Subdural Hematoma Dilla
Subdural Hematoma Dilla
Subdural Hematoma
Oleh :
Preseptor :
Prof. DR. dr. Darwin Amir, Sp. S (K)
Dr. Syarif Indra, Sp.S
Gambar : 1
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria di regio
temporal tipis, namun dilapisi otot temporalis. Basis cranii tidak rata sehingga dapat
melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Tulang tengkorak terdiri dari bagian frontal, parietal, temporal dan oksipital. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa
media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan
serebelum.1
Gambar : 2
c. Meninges
Gambar : 3
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater terdiri dari lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater
merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat
pada permukaan dalam kranium. Di bagian bawah, duramater tidak melekat pada
selaput arachnoid sehingga terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
sering terjadi perdarahan subdural.2
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.2
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri tersebut dan mengakibatkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak osa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput ini
dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia
mater oleh spatiumsubarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan
subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.1
3. Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater merupakan
membrana vaskular yang membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci
yang paling dalam dan menyatu dengan epineuriumnya.1
Gambar : 4
d. Otak
Gambar : 5
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa sekitar 14
kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori
tertentu dan lobus oksipital mengatur proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
mengatur fungsi koordinasi dan keseimbangan.1
e. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan
tekanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.3
Gambar : 6
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri
dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa
kranii posterior)2
Gambar : 7
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi.
Vena-vena otak sangat tipis, tidak mempunyai katup, dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis.2
Gambar : 8
2. Trauma Kapitis
2.1 Definisi Trauma Kapitis
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi secara langsung
atau tidak langsung dan dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis, fisik, kognitif,
psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury
Assosiation of America, cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala yang
diakibatkan oleh serangan/ benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran.2
2.2 Epidemiologi Trauma Kapitis
Trauma kapitis merupakan penyebab kematian di berbagai negara di dunia,
terutama pada kelompok usia di bawah 40 tahun. Hampir 10 juta trauma kepala terjadi di
USA. Sekitar 20% kasus merupakan kasus berat yang dapat mengakibatkan kerusakan
otak. Pada laki-laki berusia < 35 tahun, kecelakaan kendaraan bermotor merupakan salah
satu penyebab kematian terbanyak dan 70% diantaranya berkaitan dengan cedera kepala.4
Di Bangsal neurologi RSUP H. Adam Malik, dalam rentang 1 juli 31 desember
2006, didapatkan 51 penderita trauma kapitis dengan penyebab terbanyak adalah
kecelakaan sepeda motor.5
2.3 Klasifikasi Trauma Kapitis
Trauma kapitis berdasarkan kelainan neurologi yang ditimbulkan :6
1. Trauma kapitis yang tidak menimbulkan kelainan neurologi
a. Komosio serebri
Komosio serebri merupakan trauma kapitis
2. Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologi
a. Kontusio serebri
b. Laserio serebri
c. Hemoragia subdural
d. Hemoragia epidural
e. Hemoragia intraserebral
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan :
a. Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera
kepala tumpul berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena
pukulan benda tumpul. Sedang cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau
tusukan.7
b. Beratnya cedera
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai
berikut :
1) Nilai sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.
2) Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13
3) Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.8
c. Morfologi cedera
Secara morfologi, cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesi
intrakranial.
1. Fraktur cranium
Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Tanda-tanda
fraktur dasar tengkorak yaitu, ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis
retroauikular (battle sign), kebocoran CSS (Rhinorrhea, otorrhea) dan paresis
nervus fasialis.7
2. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau
kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan.Lesi fokal termasuk hematoma
epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien
pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal
namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan
klinis.7
a. Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek
atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media.
Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari
perdarahan vena pada sepertiga kasus.9
b. Hematoma subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantra
duramater dan aracnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,
ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling
sering akibat robeknya vena bridging vein antara kortek cerebral dan sinus
draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau
substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak.1
Subdural hematom terbagi menjadi akut, subakut, dan kronis:
a.Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24
sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat.
Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak.
b. Hematoma Subdural Subakut
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari
48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Anamnesis klinis dari
penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan
ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan
tanda-tanda status neurologik yang memburuk.Tingkat kesadaran mulai
menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.
c.Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan
bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek
salah satu vena yang melewati ruangan subdural.Terjadi perdarahan secara
lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan
terjdi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa.
c. Kontusi dan hematoma intraserebral
Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak
hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Mayoritas terbesar
kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap
tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan
hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun,
terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma
intraserebral dalam beberapa hari.
