DEFINISI
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, ber
upa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hin
gga beberapa jam (kebanyakan 1020 menit) tapi kurang dari 24 jam disebut sebagai serangan i
skemia otak sepintas (TIA: Transient Ischaemia Attack) (Mansjoer, 2000)
B. KLASIFIKASI
a. Stroke hemoragik
Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh
pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi
dua yaitu (Arif Muttaqin, 2008):
1. Pendarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.
2. Pendarahan subrakhnoid (PSA)
pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala
nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput otak
lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal ( hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya). Otak
dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di
hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses
metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
3. Pendarahan subdural
Pendarahan subdural adalah perdarahan yg terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging
veins) yg menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau
karena robeknya arakniodea. Peda penderita perdarahan subdural akakn di jumpai gejala: nyeri
kepala, ketajaman penglihatan menurun akibat edema papil yg terjadi, tanda-tanda deficit
neurologik daerah otak yg tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu, berbulan-bulan stelah
terjadi trauma kepala.
b. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan,
kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
1. TIAS (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala
akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu..
3. stroke in Evolution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin
berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa
hari.
4. Complete Stroke
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
(Sumber : Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta)
C. ETIOLOGI
Menurut Kusuma, H. & Nurarif, A. H. (2012) penyebab stroke antara lain
a. Trombosis
Bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher : Ateriosklerosis serebral
b. Embolisme serebral
Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang
lain : endokarditis, penyakit jantung reumatik, infeksi polmonal
c. Iskemia
Penurunan aliran darah ke otak : konstriksi ateroma pada arteri
d. Hemoragi serebral
Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak
atau ruang sekitar otak
Semua faktor resiko di atas masih dapat dikendalikan, namun ada juga faktor resiko
stroke yang tidak dapat diubah atau dikendalikan. Faktor Resiko stroke yang tak dapat
diubah yaitu :
1. Riwayat keluarga.
Memiliki riwayat keluarga stroke meningkatkan kemungkinan seseorang terserang
stroke.
2. Usia dan jenis kelamin.
Semakin tua Anda, semakin besar kemungkinan Anda untuk mengalami stroke.
Untuk usia 65 dan lebih tua, laki-laki berada pada risiko yang lebih besar daripada
wanita.
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan.
Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit
bicara (disatria).
Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya
daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara
orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain,namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan
lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan
dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah
ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari
yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan
pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan
terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Data yang dikumpulkan akan bergantung pada letak, keparahan, durasi patologi.
A. Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko, keadaan biopsiko-sosio-
spiritual
B. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kesulitan untuk melakukan aktivitas karena 'kelemahan, kehilangan
sensori atau paralisis
Tanda : gangguan tonus otot dan kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran
C. Sirkulasi
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural,
Tanda : Hipertensi, frekuensi nadi bervariasi disritmia
D. Integritas Ego
Gejala : perasaan tidak berdaya, putus asa
Tanda : emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri
E. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih, distensi abdomen
F. Makanan / Cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi, adanya riwayat
diabetes, peningkatan lemak dalam daraH
Tanda : kesulitan menelan, obesitas
G. Neurosensori
Gejala : pusing, nyeri kepala, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
Tanda : status mental / tingkat kesadaran : coma ekstremitas lemah, paralise
wajah, aphasia, pendengaran, reflek pupil dilatasi
H. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah
I. Pernafasan
Gejala : merokok (faktor risiko)
Tanda : batuk, ketidakmampuan menelan, hambatan jalan nafas, ronki
J. Keamanan
Gejala : gangguan dalam penglihatan perubahan persepsi terhadap orientasi
tempat tubuh, gangguan berespon terhadap panas dan dingin.
K. Interaksi Sosial
Tanda : gangguan dalam berbicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
L. Penyuluhan
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi
Diagnosa dan intervensi keperawatan
1 Perubahan perfusi jaringan
1) Dapat dihubungkan dengan : interupsi aliran darah, vasospasme serebral,
edema serebral
2) Kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan tingkat kesadaran, perubahan dalam
respon motorik/sensorik; gelisah, perubahan tanda-tanda vital.
3) Kriteria Evaluasi
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik / sensori
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
4) Intervensi keperawatan
(1) kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma
atau menurunnya perfusi jaringan otak
R/ mempengaruhi intervensi
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP
(3) Pantau tanda-tanda vital
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada
daerah vasomotor otak
(4) Evaluasi pupil : ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak
tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh
keseimbangan antara persyaratan simpatis dan parasimpatis yang
mempersarafinya
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang
pandang
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang
terkena dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko
terjadinya perdarahan
(10) Kaji adanya kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan
serangan kejang
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan
adanya peningkatan TIK /trauma serebral yang memerlukan perhatian dan
intervensi selanjutnya.
Kolaborasi
- Beri oksigen sesuai indikasi
- Beri obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
2 Kerusakan mobilitas fisik
1) Dapat dihubungkan dengan : keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
2) Kemungkinan dibuktikan oleh : ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam
lingkungan fisik, kerusakan koordinasi
3) Kriteria evaluasi
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
- Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas
- Mempertahankan integritas kulit
4) Intervensi keperawatan
(1) kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara fungsional /
luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur
R/ mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan
(2) Ubah posisi pasien etiap 2 jam
R/ menurunkan risiko terjadinya trauma / iskemia jaringan
(3) Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika
pasien dapat mentoleransinya
R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional
(4) Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua
ekstremitas
R/ : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur
(5) Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak,
sesuai indikasi
R/ : penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya
subluksasi lengan
(6) Evaluasi penggunaan dari / kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi
R/ : kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat
dibandingkan dengan otot ekstensor
Tindakan Kolaborasi
- berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan
pasien
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC,
Jakarta
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat, Jakarta.
Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.
Brunner and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal Bedah,EGC, Jakarta.
Brunner, I, S dan Suddarnth, Drs (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Vol2
Jakarta: EGC
Carwin, J, E (2001) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Muttaqin. A (2008), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:
Salemba Medika
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna
Publishing.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.