Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang insidennya cukup tinggi, terutama pada ras Cina
dimana didapatkan 30 orang penderita dalam 100.000 penduduk. Diantara berbagai jenis
kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan salah satu jenis yang memiliki
prognosis buruk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan
berbagai struktur penting lain. Ciri dari karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor
yang invasif, kesulitan mendeteksi tumor, sehingga menghambat diagnosis dini. Namun
demikian karsinoma nasofaring juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.1,2

Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras mongoloid
merupakan yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein-Barr juga mempunyai
hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lain yang diduga banyak
berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.2

Sepertiga pasien datang pada stadium dini yang biasanya diberikan terapi dengan
radioterapi. Dua pertiga pasien datang pada stadium lanjut (locally advanced disease) dimana
bila hanya diterapi dengan pembedahan dan atau radioterapi memiliki rekurensi mencapai
65%.2

Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi dan atau
pembedahan dalam mengatasi tumor kepala leher. Berbagai penelitian telah dilakukan
mengenai bermacam variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak hanya pada
kekambuhan dan stadium lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk tumor-tumor kepala
leher. Kemoterapi telah muncul sebagai terapi tambahan setelah pembedahan dan atau terapi
radiasi.3

Pada dekade terakhir ini terapi kombinasi/kemoradioterapi terhadap karsinoma


nasofaring menunjukkan hasil yang memuaskan ditinjau dari angka rekurensi tumor.3
Pengertian kita mengenai mengenai cara kerja dan syarat-syarat terapi radiasi dan
kemoterapi dan pengaruhnya terhadap tumor perlu lebih dipahami sehingga harapan terapi
yang kita inginkan dapat tercapai.2,3 Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh kejelian
diagnosis, stadium penderita dan pemilihan jenis terapi yang tepat.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakangdan


lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung
merupakan gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring
melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian
belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otot-
otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustachius
dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga
penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustachius dan
akan mengganggu pendengaran. Ke arah posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa
Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring
sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa,
dimana pada usia muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini
disebabkan karena adanya jaringan adenoid.3,4
Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalirke
lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).3,4

Gambar 1. Anatomi nasofaring

2
B. ETIOLOGI
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan
tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan
mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma
nasofaring.2
Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring
yaitu:
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup
3. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti:
a. benzopyrenen
b. benzoanthracene
c. gas kimia
d. asap industri
e. asap kayu
f. beberapa ekstrak tumbuhan
4. Ras dan keturunan
5. Radang kronis daerah nasofaring
6. Profil HLA2,3

C. GEJALA KLINIK
1. Gejala Dini
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih
terbatas di nasofaring, yaitu:
b. Gejala telinga
- Rasa penuh pada telinga
- Tinitus
- Gangguan pendengaran
c. Gejala hidung
- Epistaksis
- Hidung tersumbat

3
d. Gejala mata dan saraf
- Diplopia
- Gerakan bola mata terbatas9,11
2. Gejala lanjut
- Limfadenopati servikal
- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
- Gejala akibat metastase jauh2,3,10

D. DIAGNOSIS KARSINOMA NASOFARING

Diagnosis dan pengobatan dini memegang peranan penting dalam keberhasilan


terapi karsinoma nasofaring. Perlu perhatian pada orang resiko tinggi yaitu usia diatas 40
th yang kita curigai menderita karsinoma nasofaring memerlukan anamnesis yang
lengkap dan pemeriksaan THT yang seksama yang sebaiknya diserta pemeriksaan
endoskopi, Patologi Anatomi dan CT-scan nasofaring.4

Gejala dini karsinoma nasofaring adalah gejala yang ditimbulkan oleh tumor
primer yang masih terbatas di nasofaring, biasanya besarnya tumor masih tergolong T1
dan gejala yang muncul adalah gejala telinga dan gejala hidung. Gejala lanjut timbul
karena tumor yang semakin meluas, yang biasanya disertai penyebaran melalui saluran
getah bening dan terjadi metastasis jauh.4

