Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

REKONSTRUKSI CITRA

1.1 Pengenalan Dasar.


Proses-proses yang mendasari rekonstruksi citra meliputi bagian-bagian
algoritma, transformasi Fourier, teorema konvolusi dan interpolasi.

1.2 Algoritma.
Pada bidang radiologi, perhitungan algoritma diperlukan karena dalam
aplikasi pada citra dan bukan citra selalu menggunakan operasi-operasi sederhana
atau kompleks harus mengikuti bahasa-bahasa pemograman yang akhirnya dapat
dieksekusi oleh mesin (program computer) yang akhirnya menghasilkan keluaran
citra yang diinginkan. Salah satu contoh algoritma dalam proses Computed
tomography (CT) dapat diungkapkan di bawah ini

Detektor CT

Proses Awal

Data awal yang diperbaharui

Back-Projection
Konvolusi dengan Filter
(Proyeksi Belakang) dari
data yang dikonvolusi
Algoritma rekonstruksi Citra

Citra yang direkonstruksi dari CT number

Pengumpulan Citra, Pemajangan,


penyimpanan, Pengarsipan

Gambar 1.1. Urutan peristiwa setelah sinyal meninggalkan detector. Algoritma


rekonstruksi citra yang sejalan dengan matematik dari proses CT.

1
1.3 Rekonstruksi Citra dari hasil Proyeksi (Penyinaran
Langsung terhadap Obyek)

Anggaplah sebuah obyek, O, yang direpresentasikan oleh sebuah system


koordinat x-y. Distribusi spasial (fungsi koordinat) dari semua koefisien atenuasi
(x,y) yang bervariasi diantara titik-titik dalam obyek. Anggaplah sebuah pensil
mengeluarkan sinar-X yang melewati obyek disekitar lintasan lurus (panah), dan
intensitas dari sinar transmisi (yang telah menembus obyek) yang jatuh pada detector
CT adalah I. Maka sebuah proyeksi yang diberikan oleh integral garis dari (x,y) :

detektor detektor
I = I 0 exp ( x,y ) = I 0 exp dl ( x,y ) . (1.1)
sumber sumber
Persamaan (1.1) dapat dituliskan kembali sebagai
I detektor
ln 0 = ( x,y ) = T0 ( x ) , (1.2)
I sumber
dimana T0 (x) = ln (I / I0) adalah transmisi sinar-X pada sudut , yang mana sebuah
pengukuran dari absorbsi total disekitar garis lurus pada gambar (1.1). T0 (x)
merupakan penjumlahan koefisien atenuasi sinar pada persamaan (1.2).

I (detektor)

(x,y)
X

O (obyek)
I0 (sumber)
Seberkas sinar disorotkan kepada sebuah obyek proyeksi. Misalkan sebuah sumber
tabung sinar X menyorotkan sinar yang diteliti oleh detector mengenai sebuah obyek
secara simultan

2
s
Bidang (x,y)
sensor
Sinar X
d tabung
0 Sinar X

f (x,y) A
Scan

Seberkas sinar dipancarkan pada sebuah proyeksi seperti digambarkan diatas,


sehingga sinar dari tabung sinar-X yang melewati obyek dan akhirnya diterima oleh
detector, maka detector dapat meneliti obyek secara simultan. Sinar AA adalah sama
dengan x cos + y sin = d. Proyeksi diberikan oleh P(, d) :

P ( , d ) = f ( x, y ) ds ,
AA '
(1.3)

dimana ds adalah diffrensial dari panjang lintasan s.


