Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osetoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak
didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas
75 tahun menderita Osetoarthritis, Osetoarthritis merupakan kasus terbanyak yang
terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Kelainan pada lutut
merupakan kelainan terbanyak dari Ostoarthritis diikuti sendi panggul dan tulang
belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik
mencapai 15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun,
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang
kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti
komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan
sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral,
ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada
stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur,
dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra,
panggul, lutut, dan pergelangan tangan kaki (Nugroho, 2001).

Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya
pembentukan tulang baru yang irregular pada permukaan persendian. Nyeri
menjadi gejala utama terbesar pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa
nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa
nyeri dapat diringankan dengan istirahat. Trauma dan obesitas dapat
meningkatkan resiko osteoarthritis. Namun baik penyebab maupun pengobatannya
belum sepenuhnya diketahui (Sumual, 2012).

Osteoartritis adalah suatu kelainan sendi kronis dimana terjadi proses


pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan
pertumbuhan tulang dan tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan
2

suatu proses degeneratif pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi.2Di
Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada
usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoartritis lutut
prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita
(Koentjoro, 2010).
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis
sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala
sendi. Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya
pembentukan tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri
merupakan gejala khas pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri
semakin berat bila melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri
diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri
semakin ringan dengan istirahat (Sumual, 2012)

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis
proxsimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang
terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar
tulang femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara
tulang tibia dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara
tulang tibia dengan tulang fibula proximaldisebut articulatio tibio fibular
proxsimal (De Wolf, 1996).

Anatomi sendi lutut terdiri dari:

1) Tulang pembentuk sendi lutut antara lain:

a) Tulang Femur

Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang


kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan
dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris.
Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju yang
4

disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian ujung


membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang
disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di antara
kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung
lutut (patella) yang disebut dengan fosa condylus (Syaifuddin, 1997).

b) Tulang Tibia

Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat


pada os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus
medialis. (Syaifuddin, 1997).

c) Tulang Fibula

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang


membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralisatau mata kaki luar.
(Syaifuddin, 1997).

d) Tulang Patella

Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada


tulang femur. Jarak patelladengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap
dan yang berubah hanya jarak patella dengan femur.Fungsi patella di
samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai
pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat
kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan
saatextensi maka patella terletak pada permukaan anterior
femur (Syaifuddin, 1997).

2) Ligamentum pembentuk sendi lutut

Stabilitas sendi lutut yang lain adalah ligamentum. Ada


beberapa ligamentum yang terdapat pada sendi lutut antara lain :
5

(a) ligamentum crusiatum anterior, yang berjalan dari depan eminentia


intercondyloidea tibia, ke permukaan medial condylus lateralis
femur, fungsi menahanhiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke
depan, (b) ligamentum crusiatum posterior,berjalan dari facies lateralis
condylus medialis femoris, menuju fossa intercondyloidea
tibia,berfungsi menahan bergesernya tibia, ke arah belakang,
(c) ligamentum collateral lateralle yang berjalan dari epicondylus
lateralis ke capitulum fibulla, yang berfungsi menahan gerakan varus atau
samping luar, (d) ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus
medialis tibia), yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping
dalam dan eksorotasi, dan secara bersamaan ligament
collateral juga berfungsi menahan bergesernya ke depan pada posisi lutut
fleksi 90 derajat, (e)ligamentum popliteum abligum, berasal dari condylus
lateralis femoris menuju ke insertio musculus semi membranosus melekat
pada fascia musculus popliteum, (f) ligamentum transversum
genu, membentang pada permukaan anterior meniscus
medialis dan lateralis. Semualigament tersebut berfungsi sebagai fiksator
dan stabilisator sendi lutut. Tranversum genu di samping ligament ada juga
bursa pada sendi lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang
memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi
oleh membran synovial.

Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa
popliteus, (b) bursa supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa
subcutan prapatellaris, (e) bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris.

3) Sistem Otot

Otot-otot yang bekerja pada sendi lutut yaitu:

a) Bagian anterior adalah m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m.


Vastus medialis, m. vastus intermedius.
6

b) Bagian posterior adalah m.biceps femoris, m. semitendinosus, m.


semimembranosus, m. Gastrocnemius

c) Bagian medial adalah m. Sartorius

d) Bagian lateral adalah m. Tensorfacialatae

4) Sistem Persarafan

Nervus femoralis merupakan cabang yang terbesar dari plexus


lumbalis. Nervus ini berasal dari tiga bagian posterior plexus, yang
asalnya dari nervus lumbalis ke dua. Ketiga dan keempatmuncul dari
tepi lateral m. illiopsoas tepat di atas ligamentum pouparty dan berjalan
turun di bawahligamentum ini untuk memasuki trigonum femoralis pada
sisi lateral arteri femoralis. Padatrigonum tersebut, nervus
femoralis membagi diri menjadi cabang-cabang terminalis.

Cabang-cabang motorik di atas ligamentum


inguinalis mempersyarafi m. illiopsoas. Cabang-cabang motorik di dalam
paha mempersyarafi m. sartorius, m. pectineus dan m. quadriceps
femoris. Cabang-cabang sensorik mencakup cabang-cabang cutaneous
femoralis anterior yang menuju permukaan anterior dan medial paha
serta nervus saphenous yang menuju sisi medial tungkai dan kaki.

Pada regio lutut, tungkai mendapat persyarafan dari nervus


ischiadicus yang berasal dari serabut lumbal ke-4 sampai
dengan sacrum ke-3. Nervus ini merupakan serabut yang terbesar di
dalam tubuh yang keluar dari foramen ischiadicus mayor, berjalan terus
disepanjang permukaanposterior paha ke ruang poplitea, lalu syaraf ini
membagi dua bagian yaitu : nervus peroneus communis dan nervus
tibialis.

peroneus communis pada dataran lateral capitulum fibula akan


pecah menjadi nervus superficialis. Nervus tibialis dibentuk oleh seluruh
lima bagian anterior plexus sacralis. Jadi serabut syaraf ini menerima
7

serabut-serabut dari 2 segmen spinalis lumbal bawah dan 3


segmensacral yang atas. Nervus tibialis membentuk nervus
ischiadicus yang paling besar di dalam paha. Perjalanan saraf ini dimulai
pada bagian atas fossa poplitea dan turun vertikal melewati fossa ini
serta dorsum tungkai menuju sisi dorsomedial pergelangan kaki. Dari
daerah ini, nervus tibialis mengeluarkan cabang-cabang terminalisnya
nervus plantaris medialis dan lateralis, yang terus berjalan ke dalam kaki
(Kapandji, 1995).

5) Sistem peredaran darah

a) Sistem peredaran darah arteri

Peredaran darah yang akan dibahas kali ini adalah sistem peredaran
darah yang menuju ke tungkai dan vena yang juga memelihara darah
sekitar sendi lutut, arteri yang memelihara sendi lutut (Apley, 1997).

(1) Arteri femoralis

Merupakan lanjutan dari arteri iliaca external yang keluar


dari cavum abdominalis lacunna vasorum lalu berjalan ke lateral
dari venanya kemudian ke bawah menuju ke dalam fossa
illipectiana kemudian masuk ke canalis
addoctorius sehingga arteri poplitea masuk ke fossa poplitea di
sisi medial femur, lalu arteri femoralis bercabang menjadi arteri
superficial dan cabangprofunda (Apley, 1997).

(2) Arteri poplitea

Merupakan lanjutan dari arteri femoralis masuk


melalui canalis addoctorius, masuk fossa poplitea pada sisi flexor
lutut, bercabang menjadi Arteri genus superior lateralis, arteri
genus superior medialis, arteri genus inferior lateralis, arteri
genus inferior medialis.
8

b) Sistem Peredaran Darah Vena

Pada umumnya peredaran darah vena berdampingan dengan


pembuluh darah arteri.Pembuluh darah vena pada tungkai sebagian besar
bermuara ke dalam vena femoralis. Vena-vena itu adalah vena shapena
parva berjalan di belakang maleolus lateralis berlanjut ke vena
poplitea akan mengalir terus ke vena shapena magna dan bermuara ke
dalam vena femoralis (Apley, 1997).
9
10
11
12
13
14

2.3 Etiologi

Beberapa faktor etiologi yang telah diketahui berhubungan dengan


terjadinya osteoarthritis lutut ini antara lain :

1) Usia

Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar


faktor resiko terjadinya osteoarthritis lutut. Hal ini disebabkan karena
sendi lutut yang digunakan sebagai penumpu berat badan sering
mengalami kompresi atau tekanan dan gesekan, sehingga dapat
menyebabkan kartilago yang melapisi tulang keras pada sendi lutut
tersebut lama-kelamaan akan terkikis dan rentan terjadi degenerasi.

2) Obesitas

Jelas sekali bahwa kelebihan berat badan atau obesitas bisa menjadi
faktor resiko terjadinya Osteoarthritis lutut. Berat badan yang berlebih
akan menambah kompresi atau tekanan atau beban pada sendi lutut.
Semakin besar beban yang ditumpu oleh sendi lutut, semakin besar pula
resiko terjadinya kerusakan pada tulang.

3) Herediter atau faktor bawaan

Struktur tulang rawan dan laxity pada sendi, serta permukaan sendi
yang tidak teratur yang dimiliki seseorang sebagai faktor bawaan
merupakan faktor resiko terjadi Osteoarthritis lutut.

4) Trauma pada sendi dan kerusakan pada sendi sebelumnya

Terjadinya trauma, benturan atau cedera pada sendi lutut juga dapat
menyebabkan kerusakan atau kelainan pada tulang-tulang pembentuk
sendi tersebut.

5) Kesegarisan tungkai
15

Sudut antara femur dan tibia yang > 180 derajad dapat berakibat
beban tumpuan yang disangga oleh sendi lutut menjadi tidak merata dan
terlokalisir di salah satu sisi saja, dimana pada sisi yang beban tumpuannya
lebih besar akan beresiko lebih besar terjadi kerusakan.

6) Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari

Pekerjaan dan akifitas yang banyak melibatkan gerakan lutut juga


merupakan salah satu penyebab osteoarthritis pada lutut.

7) Olahraga yang berat, misalnya sepak bola,pelari dll.

8) Faktor hormonal dan penyakit metabolic

Perubahan degeneratif pada sendi lutut bisa terjadi akibat


perubahan hormonal yang terjadi pada wanita yang sudah menopause.
Selain itu, seseorang yang memiliki diabetes mellitus juga bisa terkena
Osteoarthritis lutut ini.

9) Arthritis yang berlangsung lama

Arthritis (peradangan sendi) yang sudah berlangsung lama dapat


meningkatkan kemungkinan terjadinya pula Osteoarthritis lutut.

2.4 Patologi

Pada OA terdapat proses degenerasi, reparasi, dan inflamasi yang


terjadi dalam jaringan ikat, lapisan rawan, sinovium, dan
tulang subchondral. Pada saat penyakit aktif salah satu proses dapat
dominan atau beberapa proses dapat terjadi secara bersamaan dalam
tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut berhubungan dengan
berbagai defisit patofisiologi seperti instabilitas sendi lutut, menurunnya
LGS, disused atrophy dari otot quadriceps, nyeri lutut sangat kuat
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot quadriceps yang merupakan
16

stabilisator utama sendi lutut dan sekaligus berfungsi untuk melindungi


struktur sendi lutut. Pada penderita usia lanjut kekuatan quadriceps bisa
menurun 1/3 nya dibanding dengan kekuatan quadriceps pada kelompok
usia yang sama yang tidak menderita OA lutut.(Pardjoto, 2000).

Perubahan yang terjadi pada sendi lutut oleh karena OA menurut


pardjoto (2000) adalah sebagai berikut:

1) Degradasi rawan

Degradasi timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara


regenerasi (reparasi) dengan degenerasi rawan sendi melalui beberapa
tahap yaitu fibrilasi, pelunakan, perpecahan, dan pengelupasan lapisan
rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang cepat
dalam waktu 10-15 tahun, sedang yang lambat 20-30 tahun. Akhirnya
permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi.

2) Osteofit

Bersama timbulnya dengan degenerasi rawan, timbul reparasi.


Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang subchondral.

3) Sclerosis subchondral

Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis


pemadatan atau penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan yang mulai
rusak.

