Anda di halaman 1dari 1

Indonesia berada dalam kekacauan. Rakyat hidup dalam kemiskinan, sementara yang kaya memamerkan kekayaan mereka.

Presiden Soekarno sedang sakit


dan hampir mati. Sementara itu, konsep politiknya, Nasakom telah menyebabkan pertumbuhan besar anggota PKI. Partai yang mencoba melakukan kudeta pada
tahun 1948 ini telah menyerang dan membunuh orang di seluruh negeri. Presiden yang telah melemah juga dimanipulasi oleh partai ini. PKI telah merekayasa
cerita, berdasarkan Dokumen Gilchrist yang palsu, bahwa Dewan Jenderal sedang mempersiapkan kudeta bila Soekarno mati. Aidit (Syubah Asa), Syam, dan
kepemimpinan Partai Komunis diam-diam berencana untuk menggunakan ini sebagai alasan untuk kudeta mereka sendiri. Pangkat dan barisan anggota Partai ini
menerima penjelasan dari pimpinan, dan dengan bantuan para prajurit dan perwira yang "berpikiran-maju" (sebagian besar dari Angkatan Udara), bekerja untuk
mengumpulkan kekuatan Partai. Mereka berencana untuk menculik tujuh jenderal (yang dikatakan sebagai anggota Dewan Jenderal), merebut kota, dan
mengamankan Soekarno. G30S yang baru diberi nama kemudian memulai pelatihan. Para anggota sayap kanan dalam Angkatan Darat yang tidak menyadari
kudeta yang akan terjadi ini, hidup bahagia dengan keluarga mereka. Pada saat mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang salah, mereka sudah terlambat.

Pada malam 30 September-1 Oktober, tujuh unit dikirim untuk menculik para jenderal yang terkait dengan Dewan Jenderal tersebut. Nasution berhasil melarikan
diri melompati tembok, sementara atase militer Pierre Tendean datang berlari keluar, memegang pistol; Tendean dengan cepat ditangkap, dan ketika ditanya di
mana Nasution, mengaku dirinya adalah jenderal tersebut. Yani, yang melawan, tewas di rumahnya; Mayor Jenderal MT Haryono mendapat nasib yang sama.
Kepala Jaksa Militer Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen Siswondo Parman, dan Letnan Jenderal Soeprapto ditangkap. Brigadir Jenderal DI Pandjaitan ikut dengan rela,
tetapi ketika dia berdoa terlalu lama sebelum memasuki truk dia dibunuh. Mayat dan tahanan yang dibawa ke kamp G30S/PKI di Lubang Buaya, di mana para
korban yang tersisa disiksa dan dibunuh. Tubuh mereka kemudian dilemparkan ke dalam sumur. Pagi berikutnya, anak buah Letnan Kolonel Untung mengambil
alih kantor RRI dan memaksa staf di sana untuk membaca pidato Untung yang menyatakan bahwa G30S telah bergerak untuk mencegah kudeta oleh Dewan
Jenderal dan mengumumkan pembentukan "Dewan Revolusi". Anak buah G30S/PKI lain pergi ke istana untuk mengamankan presiden tetapi menemukan bahwa
ia telah pergi meninggalkan istana. Di pangkalan Halim, Presiden berbicara dengan para pemimpin G30S dan menyatakan bahwa ia akan mengambil kontrol
penuh dari Angkatan Darat. Pidato radio lain kemudian segera dibacakan, menguraikan komposisi Dewan Revolusi yang baru dan mengumumkan perubahan
hierarki Angkatan Darat. Para pemimpin G30S mulai merencanakan pelarian mereka dari Halim, yang harus dilakukan sebelum tengah malam.

Soeharto (Amoroso Katamsi), yang dibangunkan pagi buta, membantah pengumuman Untung, menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada Dewan Jenderal dan
membuat catatan-catatan tambahan tentang hakikat G30S. Karena ada kekosongan kekuasaan dengan meninggalnya Yani, Soeharto mengambil kendali
sementara Angkatan Darat dan mulai merencanakan serangan-balik dengan anak buahnya; namun bagaimanapun dia tidak mau memaksakan pertempuran. Dia
malah menyatakan bahwa ia akan memberikan pengumuman lewat radio, yang disampaikan setelah pasukan yang setia kepadanya merebut kantor RRI.
Pengumuman ini menguraikan situasi kala itu, menggambarkan G30S sebagai kontra-revolusioner, dan menyatakan bahwa Angkatan Darat akan berurusan
dengan kudeta ini. Tak lama kemudian para pemimpin kudeta melarikan diri dari Halim, dan pasukan Soeharto merebut kembali pangkalan udara tersebut.
Beberapa waktu kemudian, pasukan di bawah kepemimpinan Soeharto menyerang sebuah markas G30S/PKI. Sementara tentara yang berafiliasi dengan PKI
melawan, pimpinan Partai lolos dan melarikan diri, berencana untuk melanjutkan perjuangan mereka di bawah tanah.

Soeharto kemudian segera dipanggil ke istana kedua di Bogor untuk berbicara dengan Soekarno. Di sana, presiden mengatakan bahwa ia telah menerima
jaminan dari Marsekal Udara Omar Dani bahwa Angkatan Udara tidak terlibat dalam kudeta ini. Soeharto membantah pernyataan tersebut, mencatat bahwa
persenjataan gerakan ini adalah seperti orang-orang dari Angkatan Udara. Pertemuan ini akhirnya menghasilkan konfirmasi pengangkatan Soeharto sebagai
pemimpin Angkatan Darat, bekerja sama dengan Pranoto Reksosamodra. Dalam investigasi mereka terhadap peristiwa kudeta ini, Angkatan Darat menemukan
kamp di Lubang Buaya - termasuk tubuh para jenderal, yang dikeluarkan sembari Soeharto menyampaikan pidato menggambarkan kudeta ini dan peran PKI di
dalamnya. Jenazah para jenderal kemudian dimakamkan di tempat lain dan Soeharto memberikan pidato hagiografi, di mana ia mengutuk G30S PKI dan dan
mendesak masyarakat Indonesia untuk melanjutkan perjuangan jenderal-jenderal yang telah meninggal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai