PENDAHULUAN
1
pengamatan struktur dan tekstur sedimen. Pengamatan struktur sedimen dapat
dilakukan melalui interpretasi informasi geologi dari data bor atau peta geologi
yang dicocokkan dengan keadaan lapangan. Pengamatan tekstur sedimen dapat
menggunakan analisis ukuran butir sedimen (grain size analysis) (Reineck dan
Singh, 1975). Penggunaan analisis ukuran butir sedimen merupakan salah satu
alat penting yang dapat digunakan untuk klasifikasi lingkungan pengendapan
(Blott dan Pye, 2001).
Penelitian ini dilakukan pada lingkungan pengendapan muara Sungai
Bogowonto dan sekitarnya. Daerah penelitian secara administrasi berada di
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Daerah penelitian dipilih karena dianggap
memiliki keragaman klasifikasi lingkungan pengendapan. Aktivitas Sungai
Bogowonto yang berupa proses transport material sedimen dari hulu secara
intensif diendapkan di daerah hilir membentuk bentuklahan tertentu. Proses
tersebut juga mempengaruhi kondisi litologi wilayah. Litologi pada daerah
penelitian tersusun dari endapan alluvial dan endapan fluviomarine di daerah
yang terpengaruh proses marin. Keragaman klasifikasi lingkungan pengendapan
dan litologi daerah penelitian, dapat disimpulkan dipengaruhi oleh kompleknya
proses geomorfologi yang bekerja yaitu proses - proses fluvial, angin dan marin.
Keragaman proses geomorfologi yang berasal dari darat dan laut
menghasilkan ciri lingkungan pengendapan yang beragam. Pendekatan geografi
yaitu ekologis digunakan untuk menggambarkan kondisi lingkungan pengendapan
secara lateral yang berada di permukaan tanah. Pendekatan geografi lainnya yaitu
keruangan (spatial analysis) digunakan untuk memberikan informasi spasial
mengenai distribusi ukuran butir sedimen antar ruang. Distribusi ukuran butir
secara keruangan dapat dijabarkan secara vertikal melalui profil perlapisan
sedimen, sedangkan secara lateral meliputi distribusi ukuran butir di permukaan
yang membentuk jenis endapan tertentu atau bentuklahan. Selain itu, identifikasi
informasi geologi juga dilakukan untuk mendeskripsikan kondisi secara umum
lingkungan pengendapan muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya.
2
1.2. Perumusan Masalah
Lingkungan pengendapan di muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya
memiliki keragaman lingkungan pengendapan berdasarkan proses geomorfologi
yang bekerja yaitu fluvial, angin dan marin. Proses pengendapan dalam
pembentukan lingkungan pengendapan terjadi secara vertikal maupun lateral.
Lingkungan pengendapan yang terbentuk secara vertikal dapat dijelaskan melalui
analisis profil pelapisan sedimen. Penjelasan lingkungan pengendapan secara
lateral dijelaskan melalui analisis karakteristik jenis endapan yang terbentuk di
permukaan.
Material sedimen yang terendapkan secara lateral di permukaan membentuk
jenis endapan tertentu yang dicirikan sebagai bentuklahan. Proses pengendapan
secara vertikal juga akan membentuk pelapisan sedimen tertentu. Hasil proses
pengendapan di lingkungan pengendapan daerah penelitian baik secara lateral dan
vertikal akan memiliki karakteristik fisik sedimen yang bervariasi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh intensitas dan mekanisme sedimentasi oleh proses fluvial, angin,
dan marin.
Secara umum lingkungan pengendapan yang bersifat akuatic environment
akan membentuk pola pelapisan homogen yang sejajar. Hal ini disebabkan arah
pembawa sedimen sejajar dan tetap hanya melalui satu arah.Tetapi timbul
permasalahan pengendapan di daerah muara sungai dan hulunya. Arah pembawa
sedimen bervariasi berasal dari sungai dan laut. Proses pengendapan dari laut akan
menimbulkan pengaruh pembentukan pola pengendapan yang berasal dari sungai.
Kedua proses yang berbeda tersebut akan mengubah pola struktur endapan
menjadi tidak teratur. Pola yang tidak terartur dapat dicontohkan dengan adanya
struktur silang pada pelapisan sedimen.
Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti mencoba mengangkat
permasalahan keragaman proses pengendapan yaitu dari darat dan laut. Penelitian
ini akan merekonstruksi profil pelapisan sedimen untuk mengetahui bagaimana
pola struktur pengendapan secara lateral maupun vertikal. Hasil rekontruksi
kemudian digunakan sebagai analisis karakteristik lingkungan pengendapan di
3
daerah penelitian. Hasil perumusan masalah tersebut dapat dimunculkan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana distribusi ukuran butir sedimen pada daerah penelitian dalam
penentuan lingkungan pengendapan secara vertikal?