4) Sinovitis

Sinovitis ialah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses


sekunder degenerasi dan fragmentasi. Matrik rawan sendi yang putus
terdiri dari kondrosit yang menyimpan proteoglycanyang bersifat
immunogenik dan dapat mengantisipasi lekosit. Sinovitis dapat
meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-
macam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah rawan. Ini mempercepat
17

proses pengerusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi tekanan yang tinggi
dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang botak. Cairan ini akan
didesak ke dalam celah- celah tulang subchondral dan akan menimbulkan
kantong yang disebut kista subchondral.

a. Tanda dan gejala klinis OA

Tanda dan gejala pada penderita osteoarthritis apabila sudah manifes akan
memberikan tanda maupun gejala sebagai berikut :

1) Nyeri.

Menurut The International Association For the Study of Pain ( IASP).


Nyeri merupakanpengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan. Definisi
tersebut merupakan pengalaman subyektif dan bersifat individual. Dengan dasar
ini dapat dipahami bahwa kesamaan penyebab tidak secara otomatis menimbulkan
perasaan nyeri yang sama (Meliana, 2004).

2) Kaku sendi.
18

Gejala yang sering dijumpai pada OA, terjadi kesulitan atau kekakuan
pada saat akan memulai gerakan pada kapsul, ligamentum, otot dan permukaan
sendi (Heru, 2005).

3) Keterbatasan lingkup gerak sendi.

Biasanya keterbatasan gerak mula - mula terlihat pada gerak fleksi


kemudian dalam keadaan lanjut terjadi keterbatasan kearah ekstensi. Keterbatasan
ini akibat dari (a) perubahan permukaan sendi, (b) spasme dan kontraktur otot, (c)
kontraktur kapsul kapsul sendi, (d) hambatan mekaniik oleh osteofit atau jaringan
- jaringan yang terlepas (Nasution, 1994).

Keterbatasan gerak ini disebabkan oleh timbulnya osteofit dan penebalan


kapsuler, muscle spasme serta nyeri yang membuat pasien tidak mau melakukan
gerakan secara maksimal sampai batas normal, sehingga dalam waktu tertentu
mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut. Keterbatasan gerak
biasannya bersifat pola kapsuler akibat kontraktur kapsul sendi. Keterbatasan pola
kapsuler yang terjadi yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi (Heru,
2005).

4) Krepitasi.

Hal ini disebabkan oleh permukaan sendi yang kasar karena hilangnya
rawan sendi (Heru, 2005).

5) Kelemahan otot dan atropi otot.

Kelemahan otot tidak bagian dari OA, tetapi peranan sebagai salah satu
faktor resiko OA perlu dicermati kekuatan isometrik dari
otot quadrisep merupakan faktor yang berperan pada OA lutut. Atropi otot dapat
ditimbulkan bersama efusi sendi, sedangkan gangguan gait merupakan manifestasi
awal dari OA yang menyerang sendi penopang berat badan. Sendi instabil
berhubunngan dengan penyakit lanjut (Isbagio, 2003).
19

6) Deformitas

Deformitas yang dapat terjadi pada OA yang paling berat akan


menyababkan distruksi kartilago, tulang dan jaringan lunak sekitar sendi. Terjadi
deformitas varus bila terjadi kerusakan pada kopartemen medial dan
kendornya ligamentum (Slamet, 2000).

7) Gangguan fungsional

Penderita sering mengalami kesulitan dalam melakukan fungsional dasar,


seperti : bangkit dari posisi duduk ke berdiri, saat jongkok, berlutut, berjalan, naik
turun tangga dan aktifitas yang lain yang sifatnya membebani sendi lutut.

Pada foto rontgen tampak adanya penyempitan ruang sendi dan pembentukan
osteofit

Gambaran Klinis Osteoarthitis menurut Altman (1991)

1) Nyeri sendi beberapa hari sampai beberapa bulan

2) Pada gambaran radiologis, terdapat osteofit pada tepi sendi

3) Cairan sendinya terdapat 2 atau 3 tanda, diantaranya; jernih, viscous/kental,


sel darah putih kurang dari 2000 mm3

4) Kaku sendi di pagi hari kurang dari atau sama dengan 30 menit.

5) Krepitasi (terdengar suara klik) pada saat sendi lutut digerakkan.

Osteoarthritis menurut derajat kerusakanya dapat diklasifikasikan menjadi


beberapa grade :

0 = Normal.

1 = OA meragukan ( sendi normal, osteofif minimal).

2 = OA minimal (osteofit ada didua tempat, sclerosis subkondral, kista tidak ada,
celah sendi baik).
20

3 = OA moderat (osteofit moderat, deformitas ujung tulang, celah sendi sempit).

