Anda di halaman 1dari 16

APENDISITIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing
yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).
Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah.
Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung
kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis,


2007)

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks
terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di
bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu:
taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah
Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan
pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di
daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008).
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan
bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks
dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf
parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus
thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar
umbilicus (Nasution,2010).

Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh)
dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah
Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah
Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan
apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna
(Nasution,2010).

2.3 Etiologi

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen
apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor
apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga
dapat menyebabkan sumbatan.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan
kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh
tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah
yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa
dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman
Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada
peradangan usus buntu.(Anonim,2008)

Klasifikas pendisitis

Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut


pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.

Penyebab obstruksi dapat berupa :

1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.


2. Fekalit

3. Benda asing

4. Tumor.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.

Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks


sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks.

Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan


terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks
dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.

Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.

Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding


apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.

Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik.

Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita


datang dalam serangan akut.

Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.

Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.

Tumor Apendiks

Adenokarsinoma apendiks

Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi


atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih
baik dibanding hanya apendektomi.

Karsinoid Apendiks

Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid
berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

2.4 Patofisiologi

Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :


a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

f. Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.

g. Tergantung pada bentuk appendiks


h. Appendik yang terlalu panjang.
i, Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.

Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces)
atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi
tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna, meningkatkan
tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari
abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami
kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan
makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila
tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan
nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah
infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

WOC (Web of Cause)

DOWNLOAD : WOC APENDISITIS

2.5 Maninfestasi klinis


Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah
dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3
anamnesa penting yakni:

1. Anoreksia biasanya tanda pertama.


2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa
mencapai 37,8-38,8 Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan
jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan
gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja

1. Penyakit Radang Usus Buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi
nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang
timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian
nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada
apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan
Krista iliaka kanan).

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri
terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter,
nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada
gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada
pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa
nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)

Pemeriksaan Diagnosa Penyakit

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan


mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:

1. Pemeriksaan fisik.

1. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut


dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak
di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum akan lebih menonjol

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari
sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).

Pemeriksaan radiologi

Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini
jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG)
cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita
hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan
pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran
apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram.

2.6 Penatalaksanaan

Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan.


Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan
appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat
dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju
mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan
akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat
dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien
memerlukan antibiotik dan drainase.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni:


1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

STUDY KASUS

Tn. RJ berusia 28th datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
perutnya, nyeri terus bertambah hingga menjalar sampai ke perut sebelah kanan
bawah. Nyeri dirasakan Tn.RJ terus menerus dan dirasakan 3 hari sebelum ke rumah
sakit. Selain nyeri Tn.RJ juga mengeluh rasa mual dan muntah. Disertai demam
tinggi ketika nyeri dirasakan.

3.2 PENGKAJIAN

3.1.1 Anamnesa

Data demografi

Nama : Tn. RJ

Umur : 27 th

Jenis kelamin : Laki-Laki

Status : Kawin

Agama : islam

Suku bangsa : jawa

Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : swasta

Alamat : kenjeran baru 2A

Dx medis : apendisitis

Keluhan utama.

Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut


kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa
mual dan muntah, panas.

Riwayat penyakit dahulu.

Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.

Riwayat penyakit sekarang

3.1.2 Pemeriksaan Fisik.

B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi :


Takipnoe, pernapasan dangkal.

B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.

B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data


psikologis Klien nampak gelisah.

B4 (Bladder) : konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang

B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,


penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar
epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat.
Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-
kadang terjadi diare

B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.

3.1.2 Pemeriksaan diagnostic

leukosit diatas 12.000/mm3. Neurofil meningkat sampai 75%. Foto abdomen


dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus
terlokalisir

3.2 PERAWATAN PERIOPERATIF

1.Persiapan operasi (inform consent)


2.kecemasan menjelang operasi

3.Memberikan informasi tentang prosedur tentang pembedahan/prognosis,


kebutuhan pengobatan, dan potensial komplikasi

3.3 PERAWATAN POSTOPERATIF

Diagnosa keperawatan : infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan utama pada apendisitis, pembentukan abses.

kriteria hasil : meningkatkan penyembuhan luka dengan benar,


bebas tanda

infeksi/inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam

Intervensi Rasional
Mandiri

Awasi tanda vital. Perhatikan demam, Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,


menggigil, berkeringat, perubahan abses, peritonitis
mental, meningkatkan nyeri abdomen.

Lakukan pencucian tangan yang baik


dan perawatan luka aseptic. Berikan Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
perawatan paripurna.

Lihat insisi dan balutan. Catat


karakteristik drainase luka/drein (bisa
dimasukkan), adanya eritema.
Memberikan deteksi dini terjadi proses
Berikan informasi yang tepat, jujur pada infeksi, dan/atau pengawasan
pasien/orang terdekat. penyembuhan peritonitis yang telah ada
sebelumnya.

Pengetahuan tentang kemajuan situasi


Kolaborasi memberikan dukungn emosi, membantu
menurunkan ansietas.
Ambil contoh drainase bila diindikasikan.

Kultur pewarnaan Gram dan sensitivities


berguna untuk mengidentifikasikan
organism penyebab dan pilihan terapi.
Berikan antibiotic sesuai indikasi. Mungkin diberikan secara profilaktik atau
menurunkan jumlah organism (pada infeksi
yang telah ada pertumbuhannya pada
rongga abdomen.

Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi


abses terlokalisir.

Bantu irigasi dan drainase bila


diindikasikan

Diagnose keperawatan : kekurangan volume berhubungan dengan muntah


preoperasi kriteria hasil : mempertahankan keseimbangan cairan
dibuktikan oleh .

kelembaban membrane mukosa, tugor kulit baik, tanda-tanda vital dan secara
individual haluaran.

