Anda di halaman 1dari 13

Geologi Kelautan Indonesia

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi Kelautan Indoensia


Mud Volcano / Mud Diapir

Dosen : Ir. K. Hardjawidjaksana. M.Sc

Disusun oleh :
Muhamad Rizki ilahi
(1015106)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINERAL INDONESIA (STTMI)
BANDUNG
2017
PENDAHULUAN

Mud volcano atau gunung lumpur adalah fenomena ekstruksi material lumpur dari
bawah permukaan bumi yang terdorong ke atas melalui celah berupa patahan atau
rekahan, membentuk gunung dan susunan litologi berupa sedimen material lempung di
permukaan. Menurut Dimitrov (2001) mud volcano adalah struktur geologi yang
terbentuk sebagai hasil emisi material lempung lunak di permukaan bumi atau lantai
samudera yaitu gabungan air dan gas yang membuat material semi-liquid dan terdorong
ke atas melalui celah panjang yang sempit hingga ke permukaan untuk menciptakan
aliran lumpur di permukaan. Menurut Kopf (2002) menyatakan bahwa mud volcano
didefinisikan sebagai fenomena naiknya fluida, sedimen-sedimen halus dalam sebuah
susunan litologi dikarenakan energinya. Menurut Akesson (2008), mud volcanoes
adalah fitur geologi berupa material lempung yang berasal dari interior bumi dan keluar
hingga ke permukaan.
Mud volcano biasanya dihubungkan dengan material yang kental, tekanan yang
besar, dan membentuk susunan litologi berupa lapisan-lapisan lempung. Secara umum
ciri-ciri mud volcano (Yasir, 1989) adalah sebagai berikut:
1. Biasanya terjadi di area aktivitas gempabumi.

2. Biasanya erupsi sepanjang patahan geologi.

3. Adanya gelembung, air garam, gas (biasanya methane) dan kadang kala
minyak.
4. Kerapkali membentuk blok-blok batuan di kedalaman yang sangat dalam
(mirip dengan gunungapi yang sebenarnya).
Selain diberikan ciri-ciri umum mud volcano, ciri-ciri utama mud volcano secara
geofisika (Yassir, 1989) adalah:
1. Memiliki anomali gravitasi yang rendah dibandingkan daerah sekitarnya.

2. Memiliki densitas yang rendah (2,1-2,3 g/cc).

3. Memiliki resistivitas rendah (0,5 ohm-m).


4. Memiliki temperatur rendah yang hampir sama dengan temperatur
sekitarnya.
5. Memiliki tekanan fluida yang tinggi yang semakin ke permukaan semakin
mengecil.
Mud volcano biasanya ditemukan di sepanjang zona lipatan atau patahan yang
berhubungan dengan daerah kompresi dan daerah yang memiliki aktivitas gempa besar
(Yassir, 1989). Mud volcano lumpur terbentuk karena gas alami yang naik ke
permukaan ketika menemukan celah berupa patahan atau rekahan dan membawa lumpur
yang memiliki densitas lebih ringan dari sedimen di sekitarnya (Indriana dkk, 2007).
Material mud volcano terdiri dari tiga komponen, yaitu lumpur, air dan gas yang
tergantung pada keadaan geologi lokal, proses erupsi, volume dan sifatnya secara
kualitatif (Akesson, 2008).
Material mud volcano diekstrusi dari satu corong utama disebut saluran pusat atau
pengumpan (Gambar 1.1). Di dekat permukaan terdapat beberapa flank kecil atau pipa
lateral terpisah dari saluran utamanya. Singkapan dari saluran utama biasanya terletak di
puncak mud volcano disebut corong utama atau kawah utama yang bentuknya bervariasi
mulai dari planoconvex atau berbentuk dataran dan dataran tinggi (kerucut)
mengembung yang di tengahnya terdapat kaldera bertipe kawah. Kaldera terbentuk
ketika mud volcano runtuh karena terjadinya pembuangan sejumlah material dalam
letusan eksplosif dan diisi oleh air yang membentuk danau kecil. Bagian ini biasanya
mengeluarkan gas, lumpur, air dan ditandai dengan tidak adanya fragmen batuan padat
(Dimitrov, 2001).
Pada prinsipnya benda di dalam bumi akan keluar ke permukaan karena adanya
distribusi suhu dan tekanan yang makin besar terhadap kedalaman. Bila batuan dasarnya
sangat keras maka benda dengan tekanan besar ini akan terperangkap, tidak bisa keluar
dan akan keluar jika terdapat rekahan, patahan, ataupun karena adanya aktivitas
pemboran.
Gambar 1.1 Struktur dasar gunung lumpur
(Dimitrov, 2001)