4 = OA berat, (osteofit besar, deformitas ujung tulang, sclerosis subkhondral, sela


sendi hilang, terdapat kista) (Slamet, 2000).

2.5 Klasifikasi Osteoarthritis


Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan
gejala klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan,
oleh karena tidak semua pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis
mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama pada
osteoarthritis, yaitu: penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang bawah
rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan sendi dan pembentukan
osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain:
1. Osteoarthritis sendi lutut.
2. Osteoarthritis sendi panggul.
3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki.
4. Osteoarthritis sendi bahu.
5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan.
6. Osteoarthritis tulang belakang (Nur, 2009).

Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan


primer dan sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya
dibagi menjadi osteoarthritis primer yang disebut juga osteoarthritis idiopatik
adalah osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis yang didasari
oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan
imobilisasi yang lama. osteoarthritis primer lebih sering ditemukan dari pada
osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012).
21

2.6 Faktor Resiko


Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis
lutut antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras /
etnis, genetik, kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas,
osteoporosis, diabetes melitus, hipertensi, hiperurisemi, histerektomi,
menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan anatomis, kebiasaan bekerja
dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan kebiasaan olah raga
(Wahyuningsih, 2009). Terjadi peningkatan dari angka kejadian
osteoarthritis selama atau segera setelah menopause karena faktor hormon
seks (Sheikh, 2013).

Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh


Helmi tahun 2012, terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari :
1) Peningkatan usia. Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang
dijumpai penderita osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun. Usia
ratarata laki yang mendapat osteoartritis sendi lutut yaitu pada umur 59
tahun dengan puncaknya pada usia 55 - 64 tahun, sedang wanita 65,3
tahun dengan puncaknya pada usia 65 74 tahun. Presentase pasien
dengan osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso menunjukan
bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun (16,06%), dan
usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%) (Arissa, 2012).
2) Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan
tulang bekerja dengan lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya
osteoarthritis. Setiap kilogram penambahan berat badan atau masa tubuh
dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4 kilogram. Dan terbukti
bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terjadinya
osteoarthritis atau memperparah keadaan steoarthritis lutut (Meisser,
2005).
3) Jenis kelamin wanita. Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis
kelamin didapatkan lebih tinggi pada perempuan dengan nilai persentase
68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan dengan laki-laki yang
22

memiliki nilai persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68 pasien


(Arissa, 2012).
4) Riwayat trauma. Cedera sendi, terutama pada sendi sendi penumpu
berat tubuh seperti sendi pada lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis
yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk robekan terhadap
ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya
osteoartritis lutut (Wahyuningsih, 2009).
5) Riwayat cedera sendi. Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang
berulang dapat menjadi faktor penentu lokasi pada orang-orang yang
mempunyai predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula dengan
perkembangan dan beratnya osteoarthritis (Sudoyono,2009)
6) Faktor genetik. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya
osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural
lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan
proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis (Wahyuningsih, 2009).
7) Kelainan pertumbuhan tulang Pada kelainan kongenital atau
pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes dan dislokasi kongenitas
tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis paha pada usia
muda (Sudoyono, 2009)
8) Pekerjaan dengan beban berat. Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg,
lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi geografis berbukit-bukit
merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut (Maharani, 2007). Dan
orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat
tajam pada usia setelah 50 tahun (Martin, 2013).
9) Tingginya kepadatan tulang Tingginya kepadatan tulang merupakan
salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis,
hal ini mungkin terjadi akibat tulang yang lebih padat atau keras tak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan
sendi (Sudoyono, 2009).
23

10) Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan. Berat badan yang


berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi
yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga
terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan
hipertensi (Wahyuningsih, 2009).

2.7 Patofisiologi Osteoarthritis Lutut


Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan
matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara
matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga
dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan
dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi
menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :

1) Fase 1 Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago.