Intervensi Rasional
Mandiri

Awasi tekanan darah nadi. Tanda yang membantu


mengidentifikasikan fluktuasi volume
intravaskuler.

Lihat membrane mukosa, kaji tugor kulit Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan
dan pengisian kapiler. hidrasi seluler.

Awasi masukan dan haluaran, catat Penurunan haluaran urin pekat dengan
warna urine/konsentrasi, berat jenis. peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.

Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan


Auskultasi bising usus, catat kelancaran untuk pemasukan per oral.
flatus, gerakan usus.
Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut
Berikan perawatan mulut sering dengan kering dan pecah-pecah
perhatian khusus pada perlindungan
bibir.

Kolaborasi Selang NG biasanya dimasukkan pada


praoperasi dan dipertahankan pada fase
Pertahankan penghisapan gaster/usus. segera pascaoperasi untuk dekompresi
usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah mentah.

Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi


dengan menghasilkan sejumlah besar
cairan yang dapat menurunkan volume
sirkulasi darah, mengakibatkan
hipovolemia. Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
Berikan cairan IV dan elektrolit

Diagnose keperawatan : nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah

kriteria hasil : nyeri menghilang atau terkontrol

Intervensi Rasional
Mandiri

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Berguna dalam pengawasan keefektifan


berat (skala 0-10). Sakit dan laporkan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan
perubahan nyeri dengan tepat. pada kerakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan
upaya evaluasi medic dan intervensi.

Pertahankan istirahat dengan posisi Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi


semi-fowler. dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.

Meningkatkan normalitas fungsi organ,


contoh merangsang peristaltic dan
Dorong ambulasi dini. kelancaran flatus, menurunkan ketidak
nyamanan abdomen.

Focus perhatian kembali, meningkatkan


Berikan aktivitas hiburan. relaksasi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.

Kolaborasi
Menurunkan ketidaknyamanan pada
Pertahankan puasa/penghisapan NG peristaltic usus dini dan iritasi
pada awal gaster/muntah.

Berikan analgesic sesuai indikasi Menghilangkan nyeri mempermudah kerja


sama intervensi terapi lain contoh
ambulasi, batuk.

Berikan kantong es pada abdomen. Menghilangkan dan mengurangi nyeri


melalui penghilangan rasa ujung saraf.

Diagnose keperawatan : kurang pengetahuan tentang pengobatan


berhubungan dengan

kurang mengenal sumber informasi

kriteria hasil : menyatakan pemahaman proses penyakit,


pengobatan dan

berpartisipasi dalam program

Intervensi Rasional
Mandiri

Kaji ulang pembatasan aktivitas Memberikan informasi pada pasien untuk


pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasa
tanpa menimbulkan masalah.

Membantu kembali ke fungsi usus semula


mencegah ngejan saat defekasi

Anjuran menggunakan laksatif/pelembek Pemahaman meningkatkan kerja sama


feses ringan bila perlu dan hindari enema dengan terapi, meningkatkan
penyembuhan
Diskusikan perawatan insisi, termasuk
mengamati balutan, pembatasan mandi,
dan kembali ke dokter untuk mengangkat
jahitan/pengikat

Identifikasi gejala yang memerlukan Upaya intervensi menurunkan resiko


evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri komplikasi lambatnya penyembuhan
edema/eritema luka, adanya drainase, peritonitis.
demam
Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa


serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang
optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki
dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum
maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat
melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.

Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai
oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan
bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun
pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan
oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.

Evaluasi.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah


dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan
sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam
tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan
dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan
pengobatannya. (Harnawatiaj,2008)

Perlu dipahami juga hal-hal yang penting dalam evaluasi dan harus dicatat dalam
dokumentasi yakni:

1. Jam: WIB
2. Prilaku verbal pasien
3. Prilaku non verbal
4. Kebutuhan untuk dibantu
5. Tindakan keperawatan(Abubakar,2010)

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).
Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah.
Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung
kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:

1 Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan


muntah.

2 Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


tubuh.

3 Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.

4 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan


informasi kurang.

5 Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

6 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Divertikula dalam bahasa latinnya (diverticulum) adalah Penonjolan keluar abnormal


berbentuk katong yang terbentuk dari lapisan usus yang meluas sepanjang defek di
lapisan otot, merupakan penonjolan dari mukosa serta submukosa. Divertikulitis
terjadi bila makanan dan bakteri tertahan di suatu divertikulum yang menghasilkan
infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan
perforasi atau pembentukan abses.

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan yakni:

1. Nyeri berhubungan dengan diverticulitis


2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan komplikasi sekunder
terhadap penyakit divertikuler

1.2 Saran

Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit


apendisitis dan diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah
sakit.

Daftar Pustaka
L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular
disease (online)(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses
pada 28 Nov 2010 pukul 19.30)

_____,2009. Colonic Diverticular Disease.


(online)(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-
diverticular-disease/diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.35)

Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON . (online)(http://askep-


mahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses pada 28
Nov 2010 pukul 19.46)

Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume
2, Jakarta : EGC.

Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2,


Jakarta : EGC.

RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online)


(http://community.um.ac.id/showthread.php?55616- diakses pada 29 Nov 2010
pukul 20.03)

Harnawatiaj,2008. Askep Apendisitis.


(online) (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/ diakses
pada 28 Nov 2010 pukul 20.07)

Putri,2010.Askep Apendisitis
(online)(http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-apendisitis-usus-
buntu/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 13.50)

Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai