Anda di halaman 1dari 8

engembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili
Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun demikian, kelapa sawit dapat tumbuh di
daerah tropis lainnya, termasuk di Indonesia.
Tanaman kelapa sawit memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena merupakan salah satu
tanaman penghasil minyak nabati. Bagi Indonesia, kelapa sawit memegang peranan penting
karena mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber perolehan
devisa negara. Pada tahun 2007, total ekspor CPO Indonesia dan produk turunannya sebesar
11,8 juta ton dengan nilai US $ 7,8 milyar, dan mampu menyerap tenaga kerja langsung
sebesar 3,3 juta KK (Republik Indonesia, 2008). Melihat prospek yang bagus tersebut,
pemerintah akan terus mendorong pengembangan kelapa sawit dengan menerapkan prinsip
sustainable development.
Sampai saat ini, Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia selain
Malaysia dan Nigeria. Pada tahun 2007, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
mencapai 6,78 juta ha dan produksi 17,37 juta ton CPO (BPS, 2008). Direktorat Jendral
Perkebunan (2005) memprediksi luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2009
adalah 7.125.331 ha, yang berarti akan terjadi peningkatan yang cukup signifikan bila
dibandingkan dengan yang ada sekarang.

Sub Sistem Input / Hulu (Up-Stream Agribusiness)


Komoditi kelapa sawit yang merupakan komiditi agribisnis andalan harus ditangani sedemikian
rupa sehingga pengembangan komoditi baik secara vertikal (melalui industri turunannya/hilir)
maupun secara horisontal (perluasan areal) dapat berjalan dengan baik untuk menopang
perekonomian nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, dukungan terhadap pelaksanaan
pengembangan komoditi ini, diantaranya pengadaan sarana produksi/saprodi, dirasakan sangat
penting agar dapat menunjang kelancaran dalam kegiatan operasional perkebunan kelapa
sawit.
Keberhasilan budidaya kelapa sawit sangat ditentukan oleh beberapa sarana produksi berikut
ini:
1. Bahan Tanaman
Benih/kecambah kelapa sawit, sebagai bahan tanaman (planting material) merupakan bagian
terpenting dalam menentukan keberhasilan. Penanaman kecambah berkarakteristik unggul,
akan menjamin pertumbuhan yang baikdan tingkat produktivitas tinggi, tentunya harus diikuti
pula denganperlakuan/manajemen, budidaya tanaman, dan lingkungan yang sesuai.
Belakangan ini sering terdengar beredarnya bibit palsu kelapa sawit. Hal ini terjadi karena
jumlah produksi benih/kecambah tidak sesuai dengan jumlah permintaan. Selain itu, masih
minimnya informasi tentang bahan tanaman yang baik dan benar, kemudian harga benih palsu
lebih murah, dan prosedur pembelian benih unggul yang dianggap konsumen terlalu
menyulitkan.
Pemalsuan benih kelapa sawit berakibat buruk terhadap masa depan perkebunan kelapa sawit
Indonesia. Penurunan produktivitas akibat penggunaan benih palsu baru akan terasa 4-5 tahun
kemudian. Jika tanaman dari benih palsu ini tidak diganti, produktivitas yang rendah akan
berlangsung selama siklus hidup tanaman kelapa sawit tersebut (sekitar 25 tahun).
Untuk menanggulangi benih kelapa sawit palsu, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah
melakukan sosialisasi penggunaan benih bermutu ke beberapa sentra kelapa sawit, antara lain
Riau, Lampung, Jambi, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Sosialisasi dilakukan pula
melalui Forum Komunikasi Produsen Benih Kelapa Sawit dan media massa seperti televisi. PPKS
juga melakukan kerja sama waralaba benih kelapa sawit, dengan menyediakan benih kelapa
sawit kepada penangkar benih (perkebunan swasta atau pengusaha), selanjutnya penangkar
benih membibitkannya sampai siap tanam dan kemudian menyalurkannya kepada masyarakat
(petani). Upaya ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh
benih bermutu, dan mengurangi peredaran benih palsu.
Mengingat ketersediaan benih legal sangat penting, maka perlu dipertimbangkan beberapa hal
berikut ini:
- Perlu ada ketegasan pemerintah dalam pelaksanaan Undang-Undang No 12 tahun
1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1995 tentang perbenihan.
- Meningkatkan pengawasan peredaran dan pengendalian mutu benih melalui
sosialisasi benih kelapa sawit bermutu.
- Meningkatkan kerja sama dengan aparat penegak hukum dalam penyidikan
pemalsuan benih, pelanggaran peredaran benih, dan penegasan pemberian
sanksi/hukuman..
- Sosialisasi aktif dari para produsen benih kelapa sawit kepada para pengusaha
dan calon pengusaha perkebunan / masyarakat luas dalam hal kewaspadaan
terhadap penggunaan benih kelapa sawit palsu.