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai fenomena mud
volcano. Salah satu fenomena mud volcano di Indonesia yang sangat menarik adalah
Lumpur Sidoarjo (LUSI), Jawa Timur. Mud volcano tersebut keluar pada tahun 2006
dan menenggelamkan beberapa desa di kawasan tersebut. Selain Lumpur Sidoarjo,
masih ada beberapa mud volcano lainnya yang telah teridentifikasi di pulau Jawa seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Dari survei lapangan, di Jawa Tengah juga memiliki fenomena-fenomena alam
yang kompleks dan menarik dilihat dari segi geografis, salah satunya adalah mud
volcano yang terdapat di Kecamatan Kradenan, yang memperlihatkan kenampakan
geologi yang berupa diapir. Berdasarkan peta geologi lembar Ngawi oleh Datun, dkk
(1996), geologi daerah Kecamatan Kradenan teridri dari endapan aluvial, formasi
Tambak Kromo (QTpt), formasi Mundu (Tpm), serta formasi Kalibeng.
BLEDUG

Gambar 1.2. Peta geologi dan distribusi mud volcano di Jawa Tengah dan
Jawa Timur (Istadi, dkk, 2009)

Mud volcano yang paling menarik di Kecamatan Kradenan, Kabupaten


Grobogan adalah Bledug Kuwu yang merupakan salah satu obyek wisata yang banyak
dikunjungi oleh wisatawan. Selain Bledug Kuwu juga terdapat mud volcano lainnya di
beberapa titik di daerah tersebut, yaitu Bledug Medang Kawit (Gambar 1.3) dan satu
bleduk lainnya yang belum diberi nama (Bledug X). Dalam hal ini, wilayah Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan ditinjau sebagai kawasan mud volcano yang mungkin
dapat dipengaruhi oleh adanya struktur patahan.
a) b)

c)

Gambar 1.3. Kenampakan mud volcano; a) Bledug X, b) Bledug


Medang Kawit, c) Bledug Kuwu

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di daerah Bledug Kuwu antara lain:
survei magnetik oleh Manurung (1989) dengan metode geomagnetik dengan lokasi
pengukuran seluas 10x10 km2. Tujuannya adalah membuat model bawah permukaan
Bledug Kuwu berdasarkan anomali medan magnetik total tanpa melakukan pemisahan
anomali. Hasil interpretasi berdasarkan anomali medan magnetik total menyebutkan
bahwa fenomena Bledug Kuwu dikontrol oleh adanya struktur patahan dengan jurus
strike baratdaya-timurlaut. Darmawan dkk. (2012) dengan metode magnetik dalam
luasan pengukuran sekitar 300x250 m2, melakukan pemodelan berdasarkan anomali
medan magnetik total regional pada ketinggian pengangkatan 3000 meter.
Dari hasil interpretasi tersebut menemukan ada tiga jenis batuan penyebab
anomali di bawah permukaan daerah Bledug Kuwu yaitu batuan dengan suseptibilitas
0,003 cgs, batuan dengan suseptibilitas - 0,001 cgs dan batuan dengan suseptibilitas
0,001 cgs dengan kedalaman rata-rata adalah 270-350 meter. Indriana, dkk (2007)
dengan metode Self Potensial untuk menginterpretasi obyek anomali bawah permukaan
Bledug Kuwu berdasarkan data potensial. Dari hasil interpretasi dengan menggunakan
metode pencocokan kurva untuk model bola diperoleh benda sumber anomali dengan
kedalaman 19,5 m, 23, 68 m dan 40,8 m, serta sudut polarisasi 700, 71,380, dan 1000
dari pusat bola.
Beberapa penelitian mengarah bahwa yang menjadi sumber anomali di bawah
permukaan daerah Bledug Kuwu berupa struktur lapisan batuan dengan karakteristik
litologinya. Secara umum dari semua penelitian yang sudah dilakukan, khususnya
dengan metode magnetik belum pernah dilakukan interpretasi berdasarkan anomali
medan magnetik lokal terhadap letak struktur yang mengontrol munculnya mud volcano
di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan. Anomali medan magnetik lokal atau
sering juga disebut sebagai anomali sisa, mengandung kondisi geologi setempat. Oleh
sebab itu, anomali medan magnetik lokal menginterpretasikan benda penyebab anomali
yang bersumber pada kedalaman yang dangkal. Sementara anomali regional merupakan
anomali yang berasosiasi dengan kondisi geologi umum yang dominan di daerah
pengukuran. Berdasarkan hal tersebut, penulis memilih metode magnetik dan
menginterpretasi struktur bawah permukaan mud volcano dengan analisis anomali

