Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
Divertikulosis adalah suatu kondisi di mana terbentuknya kantong kecil yang disebut
divertikula pada titik-titik lemah di dinding usus besar.
Divertikulosis umumnya terjadi pada usia tua, sekitar 10% orang dewasa usia lebih dari 40
tahun dan 50% orang dewasa usia 60-80 tahun mengalami divertikulosis. Perbedaan jenis kelamin
tidak mempengaruhi jumlah angka kejadian. Divertikulosis paling umum terjadi di bagian bawah
dari usus besar, terutama pada kolon sigmoid. Bila terjadi peradangan, maka kondisi ini disebut
divertikulitis, sekitar 10%-25% orang dengan divertikulosis menderita divertikulitis.
Kebanyakan orang yang menderita divertikulosis tidak mengalami keluhan atau gejala, bila
sudah terdapat keluhan atau gejala maka disebut penyakit divertikular. Divertikulosis sering
ditemukan saat tes seperti kolonoskopi yang dilakukan dengan alasan yang tidak terkait karena
penyakit ini seringkali tidak menimbulkan gejala.
Tujuan utama dari terapi adalah untuk mengatasi gejala dan mencegah terjadinya
komplikasi. Meningkatkan asupan serat dengan konsumsi makanan tinggi serat atau suplemen
serat dapat membantu. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah probiotik
efektif dalam mengobati divertikulosis, jika gejalanya parah atau terdapat komplikasi, maka
diperlukan antibiotik intravena, istirahat usus dengan puasa, atau operasi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Divertikulosis adalah suatu kondisi di mana terbentuknya kantong kecil yang disebut
divertikula pada titik-titik lemah di dinding usus besar. Divertikulosis paling umum terjadi di
bagian bawah usus besar, terutama pada kolon sigmoid. Bila terjadi peradangan, maka kondisi ini
disebut divertikulitis.

2.2 Epidemiologi
Penyakit divertikular jarang ditemukan di negara-negara berkembang namun umum terjadi
di masyarakat negara maju, terdapat sekitar 130.000 orang yang dirawat inap setiap tahunnya di
Amerika Serikat.1 Prevalensi divertikulosis serupa pada pria dan wanita dan meningkat seiring
bertambahnya usia, berkisar antara sekitar 10% pada orang dewasa yang berusia 40-50 tahun dan
70% pada orang dewasa yang berusia 80 tahun atau lebih.2,3 Pasien dengan divertikulitis, 80%
berusia 50 tahun atau lebih.4 Penyakit ini menyerang kolon sigmoid di lebih dari 90% pasien.5

2.3. Etiologi
Meski tidak terbukti, teori yang dominan penyebab penyakit divertikular adalah diet rendah
serat. Penyakit divertikular sering terjadi di negara maju, khususnya Amerika Serikat, Inggris, dan
Australia di mana diet rendah serat banyak dikonsumsi. Penyakit ini jarang terjadi di Asia dan
Afrika, di mana kebanyakan orang makan makanan dengan serat yang tinggi.
Serat adalah bagian dari buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian yang tidak bisa dicerna oleh
tubuh. Terdapat dua jenis serat, ada yang disebut serat larut, serat ini larut dalam air dan menjadi
lembut seperti agar. Serat tak larut melewati usus tanpa mengalami perubahan bentuk. Kedua jenis
serat ini membantu mencegah terjadinya sembelit dengan membuat tinja yang menjadi lembut dan
mudah untuk lewat.
Konstipasi atau tinja keras dapat menyebabkan orang mengejan saat sedang BAB.
Mengejan dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada usus besar, sehingga lapisan usus besar
menonjol keluar melalui titik-titik lemah di dinding usus besar. Tonjolan ini adalah divertikula.

6
Kurang olahraga juga dapat dikaitkan dengan risiko pembentukan divertikula yang lebih
besar, walaupun alasan untuk hal ini tidak dipahami dengan baik. Penyebab lain mungkin kontraksi
abnormal dan spasme otot di dinding colon. Obesitas dan beberapa obat juga telah dikaitkan
dengan divertikulosis.

