Anda di halaman 1dari 7

Geologi Struktur Indonesia

Batuan Daerah Subduksi Dan Sekitarnya

Dosen : Ir. K. Hardjawidjaksana. M.Sc

Disusun oleh :
Muhamad Rizki ilahi (1015106)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINERAL INDONESIA (STTMI)
BANDUNG
2017
Pendahuluan

Dalam geologi , subduksi adalah proses yang terjadi pada batas konvergen di mana
satu lempeng tektonik bergerak di bawah lempeng tektonik lain, tenggelam ke mantel Bumi ,
sebagai berkumpul lempeng. Sebuah zona subduksi adalah area di bumi di mana dua lempeng
tektonik bergerak ke arah satu sama lain dan subduksi terjadi. Zona subduksi terjadi ketika
lempeng samudra bertabrakan dengan lempeng benua, dan menelusup ke bawah lempeng
benua tersebut ke dalam astenosfer. Lempeng litosfer samudra mengalami subduksi karena
memiliki densitas yang lebih tinggi. Lempeng ini kemudian mencair dan menjadi magma.
Tingkat subduksi biasanya diukur dalam sentimeter per tahun, dengan rata-rata konvergensi
yang kira-kira 2 sampai 8 cm per tahun.
Penjelasan mengenai kerak benua dan kerak samudra:

a) Kerak benua mempunyai lapisan lebih tebal dibandingkan kerak samudra. Lapisan
atas pada kerak ini adalah berupa batuan granit, sedangkan lapisan dibawahnya berupa batuan
basalt yang lebih rapat. Lapisan-lapisan ini menurut peristiwa geologi terbentuk pada
berbagai zaman melalui berbagai macam proses. Batuan yang paling tua ditemukan pada
perisai prokambium. Batuan yang lebih muda terbentuk selama zaman-zaman pembentukan
gunung.
b) Kerak samudra merupakan sedimen yang mempunyai ketebalan 800 meter. Kerak
samudra yang dibentuk letusan gunung api sepanjang celah-celah bawah laut disebut
pematang tengah samudra. Umurnya kurang dari 200 juta tahun. Secara geologis lebih muda
dibandingkan dengan kerak benua yang berumur 3,8 miliar tahun. Zona subduksi melibatkan
lempeng samudera geser di bawah baik pelat kontinental atau lain lempeng samudera (yaitu,
lempeng subduksi selalu samudera sedangkan Lempeng subduksi mungkin atau mungkin
tidak kelautan). zona subduksi sering dicatat untuk suku mereka yang tinggi vulkanisme ,
gempa bumi , dan bangunan gunung . Hal ini karena proses subduksi mengakibatkan meleleh
dari mantel yang menghasilkan busur vulkanik sebagai batuan yang relatif ringan secara
paksa terendam.
Gambar 1. Proses Subduksi antara Kerak Benua Dan Lempeng Samudra
Accretionary prism
Accretionary wedge atau accretionary prism dibentuk oleh proses
tumbukan (collision) antar lempeng benua serta oleh proses penunjaman
(subduction) antara lempeng benua dan lempeng samudra.Pada proses
tumbukan, karena baik system busur kepulauan ataupun benua tidak
terjunjamkan, maka kedua system menjadi terkunci total. Kedua keadaan ini
mengakibatkan busur kepulauan dan sediment pinggiran benua tertekan,
terdeformasi, tergencet, terlipat, tersesar sungkupkan dan terangkat,
membentuk jalur lipatan dan sesar yang menjadi cirri jalur orogenesa. Jalur
orogenesa ini kemudian bertumbukan, terakramasi dan bergabung
(amalgamsi) dengan benua. Jenis pertambahan dan pertumbuhan benua ini
disebut sebagai accretionary wedge.

Fore arc basin


Terbentuk sepanjang batas tumbukan lempeng yang letaknya dekat
dengan zone penunjaman dan letaknya antara busur luar non vulkanik (outer
arc) dan busur vulkanik. Pada pulau jawa, fore arc basin membentang luas
pada lempeng benua dan terbentuk pada akhir paleogen berupa sedimen recent
dan terjadi karena proses pemekaran lantai samudra pada oligecen dan diikuti
dengan uplift dan erosi secara regional.
Vulcanic active arc
Merupakan jajaran gunungapi yang terbentuk akibat adanya
perpanjangan zone subduksi sunda arc system. Akibat tumbukan dua
lempeng tersebut akan mengakibatkan berkurangnya gerak lempeng hindia-
australia ke utara, sehingga akan mengakibatkan adanya adanya gerak
berlawanan jarum jam (gerak rotasi) dari lempeng dataran sunda sehingga
akan terbentuk jalur sesar naik (thrust) dari sebelah barat jawa dan bergerak
relatif ke utara (Berbaris sampai Kendeng Thrust) dan diperpanjang hingga
bali (Bali Thrust) dan sampai Flores (Flores trhust). Pada miosen tengah
lempeng mengalami percepatan hingga akan terjadi pembentukan busur
magma di sebelah selatan jawa dan pengaktifan kembali sesar-sesar disertai
dengan kegiatan volkanisme (berupa intrusi dan pembentukan gunung api).