Pemahaman arti proyeksi P(, d) : Misalkan terdapat kasus dimana sinar
dengan intensitas Iin memasuki obyek dengan ketebalan x :

Iin Iout
x

Sinar yang teratenuasi memenuhi hukum Lambert-Beer, sebagai


I out = I in e .x . (1.4)

Sehingga diperoleh nilai sebagai,


1 I in
= ln . (1.5)
x I out
Untuk kasus berbagai macam obyek dengan ketebalan yang berbeda-beda,
berdasarkan bagan dibawah ini,

Iin 1 2 ....... n Iout


x1 x2 ..... xn
.
3
Maka persamaan (1.4) dapat dituliskan sebagai
( 1 . x1 + 2 . x2 + 3 . x3 +...+ n . xn )
I out = I in e . (1.6)
Jika ketebalan masing-masing obyek adalah sama x = x1 = x2 = . = xn, maka
1 I in
ln = 1 + 2 + 3 + ... + n . (1.7)
x I out
Masalah yang muncul dalam Computed tomography (CT) adalah untuk menghitung
semua nilai obyek untuk sebuah susunan proyeksi yang besar. Proyeksi yang
dihasilkan dapat diperoleh melalui dua cara yaitu geometri sinar sejajar dan geometri
sinar kipas (mengembang).

Gambar : Geometri sinar yang digunakan dalam CT untuk membentuk data proyeksi.
Geometri sinar sejajar (gambar 1) dan Geometri sinar kipas (mengembang)
(gambar 2). Data proyeksi yang diperoleh dengan menggunakan Geometri
sinar kipas akan lebih cepat dibandingkan dengan geometri sinar sejajar.

Back Projection (Proyeksi Belakang).


Proyeksi belakang adalah sebuah prosedur sederhana dan tidak banyak
menggunakan konsep matematis. Proyeksi belakang juga dinamakan metode
penjumlahan atau metode superposisi linier yang pertama kali digunakan oleh
Oldendorf (1961) dan Kuhl dan Edwards (1963). Proyeksi belakang dapat dijelaskan
paling baik menggunakan pendekatan grafik atau numerik.

4
Anggaplah terdapat empat sinar-X yang melewati sebuah obyek sembarang
yang tidak diketahui untuk menghasilkan empat proyeksi P1, P2, P3 dan P4. Kita ingin
merekontruksi sebuah citra dari obyek yang tidak diketahui (titik hitam) pada kotak.

Proyeksi belakang dapat digunakan melalui matriks 2 2 :

I0 I0

I0 1 2 x I1
I0 3 4 x I2
x x

I3 I4
5
Empat persamaan yang dihubungkan dengan koefisien atenuasi 1, 2, 3 dan 4
adalah

I1 = I 0 e ( 1 + 2 ). x ; I 2 = I 0e
( 3 + 4 ). x

I3 = I 0e
( 1 + 3 ). x
; I 4 = I 0 e ( 2 + 4 ). x
Contoh perhitungan numeric, misalkan obyek dibagi dalam 4 bujur sangkar (matriks 2
2 dengan empat pixel), yaitu

0 derajat 0 derajat 45 derajat

0 2 90 derajat Kanan
Kiri
90 derajat
1 3

135 derajat

Empat proyeksi diatas dikumpulkan pada empat lokasi yang berbeda yaitu pada 0, 45,
90 dan 135 derajat.
a. Langkah awal : Kumpulkan data untuk empat proyeksi: 0, 45, 90 dan 135
derajat.
1. Penjumlahan sinar untuk proyeksi 0 derajat pada bagian kiri : 1 (0 + 1).
2. Penjumlahan sinar untuk proyeksi 0 derajat pada bagian kanan : 5 (2 + 3).
3. Penjumlahan sinar untuk proyeksi 45 derajat : 0, 3(2 + 1), dan 3.
4. Penjumlahan sinar untuk proyeksi 90 derajat pada baris pertama : 2 (2 + 0).
5. Penjumlahan sinar untuk proyeksi 90 derajat pada baris kedua : 4 (3 + 1).
6. Penjumlahan sinar untuk proyeksi 135 derajat : 2, 3 (0 + 3) dan 1.
b. Diperoleh data-data proyeksi yang terkumpul yaitu : 1, 5, 0, 3, 3, 2, 4, 2, 3 dan 1
yang akan digunakan secara sistematis seperti yang didefinisikan oleh algoritma
untuk merekonstruksi citra aslinya.
1. Tebakan pertama: Tempatkan data dari 1 5
proyeksi 0 derajat dalam matriks untuk (0+1) (2+3)

memperoleh tebakan pertama. 1 5


(0+1) (2+3)