- Adanya informasi yang akurat mengenai rencana perluasan areal tanam dan
penanaman ulang per tahun, agar produsen benih dapat mengoptimalkan produksi
benihnya, sehingga kebutuhan benih nasional dapat dipenuhi oleh produsen benih.
2. Alat-alat Mekanisasi Perkebunan
Penggunaan alat berat untuk operasional pembukaan lahan s angat diperlukan
mengingat usaha perkebunan kelapa sawit selalu menggunakan lahan yang cukup luas
sehingga tidak memungkinkan dilakukan pembukaan lahan secara manual.
Diharapkan penggunaan alat berat akan menghasilkan tanah olahan yang baik untuk
penanaman bibit kelapa sawit. Yang perlu dipikirkan oleh pemerintah dalam usaha
pengembangan agribisnis kelapa sawit ini adalah bagaimana ketersediaan alat alat berat untuk
mekanisasi bagi perkebunan rakyat atau petani kecil. Sistem plasma atau kemitraan dengan
perusahaan besar mungkin bisa dijadikan solusi untuk mengatasi hal ini.
3. Pupuk
Pupuk merupakan sarana produksi penting dalam budidaya kelapa sawit. Tanpa pupuk yang
memadai, tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar agribisnis kelapa sawit di negara ini
berlangsung dengan baik adalah menjaga ketersediaan pupuk dan standarisasi harga pupuk.
Disamping itu perlu melakukan penyuluhan dan pembinaan pada petani kecil akan pentingnya
penggunaan pupuk untuk budidaya kelapa sawit. Pembinaan dan pendampingan dapat juga
dilakukan oleh perusahaan inti, sehingga produktivitas dari petani plasma dapat menyamai
produktivitas perusahaan inti.

4. Pestisida
Kebersihan kebun haruslah tetap terjaga agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit.
Pengendalian dan pemberantasan gulma, hama dan penyakit harus dilakukan dengan intensif
agar hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Penggunaan pestisida untuk mengatasi hal ini sudah sering dilakukan, baik itu penggunaan
herbisida untuk gulma maupun fungisida dan insektisida untuk hama dan penyakit. Yang perlu
diperhatikan oleh petani maupun perusahaan perkebunan besar adalah bagaimana caranya
agar penggunaan pestisida tidak merusak lingkungan disekitarnya.
Pengendalian hama terpadu dan penggunaan pestisida organik barangkali bisa menjawab
masalah kerusakan lingkungan oleh bahan kimia. Oleh karena itu perlu memberikan
pemahaman dan kesadaran pada para petani maupun perusahaan perkebunan agar dapat
menggunakan pestisida organik atau pengendalian hama terpadu agar kelestarian lingkungan
dapat tetap terjaga

Sub Sistem Primer (On-farm Agribusiness/Production Process)


Untuk menciptakan perkebunan kelapa sawit yang baik dengan produktivitas dan mutu yang
tinggi, maka harus memperhatikan dan melakukan teknik budidaya yang
baik dan benar. Kegiatan ini terdiri dari:
1. Pembukaan lahan
Kegiatan pembukaan lahan harus dilakukan dengan baik dan benar. Yang perlu diperhatikan
adalah jangan melakukan pembakaran agar lingkungan disekitar tidak rusak dan terganggu.
Pemerintah dalam hal ini sudah membuat peraturan dan sangsi untuk pelanggaran ini, akan
tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan masih banyak pelanggaran hukum yang tidak
diantisipasi oleh pemerintah dengan sungguh sungguh sehingga masih ada para petani dan
perusahaan perkebunan yang diam diam tetap melakukan pembakaran dalam pembukaan
lahan. Barangkali ini PR bagi pemerintah untuk bersungguh sungguh dalam memberlakukan
aturan dan sangsi bagi pelaku pembakaran hutan.
2. Pembibitan dan Penanaman
Teknik pembibitan dan penanaman yang baik dan benar akan menghasilkan produktivitas
kelapa sawit yang tinggi baik jumlah maupun mutu. Seleksi bibit yang akan ditanam di
lapangan sangat menentukan keberhasilan budidaya kelapa sawit, disamping pengaturan jarak
tanam agar tanaman tidak bersaing dalam penyerapan hara dan intensitas cahaya matahari.
3. Pemeliharaan
Faktor yang ikut menentukan produktivitas dalam budidaya kelapa sawit adalah pemeliharaan
tanaman, meliputi penyiangan dan pemberantasan gulma, pemupukkan, pemangkasan,
pengendalian dan pemberantasan hama penyakit. Pemeliharaan parit, jalan dan gawangan
juga perlu diperhatikan agar apa yang diinginkan dapat tercapai.
4. Panen
Tujuan akhir dari budidaya kelapa sawit adalah panen. Yang harus diperhatikan dalam kegiatan
panen adalah buah yang akan dipanen harus sudah memenuhi kriteria matang panen agar
diperoleh CPO yang berkualitas. Cara panen dan manajemen panen seperti pengaturan tenaga
kerja, juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh pengusaha atau petani
perkebunan kelapa sawit
5. Pengangkutan Hasil Panen
Tandan buah segar harus segera diolah di pabrik, paling lama 24 jam setelah panen. Apabila
lewat dari 24 jam, maka kandungan asam lemak bebas meningkat dan akan menurunkan
kualitas CPO. Oleh karena itu, pengangkutan hasil panen harus tepat waktu agar kualitas CPO
dapat terjaga.