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam
jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan
tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.3
d. Cedera difus
Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana
gambar di atas merupakan CT scan hematom epidural akut. Dura yang melekat
erat terlepas dari bagian dalam tulang tengkorak, menghasilkan karaktristik perdarahan
bentuk bulan sabit pada CT scan non kontras. Epidural hematom biasanya disebabkan
robeknya arteri meningea media yang diikuti fraktur tulang temporal.
CT scan pada hematoma subdural bilateral kronik. Gambaran ini dinilai dengan
hematoma akut yang menjadi hipodense bila dibandingkan dengan jaringan otak sekitar
setelah beberapa waktu isodense.
Subdural hematom akut. CT scan non kontras menunjukkan gambaran hiperdens
yang memiliki batas irregular pada otak dan menyebabkan mass effect lebih dari yang
diperkirakan dari ketebalannya. Mass effect yang tidak proportional ini adalah hasil dari
large rostral-caudal extent dari hematom ini.
Kontusio serebral traumatic CT scan non kontras menunjukkan daerah
2. Subdural Hematom
Saat mempersiapkan operasi, perhatiaan hendaknya ditujukan kepada pengobatan
dengan medika mentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intracranial. Seperti
pemberian manitol 0,25 gr/kgBB atau furosemide 10 mg intavena, dihiperventilasikan.
Tidakan operatif
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan ada gejala- gejala yng
progresif maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematom.
Tetapi sebelum diambil kepetusan untuk tindakan operasi yang harus kita perhatikan
adalah airway, breathing, dan circulatioan.
Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah
a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10 mm atau pergeseran midline
shift >5 mm pada CT-Scan
b. Semua pasien SDH dengan GCS <9 harus dilakukan monitoring TIK
c. Pasien SDH dengan GCS <9, dengan ketebalan perdarahan <10 mm dan pergerakan
struktur midline shift. Jika mengalami penurunan GCS >2 poin antara saat kejadian
sampai saat masuk rumah sakit.
d. Pasien SDH dengan GCS<9, dan atau didapatkan pupil dilatasi asimetris/fixed
e. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan /atau TIK >20 mmhg
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy.
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Normal Normal
Lapangan pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis - -
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus - -
Nistagmus - -
Ekso/endotalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya + +
Refleks akomodasi + +
Refleks konvergensi + +
N. V (Trigeminus) normal
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut + +
Menggerakkan rahang + +
Menggigit + +
Mengunyah + +
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea + +
- Sensibilitas + +
Divisi maksila
- Refleks masetter + +
- Sensibilitas
Divisi mandibula
- Sensibilitas + +
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra + +
Menggerakkan dahi + +
Menutup mata + +
Mencibir/ bersiul + +
Memperlihatkan gigi + +
Sensasi lidah 2/3 depan
Hiperakusis - -
N. X (Vagus) normal
Kanan Kiri
Arkus faring simetris Simetris
Uvula Di tengah Di tengah
Menelan + +
Suara + +
Nadi
N. XI (Asesorius) normal
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu kanan + +
Mengangkat bahu kiri + +
6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil +
Sensibilitas nyeri +
Sensiblitas termis +
Sensibilitas kortikal +
Stereognosis
Pengenalan 2 titik +
Pengenalan rabaan +
Dengan rangsangan nyeri anggota gerak kurang aktif bergerak
7. Sistem refleks
a. Fisiologi Kanan Kiri Kanan Kiri
s
Kornea (+) (+) Biseps +++ ++
Berbangkis Triseps +++ ++
8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin
Hb : 17,5 gr/dl
Leukosit : 10.280/mm3
Trombosit : 369.000/mm3
Hematokrit : 47%
Diagnosa kerja :
Diagnosa Klinis : Comusio Serebri
Diagnosa Topik : parietal dextra
Diagnosa Etiologi : Benturan dinamis (kecelakaan)
Diagnosis Diferensial: -
Diagnosis Sekunder : Hipertensi emergency
Rencana pemeriksaan tambahan
Brain CT Scan
TERAPI
Umum : - Istirahat
- Infus RL 12 jam /kolf
- Diet MB
Khusus : - Captopril 3 x 12,5 mg
- PCT 3 x 650
- Codein 3 x 30 mg
- Piracetam 3 x 1200 mg
Pemeriksaan Anjuran :
- CT Scan kepala