Gambar 2. Karsinoma nasofaring

4
Prognosis karsinoma nasofaring menjadi lebih buruk pada keadaan:5

stadium yang lebih tinggi


laki-laki
usia > 40 tahun
ras Cina
adanya pembesaran kelenjar leher

Diagnosis Banding Karsinoma Nasofaring

Karena nasofaring merupakan bagian faring yang sulit dilihat, untungnya banyak
manifestasi tak langsung dari karsinoma nasofaringyang bisa digunakan untuk mencurigai
adanya lesi pada nasofaring. Bila terjadi obstruksi koana, huruf m akan terdengar seperti
huruf b dan n seperti huruf d. Bila pasien mengeluh sengau dan hasil pemeriksaan hidung
anterior normal curigailah sebagi kelainan nasofaring. Sehingga beberapa lesi di
nasofaring dengan gejala yang hampir mirip bisa dianggap sebagai diagnosis banding,
misalnya:5

1. Angiofibroma nasofaring
2. Hipertrofi adenoid/ adenoid persisten
3. Polip nasi /polip antrokoanal
4. Tumor dekat dasar tengkorak

Penentuan Stadium Karsinoma Nasofaring

Menurut UICC edisi ke V th 1997 dengan klasifikasi TNM Stadium Karsinoma


nasofaring ditentukan sbb:4

- T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.


o T1 : Tumor terbatas pada nasofaring
o T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fosa nasal
T2a : Tanpa perluasan ke parafaring
T2b : Dengan perluasan ke parafaring
o T3: Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal

5
o T4:Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fosa
infratemporal hipofaring atau orbita
- N menggambarkan kelenjar limfe regional
o N0: Tidak ada pembesaran kelenjar
o N1: Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm
o N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
o N3:Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikular
- M menggambarkan metastasis jauh
o M0: Tak ada metastasis jauh
o M1: Terdapat Metastasis jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan sbb:

- Stadium I : T1, N0, M0

- Stadium IIA : T2a, N0, M0

- Stadium IIB : T1, N1, M0 atau T2a, N1, M0 atau T2b, N0-1, M0

- Stadium III : T1-2, N2, M0 atau T3, N0-2, M0

- Stadium IVA : T4, N0-2, M0

- Stadium IVB : Tiap T, N3, M0

- Stadium IV C : Tiap T, Tiap N, M1

Histopatologi Karsinoma Nasofaring

Dengan melihat struktur histologis, maka karsinoma nasofaring dibagi menjadi


beberapa jenis sesuai dengan pembagian WHO, yaitu:5

WHO 1: karsinoma sel sel skuamosa, berkeratin di dalam maupun di luar sel. Sel-sel
kanker berdiferensiasi baik sampai sedang

WHO 2: termasukadalahkarsinoma non keratin. Sel-


selkankerberdiferensiasibaiksampaisedang

6
WHO3:karsinoma berdeferensiasi jelek, dengan gambaran sel kanker paling
heterogen. Karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma dan variasi sel spindel

Secara umum KNF WHO-3 memiliki prognosis paling baik dimana angka
harapan hidup 5 tahun adalah 60-80%. Sebaliknya KNF WHO-1 memiliki prognosis
paling buruk yaitu angka harapan hidup 5 tahun sebesar 20-40%.

E. PRINSIP PENGOBATAN KARSINOMA NASOFARING

Prinsipnya pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi terapi sbb:7,8

1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Kombinasi
4. Operasi
5. Imunoterapi
6. Terapi paliatif

Pemilihan Terapi Kanker

Memilih obat kanker tidaklah mudah, banyak faktor yang perlu diperhatikan
misalnya:9

- Jenis kanker
- Kemosensitivitas dan radiosensitivitas kanker
- Imunitas Tubuh dan kemampuan pasien untuk menerima terapi yang kita
berikan
- Efek samping terapi yang kita berikan

7
Jenis Kanker

Untuk keperluan pemberian kemoterapi, kanker dibagi menjadi 2 jenis yaitu:9

1. Kanker Hemopoitik dan limfopoitik


Kanker hemopoitik dan limfopoitik umumnya merupakan kanker
sistemik. Termasuk dalam jenis kanker ini adalah kanker darah (leukemia),
limfoma maligna dan sumsum tulang (myeloma). Terapi utama kenker
hematologi adalah kemoterapi, sedangkan operasi dan radioterapi sebagai
adjuvan.