Sub Sistem Output / Hilir (Down-Stream Agribusiness)


CPO (Crude Palm Oil) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri pangan dan non
pangan. Beberapa keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati lain yaitu :
- Mempunyai kandungan gizi yang tinggi
- Memiliki kandungan karoten sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E
- Memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik pangan maupun non pangan.
Sebagai bahan baku industri pangan, CPO digunakan sebagai bahan baku minyak
goreng/makan, margarine, butter, shortening (bahan untuk membuat kue). Sedangkan untuk
industri non pangan, CPO digunakan untuk bahan baku obat-obatan, oleokimia, tekstil, kertas,
kosmetik, sabun, cat, lilin, dan belakangan ini sedang dipublikasikan penggunaan CPO sebagai
bahan campuran untuk bahan bakar atau biodiesel.
Melihat begitu banyaknya produk turunan dari kelapa sawit ini, memicu pemerintah untuk
menggalakkan agribisnis kelapa sawit dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, agar
dapat berkelanjutan.

Pemasaran Agribisnis (Marketing Agribusiness)


Pola pemasaran produk kelapa sawit di Indonesia adalah:
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Kegiatan pemasaran pada tingkat perkebunan rakyat ini dipengaruhi oleh keterbatasan lahan
petani yang berkisar antara 1-10 hektar. Produksi yang terbatas menyebabkan penjualannya
sulit dilakukan apabila langsung menjual ke processor/industri pengolah. Oleh karena itu, para
petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau
melalui koperasi (KUD) kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke processor/industri
pengolah.
2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta
Pemasaran produk kelapa sawit dalam bentuk olahan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak
inti sawit (PKO) pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui Kantor
Pemasaran Bersama (KPB). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran produk
kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Penjualan langsung kepada eksportir
ataupun industri dalam negeri.

Jasa layanan pendukung


Pengembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia memerlukan dukungan dari pemerintah,
baik dari segi pendanaan, peraturan, manajemen, pengembangan riset dan teknologi, maupun
infra struktur. Yang perlu diperhatikan adalah perkebunan rakyat dengan segala
keterbatasannya, diharapkan dapat mengelola kebunnya dengan baik.
Modal yang sangat diperlukan oleh petani maupun pengusaha perkebunan dapat diperoleh
melalui lembaga finansial/perbankan. Untuk petani kecil/perkebunan rakyat dapat bekerja
sama dengan koperasi agar mudah dalam mendapatkan kredit bank dan memperoleh suku
bunga yang lebih rendah dibanding bila peminjaman secara perorangan. Menjadi plasma pada
perkebunan besar juga dapat dijadikan alternatif agar pengelolaan kebun lebih terkontrol.
Peraturan pemerintah tentang perijinan, pengelolaan kebun dan pemasaran hendaknya tidak
menyulitkan pelaku agribisnis kelapa sawit, sehingga dapat merangsang investor menanamkan
modal dan menjalankan usahanya dengan nyaman. Diharapkan para investor ini akan membina
petani plasmanya dan memberikan penyuluhan, pembinaan dan pendampingan agar petani bisa
melaksanakan budidaya kelapa sawit yang baik dan benar.
Pengembangan riset dan teknologi diyakini merupakan salah satu pilar untuk meningkatkan
daya saing industri kelapa sawit Indonesia. Riset dan teknologi yang dibutuhkan pada dasarnya
terdiri diri riset bidang on-farm (pemuliaan dan budidaya), off-farm (pengolahan dan
pengembangan produk utama, produk samping, produk turunan, dan limbah) dan intermediate
(sosial ekonomi, pasar, kebijakan, dan lingkungan). Walaupun sudah dihasilkan berbagai
teknologi dan informasi mengenai ke tiga bidang tersebut, namun riset masih tetap difokuskan
pada bidang-bidang tersebut dengan lebih menekankan pada bagian-bagian yang mempunyai
dampak besar dan jangka panjang yang signifikan guna perbaikan daya saing industri minyak
sawit Indonesia.
Hal yang juga penting dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah terbangunnya infra
struktur berupa jalan dan jembatan sampai ke desa, agar pengangkutan saprodi dan TBS bisa
berjalan lancar. Pemerintah dapat bekerja sama dengan perkebunan besar mengenai
pembangunan infra struktur ini. Apabila jalan sudah terbangun, tranportasi tersedia, maka
akan mudah bagi petani/perkebunan rakyat mengangkut TBS, sehingga pada akhirnya petani
akan bersungguh-sungguh mengusahakan lahannya, dan akan berdampak pada peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan.

