Anda di halaman 1dari 5

ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS

I. Definisi
Anemia adalah penurunan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen yang
biasanya diakibatkan oleh penurunan massa sel darah merah (SDM) total dalam
sirkulasi sampai dibawah normal. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi hematokrit
(Ht) dan Hemoglobin (Hb) yang rendah.1
Anemia pada penyakit kronis merupakan anemia yang dijumpai pada keadaan
penyakit kronis tertentu, yang khas ditandai dengan adanya gangguan metabolisme
besi sehingga dalam pemeriksaan darah tampak hipoferemia dan menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi
cadangan besi sumsum tulang masih cukup.2
II. Etiologi
Untuk terjadinya anemia, diperlukan waktu sekitar satu hingga dua bulan setelah
infeksi terjadi pada pasien. Derajat anemia yang diderita sebanding dengan berat
ringannya gejala, seperti demam dan penurunan berat badan. Laporan dan data yang
didapat dari penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut,
osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV telah membuktikan bahwa anemia
berkaitan dengan hampir semua infeksi supuratif kronis.
III. Manifestasi Klinis
Anemia penyakit kronis memiliki gambaran klinis sebagai berikut :3
Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokromik atau hipokrom ringan
dengan MCV jarang <75 fl.
Anemia bersifat ringan atau tidak progresif, kadar haemoglobin pada pasien jarang
ditemukan kurang dari 9,0 g/dl, namun perlu dicatat bahwa beratnya anemia
tergantung dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia tersebut.
Kadar TIBC yang menurun.
Kadar feritin serum yang normal maupun adanya peningkatan.
Kadar besi cadangan di sumsum tulang masih normal, sedangkan kadar besi dalam
eritroblas berkurang.
IV. Patofisiologi
Terdapat tiga abnormalitas utama pada patogenesis terjadinya anemia pada
penyakit kronis, yaitu : menurunnya umur eritrosit, adanya penurunan produksi
eritrosit akibat produksi eritropoitin yang menurun, dan gangguan metabolisme
berupa gangguan reutilisasi besi. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya
gejala, seperti demam dan penurunan berat badan. Untuk terjadinya anemia
memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi
keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.5

Berikut adalah perjalanan secara umum penyebab terjadinya anemia penyakit


kronis:4

Pemendekan masa hidup eritrosit


Anemia yang terjadi diduga merupakan bagian dari sindrom stress hematologic,
adalah keadaan dimana terjadinya produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan
jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan
sekuetrasi makrofag sehingga mangikat lebih banyak zat besi, meningkatkan
destruksi eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoetin oleh ginjal, serta
menyebabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoesis di sumsum tulang. Pada
keadaan lebih lanjut, malnutrisi dapat menyebabkan penurunan transformasi T4
manjadi T3, menyebabkan hipotirod fungsional dimana terjadi penurunan kebutuhan
Hb yang mengangkut O2 sehingga sintesis eritropetin-pun akhirnya berkurang.

Penghancuran eritrosit
Beberapa penilitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit memendek pada
sekitar 20-30 % pasien. Defek ini terjadi pada ekstrakorpuskuler, karena bila eritrosit
pasien ditransfusikan ke resipien normal, maka dapat hidup normal. Aktivasi
makrofag oleh sitokin menyebabkan peningkatan daya fagositosis makrofag tersebut
dan sebagai bagian dari filter limpa, menjadi kurang toleran terhadap
perubahan/kerusakan minor dari eritrosit.
Produksi eritrosit
- Gangguan metabolisme zat besi.
Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup menunjukkan adanya
gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronik. Hal ini memberikan konsep
bahwa anemia dapat disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb.
- Fungsi sumsum tulang.
Meskipun sumsum tulang yang normal dapat mengkompensasi pemendakan masa
hidup eritrosit, diperlukan stimulus eritropoetin oleh hipoksia akibat anemia. Pada
penyakit kronik, kompensasi yang terjadi kurang dari yang diharapkan akibat
berkurangnya pelepasan atau menurunya respon terhadap eritropoetin.

Pengaruh dari sitokin proinflamasi, IL-1, dan TNFalfa terhadap proses


eritripoiesis dapat menyebabkan perubahan-perubahan diatas. Gangguan pelepasan
besi ke plasma menyebabkan berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis yang
berakibat pada gangguan pembentukan hemoglobin sehingga terjadi anemia
hipokromik mikrositer.

V. Diagnosis
Anemia tersebut disebut sebagai anemia pada penyakit kronis hanya apabila
anemia yang terjadi adalah :4
anemia sedang
selularitas sumsum tulang normal
kadar besi serum rendah
TIBC (Total Iron Binding Capacity) rendah
kadar besi dalam makrofag dan sumsum tulang normal ataupun meningkat
feritin serum yang meningkat
Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi maka anemia tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai anemia pada penyakit kronis, meskipun banyak pasien dengan
infeksi kronis, inflamasi dan keganasan menderita anemia.
Karena anemia yang terjadi umumnya dengan derajat yang ringan dan sedang,
gejalanya seringkali tertutup oleh gejala dari penyakit dasarnya dan kadar Hb sekitar
7-11 gr/dL juga umumnya asimtomatik. Meskipun demikian, apabila demam atau
debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan
memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya.4
Pada pemeriksaan fisik, biasanya hanya ditemukan konjungtiva yang pucat
tanpa adanya kelainan yang khas dari anemia dan diagnosis biasanya hanya
bergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium.4

VI. Tatalaksana
Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah dengan mengobati penyakit
dasarnya. Terdapat juga beberapa pilihan untuk menangani anemia pada penyakit
kronis, diantaranya yaitu : 4
Transfusi
Transfusi merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai dengan dengan gangguan
hemodinamik. Beberapa literature menyebutkan bahwa pasien anemia pada penyakit
kronik yang disertai infark miokard, transfusi dapat mengurangi resiko kematian
secara bermakna. Tidak ada batasan yang pasti pemberian transfusi harus dilakukan
pada kadar hemoglobin berapa, namun sebaiknya kadar hemoglobin pada pasien
dipertahankan pada 10-11 gr/dL.
Eritropoietin
Selain untuk menghindarkan pasien dari transfusi beserta efek sampingnya,
pemberian eritropoietin juga mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
a. Mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi dari TNF- dan
interferon-.
b. Pemberian eritropoetin juga akan menambah proliferasi dari sel-sel kanker ginjal
serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan leher.
Saat ini telah terdapat tiga jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, eritropoietin
beta dan darbopoietin. Masing - masing eritropoietin ini berbeda struktur kimiawi,
afinitas terhadap reseptor serta waktu paruhnya sehingga memungkinkan untuk
memilih mana yang lebih tepat dalam menangani suatu kasus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad A, Sianipar O. 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis


Menggunakan Peran Indeks sTRfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1, Nov 2005. Diakses melalui:
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-1-03.pdf pada 14 April 2016.
2. Kumar, Cotran, Robbins. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Buku Ajar Patologi. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2007;h.463
3. A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss, Ahli bahasa : dr. Lyana Setiawan. Buku Kapita
Selekta Hematologi Edisi IV. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2013.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai