Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
berkembang berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari negara maju dan diduga 20%
dari bayi yang lahir di negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 25-
30% dari kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA. Kematian akibat penyakit
ISPA pada balita mencapai 12,4 juta pada balita golongan umur 0-5 tahun
setiap tahun diseluruh dunia, dimana dua pertiganya adalah bayi, yaitu
golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian ini terjadi di
Negara berkembang, adalah apabila angka kematian bayi berada diatas 40/1000
balita, atau proporsi akibat kematian akibat pneumonia pada balita diatas 20%.
Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%),
Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur
(28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi
2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (Riskesdas 2013).
menunjukkan bahwa kematian anak selama lima tahun sebelum survey (tahun
2008-2012) adalah 32 kematian per 1000 kelahiran hidup. Artinya, setiap satu
dari 31 anak yang lahir di Indonesia meninggal sebelum mencapai umur 1 tahun,
60% bayi mati terjadi pada umur 1 bulan, menghasilkan angka kematian
meninggal terjadi saat berumur 1-11 bulan, yang menghasilkan angka kematian
kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA
salah satu penyebab kematian tersering pada anak dinegara sedang berkembang.
bagian bawah yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan
menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun pada bayi di
bawah lima tahun dan bayi merupakan salah satu kelompok yang memiliki
(Probowo, 2012).
Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA, yaitu faktor
hunian rumah), faktor individu anak (umur anak, berat badan lahir, status gizi,
vitamin A dan status imunisasi) dan faktor perilaku keluarga dalam pencegahan
dan penangan ISPA pada anak (Kemenkes RI, 2002). Selain itu masih banyak
faktor yang menurut kepustakaan berperan pada terjadinya ISPA, antara lain
jenis kelamin, usia balita, status gizi, imunisasi, berat lahir balita, suplementasi
(Pediatri, 2012).
tengah tahun 2014 penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat yang
bagian atas sebanyak 29.854 kasus (profil kesehatan kabupaten Lombok tengah
tahun 2014).
Table 1.1 Rekapitulasi ISPA pada balita di Desa Sintung Wilayah Kerja
Puskesmas Bagu Kabupaten Lombok Tengah Bulan Agustus,
September, Dan Oktober Tahun 2016.
sintung wilayah kerja puskesmas bagu tahun 2016 cukup tinggi yaitu bulan
Agustus sebanyak : 131 kasus, bulan September sebanyak : 125 kasus dan
Table 1.2 rekapitulasi penyakit ISPA pada balita yang dilayani di puskesmas
bagu tahun 2014-2016.
No Tahun Jumlah Kejadian Ispa
1 2014 3.682
2 2015 4.046
3 2016 3.986
Sumber : laporan puskesmas tahun 2016
sintung wilayah kerja puskesmas bagu tahun 2014 cukup tinggi yaitu tahun :
3682 kasus, tahun 2015 sebanyak : 4.046 kasus dan tahun 2016 sebanyak :
3.986 kasus.
Berdasarkan Hasil Observasi wawancara Yang Dialakukan Peneliti Di
Menengah Atas (SMA) dan ada pula yang hanya menempuh pendidikan
sekolah dasar, dengan mata pencaharian sebagai petani, lebih banyak waktu
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
mengetahui pemahaman pada orang tua tentang penyakit ISPA, maka perlu
puskesmas bagu. Melihat tingginya angka kejadian ISPA yang masih tinggi.
ISPA. Upaya yang dilakukan oleh petugas puskesmas bagu berupa upaya
penyakit ispa ialah suatu upaya kita untuk mencegah terjadinyasuatu penyakit
Pencegahan ISPA Pada Balita Di Desa Sintung Wilayah Kerja Puskesmas Bagu
Tahun 2016 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tahun 2016.
Sintung.
1.4.1 Keilmuan
Manfaat bagi keilmuan pada penelitian ini adalah agar data ini
1.4.2 Metodelogi
pelayanan kesehatan.
1.4.3 Aplikatif
kerjanya.
Dalam penelitian ini tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) dengan prilaku pencegahan ispa pada balita di
desa sintung wilayah kerja puskesmas bagu tahun 2016, dimana dalam
penelitian ini, peneliti meneliti dua variabel yaitu variabel independen (bebas),
puskesmas bagu karena jumlah kejadian ISPA balita cukup tinggi dan
Judul Rancangan
No Nama Variabel Hasil
penelitian penelitian
1. Tingkat Nurul Variabel Observasional Hasil penelitian
pengetahuan qiaam ,dkk independen Deksriptif dan tersebut
ibu terhadap (2016). Tingkat desain studi cross menunjukkan bahwa
penyakit ispa pengetahua sectional pengetahuan ibu yang
(infeksi saluran n ibu cukup mengenai
pernapasan Variabel ISPA,
akut) pada dependen kejadian ISPA sangat
balita di ISPA dipengaruhi oleh
puskesmas tingkat pengetahuan
paruga kota ibu terhadap penyakit
bima Tahun ISPA.
2016
(Probowo, 2012). Hubungan kebiasaan merokok didalam rumah dengan kejadian ispa