Pembuatan Peptida Kolagen Bioaktif. [Disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Behera P, Kumar R, Sandeep IVR, Kapila R, Dang AK, Kapila S. 2013. Casein
hydrolysates enhance osteoblast proliferation and differentiation in mouse
bone marrow culture. Fbio. 2:24 30.
Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Terjemahan: B. Srigandono.
Bregmeyer HU, Bergmeyer J, Grassel M. 1983. Methods of enzymatic analysis.
Vol 2. Weinheim: Verlag Chemie.
Eriksen EK, Holm H, Jensen E, Aaboe R, Devold TG, Jacobsen M, Vegarud GE.
2010. Different digestion of caprine whey proteins by human and porcine
gastrointestinal enzymes. British Journal of Nutrition. (104): 374381.
doi:10.1017/S0007114510000577.
Fjell C, Hiss JA. Hancock REW, Schneider G. 2012. Designing antimicrobial
peptides: form follows function. Nat Rev Drug Discov. (11):37-5.
Gobbetti M, Minervini F, Rizzello CG. 2004. Angiotensin I - converting enzyme
inhibi-tory and antimicrobial bioactive peptides. Int J Dairy Technol.
57:173188.
Gobbetti M, Minervini F, Rizzello CG. 2007. Bioactive peptides in dairy products.
In: Handbook of Food Products Manufacturing Y.H. Hui (ed). John Wiley
& Sons, Inc., Hoboken, NJ:489517 .
32
Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA, Clark DP. 2012. Brock Biology of
Microorganisms, 13th ed. San Francisco: Pearson Education.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzym dalam Industri Pangan. Bogor:
PAU-IPB.
Park YW, Juarez M, Ramos M, Haenlein GFW. 2007. Physico-chemical
characteristics of goat and sheep milk. Small Ruminant Res. (68): 88113.
doi:10.1016/j.smallrumres.2006.09.013
Park YW. 2009. Bioactive component in milk and dairy product. Wiley-Blackwell:
USA.
Raynal-Ljutovac K, Lagriffoul G, Paccard P, Guillet I, Chilliard Y. 2008.
Composition of goat and sheep milk products: An update. Small Ruminant
Res. (79): 5772. doi:10.1016/j.smallrumres.2008.07.009.
Rusman. 2011. Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa (PE) Berdasarkan
Ketinggian Tempat Pemeliharaan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Salleh AB, Rahman RNZRA, Basri M. 2006. New Lipases and Proteases. New
York: Nova Science Publishers, Inc.
Schanbacher FL, Talhouk RS, Murray FA, Gherman LI, Willet, L.B. 1998. Milk -
born bioactive peptides. Int. Dairy J. (8):393 403.
Singh P, Benjakul S, Maqsood S, Kishimura H. 2011. Isolation and characterisation
of collagen extracted from the skin of striped catfish (Pangasianodon
hypophthalmus). Food Chem. (124): 97105.
doi:10.1016/j.foodchem.2010.05.111.
Sodiq A, Abidin Z. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Zuhud EAM, Rahayu WP, Wijaya CH, Sari PP. 2001. Aktivitas antimikroba
ekstrak kedawung (Parkia roxburghii G. Don) terhadap bakteri patogen. J.
Teknol Indust Pangan. (12): 6-12.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap E. coli
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: E.coli
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 5,143 5 1,029 5,122 0,010
Intercept 599,405 1 599,405 2,985E3 0,000
kasein 4,850 4 1,213 6,038 0,007
blok 0,015 1 0,015 0,074 0,790
Error 2,410 12 0,201
Total 1021,103 18
Corrected Total 7,553 17
a. R Squared = 0,681 (Adjusted R Squared = 0,548)
Lampiran 2. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida kasein
terhadap S. aureus
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: S.aureus
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 0,720 5 0,144 2,368 0,103
Intercept 419,458 1 419,458 6,902E3 0,000
Kasim 0,676 4 0,169 2,781 0,076
blok 0,123 1 0,123 2,024 0,180
Error 0,729 12 0,061
Total 698,836 18
Corrected Total 1,449 17
a. R Squared = 0,497 (Adjusted R Squared = 0,287)
35
Lampiran 3. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey terhadap
E. coli
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: E.coli_whey
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 1,681 5 0,336 5,829 0,006
Intercept 439,154 1 439,154 7,613E3 0,000
Way 1,160 4 0,290 5,027 0,013
blok 0,904 1 0,904 15,677 0,002
Error 0,692 12 0,058
Total 762,483 18
Corrected Total 2,373 17
a. R Squared = 0,708 (Adjusted R Squared = 0,587)
Lampiran 4. Hasil uji ANOVA dan Duncan zona hambat protein dan peptida whey terhadap
S. aureus
Lampiran 5. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-0
Lampiran 6. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-2
Lampiran 7. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-4
Lampiran 8. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap protein dan peptida
kasein pada jam ke-6
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: kasein_jam6
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 129,419 6 21,570 31,783 0,002
Intercept 221,719 1 221,719 326,701 0,000
Perlakuan 81,644 4 20,411 30,076 0,003
blok 2,866 2 1,433 2,112 0,237
Error 2,715 4 0,679
Total 594,714 11
Corrected Total 132,134 10
a. R Squared = 0,979 (Adjusted R Squared = 0,949)
38
Lampiran 9. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-0
Lampiran 10. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-2
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:whey2ml_jam2
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 7,592 5 1,518 1,411 0,380
Intercept 205,390 1 205,390 190,815 0,000
Perlakuan 3,023 4 0,756 0,702 0,630
blok 4,570 1 4,570 4,245 0,108
Error 4,306 4 1,076
Total 217,288 10
Corrected Total 11,898 9
a. R Squared = 0,638 (Adjusted R Squared = 0,186)
39
Lampiran 11. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-4
Lampiran 12. Hasil uji ANOVA dan Duncan metode kontak terhadap whey volume 2ml
pada jam ke-6
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:whey2ml_jam6
Type III Sum
Source of Squares Dr Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 9,540 5 1,908 8,544 0,029
Intercept 592,284 1 592,284 2,652E3 0,000
Perlakuan 1,040 4 0,260 1,164 0,443
blok 8,501 1 8,501 38,067 0,004
Error 0,893 4 0,223
Total 602,718 10
Corrected Total 10,434 9
a. R Squared = 0,914 (Adjusted R Squared = 0,807)
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bekasi pada tanggal 17 Juli 1989 dari pasangan
Bapak Inkanta dan Ibu Wachyuni Devi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Gizi, Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, lulus pada tahun 2011. Pada
tahun 2012 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana,
IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemda Provinsi Jawa Barat.
Selama menempuh program S2, penulis juga megikuti Stadium General
Bioactive Peptides and Probiotics for Fuctional Foods, dan berkesempatan
bergabung dalam kepanitiaan International Conference Food for Quality Life.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master sains, penulis melakukan
penelitian berjudul Peptida Bioaktif Susu Kambing dan Potensinya sebagai
Antibakteri. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono dan Dr. Ir.
Harsi D. Kusumaningrum. Sebagian dari hasil penelitian tersebut sedang dalam
proses pengajuan sebagai artikel pada pada Small Ruminant Research dengan judul
Degradation of caprine casein by papain enzymes, and its antibacterial effect
towards Escherichia coli.