HENTIKAN GELIAT BISNIS BENIH SAWIT PALSU


Oleh :

Martin Sihombing

Tangkap, hukum, dan umumkan para pemalsu benih sawit. Jangan


didiamkan, dong, demikian isi e-mail saya dari seorang petani sawit. Dia
geram lantaran masalah benih palsu kelapa sawit di Tanah Air nyaris tidak
tuntas-tuntas. Dia pun salah satu korban. Kenaikan harga crude palm oil
(CPO), ternyata, tidak hanya memberikan efek positif. Harga yang
menggiurkan merangsang banyak orang berduit berduyun-duyun ingin
mengail untung dari komoditas itu. Maka, saat ini, banyak pengusaha yang
kasak-kusuk mencari lahan yang cocok untuk ditanami kelapa sawit.

Akibatnya, harga lahan sawit cepat terkoreksi. Di Riau, misalnya, satu


kaveling (ukuran empat hektare) yang beberapa waktu lalu berkisar di angka
Rp20-an juta, kini, yang termurah sudah Rp40-an juta. Bahkan, banyak
produsen minyak mentah sawit yang juga penghasil benih sawit, menaikkan
harga sawit. Mulai Juli lalu, harga benih naik dari Rp6.500 menjadi Rp9.000
per kecambah lantaran biaya produksi naik. Terutama untuk biaya penelitian.
Harga benih sawit yang dihasilkan sejumlah produsen dalam negeri sekitar
Rp 4.000-Rp10.000 per biji, sedangkan Malaysia menjual 1,7 ringgit,
sementara dari Kosta Rika US$1,5-US$2/biji.

Meningkatnya minat masyarakat dan dunia usaha untuk berinvestasi dalam


usaha pembibitan didorong oleh peningkatan permintaan CPO dan lainnya di
pasar lokal dan pasar dunia. Permintaan CPO meningkat dari tahun ke tahun
seiring dengan kegunaan yang begitu luas dari CPO dan akhir-akhir ini juga
sebagai salah satu bahan baku potensial untuk biofuel, substitusi ataupun
komplemen dari minyak diesel. Untuk memenuhi pesatnya pengembangan
kelapa sawit tersebut dibutuhkan penyediaan benih unggul dan bermutu
dalam jumlah besar. Berdasarkan hasil inventarisiasi ketersediaan benih
kelapa sawit untuk 2007 adalah sekitar 89 juta butir, sedangkan kebutuhan
mencapai 139 juta butir. Pada 2008, diperkirakan terjadi kekurangan benih
unggul dan bermutu sekitar 60 juta-70 juta biji/kecambah dari kebutuhan
sekitar 200 juta biji/kecambah, demikian hasil Rapat Sumber Benih Sawit
2008. Untuk menutupi defisit benih, kekurangan bibit tersebut dapat
dipenuhi dari impor benih dari negara penghasil benih seperti Malaysia,
Papua Nugini dan Kosta Rika.

Namun, kondisi serbakekurangan itu, justru menimbulkan efek negatif. Yakni


merebaknya perdagangan benih palsu. Banyak pihak yang memproduksi
benih dan mengedarkan benih yang tidak diproduksi sesuai dengan kaidah
produksi benih kelapa sawit yang sebenarnya. Untuk diketahui bahwa
benih/kecambah kelapa sawit yang benar (tidak palsu) adalah benih atau
kecambah yang diproduksi melalui proses hibridisasi oleh sumber-sumber
benih sesuai dengan ketentuan.