Metabolisme kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi
enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks
kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang
mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.
2) Fase 2 Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovia.
3) Fase 3 Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi
respons inflamasi pada sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti
interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-), dan
metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi
balik pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya
24

destruksi pada kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti


nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi
perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan
tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress
inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi
gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

2.8 Manifestasi Klinis


Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003)
dalam Nur (2009) penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang
biasanya menyulitkan bagi kehidupan penderitanya. Adapun gejala
tersebut antara lain:
1) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint) Keluhan nyeri
merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa penderita ke dokter,
walaupun mungkin sebelumnya
sendi sudah kaku dan berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah
dikarenakan gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan
tertentu (misal lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri
pada osteoarthritis dapat menjalar kebagian lain, misal osteoarthritis
pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai claudicatio
intermitten. Korelasi antara nyeri dan tingkat perubahan struktur pada
osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut dan jarang pada tangan
dan sendi apofise spinalis.
2) Kekakuan (stiffness) Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul
setelah duduk lama di kursi, di mobil, bahkan setelah bangun tidur.
Kebanyakan penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi
tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.
3) Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint) Kelainan ini
biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat. Hambatan
gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan
bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari
25

kursi, bangun dari tempat berbaring, menulis atau berjalan. Semua


gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi
yang terkena.
4) Bunyi gemeretak (krepitasi) Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak.
Suaranya lebih kasar dibandingkan dengan artritis reumatoid dimana
gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar
merupakan tanda yang signifikan.
5) Pembengkakan sendi (swelling in a joint) Sendi membengkak /
membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan bertambahnya cairan
sendi atau keduanya.
6) Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak Hambatan gerak atau
perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai dengan beratnya
penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau seluruh arah
gerakan maupun eksentris atau salah satu gerakan saja (Sudoyono, 2009).
7) Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi. Hal
ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan
biasanya tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul belakangan
(Sudoyono, 2009)

2.9 Diagnosis Osteoarthritis


Wahyuningsih (2009) menyatakan bahwa kriteria diagnosis untuk
osteoarthritis lutut, koksa dan tangan digunakan kriteria menurut
American College of Rheumatology, yaitu :
Kriteria Diagnostik menurut American College of Rheumatology
KLINIK
SENDI LUTUT
Nyeri lutut + minimal (3) dari 6
kriteria berikut :
a) Usia > 50 tahun
b) Kaku pagi < 30 menit
26

c) Krepitus
d) Nyeri tekan
e) Pembesaran tulang
f) Tidak panas pada perabaan
RADIOGRAFIK

Nyeri lutut + minimal 1 dari (Nur,


2009) kriteria berikut :
a) Osteophyte
b) Penyempitan celah sendi yang
seringkali asimetris atu
perubahan struktur anatomi sendi
c) Kista subkondral dan sklerosis

Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga


didasarkan pada hasil radiologi. Namun pada awal penyakit , radiografi
sendi seringkali masih normal. Adapun gambaran radiologis sendi yang
menyokong diagnosis osteoarthritis adalah :
a) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada
bagian yang menanggung beban).
b) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.
c) Kista tulang.
d) Osteofit pada pinggir sendi.
e) Perubahan struktur anatomi sendi (Imayati, 2012).

Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit.


Pemeriksaan penunjang laboratorium osteoarthritis biasanya tidak banyak
berguna. Darah tepi (hb, leukosit, laju endap darah) dalam batas batas
normal kecuali osteoarthritis generalisata yang harus dibedakan dengan
artritis peradangan (Imayati, 2012).
27

2.10 Penatalaksanaan Osteoarthritis


Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk
mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot.
Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan
terapi non farmakologis berupa edukasi mengenai penyakitnya secara
lengkap, yang selanjutnya adalah memberikan terapi farmakologis untuk
mengurangi nyerinya yaitu dengan memberikan analgetik lalu dilanjutkan
dengan fisioterapi (Imayati, 2012).
Penanganan osteoatritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang
terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Penanganannya terdiri
dari 3 hal :
1) Terapi non-farmakologis:
a. Edukasi
b. Terapi fisik dan rehabilitasi
c. Penurunan berat badan
2) Terapi farmakologis :
a. Analgesik oral non-opiat
b. Analgesik topikal
c. NSAID
d. Chondroprotective e. Steroid intra-artikuler
3) Terapi bedah :
a. Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb
b. Arthroscopic debridement dan joint lavage
c. Osteotomi
d. Artroplasti sendi total
Terapi fisik berguna untuk melatih pasien agar persendiannya tetap
dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi. Terapi fisik
membuat penderita dapat beraktivitas seperti biasanya sekaligus
mengurangi resiko fisik yang tidak berfungsi dengan baik. Terapi fisik
pada penderita osteoartritis dapat berupa fisioterapi ataupun olahraga
ringan seperti bersepeda dan berenang. Terapi fisik ini berusaha untuk
28

tidak memberikan beban yang terlalu berat pada penderita (Nur, 2009).