2. Bagaimana pembentukan lingkungan pengendapan secara lateral yang
membentuk jenis endapan tertentu atau bentuklahan?
3. Bagaimana karakteristik lingkungan pengendapan di muara Sungai
Bogowonto dan sekitarnya ?
4
dan biologi yang dapat mencirikan mekanisme pengendapan yang terjadi.
(Gould, 1972). Lingkungan pengendapan dapat didefiniskan secara fisik,
biologi, dan kimia. Menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah
karakteristik dari suatu tatanan atau sistem geomorfik dengan proses fisik,
kimia dan biologi berlangsung akan menghasilkan suatu jenis endapan
sedimen tertentu.
Muara sungai (estuari) merupakan wilayah badan air yang menjadi
pertemuan antara satu atau lebih sungai pada wilayah pesisir dan laut.
Menurut Pickard (1967) estuari adalah perairan semi tertutup yang
berhubungan dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat
bercampur dengan air tawar. Muara sungai atau estuari juga merupakan
bagian dari sungai yang masih terpengaruh oleh pasang surut (Usman, 2008).
Daerah sekitar muara yang merupakan daerah yang lebih memilki
karakteristik proses fluvial. Proses fluvial dari Sungai Bogowonto
menghasilkan beberapa bentuklahan seperti dataran aluvial di darat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan
pengendapan di muara Sungai Bogowonto merupakan tempat mengendapnya
material sedimen pada kondisi fisik, kimia dan biologi yang terjadi di daerah
muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. Proses pengendapan/sedimentasi
tersebut akan menghasilkan bentuklahan tertentu yang memiliki karakteristik
sedimen akibat proses geomorfologi yang bekerja
Lingkungan pengendapan terjadi pada unit geomorfologi tertentu. Setiap
unit geomorfologi memiliki proses fisik, kimia, dan biologi dengan
karakteristik proses dan intensitas yang berbeda. Hal tersebut membuat
keragaman karakteristik dari material pengendapan yang terbentuk.
Karakteristik material sedimen yang terbentuk dominan akan dipengaruhi
oleh intensitas dan mekanisme proses pengendapan meliputi durasi atau lama
pengendapan (Pettijhon, 1957). Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses
pengendapan pada lingkungan pengendapan tersebut akan menghasilkan jenis
endapan tertentu yang dicirikan sebagai bentuklahan.
5
Pemilihan lokasi kajian di lingkungan pengendapan muara Sungai
Bogowonto bertujuan untuk memberikan variasi jenis lingkungan
pengendapan. Menurut Boggs (2006), lingkungan pengendapan secara umum
terbagi atas 3 klasifikasi yaitu lingkungan pengendapan darat (continental),
transisi dan laut (ocean). Lingkungan pengendapan muara Sungai Bogowonto
dan sekitarnya dianggap memiliki ketiga klasifikasi lingkungan pengendapan.
Lingkungan darat dapat ditemukan proses fluvial untuk membentuk dataran
alluvial. lingkungan pengendapan transisi merupakan endapan yang terdapat
di daerah antara darat dan laut seperti delta,laguna, dan litorial. Lingkungan
pengendapan laut juga merupakan tipe endapan-endapan neritik, batial, dan
abisal yang berada di dasar laut.
6
yang dapat dijumpai di lapangan menurut Tucker (1991), terdapat 4
klasifikasi yaitu yaitu struktur erosi, pengendapan, pasca pengendapan
dan biogenik dengan beberapa bentuk struktur di dalamnya.
7
masih memerlukan analisis ukuran butir dalam menjelaskan perbedaan
secara detail lingkungan tertentu (Friedman dan Sanders 1978).
Hasil pengukuran sedimen pada lingkungan pengendapan daerah muara
Sungai Bogowonto dan sekitarnya akan menghasilkan data ukuran butir. Data
ukuran butir tersebut dapat digunakan untuk membedakan tipe sedimen. Tipe
sedimen tersebut dapat berasal dari pantai, gumuk pasir yang terangkut angin,
dan sedimen dari aktivitas fluvial yaitu sungai. (Mason dan Folk, 1958;
Friedman, 1978; Visher, 1969; Stapor dan Tanner, 1975).