medan magnetik lokal dalam luasan area penelitian 8x8 km2.


Metode magnetik sering digunakan untuk mengetahui struktur dari batuan yang
mempunyai sifat kemagnetan, maka dari itu dengan adanya nilai kontras suseptibilitas
dapat membantu mengetahui struktur di bawah permukaan bumi. Prinsip kerja metode
magnetik yaitu mengukur variasi intensitas medan magnetik di permukaan bumi,
kemudian menghitung dan memetakan anomalinya. Berdasarkan pola anomali tersebut,
kemudian dibuat pemodelan struktur bawah permukaan. Diharapkan penelitian ini dapat
melengkapi penelitian-penelitian geofisika lainnya.
Konsep Umum Metode Magnetik dan Struktur Patahan

Metode magnetik adalah salah satu metode geofisika yang dijadikan survei awal
sebelum melakukan survei yang lebih lanjut. Metode magnet ini dilakukan dengan cara
mengukur intensitas medan magnet yang terjadi pada batuan-batuan yang ada di
sekitarnya akibat adanya proses induksi medan magnet bumi yang sudah ada secara
alami di bumi ini. Metode ini digunakan untuk mengetahui keadaan struktur perlapisan
bawah tanah.
Berdasarkan dari asalnya, gaya-gaya geologi dapat dibagi menjadi 2, yaitu gaya
dari luar (eksogen) dan gaya dari dalam bumi (endogen). Karena pengaruh gaya eksogen
dan endogen ini, batuan dapat terdeformasi atau berubah bentuk. Batuan yang
terdeformasi ini disebut batuan yang mempunyai struktur batuan. Deformasi ini dapat
berbentuk fold (lipatan) atau fault (sesar).
Fold atau lipatan adalah struktur berbentuk gelombang hasil deformasi suatu
batuan. Fold dapat terjadi di semua jenis batuan, baik batuan beku, sedimen atau
metamorf. Peristiwa lipatan akan terlihat paling jelas pada lapisan batuan sedimen yang
berlapis-lapis. Ukuran lipatan dapat berkisar dari beberapa millimeter hingga kilometer.
Sesar atau patahan adalah suatu rekahan pada batuan, dimana bagian-bagian yang
dipisahkan oleh rekahan itu bergeser satu terhadap lainnya. Arah pergerakan bagian-
bagian tersebut akan sejajar dengan bidang permukaan rekahan. Sesar mempunyai
ukuran dari milimeter hingga ratusan kilometer. Menurut gerakannya, sesar dapat dibagi
menjadi tiga yaitu sesar normal (normal fault), sesar naik (reverse fault) dan sesar
mendatar (lateral/strike-slip fault). Sesar memiliki jurus (strike) yaitu suatu garis yang
dibentuk oleh bidang sesar dengan bidang horisontal. Selain arah (strike), sesar juga
memiliki kemiringan (dip) yang berupa sudut yang terbentuk oleh bidang sesar dengan
bidang horisontal, diukur pada bidang vertikal yang arahnya tegak lurus dengan jurus
sesar.
Dalam aplikasinya, anomali magnetik dapat memberikan informasi mengenai
adanya struktur patahan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan anomali yang drastis
dengan jarak kontur yang rapat yang disebabkan oleh adanya dua tubuh lapisan yang
terpisah dan terjadinya pengangkatan akibat gaya yang terjadi pada tubuh batuan
tersebut.
Pada prinsipnya material berupa fluida di dalam bumi dapat keluar ke permukaan
jika menemukan celah berupa patahan atau sesar ataupun karena adanya aktivitas
pemboran. Seperti halnya fenomena mud volcano yang nampak di Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ditandai dengan adanya ekstrusi fluida
berupa letupan material lumpur di permukaan. Fenomena tersebut dapat memberikan
dugaan bahwa keluarnya material lumpur di daerah penelitian dikontrol oleh adanya
struktur patahan atau sesar di bawah permukaan.
Perubahan nilai anomali dapat dikarenakan adanya perbedaan lapisan berdasarkan
kontras nilai suseptibilitas antara lapisan. Adanya perbedaan lapisan ini bisa
dikarenakan adanya kenaikan lapisan akibat terjadinya patahan ataupun karena adanya
lapisan baru hasil dari proses pengendapan.

