Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM


PEMBERDAYAAN GENERASI MUDA
DISUSUN UNTUK MELENGKAPI MATA KULIAH
HUKUM KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Putra Ari Javiarto


Nim : 16500173
Kelas 3E

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
TAHUN 2017

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
I. Pendahuluan ............................................................................................... 1
II. Permasalahan Generasi Muda.................................................................... 1
III. Kebijakan Pemerintah dalam Pemberdayaan Generasi Muda ................... 4
IV. Penutup ...................................................................................................... 7

iii
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERDAYAAN
GENERASI MUDA

I. Pendahuluan
Generasi muda pada semua zaman dan tempat memegang peranan
yang signifikan. Tak heran apabila kemudian generasi muda menjadi pilar
dari kokoh tidaknya sebuah Negara. Dinamika yang ada memberikan
gambaran bahwa generasi muda memberikan kontribusi yang besar terkait
dengan perubahan dan proses pembangunan yang ada. Sejak era Pergerakan
Nasional hingga Orde Reformasi, generasi muda menjadi motor penggerak
perubahan, sekaligus memastikan bahwa proses perubahan tersebut sesuai
dengan tuntutan jaman, dalam konteks pembaruan dan pembangunan
bangsa.
Akan tetapi, harus disadari bahwa pada konteks tertentu generasi
muda tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri, namun membutuhkan stimulasi
agar arah geraknya dapat berjalan dengan baik. Sebab, harus diakui bahwa
di satu sisi generasi muda memiliki semangat yang menggelora untuk
melakukan berbagai aktifitas positif bagi kemajuan bangsa, namun di sisi
lain terdapat berbagai godaan yang dapat mengendorkan dan membelokkan
tujuan yang telah dirumuskan ke arah yang tidak baik. Dan pada
kelanjutannya akan mempengaruhi arah gerak bangsa.
Tulisan ini akan membahas bagaimana kebijakan pemerintah dalam
pemberdayaan generasi muda; karakteristik dan permasalahan ser

II. Permasalahan Generasi Muda


Merujuk pada UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan, generasi muda
atau pemuda didefinisikan sebagai Warga negara Indonesia yang
memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16
(enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Sementara itu dalam konteks
demografi dan antropologis, generasi muda dibagi ke dalam usia persiapan
masuk dunia kerja, atau usia produktif antara 15-40 tahun. Saat ini terdapat
40.234.823 penduduk Indonesia masuk dalam kategori generasi muda.

1
Sementara dari sudut pandang sosial budaya. Generasi muda dari sudut
pandang ini memiliki sifat majemuk dengan aneka ragam etnis, agama,
ekonomi, domisili, dan bahasa. Mereka memiliki ciri ekosistem kehidupan
yang terbagi ke dalam masyarakat nelayan, petani, pertambangan,
perdagangan, perkantoran dan sebagainya.
Dalam konteks tersebut, generasi muda juga memiliki lima
karakteristik yang berpengaruh pada aktifitasnya, yakni: Pertama, generasi
muda kerap kali memiliki mental yang tidak berorientasi pada mutu.
Kecenderungan tersebut diperkuat dengan keinginan untuk mencoba sesuatu
tanpa berupaya untuk mendapatkan hasil yang setimpal dengan aktivitas
yang dilakukan. Karakteristik ini menggejala pada hampir semua generasi
muda. Mentalitas ini secara umum membentuk karakteristik generasi muda
yang sekedar menampilkan figure keberanian semata tanpa
memperhitungkan akibatnya.
Kedua, generasi muda cenderung memiliki karakteristik suka
menerabas; hantam kromo, dan cenderung berani tanpa memperhitungkan
baik dan buruknya. Karakteristik ini bersesuaian dengan sikap berani yang
cenderung mengarah pada kenekatan. Meski begitu, secara positif, sikap ini
memberikan kekuatan mentalitas bagi generasi muda untuk mengambil
posisi memimpin dalam situasi yang secara normal sulit dilakukan oleh
masyarakat umum. Sehingga tak heran apabila mentalitas suka menerabas
ini mengganjar generasi muda sebagai agen perubahan (agent of change),
karena proses perubahan harus diawali sikap menolak situasi yang ada, dan
generasi muda menjadi garda terdepan dari perubahan kea rah yang lebih
baik tersebut.
Ketiga, karena secara psikologis masih labil, generasi muda
cenderung memiliki karakter yang tidak percaya diri, mudah putus asa,
minder dan cenderung berupaya menghindari masalah, karena adanya
perasaan bahwa dirinya tidak akan mampu mengemban tugas dan tanggung
jawab tersebut. Di sisi lain sikap tersebut juga mengancam eksistensi
kepemimpinan generasi muda karena karakterstik tersebut.

2
Keempat, generasi muda juga cenderung kurang memiliki sikap
disiplin, sulit di atur dan cenderung anti kemapanan. Karakteristik ini
menjadi basis bagi generasi muda untuk menampilkan eksistensinya dan
melawan atau setidaknya tidak mengikuti aturan yang ada, sebagai bagian
dari bentuk protes atau sekedar menarik perhatian bahwa yang bersangkutan
eksis.
Karakteristik yang kelima ditegaskan dengan kurangnya generasi
muda pada tanggung jawab yang diembannya. Pada konteks tertentu, sikap
ini diikuti oleh aktifitas negative. Namun di sisi lain tidak sedikit ekses dari
sikap kurang bertanggung jawab ini berbuah positif.
Berdasarkan pengamatan penulis dan mengacu pada lima
karakteristik generasi muda tersebut di atas, maka permasalahan generasi
muda terbagi dalam lima masalah, yakni: Pertama, deideologisasi Pancasila
dan radikalisme. Pengaruh langsung dari proses demokratisasi di Indonesia
adalah mengendurnya sikap patriotism dan nasionalisme. Pancasila yang
seharusnya menjadi ideology Negara cenderung diabaikan atas nama
kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Praktik dan prilaku
menyimpang dari norma-norma Pancasila ini makin menguat, sikap
intoleransi menjadi pemandangan yang kerap kali kita lihat. Hal tersebut
juga melanda generasi muda, di mana sikap abai terhadap kehidupan
bernegara dengan falsafah Pancasila menyebabkan visi berbangsa dan
bernegara menjadi tidak jelas. Apalagi radikalisme atas nama agama
tertentu makin menjerumuskan generasi muda pada situasi yang keluar dari
konteks kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang ditegaskan
oleh para pendiri republik. Dalam konteks radikalisme, 9 dari 10 pelaku
terorisme adalah generasi muda, dalam pengertian berusia di bawah 40
tahun.
Kedua, demoralisasi generasi muda dalam bentuk pergaulan bebas
dan penyalahgunaan Narkoba. Kondisi ini memosisikan generasi muda pada
posisi sebagai bagian dari permasalahan. Di mana secara harfiah generasi
muda justru menjadi penyakit masyarakat. Pergaulan bebas dan
penyalahgunaan Narkoba berada pada posisi di mana generasi muda

3
merupakan bagian dari penyakit masyarakat. Dalam sebuah survey yang
dilakukan oleh BKKBN dan Survei Prilaku Seks pada tahun 2011, di Lima
Kota Besar di Indonesia, termasuk Jakarta, hampir 60 % generasi muda
telah melakukan hubungan seks pra nikah. Sedangkan penyalahgunaan
Narkoba juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyakit
masyarakat, di mana dalam catatan BNN bahwa lebih dari 75 % pengguna
Narkoba berada pada usia produktif kerja.
Ketiga, Kriminalitas dan Premanisme. Masalah generasi muda makin
kompleks dengan maraknya tindakan kriminalitas dan premanisme. Gank
motor yang melakukan aktivitas criminal membuat pencitraan generasi
muda tidak cukup baik di mata masyarakat. Belum lagi kelompok-kelompok
pemuda yang mengatasnamakan etnis tertentu dan tawuran antar kampong
menjadi pemberitaan sehari-hari.
Keempat, tidak peduli pada lingkungan sekitar. Sikap individualistis
dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari permasalahan generasi muda. Banyak dari generasi muda
lebih menikmati hidup bila bersama-sama dengan kelompoknya, namun
tidak apabila berada di tengah lingkungan sekitarnya. Kelima, sikap
konsumerisme yang menghamba pada materi dan penampilan semata.

III. Kebijakan Pemerintah dalam Pemberdayaan Generasi Muda


Sebagaimana yang ditegaskan dalam UU No. 40/2009 Pasal 9 dan 13
Tentang Kepemudaan, ditegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat bersinergi dalam pelayanan kepemudaan dalam upaya
pemberdayaan. Sedangkan pada Pasal 7 dan Pasal 8, pelayanan kepemudaan
di arahkan untuk menumbuhkan patriotisme, dinamika, budaya prestasi, dan
semangat profesionalitas; dan meningkatkan partisipasi dan peran aktif
pemuda dalam membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sedangkan pada Pasal 8, disebutkan bahwa strategi pelayanan kepemudaan
adalah bela negara; kompetisi dan apresiasi pemuda; peningkatan dan
perluasan memperoleh peluang kerja sesuai potensi dan keahlian yang
dimiliki; dan pemberian kesempatan yang sama untuk berekspresi,