Analisis tekstur sedimen atau sering disebut granulometri adalah pusat
dari setiap penelitian sedimentologis. Analisis granulometri pada ukuran
butir sedimen dapat digunakan sebagai indeks untuk menguraikan atau
mendeskripsikan kondisi lingkungan pengendapan. Analisis granulometri
menampilkan fluktuasi yang signifikan pada grafik yang dibangun dari data
mean, sortasi, skewness, dan kurtosis. Fluktuasi terjadi karena sedimen
terbentuk di lingkungan pengendapan muara sungai dekat pantai juga
terpengaruh dari variasi energi gelombang dan tingkat turbulensi pergerakan
sedimen. (Saravanan dan Chandrasekar, 2010).
Analisis ukuran butir merupakan analisis statistik yang dapat digunakan
dalam membedakan lingkungan pengendapan. Duane (1964) mengatakan
untuk membedakan antara lingkungan pengendapan dapat menggunakan
berbagai ukuran statistik. Metode statistik telah banyak diterapkan dalam
mendiagnosis perbedaan yang mungkin ada dalam lingkungan tertentu pada
unit fisiografi yaitu dune (gumuk) , tanggul, dan daerah kepesisiran yang
memeiliki ciri sedimen saat air pasang, pertengahan pasang, dan air surut
(Mohan dan Rajamanickam 2000). Penerapan metode analisis geostatistik
menggunakan parameter ukuran butir juga dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh jarak terhadap karakteristik sedimen. Metode analisis tren sedimen
tersebut merupakan cara yang efektif untuk memahami gerakan dan gradasi
sedimen permukaan. (Ren dkk., 2012).
Analisis besar butir mempertimbangkan besaran butir material sedimen
yang diambil pada tiap perlapisan tanah dari endapan tanah atau bentuklahan.
8
Hasil analisis besar butir material sedimen akan menghasilkan klasifikasi
lingkungan pengendapan yang disebabkan oleh proses fluvial, aeolin maupun
marine. Proses tersebut akan membagi karakteristik lingkungan pengendapan
fluvial, aeolin dan marine (Fuchtbauer dan Muller, 1970).
Distribusi ukuran besar butir dilakukan analisis melalui plot pada kurva
kumulatif. (Visher, 1969). Kurva kumulutif dibagi pada kuartil Q1 (25%), Q2
(50%), dan Q3(75%) (Gambar 1.1).
9
Analisis besar butir menggunakan parameter nilai sortasi, skewness dan
median untuk menggambarkan distribusi besar butir material sedimen.
Distribusi ukuran partikel secara umum diketahui melalui perhitungan 4
parameter yaitu nilai rata-rata (mean), sortasi, skewness dan kurtosis.
Analisis ukuran butir melalui parameter ukuran sedimen dapat digunakan
untuk klasifikasi lingkungan pengendapan. Fuchtbauer dan Muller (1970)
dalam Reineck dan Singh (1975) mengungkapkan terdapat 3 klas lingkungan
pengendapan yaitu lingkungan pengendapan fluvial, eolin dan marine yang
ditentukan dengan menganalisis karakteristik parameter ukuran butir.
A. Lingkungan Pengendapan Fluvial
Dasar sungai (river bed) dan gosong sungai (point bar) dengan nilai
sortasi >1,2 ; pada sungai yang tidak teratur alurnya nilai skewness
sebagian besar >1,3 jarang <1 .
Dataran banjir (flood plain) dengan sortasi > 2 ; skewness selalu < 1
(ukuran butir baik dan halus pada distribusinya)
B. Lingkungan Pengendapan Eolin
Gumuk Pasir (Sand dune) dengan kondisi sortasi buruk, skewness < 1
dengan butir material agak kasar. Variasinya kecil pada sekuen
vertikal pelapisan sedimen yang terbentuk. Diameter median antara
0,15 dan 0,35 mm.
Sedimen lepas (Loess sediment) dengan kondisi sortasi yang buruk,
skewness <1 (fraksi berbutir halus banyak), median dengan diameter
<0,1.
C. Lingkungan Pengendapan Marine
Gisik (Beach) dengan kondisi sortasi sedimen pantai paling baik (1,1
1,23), skewness > 1 , dan pada kertas log kurva komulative
menunjukkan sedimen masuk pada tipe saltation population.
Laut Dangkal (shallow marine) atau rataan pasang surut (tidal flats)
dengan sortasi buruk, skwness <1 , di garis pantai hampir tidak
ditemukan fraksi pasir kasar.
10
Laut dalam (deep sea) terdapat pada dasar laut ditemukan material
debu, pada daerah abisal lempung berdebu, material terombak akibat
adanya turbulen dari arus.
11
menunjukkan sifat dan kondisi pembentukan lingkungan pengendapan serta
perubahan karakteristik sedimen (Lowe dan Walker, 1984).
Ukuran partikel atau ukuran butir merupakan salah satu alat penting
dalam melakukan deskripsi dan klasifikasi jenis sedimen , serta mengetahui
tipe transport dan pengendapan dari sedimen terbentuk (Folk dan Ward,
1957). Data ukuran butir dapat digunakan sebagai alat menentukan jenis dari
klasifikasi lingkungan pengendapan (Blott dan Pye, 2001). Distribusi ukuran
butir pada suatu profil vertikal dapat menunjukkan pelapisan sedimen hasil
lingkungan pengendapan tertentu. Tiap jenis lingkungan pengendapan yang
sama dihubungkan sehingga membentuk profil vertikal lingkungan
pengendapan. Catatan detail pada pelapisan terbuka atau singkapan dapat
dijadikan tambahan informasi penting dalam melalukan rekonstruksi profil
vertikal lingkungan pengendapan (Lowe dan Walker, 1984).
12
penyebarannya. Informasi mengenai stratigrafi, pelapisan sedimen dan data
ichnological dikumpulkan melalui rincian singkapan pada data logging atau
data bor. Pengamatan stratigrafi terdiri penilaian ketebalan tiap satuan batuan,
batas-batas pelapisan batuan dan distribusi sedimen. Pengamatan tersebut
merupakan kunci dalam penggambaran permukaan stratigrafi. Data yang
dikumpulkan dari informasi data bor meliputi data sedimentological
identifikasi litologi, tekstur, sedimen dan struktur biogenik serta dokumentasi
dari kandungan fosil (Zaki dkk., 2010).
Pemanfaatan data geologi juga dapat dilakukan melalui identifikasi
litostratigrafi. Pengamatan pada lithostratigrafi diukur akan memiliki sifat
fisik sedimen yang khas mereka seperti tekstur, struktur sedimen fisik dan
biogenik, dan variasi fasies sedimen. Data fisik sedimen dapat digunakan
untuk menafsirkan lingkungan pengendapan dan bahkan mengembangkan
model paleogeografi. Beberapa sampel yang dipilih pada fasies sedimen
menjadi sasaran analisis ukuran butir. (Ojo, 2009).
13
Refrensi dari penelitian sebelumnya juga terdapat pada penelitian yang
dilakukan oleh Zaki dkk.(2010). Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi data sedimentologi untuk interpretasi stratigrafi.dan
karakteristik lingkungan pengendapan. Metode yang digunakan adalah
observasi lapangan dengan membandingkan outcrop logging serta data bor
dengan kondisi stratigrafi dan geologi di lapangan. Hasil penelitian adalah
asosiasi formasi geologi terhadap facies lingkungan pengendapan, model
statigrafi, paleoenvironment pada Formasi Fayum Deppression. Penjabaran
beberapa hasil penelitian sebelumnya dapat dijabarkan pada Tabel 1.1.
Metode yang dapat dianut dalam penelitian ini didapati pada uraian
beberapa hasil penelitian meliputi penelitian dari Hari Suraoso (2007),
Srivasta dan Rupesh (2009), Ojo dan Akande (2009), Zaki dkk. (2010), serta
Saravanan dan Chandrasekar (2010). Berdasarkan uraian metode penelitian
yang digunakan pada hasil penelitian sebelumnya dapat menjadi refrensi
dalam menentukan metode yang akan digunakan oleh peneliti. Metode yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan. Observasi
lapangan terdiri dari pengambilan sampel sedimen pada pelapisan sedimen
secara vertikal pada kedalaman tertentu untuk bahan analisis ukuran butir.
Observasi lapangan juga meliputi kegiatan pengamatan fisik di lapangan
mengenai keadaan geomorfologi dan geologi di lapangan.
Penelitian yang dilakukan memilki perbedaan hasil dengan beberapa
penelitian sebelumnya. Hasil penelitian mencoba untuk menjelaskan
hubungan lingkungan pengendapan secara horisontal dan vertikal. Analisis
lateral menggunakan analisis geomorfologi untuk mengidentifikasi jenis
endapan atau bentuklahan. Analisis secara vertikal mengacu pada analisis
ukuran butir untuk mengetahui klas lingkungan pengendapan pada tiap lapisan
sedimen. Analisis lingkungan pengendapan lateral dan vertikal kemudian
digunakan sebagai pendekatan rekontruksi kondisi lingkungan pengendapan.
Rekontruksi tersebut dapat menggambarkan karakteristik dari lingkungan
pengendapan daerah penelitian.
14
Tabel 1.1. Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Yang Akan Dilakukan.
15
Lanjutan Tabel 1.1. Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Yang Akan Dilakukan.
salbardi Area, District ukuran butir atau Kurva Bivariate plot untuk menampilkan
Amravati, Maharashtra and granulomteri. kondisi lingkungan pengendapan.
Betul, Madhya Pradesh. Kurva arithmetic probability untuk
mengetahui tren dari sedimen jenis traction,
saltation, dan suspense.
4. Ojo Olusola J dan Samuel Menganlisis Observasi lapangan Kondisi facies pengendapan dan lingkungan
O. Akande (2009). karakteristik (mengambil sampel sedimen pengendapan pada Formasi Patti.
Sedimentology and sedimentology, untuk analisis ukuran butir) Distribusi ukuran butir daan hubungan
Depositional Environment petrografi dan Mengumpulkan data meliputi dengan paleoenvironment.
of the Maastrichtian Patti lingkungan tekstur sedimen, litologi dan
Formation, Southeastern pengendapan pada struktur sedimen sebagai
Bida Basin, Nigeria. Formasi Patti. bahan analisis lithofaces dan
lingkungan pengendapan.
5. Zaki, dkk (2010). Mengidentifikasi Observasi lapangan Asosiasi formasi geologi terhadap facies
Sedimentary Environments data (membandingkan outcrop lingkungan pengendapan.
and Depositional sedimentologi logging atau data bor dengan Model statigrafi melalui analisis outcrop
Chacarcteristics of The untuk interpretasi kondisi stratigrafi dan geologi di logging.
Midde to Upper Eocene stratigrafi. lapangan) Paleoenvironment dan distribusinya pada
Whale-Bearing Succession Mengindentifikas Formasi Fayum Deppression
in The Fayum Depression, i karakteristik
Egypt. lingkungan
pengendapan d
lokasi kajian.
6. S. Saravanan dan N. Mengidentifikasi Metode observasi lapangan Distribusi tekstur sedimen meliputi mean,
Chandrasekar (2010). Grain distribusi ukuran yang dilakukan pada tiap sortasi, skweness, dan kurtosis untuk
Size Analysis and butir sedimen stasiun sedimen. menunjukkan klasifikasi lingkungan
Depositional Environment pantai. Sampel dikumpulkan dengan pengendapan.
Condition Along The Beach Menganalisis alat auger dengan Grafik distribusi ukuran butir pada lokasi
16
Lanjutan Tabel 1.1. Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Yang Akan Dilakukan.
17
1.6. Kerangka Teori
Lingkungan pengendapan merupakan lokasi tempat mengendapnya endapan
material sedimen dengan kondisi fisik, kimia, dan biologi yang dapat mencirikan
proses geomorfik yaitu mekanisme dan intensitas pengendapan yang terjadi.
Mekanisme dan intensitas sedimentasi akan menghasilkan jenis endapan secara
vetikal maupun lateral. Endapan vertikal akan membentuk pelapisan sedimen
dengan karakteristik struktur tertentu, sedangkan secara lateral endapan akan
mencirikan suatu bentuklahan.
Setiap unit geomorfologi akibat proses pengendapan akan memiliki proses
fisik, kimia, dan biologi dengan karakteristik proses dan intensitas yang berbeda.
Hal tersebut membuat adanya keragaman karakteristik fisik sedimen yang
terbentuk. Sehingga untuk mengetahui karakteristik dari hasil dan proses
lingkungan pengendapan salah satunya dapat dilakukan pengamatan melalui
parameter fisik sedimen. Parameter sedimen meliputi pengamatan tektur dan
struktur. Pengamatan tekstur sedimen terletak pada analisis ukuran butir sedimen
sedangkan struktur sedimen dapat dilakukan deskripsi secara kualitatif di
lapangan serta memamfaatkan data geologi. Kombinasi tektur dan struktur
sedimen kemudian dijadikan bahan analisis klasfikasi dan deskripsi karakteristik
lingkungan pengendapan Muara Sungai Bogowonto dan sekitarnya. Kerangka
pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.2.
18
Proses Geomorfologi (Sedimentasi)
Mekanisme Intensitas
Pengamatan Fisik
Sedimen
Parameter Ukuran
Butir
Interpretasi Informasi
Geologi (data bor dan peta
Sortasi Skewness Mean Kurtosis geologi)
Klasifikasi Lingkungan
Pengendapan Deskripsi
Geomorfologi dan
Litostratigrafi
1. Lingkungan Pengendapan Fluvial
(River Bed, Point Bar, Flood Plain)
2. Lingkungan Pengendapan Eolin
(Sand Dune, Loss Sedimen)
3. Lingkungan Pengendapan
Marin(Beach, Shallow Marine,
Karakteristik Lingkungan
Pengendapan
20