Struktur Geologi Regional

Struktur geologi yang terdapat di lembar Ngawi terdiri dari antiklin, sinklin dan
sesar. Di lajur Kendeng umumnya struktur lipatan mempunyai arah pola umum hampir
timur-barat dengan bentuk lipatan yang tak setangkup, dan sayap utara umumnya relatif

lebih curam (300-650) daripada sayap selatan (100-300), sedangkan struktur sesar
dijumpai dalam jumlah cukup banyak dan dalam skala besar. Sebagian besar berupa
sesar geser, sesar naik, dan sesar turun. Sesar geser mempunyai pola umum timur laut -

barat daya dan barat laut - tenggara, memotong sumbu lipatan berkisar 200-400. Sesar
turun dan naik mempunyai pola umum hampir timur-barat sesuai dengan pola lipatan di
lajur Kendeng.
Batuan yang terlipat dan tersesarkan cukup kuat yaitu batuan formasi Kerek dan
formasi Kalibeng, sedangkan formasi Pucangan, formasi Kabuh dan formasi Notopuro
memperlihatkan intensitas perlipatan yang lemah, setelah pengendapan formasi Tuban
pada miosen tengah bagian bawah. Zona Rembang bagian selatan mengalami
pengangkatan lemah dari oroganesa intra miosen. Pada akhir miosen tengah terjadi
gunung laut membentuk formasi Wonocolo dan formasi Madura yang berbeda fasies
dan diikuti oleh pembentukan formasi Ledok dan formasi Mundu. Pada saat yang
hampir bersamaan di lajur Kendeng terendapkan formasi Kerek dan formasi Kalibeng
sampai awal pliosen bawah. Kemudian lajur ini mengalami pengangkatan (pensesaran
dan perlipatan) oleh suatu organesa setelah awal pliosen bawah.
Pengangkatan tersebut kelihatannya tidak merata di seluruh lembar Ngawi, karena
di bagian utara (lajur Rembang) sedimentasi laut masih tetap berlangsung, walaupun
menunjukkan adanya proses susut laut (sedimentasi formasi Mundu bagian atas, formasi
Selorejo dan formasi Tambakromo) sampai awal plistosen. Pada pertengahan plistosen
bawah, lajur Rembang selatan mengalami pengangkatan (pensesaran dan perlipatan)
oleh adanya organesa kuarter. Pada saat tersebut kelihatannya lajur Kendeng pada
bagian-bagian yang nisbi rendah, terisi oleh endapan lahar/bahan rombakan hasil
kegiatan gunungapi di luar lembar Ngawi yang menghasilkan batuan formasi Pucangan,
Kabuh dan Notopuro. Pengangkatan yang lemah di lajur Kendeng masih tetap
berlangsung hingga pertengahan kuarter dengan ditandai adanya endapan Undak dari
Bengawan Solo.
Secara fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasarkan kondisi litologi
penyusunannya, pola struktur dan ekspresi morfologi yang nampak, dapat dibagi
menjadi enam zona, yaitu 1) Solo atau Depresi Tengah, 2) Kendeng, 3) Rembang, 4)
Pegunungan Selatan, 5) Depresi Semarang Rembang, dan 6) Depresi Randublatung
(Van Bemmelen, 1949).
Daftar Pustaka

https://www.scribd.com/doc/94626500/Mud-Volcano
http://cometo5uccess.blogspot.co.id/2012/11/geologi.html

Anda mungkin juga menyukai