2.11 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan X-Ray, CT- Scan dan MRI
Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286

- Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan


menyempitnya celah sendi (tanda panah)
- Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis
yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
- Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)
- Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda
panah)
29

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut


Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan ruang
sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah)

Radiografi Konvensional pada MRI : menunjukkan focal grade 3


lutut : menunjukkan terjadinya cartilage defect
penyempitan celah sendi pada
kompartemen lateral (panah
merah).
30

A. Radiografi KonvensionalB. MRI (sinar-x) : adanya sclerosis subchondral


: tampak
tampak adanya sclerosis subchondral,
penyempitan ruang sendi, dan osteofit

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul


Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi,
sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah)
31

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Normal OA pada jari tangan

OA pada jari kaki


Normal

Gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan penyempitan ruang sendi


interphalangeal, sklerosis subchondral, dan pembentukan osteofit (panah)
32

Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of


Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul


Gambar atas : gambar pertama menunjukkan penyempitan
celah sendi pada panggul (tanda panah putih), sklerosis subchondral
(kepala panah putih), dan terbentuknya kista (kepala panah transparan).
Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar
pertama yang menunjukkan semakin menyempitnya celah sendi (tanda
panah putih) dan sklerosis (kepala panah putih).
33

2.12 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Osteoarthritis, meliputi:

2.13 Tatalaksana

2.13.1 Pengobatan medis


Penghilang rasa sakit bisa membantu gejala. Dengan menggunakan
obat acetaminophen (Tylenol), karena memiliki efek samping yang lebih
sedikit dari obat lain. Jika rasa sakit berlanjut dokter merekomendasikan
obat anti inflammatory (NSAIDs). Obat ini membantu meredakan nyeri
dan bengkak. Jenisnya termasuk ibuprofen, aspirin, dan naproxen.

2.13.2 Penanganan operatif


a. Alat Penyangga Sendi (splints dan braces)
Splints dan kawat penyangga kadang kadang dapat mendukung sendi
yang lemah. Beberapa dapat mencegah sendi dari pergerakan. Pasien harus
34

menggunakan alat penyangga hanya bila dokter atau terapis


merekomendasikan.
b. Bedah
Kasus yang parah dari Osteoarthritis mungkin memerlukan
pembedahan untuk menggantikan sendi yang rusak, pilihan bedahnya
yaitu:
Operasi Arthroskopi untuk memangkas robek dan tulang rawan yang
rusak
Menggantikan alignment tulang untuk menghilangkan stress pada
tulang atau sendi (osteotomy)
Bedah fusi tulang, biasanya di tulang belakang (arthrodesis)
Penggantian parsial atau total sendi yang rusak dengan sendi buatan
(arthroplasti lutut, arthroplasti pinggul)

2.14 PROGNOSIS
Prognosis penyakit Osteoarthritis yang diterapi dengan mengatasi nyeri
umumnya baik, osteoarthritis dengan kasus berat sebaiknya dilakukan
operasi
35

DAFTAR PUSTAKA

Koentjoro SL. Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) Dengan


Derajat Oasteoartritis Lutut Menurut Kellgren Dan Lawrence. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro Semarang; 2010.

Sumual AS. Pengaruh Berat Badan Terhadap Gaya Gesek Dan Timbulnya
Osteoarthritis Pada Orang Di Atas 45 Tahun Di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Skripsi.Manado: Bagian Fisika Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado; 2012

Nugroho D.S, Neurofisiologi Nyeri Dari Aspek Kedokteran, makalah


yang disampaikan pada Pelatihan Penatalaksanaan Fisioterapi
Komprehensif pada Nyeri, (Surakarta : 7-10 Maret 2001)

Arissa MI. Pola Distribusi Kasus Osteoartritis Di RSU Dokter Soedarso


Pontianak Periode 1 Januari 2008 31 Desember 2009.Pontianak:
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak; 2012.

American Psychological Ascociation.(2011). Coping with Chronic Pain.


November 24, 2011. http://www.apa.org/helpcenter/chroni c-pain.aspx.

Anda mungkin juga menyukai