2. Kanker padat (solid)


Kanker padat bisa lokal, bisa menyebar ke regional dan atau sistemik
ke organ-organ lain. Dalam kanker jenis ini termasuk kanker diluar
hematologi. Terapi utama kanker ini adalah operasi dan atau radioterapi,
sedangkan kemoterapi baru diberikan pada stadium lanjut sebagai adjuvan.

Sensitivitas Kanker

Sensitivitas tumor terhadap obat anti-kanker tidaklah sama, sehingga terbagi


menjadi 3 macam: 9

1. Sensitif
Kemosensitif:

- leukemia
- limfoma maligna
- myeloma
- choriocharsinoma
- kanker testis
Radiosensitif:

Tumor yang dapat dihancurkan dengan dosis 3500-6000 rads dalam 3-4
minggu

- Lymphoma maligna
- Myeloma

8
- Retinoblastoma
- Seminoma
- Basalioma
- Kanker laring T1
2. Responsif
Kemoresponsif:

- Tumor yang kecil


- Tumor yang pertumbuhannya cepat
- Tumor yang deferensiasi selnya jelek
Radioresponsif

- Kanker yang ukurannya sedang, T2-T3 dan dapat dihancurkan dengan


dosis 6000-8000 rads dalam 3-4 minggu

3. Resisten
Kemoresisten:

- Tumor besar
- Kanker yang pertumbuhannya pelan
- Kanker yang diferensiasi selnya baik
Contoh: kanker otak, fibrosarkoma, melanoma maligna

Radioresisten

Tumor yang baru bisa dihancurkan dengan dosis lebih dari 8000 rads.
Contoh: Melanoma maligna, adenokarsinoma, kanker otak, sarkoma jaringan
lunak.

Radiosensitivitas tumor tergantung dari banyak faktor, antara lain:

a. Tipe histologi tumor


b. Derajat diferensiasi sel
c. Besar tumor
d. Vaskularisasi Tumor
e. Lokasi topografi tumor

9
Beberapa jenis obat dan keadaan yang dapat menambah sensitifitas
radioterapi: Oksigenasi, Hipertermi, Levamisol, beberapa sitostatika.9

Sensitifitas kanker terhadap kemoterapi biasanya ada sejak awal


mulanya dan dapat pula timbul dalam perjalanan pengobatan kanker.

Resistensi Terhadap Kemoterapi

Resistensi terhadap kemoterapi dapat terjadi karena farmakokinetika obat itu


seperti:9

a. Perubahan absorbsi
- Variabilitas absorbsi obat di gastrointestinal
- Adanya penyakit gastointestinal
- Tidak makan obat seperti seharusnya (non compliance)
- Formulasi obat yang tidak cocok

b. Perubahan distribusi
- Perubahan ikatan obat dengan protein serum
- Perubahan distribusi karena obat lain yang mengikat protein serum
c. Perubahan metabolisme
- Perubahan enzim yang mengadakan detoksifikasi
- Penyakit hati
- Ada obat lain yang ikut serta
- Pengurangan konjugasi obat karena usia
d. Pengurangan ekskresi
- Penyakit hati
- Penyakit ginjal

10
F. KEMOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING

Definisi Kemoterapi

Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat


pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker.

Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single
agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan
potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah
satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat
dikurangi sehingga efek samping menurun.11

Tujuan Kemoterapi

Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor


ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga
untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana
vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima
kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat
sensitif terhadap kemoterapi ini.