Back arc basin


Disebelah utara busur jawa dan pada laut jawa cekungan busur
belakng, pada lempeng benua dihasilkan pada paparan sunda dan lempeng
samudtra padasebelah utara bali dan flores> Cekungan pada paparan sunda
dibentuk pada palageogen akhir sebagai rift basin dan kemudian pada
Neogen akhir prosesnya dipengaruhi oleh tekanan pada sunda orogency dan
selanjutnya terdeformasi menjadi tight hingga lipatannya membentuk
isoclinal. Yang termasuk pada Cekungan busur dalam (back arc basin) ialah
Cekungan Jawa barat (meliputi Cekungan sunda di sebelah barat, Cekungan
belintang di timur laut, dan Cekungan cirebon di bagian timur) dan Cekungan
Jawa timur (meliputi Cekungan jawa tengah bagian utara dan Cekungan
madura.

Selama 2 dekade terakhir, ahli geologi, ahli geofisika dan ahli geokimia berdebat
tentang kondisi fisik dan kimia yang memungkinkan pencairan terjadi di zona subduksi.
Padahal mudah untuk menjelaskan magmatisme di pegunungan laut dimana mantel panas
meningkat, awalnya tidak mudah untuk menjelaskan mengapa magma tampak melimpah saat
lempengan dingin didorong ke dalam mantel di zona subduksi. Dulu dianggap bahwa
gesekan antara lempeng utama dan under-riding bertanggung jawab, namun perhitungan telah
menunjukkan bahwa gesekan sangat tidak mungkin.
Dalam makalah tinjauan klasik, Ringwood (1974) mengemukakan bahwa lava busur
pulau yang paling primitif (IAT), yang basal, dapat dikaitkan dengan dehidrasi kerak laut
yang terhidrasi (amfibi) karena berubah menjadi eklogit padat pada kedalaman ca. 100km.
Cairan hidrous naik ke dalam baji mantel peridotite, mempromosikan peleburan (bentuk
magma pada suhu yang jauh lebih rendah dengan adanya air). Magma ini kemudian naik
perlahan ke gunung berapi di atas, dan mengkristalkan olivin dan pyroxen Mg yang kaya saat
mereka naik, sehingga magma menjadi lebih kaya zat besi. Letusan basal (tholeiite) bersifat
non-kekerasan.

Gambar 2. Model zona Subduksi dan Batuannya

Anderson dkk. (1978; 1980) adalah yang pertama mempertimbangkan struktur termal
zona subduksi secara serius. Wyllie & rekan kerja, dalam serangkaian makalah (misalnya
Wyllie, 1988), menggunakan petrologi eksperimental untuk mencoba membatasi apa yang
akan melelehkan di bawah kondisi hidrous, dan komposisi magma apa jadinya. Dia
menghasilkan beberapa model subduksi yang berguna, salah satunya di bawah ini:
Gambar 3. Batuan yang terdapat di zona Subduksi

Poin penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa kerak samudera yang mencapai
zona subduksi akan relatif "dingin" dan "basah". Seberapa dinginnya akan tergantung pada
berapa ratusan atau ribuan km yang telah ditempuh dari bukit yang menyebar. Ini akan
menjadi basah akibat perubahan hidrotermal di dekat sumbu ridge. Sebagai lempeng subducts
kerak basaltik akan mengalami peningkatan progresif dalam kelas metamorf - Greenshist>
Amphibolite> Eclogite fasies - yang juga serangkaian reaksi dehidrasi sampai sekitar
kedalaman 100 km.
Daftar Pustaka

http://www.le.ac.uk/gl/art/gl209/lecture6/lecture6.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Subduction
http://jurnal-geologi.blogspot.co.id/2010/01/geo-accretionary-wedge-prisma-
akresi.html
https://kelompoklimahmg09.wordpress.com/tag/prisma-akresi/
http://www.mgi.esdm.go.id/content/bentuk-geomorfologi-dasar-laut-pada-tepian-
lempeng-aktif-di-lepas-pantai-barat-sumatera-dan
http://ayobelajargeologi.blogspot.co.id/2013/04/tektonika-global-pulau-jawa.html

Anda mungkin juga menyukai