Tips aman mengenali benih kelapa sawit palsu

Ciri fisik bibit palsu:

1.Pertumbuhan bibit tidak seragam

2.Pertumbuhan bibit abnormal cukup tinggi

3.Pertumbuhan kurus dan lambat

4.Lebih mudah terserang OPT

Kerugian menggunakan benih palsu

Masa berbuah tanaman lebih lambat (48 bulan) normal 24-36 bulan

Produksi TBS rendah

Proses pengolahan tidak efisien karena banyaknya cangkang kosong

Pendapatan rendah

Sumber: Forum Komunikasi Pengawasan Benih Tanaman

Bukti awal

Selama 2004, ada 60.000 bibit sawit palsu yang diduga beredar di Kaltim.
Pada 2005, tercatat ada 30.000 bibit palsu. Belum lama ini, ditemukan
sebanyak 72.000 bibit kelapa sawit palsu yang ditemukan di Kecamatn
Karossa, Mamuju, Sulawesi Barat. Namun, benih itu sudah dimusnahkan oleh
gabungan petugas dari penyidik PPNS Sulbar, Balai Pengawasan dan
Pengembangan Mutu Benih Surabaya, dan kepolisian dari Polsek Karossa,
dan Sarudu. Pada 2 April lalu, di Pontianak, Kalbar marak beredar benih
palsu. Terakhir ditangkapnya 41.000 benih kelapa sawit palsu di Bandara
Supadio, Kalbar. Diperkirakan, pengiriman benih palsu itu bukan pertama
kali yang dilakukan oleh pelaku.

Bukti awal yang telah ditemukan yaitu pemalsuan dokumen dan pemalsuan
benih. Modus operandi yang dilakukan pelaku, barang dikirim dengan
menuliskan pada dokumen ekspedisi barang kiriman adalah spare part.
Menurut Yuzarmin Yusuf, Kepala Balai Pengawalan dan Pengujian Mutu Benih
Sumatra Barat, strategi penyebaran benih palsu semakin canggih. Hal ini
terbuktikan dari munculnya modus baru penyebaran benih kelapa sawit palsu
di Provinsi Sumatra Barat.

Benih yang tidak jelas asal usulnya dikemas dengan sangat menarik
menggunakan kotak kardus dengan merek Kosta Rika, DxP, Palm Oil Seed.
Pada kemasan tertera nama distributornya, Rimbah Sawit, Ltd, Johor Sdn
Bhd-5000, asal Malaysia. Bahkan dibubuhi dengan stempel dari Pusat
Penelitian Malaysia untuk lebih meyakinkan konsumen terhadap keunggulan
produk ini.

Benih tersebut dijual dengan harga Rp650.000/250 butir, sedangkan per


butirnya dijual Rp4.000. Artinya, harga benih per butirnya masih di bawah
harga benih legal terendah, milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), yang
dijual seharga Rp4.500/butir kecambah. Benih ini konon telah beredar luas di
Kabupaten Damas Raya, Pasaman Barat, Pesisir Selatan dan di jual di pasar
tradisional atau di toko-toko pertanian.

Menurut Yuzarmin, di lapangan, konon para pedagang menginformasikan


kepada pembeli bahwa benih tersebut berasal dari Kosta Rika yang
diseludupkan dan dikemas di Malaysia serta dijamin kualitasnya, tanaman
yang bakal dihasilkan cukup memuaskan. Sehingga, katanya, dari informasi
tersebut dapat disimpulkan bahwa benih tersebut masuk secara ilegal ke
wilayah Malaysia dari Kosta Rika. Kemudian masuk secara ilegal ke wilayah
Indonesia setelah pengemasan. Karena Pemerintah Indonesia tidak pernah
mengeluarkan izin impor benih untuk diperjualbelikan kembali dan melalui
negara perantara.

Indonesia perlu serius menangani peredaran benih palsu. Aksi itu


mengancam posisi Indonesia selaku produsen terbesar CPO. Bahkan
menurunkan minat investor, terutama skala menengah. Akibatnya, iklim
investasi kita pun akan dinilai tidak kondusif. Apalagi, alat untuk
menghentikan aksi itu bukan tidak ada. Misalnya menggunakan KUHP. Di
mana pelaku bisa dikenai hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar
dengan jeratan Pasal 378 KUHP mengenai penipuan dengan ancaman pidana
penjara paling lama 4 tahun. Pelaku juga bisa dikenakan UU No. 12 Tahun
1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman, Pasal 16 dan Pasal 60 ayat 1c dan i,
dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.

Sumber : Bisnis Indonesia, 12 Agustus 2008

Anda mungkin juga menyukai