4
beraktivitas, dan berorganisasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. peningkatan kapasitas dan kompetensi pemuda;
pendampingan pemuda; perluasan kesempatan memperoleh dan
meningkatkan pendidikan serta keterampilan; dan penyiapan kader pemuda
dalam menjalankan fungsi advokasi dan mediasi yang dibutuhkan
lingkungannya.
Selain itu esensi pemberdayaan generasi muda sebagaimana Pasal 24
dan 25 UU No. 40/2009 dilaksanakan secara terencana, sistematis, dan
berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, mental
spiritual, pengetahuan, serta keterampilan diri dan organisasi menuju
kemandirian pemuda. Melalui peningkatan iman dan takwa; peningkatan
ilmu pengetahuan dan teknologi; penyelenggaraan pendidikan bela negara
dan ketahanan nasional; peneguhan kemandirian ekonomi pemuda;
peningkatan kualitas jasmani, seni, dan budaya pemuda; dan/atau
penyelenggaraan penelitian dan pendampingan kegiatan kepemudaan.
Akan tetapi, sebelum memahami lebih lanjut kebijakan pemerintah
dalam pemberdayaan generasi muda, perlu dipahami bahwa setiap kebijakan
dan program tersebut dapat dibagi menjadi dua: yakni program kebijakan
pemberdayaan generasi muda yang terkait langsung. Program
pemberdayaan generasi muda yang langsung terkait dengan permasalahan
generasi muda. Biasanya langsung berada di bawah kementerian atau dinas
terkait. Sedangkan program kebijakan pemberdayaan generasi muda yang
tidak terkait langsung adalah program turunan yang tidak langsung
memosisikan generasi muda sebagai permasalahan itu sendiri. Hal ini
biasanya dilakukan dalam bentuk lintas kementerian atau dinas tertentu.
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas, maka pola kebijakan
pemerintah dalam pemberdayaan generasi muda terbagi dalam lima pola
kebijakan, yakni: Pertama, kebijakan pemberdayaan generasi yang
dilakukan oleh satu kementerian atau dinas tertentu tanpa melibatkan unsur
lainnya. Pola ini biasanya terfokus hanya pada kementerian terkait, misalnya
program pemberdayaan kepemudaan yang dilakukan oleh Kementerian

5
Negara Pemuda dan Olah Raga atau program belajar luar sekolah yang
dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kedua, program kebijakan pemberdayaan yang melibatkan dua
kementerian atau dinas tertentu. Pada pola kebijakan ini kementerian-
kementerian terkait dan atau dinas-dinas terkait melakukan kerja sama untuk
menjalankan program pemberdayaannya dalam bentuk aktivitas-aktivitas
program. Salah satu contohnya adalah program deradikalisasi pemuda, di
mana melibatkan Kemendikbud, Kemenag, dan unsur Polri dan Badan
Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT), baik langsung maupun tidak
langsung.
Ketiga, pola pemberdayaan kerja sama antar kementerian atau satu
kementerian yang melibatkan unsur non pemerintah. Pada pola ketiga ini
misalnya program penyuluhan bahaya penyalahgunaan Narkoba di mana
pihak terkait, baik Kemenegpora, Kemendikbud, Polri, BNN mengajak
unsur non pemerintah melakukan kampanye terkait dengan hal tersebut.
Keempat, Kementerian atau Dinas tertentu yang mendukung Ornop
atau kelompok masyarakat. Bila pada pola ketiga bentuknya kerja sama,
maka pada pola ini kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan generasi
muda, pemerintah, baik pemerintah pusat maupun Pemda membantu
sejumlah organisasi masyarakat yang memiliki program terkait dengan
pemberdayaan generasi muda melalui pos anggaran dari APBN maupun
APBD.
Dan kelima, program pemberdayaan generasi muda yang bersifat
mandiri, terkait dengan kekhasan didaerah tertentu, di mana tiap daerah
memiliki problematika kepemudaan dan generasi muda yang berbeda satu
dengan yang lainnya.
Melihat pada lima pola kebijakan pemberdayaan generasi muda oleh
pemerintah, maka kita bisa melihat bagaimana efektif tidaknya pola
kebijakan pemberdayaan tersebut bagi generasi muda secara umum.
Setidaknya bila menyandingkan lima permasalahan generasi muda,
sebagaimana diuraikan di awal maka dapat ditarik benang merahnya, yakni:
Pertama, bahwa kebijakan pemberdayaan generasi muda memiliki tiga sifat,

6
yakni: bersifat mandiri satu kementerian atau dinas; lintas kementerian atau
dinas; dan kerjasama dengan pihak terkait.
Kedua, Kebijakan pemberdayaan generasi muda oleh pemerintah
dapat dijalankan secara mandiri oleh Pemda terkait berdasarkan kekhasan
yang ada di daerahnya, ataupun oleh masyarakat secara swakelola, dengan
tetap mengacu pada esensi kebijakan pemberdayaan generasi muda oleh
pemerintah.
Ketiga, kebijakan pemberdayaan generasi muda juga
menitiktekankan bahwa organisasi kepemudaan tidak hanya sebatas obyek
dari kebijakan pemberdayaan tersebut melainkan juga ikut secara aktif
dalam berbagai program pemberdayaan, baik terkait ataupun tidak terkait.

IV. Penutup
Kebijakan pemberdayaan generasi muda, meski menjadi domain
dari pemerintah, tapi merupakan tanggung jawab bersama dengan institusi
lainnya, semisal masyarakat dan kelompok masyarakat seperti LSM
maupun Ornop. Di samping itu, organisasi kepemudaan tidak hanya
membatasi diri hanya pada koor organisasinya, tapi juga diupayakan
membangun sinergisitas dengan pemerintah dan actor masyarakat lainnya
dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai