Cephalgia
Cephalgia
Pendahuluan
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat
banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit
kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun
dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal,
penyakit gigi atau mata, disfungdi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan
berbagai macam gangguan medis umum lainnya. Walaupun lesi structural jarang
ditemukan pada kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia, keberadaan lesi
tersebut tetap penting untuk diwaspadai. Sekitar satu pertiga pasien tumor otak,
sebagai contoh, datang dengan keluhan utama sakit kepala1
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan
gejala neurologik terkait- dapat memberikan tanda penyebab. Migraine atau nyeri
kepala tipe tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut; sensasi tekanan juga
umum terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti tertusuk-tusuk
menandakan penyebab neuritik; nyeri okuler dan periorbital menandakan terjadinya
migraine atau nyeri kepala kluster, dan nyeri kepala persisten merupakan gejala
tipikal dari massa intracranial. Nyeri okuler dan periokuler menandakan gangguan
ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat umum pada nyeri kepala tipe tegang.
Pada pasien dengan sinusitis, mungkin didapatkan rasa nyeri pada kulit dan tulang
sekitar.1
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa patofisiologi
dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya. Pencitraan (i.e., magnetic
resonance imaging [MRI] dan positron emission tomography [PET]) dan pemeriksaan
genetic yang mengkonfirmasi bahwa migraine dan cephalgia terkait merupakan
gangguan dari neurovaskuler.2
Klasifikasi
Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar
100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan
klasifikasi International Classification of Headache Disorders, 2nd edition untuk
nyeri kepala.
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi
menjadi empat kategori yaitu migraine, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster
trigerminal, dan nyeri kepala primer lainnya.4
Migraine
Istilah migraine berasal dari kata Yunani yang berarti sakit kepala sesisi. Memang
pada 2/3 penderita migraine, nyerinya dirasakan secara unilateral, tetapi pada 1/3
lainnya dinyatakan pada kedua belah sisi secara bergantian dan tidak teratur. Rasa
nyeri ini disebabkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah besar intracranial dan
dibebaskannya substansi neurokinin ketika vasodilatasi terjadi. Penyebab vasodilatasi
ini belum diketahui.5
Terdapat dua syndrome klinis migraine, yaitu migraine dengan aura dan migraine
tanpa aura. 4,6. Selama beberapa tahun, migraine dengan aura dikatakan sebagai
migraine klasik dan sindrom yang kedua dikatakan sebagai migraine umum. Migrain
disertai aura diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual,
diikuti oleh nyeri kepala hemikranial (unilateral), mual, dan kadang muntah, kejadian
ini terjadi berurutan selama beberapa jam kadangpula terjadi dalam sehari penuh
bahkan lebih. Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala hemikranial disertai atau
tanpa mual muntah yang terjadi secara tiba-tiba tanpa gangguan fungsi saraf sebagai
pertanda dan gejala ini terjadi dalam beberapa menit atau jam. Aspek hemikranial dan
sensasi berdenyut merupakan karakteristik paling khas yang membedakan migraine
dengan jenis nyeri kepala lainnya.6
Terdapat banyak jenis farmakoterapi yang digunakan untuk mengatasi migraine dan
pemilihan untuk tiap pasien bergantung dari tingkat keparahan serangan, gejala terkait
seperti mual dan muntah, permasalahan komorbid, dan respon pasien terhadap
pengobatan. Pemberian analgesic tunggal atau dikombinasikan dengan komponen
lainnya telah terbukti meringankan nyeri kepala ringan hingga berat. Agonis 5-HT1
dan/atau analgesi opioid dapat diberikan dan dapat dikombinasikan dengan antagonis
dopamine jika migraine tergolong berat. Penggunaan farmakoterapi ini harus dibatasi
hingga 2-3 hari dalam seminggu untuk mencegah berkembangnya fenomena nyeri
kepala rebound.7
Nyeri kepala tipe tegang (NKTT) merupakan istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan nyeri kepala tanpa sebab yang jelas dan kurang memiliki gambaran
khas dibanding migraine dan nyeri kepala cluster. Mekanisme patofisiologi yang
mendasarinya tidak diketahui secara pasti dan ketegangan sepertinya bukan penyebab
utama. Kontraksi dari otot leher dan kulit kepala yang selama ini telah dikatakan
sebagai penyebab, kemungkinan hanya merupakan fenomena sekunder. 8
Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai setelah umur 20
tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri kepala bilateral pada bagian
occipital tanpa sensasi denyutan dan tidak disertai rasa mual, muntah, atau gangguan
penglihatan. Nyeri biasa dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan
ketat. Wanita lebih sering terkena dibanding pria. 8
Walaupun NKTT dan migraine dianggap suatu gangguan yang berbeda, tidak jarang
ditemukan pasien yang mengalami nyeri kepala dengan gejala keduanya. Pasien yang
diklasifikasikan NKTT seperti ini mengalami nyeri kepala berdenyut, nyeri kepala
unilateral, atau mengalami muntah pada saat serangan. Konsekuensinya, mungkin
lebih tepat menganggap NKTT dan migraine merupakan perwakilan dari suatu kutub
berlawanan dari satu spectrum klinis 8
Nyeri kepala tipe tegang dapat diatasi dengan pemberian analgesic sederhana, seperti
aspirin atau asetaminophen atau jenis NSAID lainnya. Akan tetapi pengobatan ini
hanya diberi dalam periode yang singkat. Nyeri kepala tipe tegang berespon sangat
baik pada obat yang digunakan untuk menanganai depresi atau kecemasan, terutama
jika kedua gangguan ini ditemukan. Raskin melaporkan keberhasilan menanganai
NKTT dengan calcium channel blocker, phenelzine, atau cyptoheptadine. Ergotamine
dan propanolol kurang efektif kecuali ditemukan gejala migraine dan NKTT secara
bersamaan. Teknik relaksasi juga dapat digunakan untuk mengatasi stress dan
kecemasan yang dapat menyebabkan terpicunya NKTT.6,9
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi pada
pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia yang
lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada
daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital, sehingga
dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat, nyeri
tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam. Namun pada penelitian
yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien mengalami serangan dengan durasi
30 hingga 60 menit. 8,10
Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada
region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada
malam hari, membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih
dari sekali dalam satu hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar
(burning sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada
mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral, kongesti nasal, ptosis,
photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan gejala
gastrointestinal 10
Serangan nyeri kepala cluster nokturnal dapat ditangani dengan dosis ergotamine
sebelum tidur untuk mencegah serangan. Pemberian lidocaine intranasal atau
sumatriptan dapat pula digunakan pada serangan akut. Pada beberapa pasien,
ergotamine diberikan satu kali atau dua kali perhari juga terbukti bermanfaat. Jika
ergotamine dan sumatriptan tidak efektif mengatasi serangan, beberapa neurolog
pakar nyeri kepala menyarankan penggunaan verapamil dengan dosis hingga 480 mg
per hari. Ekbom memperkenalkan terapi lithium untuk nyeri kepala cluster dan
Kudrow telah membuktikan efektivitas lithium pada kasus kronik. Indomethacin
dengan dosis 75 mg hingga 200 mg/hari telah dilaporkan berhasil pada kasus kronik
akan tetapi beberapa pasien juga tidak mengalami perbaikan. Beberapa kasus nyeri
kepala cluster tidak dapat diatasi dengan terapi farmakoterapi dan membutuhkan
pemotongan nervus trigerminus parsial, seperti dideskripsikan Jarrar dkk.6