6
2. Tebakan kedua: Tambahkan data dari 1 8
proyeksi 45 derajat kepada nilai masing- (0+1) (5+3)

masing kotak dalam tebakan pertama. 4 8


(1+3) (5+3)

3. Tebakan ketiga: Tambahkan data dari 3 10


proyeksi 90 derajat kepada nilai masing- (1+2) (8+2)

masing kotak dalam tebakan kedua. 8 12


(4+4) (8+4)

4. Tebakam keempat: Tambahkan data dari 6 12


proyeksi 135 derajat kepada nilai masing- (3+3) (10+2)

masing kotak dalam tebakan ketiga. 9 15


(8+1) (12+3)

5. Kurangkan sebuah nilai konstan 6 (diperoleh


0 6
dengan menambahkan nilai dalam matriks (6 - 6) (12 -6)
asli (0+1+2+3 = 6) dari masing-masing 3 9
(9 - 6) (15- 6)
kotak dalam tebakan keempat.

6. Sekarang bagilah matriks sebelumnya dengan 0 2


sebuah pembagi sederhana. Pembagi yang jelas (0/3) (6/3)

dari nilai kotak sebelumnya 0, 3, 6 dan 9 adalah 1 3


(3/3) (9/3)
nilai 3. Ini adalah nilai matriks 2 2 yang asli.

Pengulangan Algoritma
Terdapat suatu bentuk pendekatan dari rekonstruksi citra yang disebut sebagai
teknik rekonstruksi aljabar (algebraic reconstruction technique/ART). Anggaplah
terdapat illustrasi numeric :
Kumpulan data proyeksi asal
Penjumlahan sinar horizontal

Matriks 2 2 1 2 3
(4 elemen) 3 4 7

4 6
Kumpulan data proyeksi asal
Penjumlahan sinar vertikal

7
Kumpulan data proyeksi baru
1. Perkiraan awal: Hitunglah rata-rata Penjumlahan sinar horizontal
4 elemen dan dimasukkan pada 2,5 2,5 5
masing-masing pixel adalah
2,5 2,5 5
1+2+3+4 =10; 10/4 = 2,5.
2. Koreksi pertama untuk error: (Penjumlahan sinar
(2,5 - 1) (2,5 - 1)
horizontal asal dikurangi penjumlahan sinar 1,5 1,5
horizontal baru dan dibagi dua) = (3 5)/2 dan (2,5 + 1) (2,5 + 1)
(7 5)/2 = -1 dan 1. 3,5 3,5

3. Perkiraan kedua 1,5 1,5


3,5 3,5

5 5
Kumpulan data proyeksi baru
Penjumlahan sinar vertikal

4. Koreksi kedua untuk error (Penjumlahan sinar


(1,5 0,5) (1,5 + 0,5)
vertikal asal dikurangi penjumlahan sinar 1 2
vertikal baru dan dibagi dua) = (4 5)/2 dan (3,5 0,5) (3,5 + 0,5)
(6 5)/2 = -0,5 dan 0,5. 3 4

Solusi Matriks akhir adalah : 1 2


3 4

Untuk saat ini, teknik-teknik tersebut sudah tidak digunakan sebagai alat scanner non
komersial karena beberapa pembatasan
1. Metode tersebut sulit untuk mendapatkan akurasi penjumlahan sinar karena noise
kuantum dan gerakan pasien.
2. Prosedurnya terlalu panjang untuk menggenerasikan rekontruksi citra karena
pengulangan dapat dilakukan hanya setelah semua kumpulan data proyeksi telah
diperoleh.
3. Untuk menghasilkan sebuah citra yang betul, maka seharusnya lebih banyak
kumpulan data proyeksi daripada pixel-pixel. Karena itu kumpulan data proyeksi
diagonal diambil untuk menghilangkan keraguan.

8
9

Anda mungkin juga menyukai