Obat-Obat Sitostatika yang direkomendasi FDA untuk Kanker Kepala Leher

Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari FDA (Amerika) untuk


digunakan sebagai terapi keganasan didaerah kepala dan leher yaitu Cisplatin,
Carboplatin, Methotrexate, 5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea, Doxorubicin,
Cyclophosphamide, Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan Paclitaxel. Akhir-akhir
ini dilaporkan penggunaan Gemcitabine untuk keganasan didaerah kepala dan leher. 9

11
Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring

Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO 1 dan


sebagian WHO 2 yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma nasofaring
WHO 3 memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO 1
yang memiliki prognosis paling buruk.12

Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan


(division) antara sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle)
merupakan titik tolak dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika
mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan
duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih
sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat. 10

Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus (Cell Cycle
non Specific) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan dalam
keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus
pertumbuhan tertentu (Cell Cycle phase specific).10

Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel
disebut cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat pembelahan sel
pada semua fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang
tergolong cell cycle specific antara lain Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini
merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada
fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific antara lain Cisplatin
(obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap DNA sehingga mencegah
replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin
(fase G2, M), Vincristine (fase S, M).10

Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya
klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila
resiten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang
diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda.10

12
Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi

Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya


bekerja dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan
atau fungsi asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat , zat yang berguna
pada tumor kepala leher dibagi sebagai berikut:10

1. Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin.


Sebagai contoh MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang
dibutuhkan untuk sintesis timidin

2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil
seperti CTX (Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan
demikian menahan replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika seperti
dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip diantara rangkaian
nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat produksi
mRNA

3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan


vinblastine, menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro
pada kumparan mitosis

Cara Pemberian Kemoterapi

Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu:11,13

1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan


radiasi
2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan
radiasi pada kasus karsinoma stadium lanjut
3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan
atau radiasi
4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama
pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi
(leukemia dan limfoma)

13
Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi dua
yaitu terapi utama dan terapi adjuvan(tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi
utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri,
artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah
membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna.12

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu
bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata:9

- kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif


- kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis
- pada tumor dengan derajat keganasan tinggi (oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh)
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher
dibagi menjadi:9

1. neoadjuvant atau induction chemotherapy

2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy

3. post definitive chemotherapy

Efek Samping Kemoterapi

Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang
membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro
intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang
memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual,
muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut
mengakibatkan kerontokan rambut.12Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi
misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena
efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel
normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih
cepat pulih dari pada sel kanker.6

14
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap
jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik
fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya
dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan
salah satu efek samping pemberian kemoterapi.6

Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi


tambah sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan
tubuh (m2) atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan(kg). Selain itu
faktor yang perlu diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan
keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali,
tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma, asites, sesak, dll), status penampilan (skala
karnofsky, skala ECOG), status gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi
jantung, paru dan lain sebagainya.9

Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi,
pada poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka
dosis obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ
tersebut lebih minimal.9

Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh:15

1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh


tertentu
2. Dosis
3. Jadwal pemberian
4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus)
5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada
organ tertentu

15
Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang


apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum
memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sbb:9

1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)


yaitu status penampilan 2
2. Jumlah lekosit 3000/ml
3. Jumlah trombosit120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) (Tes Faal
Ginjal)
6. Bilirubin <2 mg/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal (Tes Faal
Hepar) Elektrolit dalam batas normal
7. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan
pada usia diatas 70 tahun

Status Penampilan Penderita Ca (Performance Status)

Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana


penyait kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini
juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi yang tepat
pada pasien dengan sesuai status penampilannya.

Skala status penampilan menurut ECOG (Eastern Cooperative Oncology Group)


adalah sbb:15

- Grade 0: masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas


kerjdan pekerjaan sehari-hari

- Grade1:hambatan pada perkerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor


ataupun pekerjaan rumah yang ringan

- Grade 2: hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran


dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak
dapatmelakukan pekerjaan lain

16
- Grade 3:Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50%
waktunya untuk tiduran

- Grade 4: Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya

di kursi atau tiduran terus

G. PENILAIAN HASIL TERAPI KANKER

Penilaian hasil pengobatan dengan kemoterapi, baik tunggal maupun


kombinasi dengan pembedahan atau radioterapi, biasanya dilakukan setelah 3-4
minggu. Hasil kemoterapi dapat dilihat dari 2 aspek yaitu respons atau hilangnya
kanker (response rate) dan angka ketahanan hidup penderita (survival rate). Dari
aspek hilangnya kanker hasil kemoterapi dinyatakan dengan istilah-istilah yang lazim
dipakai yaitu :9,14

Sembuh (cured)
Respon komplit (complete response/CR): semua tumor menghilang untuk
jangka waktu sedikitnya 4 minggu
Respons parsial (partial response/PR): semua tumor mengecil sedikitnya 50
% dan tidak ada tumor baru yang timbul dalam jangka waktu sedikitnya 4
minggu
Tidak ada respons (no response/NR): tumor mengecil kuran dari 50 % atau
membesar kurang dari 25 %
Penyakit Progresif (progressive disese/PD): tumor makin membesar 25 % atau
lebih atau timbul tumor baru yang dulu tidak diketahui adanya
Disamping itu, dikenal suatu periode penderita terbebas dari penyakitnya
(disease free survival)
Pada beberapa tumor disamping ukuran tumor, perkembangannya dapat
dipantau berdasarkan kadar tumor marker.

17
Pola Regresi Tumor

Terdapat perbedaan pola regresi antara tumor perimer dan kelenjar getah
bening leher. Terjadi Complete Respons pada akhir dari radioterapi (62%) dan
meningkat menjadi 80% pada 2 bulan pasca radioterapi, sedangkan pada kelenjar
getah bening leher hanya CR 32% pada akhir radioterapi dan meningkat menjadi
76% pada 2 bulan setelah radioterapi. Jadi biopsi sebaiknya dilakukan 2 bulan setelah
radioterapi.7

18
BAB III
RINGKASAN

Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang insidennya cukup tinggi, terutama


pada ras Cina dimana didapatkan 30 orang penderita dalam 100.000 penduduk.
Diantara berbagai jenis kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan salah
satu jenis yang memiliki prognosis buruk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan
dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting lain.Diagnosis dan pengobatan
dini memegang peranan penting dalam keberhasilan terapi karsinoma
nasofaring.Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat
pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker.Tujuan kemoterapi adalah
untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganasnya. Kemoterapi bisa
digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor
apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan tumor yang
masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Dan
karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi ini.

19
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Pignon JP, Bourhis J, Domenge C. Chemotherapy added to locoregional treatment for


head and neck squamous-cell carcinoma, The Lancet , 2000; Vol 355: 949-55.
2. Chao SS. Modalities of surveillance in treated nasopharyngeal cancer; Otolaryngol
Head Neck Surg 2003; 129 :61-4.
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Binarupa
Aksara, Edisi 13, Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI, Indonesia 1994: 839-54.
4. Mulyarjo. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring, Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok- Kepala
Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya 2002: 38-47.
5. Lin HS, Fee WE. Malignant Nasopharygeal Tumors. http://www.emedicine.com. 2003.
6. Cody DT. Kern EB. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan; EGC, Jakarta 1993:
371-2.
7. Vijayakumar S, Hellman S;Advances in radiation oncology ; Lancet 1997: 349 (suppl
II): 1-3.
8. Suwitodiharjo S. Radioterapi pada Tumor Ganas Kepala dan Leher (Squamous Cell
Ca), Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok-Kepala Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/RSUD dr. Soetomo,
Surabaya 2002: 101-7.
9. Sukardja IGD. Onkologi Klinik , Edisi 2, Airlaga University Press, 2000: 243 55.
10. Lika L. Radiation therapy: Gale Encyclopedia of Medicine. Gale Research, 1999.
11. Kentjono WA, Kemoterapi pada Tumor Ganas THT-Kepala Leher Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher,
SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya November
2002,108- 21.
12. Chan TC, Teo PM; Nasopharyngeal Carcinoma : Review; Annals of Oncology 13:
2002; 1007-15.
13. Quinn FB, Ryan,WM; Chemotherapy for Head and Neck Cancer; Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology; April 16, 2003.
14. Manfred Schwab (Ed) Encyclopedia Refference of Cancer, Springer, Berlin, 2001: 195.
15. Skeel RT, Handbook of Cancer Chemoterapy, 3th Edition, Little, Brown and Company,

20
London, 1987; 59-78.

21

Anda mungkin juga menyukai