2.4 Patofisiologi
Divertikula adalah herniasi mukosa yang menonjol melalui lapisan usus dan otot polos di
sepanjang bukaan alami yang dibentuk oleh vasa recta atau pembuluh di dinding usus besar. True
diverticula mengandung semua lapisan dinding gastrointestinal, yaitu lapisan mukosa, muscularis
propria, dan adventitia misalnya, divertikulum Meckel. False diverticula, atau pseudodivertikula
tidak mengandung lapisan otot atau adventitia, hanya melibatkan lapisan submukosa dan mukosa.
Divertikula dapat terjadi di mana saja di saluran cerna tetapi paling sering terjadi di usus besar,
terutama kolon sigmoid, hal ini disebabkan oleh kolon sigmoid yang memiliki tekanan
intraluminal tertinggi.
Divertikula yang ditemukan di kolon kiri terutama di sigmoid, biasanya merupakan
pseudodivertikula, dan biasanya ditemukan pada populasi di negara barat. Divertikula sisi kanan
dan caecal biasanya ditemukan pada orang-orang keturunan Asia. Divertikula caecal umumnya
jarang terjadi dibandingkan dengan yang ditemukan di kolon kiri.2
Penyebab terjadinya peradangan pada divertikula/ divertikulitis masih belum jelas. Bahan
makanan atau partikel makanan yang tercemar dapat terkumpul dalam divertikulum, sehingga
menyebabkan penyumbatan. Obstruksi ini dapat menyebabkan distensi divertikula sekunder akibat
adanya sekresi mukus dan pertumbuhan dari flora normal di kolon. Gangguan vaskular dan
mikroperforasi atau makroperforasi kemudian terjadi. Sebagai alternatif, peningkatan tekanan
intraluminal atau partikel makanan yang terkumpul akan menyebabkan erosi dinding divertikular,
mengakibatkan peradangan, nekrosis fokal, dan perforasi. Penyakin ini lebih ringan bila hanya
terjadi perforasi kecil pada dinding lemak perikolik dan mesenterium. Namun, perforasi yang lebih
besar dan lebih luas dapat menyebabkan pembentukan abses, ruptur usus, ataupun peritonitis.
Pembentukan fistula adalah komplikasi divertikulitis. Fistula ke organ yang berdekatan dan
kulit dapat terjadi, terutama dengan adanya abses. Pada pria, fistula koletikular adalah yang paling
umum. Pada wanita, uterus diselingi antara usus besar dan kandung kemih, dan komplikasi ini
hanya terlihat setelah histerektomi. Rahim menghalangi pembentukan fistula dari kolon sigmoid

7
ke kandung kemih. Namun, fistula colovaginal dan colocutaneous dapat terbentuk namun jarang
terjadi.
Serangan berulang divertikulitis dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut, yang
menyebabkan penyempitan dan penyumbatan pada lumen kolon.
Patogenesis divertikulitis tidak pasti. Namun, stasis atau obstruksi pada
pseudodivertikulum berleher sempit dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih bakteri dan
iskemia jaringan lokal, temuan yang serupa dengan yang dijelaskan pada appendiks. Anaerobes
(termasuk bakterioides, pepto- streptococcus, clostridium, dan fusobacterium species) adalah
organisme yang paling sering diisolasi. Aerobes Gram-negatif, terutama Escherichia coli, dan
bakteri gram positif fakultatif, seperti streptokokus, juga sering dikultuskan.12
Divertikulitis complicated hadir saat ada abses atau phlegmon, formasi fistula, penyakit
ketat, obstruksi usus, atau peritonitis. Peritonitis umum dapat terjadi akibat pecahnya abses
peridiverticular atau dari pecahnya divertikulum bebas. Hanya 1 sampai 2% pasien yang hadir
untuk evaluasi mendesak memiliki perforasi bebas. Obstruksi kolon kelas tinggi, meski relatif
jarang terjadi, dapat terjadi akibat pembentukan abses atau edema atau dari pembentukan striktur
setelah serangan berulang terhadap divertisitas.13 Obstruksi usus kecil dapat terjadi beberapa yang
lebih sering, terutama di hadapan dari abses peridivertikular besar.
Konsekuensi dari divertikulitis mungkin lebih parah pada pasien dengan immunocompromised,
termasuk mereka yang telah menjalani transkripsi organ, memiliki infeksi virus kekebalan tubuh
manusia, atau menggunakan kortikosteroid. Pasien-pasien ini mungkin memiliki tanda dan gejala
atipikal, lebih cenderung memiliki perforasi bebas, cenderung mendapat respons terhadap
manajemen konservatif, dan memiliki risiko komplikasi dan kematian pascaoperasi yang lebih
tinggi daripada pasien yang imunokompeten. 2,14

8
Figure 1. Colonic Diverticula. Colonic diverticula have narrow necks that can be easily obstructed by fecal
matter. Obstruction of the neck sets a cascade of events in motion that may include distention of the sac, bacterial
overgrowth, vascular compromise, and perforation. When perforations occur, they are often contiguous with
other tissues or organs, such as the omentum, mesocolon, bladder, or small bowel. Some perforations are
localized and contained, whereas others may invade the skin or erode into adjacent viscera, causing fistulas.
Fistulization most frequently involves the colon and bladder (in up to 65% of cases), although the bladder is a
less frequent site in women if the uterus is present.

2.5 Diagnosis
Divertikulosis jarang menimbulkan gejala sehingga sering ditemukan secara tidak sengaja
pada pemeriksaan penunjang seperti kolonoskopi. Divertikulosis dan penyakit divertikular dapat
juga didiagnosis dengan barium enema (x-ray). Divertikulitis biasanya ditegakkan melalui
pemeriksaan ct-scan abdomen.
Pada anamnesis, pemeriksa akan menanyai tentang BAB, nyeri, gejala-gejala lainnya, diet
dan pengobatan. Pada pemeriksaan fisik biasanya dilakukan rectal toucher, dengan memakai
handscoen dan tangan yang telah dilumuri gel, tangan pemeriksa dimasukkan pada rektum pasien
untuk menilai nyeri tekan, hambatan, atau adanya darah. Pemeriksa juga dapat melakukan
pemeriksaan tinja untuk tanda-tanda pendarahan dan darah untuk tanda-tanda infeksi.
Manifestasi klinis dari diverikulitis kolon akut bervariasi dengan tingkat proses penyakit.
Dalam kasus klasik, pasien melaporkan obstipasi dan nyeri ab- dominal yang melokalisasi ke
kuadran kiri bawah. Kepenuhan abdominal atau perirectal, atau "efek massa," mungkin tampak

9
jelas. Demam tingkat rendah biasa terjadi, seperti halnya leukositosis. Pasien dengan perforasi
bebas mengalami iritasi peritoneal, termasuk nyeri tekan abdomen yang dimulai tiba-tiba dan
menyebar dengan cepat untuk melibatkan seluruh perut dengan menjaga dan menginsulasi
kekeruhan. Peritonitis merupakan indikasi eksplorasi emergensi.
Jika pemriksa curiga divertikulitis, dapat dilakukan salah satu pemeriksaan radiologi
berikut ini:
1. USG Abdomen.
Gelombang suara dikirim ke usus besar melalui probe yang diletakkan diatas perut pasien.
Gelombang suara memantul dari usus besar dan organ lainnya dan gemanya membuat
impuls listrik yang menciptakan gambar yang disebut sebuah sonogram pada monitor
video. Jika ada peradangan di divertikula, gelombang suara akan memantul sehingga
lokasinya dapat terlihat.

2. Ct-scan
Pemeriksaan menggunakan CT-scan dapat dengan menggunakan kontras atau tanpa
kontras. Pemeriksaan ini biasanya menunjukkan komplikasi dari diverkulitis seperti
perforasi atau abses.
Manifestasi klinis divertikulitis kolon akut bervariasi dengan penyebaran proses penyakit.
Dalam kasus klasik, pasien melaporkan obstipasi dan nyeri perut yang terlokalisir di kuadran kiri
bawah. Perut atau perirektal yang membesar, atau "efek massa", mungkin terlihat jelas. Demam
rendah sering terjadi, seperti leukositosis. Pasien dengan perforasi bebas mengalami iritasi
peritoneal, termasuk nyeri tekan abdomen yang timbul tiba-tiba dan menyebar cepat meliputi
seluruh abdomen dengan tahanan dan kekakuan. Peritonitis merupakan indikasi untuk dilakukan
eksplorasi darurat.

Stadium
Tingkat keparahan divertikulitis sering dinilai dengan menggunakan kriteria Hinchey
(Gambar 2), walaupun sistem klasifikasi ini tidak memperhitungkan efek kondisi koeksistensi
pada keparahan penyakit atau hasil. Risiko kematian kurang dari 5% pada kebanyakan pasien
dengan divertikulitis stadium 1 atau 2, kira-kira 13% untuk pasien yang berada di stadium 3 dan
43% untuk pasien dengan stadium 4.15

10
Pencitraan dan Endoskopi
Pemeriksaan CT direkomendasikan sebagai pemeriksaan radiologis awal (Gambar 3).
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas tinggi (sekitar 93-97%) dan spesifitas mendekati 100%
untuk diagnosis16, 17, dan memungkinkan penggambaran pada penyebaran proses penyakit.18, 19
Pada kasus jarang, jika sulit untuk membedakan antara divertikulitis dan karsinoma, studi kontras
terbatas pada kolon desendens dan rektum dengan penggunaan bahan kontras mudah larut dapat
membantu. Adanya divertikula, inflamasi pada jaringan lemak perikolik atau jaringan lainnya,
penebalan dinding usus lebih dari 4 mm, atau abses peridivertikular besar kemungkinan
divertikulitis.2 Pemeriksaan CT juga dapat menunjukkan proses penyakit lain yang menyebabkan
nyeri pada perut bagian bawah, seperti apendisitis, abses tubo-ovarian, atau penyakit Crohn.
Kolonoskopi dan sigmoidskopi biasanya dihindari jika curiga terjadi divertikulitis akut
karena risiko terjadi perforasi atau eksaserbasi lain dari proses penyakit. Pendapat para ahli
mendukung dilakukannya pemeriksaan ini jika proses akut telah diatasi, biasanya sekitar setelah 6
minggu, untuk menyingkirkan adanya penyakit lain, seperti kanker dan penyakit radang usus.

. Diagnosis Because it does not usually cause symptoms, diverticulosis is often found when a test such as
a colonoscopy is done for an unrelated reason. Diverticulosis and diverticular disease can also be diag-
nosed with a barium enema (x-ray scan). Diverticulitis is usually di- agnosed with a computed
tomography scan of the abdomen.

. When taking a medical history, the doc- tor may ask about bowel habits,
pain, other symptoms, diet, and medications. The physical exam usually
involves a digital rectal exam. To perform this test, the doctor inserts a
gloved, lubricated finger into the rectum to detect tenderness, blockage, or
blood. The doctor may check stool for signs of bleeding and test blood for
signs of infection. If diver- ticulitis is suspected, the doctor may order one
of the following radiologic tests:
. Abdominal ultrasound. Sound waves are sent toward the colon
through a handheld device that a technician glides over the abdomen.
The sound waves bounce off the colon and other organs, and their echoes
make electrical impulses that create a picturecalled
. a sonogramon a video monitor. If the diverticula are inflamed, the

11
sound waves will also bounce off of them, showing their location.
. Computerized tomography (CT) scan.
. The CT scan is a noninvasive x ray that produces cross-section images of
the body. The doctor may inject dye into a vein and the person may be
given a similar mixture to swallow. The person lies on a table that slides
into a donut- shaped machine. The dye helps to show complications of
diverticulitis such as perforations and abscesses.
.
. The clinical manifestations of acute colonic diver- ticulitis vary with the extent of
the disease process. In classic cases, patients report obstipation and ab- dominal
pain that localizes to the left lower quad- rant. An abdominal or perirectal fullness,
or mass effect, may be apparent.. A low-grade fever is common, as is
leukocytosis. Patients with free perforation have peritoneal irritation, including
marked abdominal tenderness that begins suddenly and spreads rapidly to involve
the entire abdomen with guarding and involun- tary rigidity. Peritonitis is an
indication for emer- gency surgical exploration.

. Staging
. The severity of diverticulitis is often graded with the use of Hincheys criteria
(Fig. 2), although this classification system does not take into account the effects
of coexisting conditions on disease sever- ity or outcome. The risk of death is less
than 5% for most patients with stage 1 or 2 diverticulitis, ap- proximately 13% for
those with stage 3, and 43% for those with stage 4.15
.

12
.
Figure 2. Hinchey Classification Scheme.

. Patients with stage 1 disease have small, confined pericolic or mesenteric abscesses, whereas those
with stage 2 disease have larger abscesses, often confined to the pelvis. Stage 3 disease, or perforated
diverticulitis, is pres- ent when a peridiverticular abscess has ruptured and caused purulent peritonitis.
Rupture of an uninflamed and unobstructed diverticulum into the free peritoneal cavity with fecal
contamination, the so-called free rup- ture, signifies stage 4 disease and carries the highest risk of an
adverse outcome
.
. Imaging and Endoscopy
Computed tomography (CT) is recommended as the initial radiologic examination
(Fig. 3). It has high sensitivity (approximately 93 to 97%) and specificity
approaching 100% for the diagno- sis,16,17 and it allows delineation of the extent of
the disease process.18,19 In occasional cases, when
. it is difficult to distinguish between diverticulitis and carcinoma, limited contrast
studies of the de- scending colon and rectum with the use of water- soluble
contrast material may be helpful. The pres- ence of diverticula, inflammation of
the pericolic fat or other tissues, bowel-wall thickness of more than 4 mm, or a
peridiverticular abscess strongly suggests diverticulitis.2 CT may also reveal other
disease processes accounting for lower abdominal pain, such as appendicitis, tubo-
ovarian abscess, or Crohns disease.
. Colonoscopy and sigmoidoscopy are typically avoided when acute diverticulitis is

13
suspected be- cause of the risk of perforation or other exacerba- tion of the disease
process. Expert opinion is in favor of performing these tests when the acute
process has resolved, usually after approximately 6 weeks, to rule out the presence
of other diseases, such as cancer and inflammatory bowel disease.
.
.
. n engl j med 357;20 www.nejm.org november 15, 2007
. The New England Journal of Medicine Downloaded from nejm.org on September 14, 2017. For
personal use only. No other uses without permission. Copyright 2007 Massachusetts Medical
Society.

14
D
Figure 3. CT Scans of the Colon in Four Patients with Diverticulitis of Varying Severity.
. Panel A shows diverticula (arrow) and evidence of in- flammation and wall thickening (arrowhead),
findings that are consistent with Hinchey stage 1 disease. Panel B shows a peridiverticular abscess
(circled), a finding consistent with stage 2 disease. Panel C shows a drain within a large, confined
diverticular abscess (circled) that communicated with the colon, which is consistent with stage 3
disease. Panel D shows evidence of free perforation (arrows) near thickened descending colon, a
finding that is consistent with stage 3 or 4 disease. Images courtesy of Dr. Erik Paulson, Department
of Radiology, Duke University Medical Center.

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis alternatif untuk nyeri perut bagian bawah harus dipertimbangkan. Divertikulitis
sigmoid dapat meniru apendisitis akut jika kolon berlebihan atau sebaliknya terkonfigurasi
sedemikian rupa sehingga bagian yang meradang berada di daerah suprapubik kuadran kanan
bawah. Penyakit radang usus (terutama penyakit Crohn), penyakit radang pelvis, kehamilan tuba,
sistitis, kanker kolon stadium lanjut dan kolitis yang menular dapat juga memiliki presentasi yang
serupa dengan divertikulitis.
Alternative diagnoses for lower abdominal pain must be considered. Sigmoid
diverticulitis may mimic acute appendicitis if the colon is redundant or otherwise
configured such that the inflamed portion resides in the suprapubic region of the
right lower quadrant. Inflammatory bowel disease (especially Crohns disease),
pelvic inflammatory disease, tubal pregnancy, cystitis, advanced colonic cancer,
and infectious colitis may also have pre- sentations similar to that of diverticulitis.

15
2.7 Tatalaksana
Tujuan tatalaksana divertikulosis adalah untuk mencegah dan mengatasi gejala.
Meningkatkan asupan serat dengan mengonsumsi makanan tinggi serat atau suplemen serat dapat
membantu. Dokter bisa juga merekomendasikan obat atau probiotik, yang merupakan bakteri
baik yang umumnya ditemukan di usus yang sehat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui apakah probiotik efektif dalam mengobati divertikulosis.

Perawatan Rawat Inap


Keputusan untuk merawat pasien divertikulitis bergantung pada status klinis pasien. Bagi
kebanyakan pasien (yaitu, pasien imunokompeten yang memiliki serang ringan dan dapat
menoleransi asupan oral), pengobatan rawat jalan merupakan hal wajar. Ini membutuhkan 7-10
hari pengobatan oral antimikroba spektrum luas, termasuk cakupan terhadap mikroorganisme
anaerobik. Kombinasi Ciprofloxacin dan Metronidazol sering dipakai, namun regimen lainnya
juga efektif. Diet cair rendah residu (yaitu, sebagian besar bebas dari bahan yang tidak dapat
dicerna) juga direkomendasikan, walaupun pendekatan ini belum dipelajari secara teliti.
Rawat inap diindikasikan jika pasien tidak dapat menoleransi asupan oral atau memiliki
sakit berat sehingga memerlukan obat analgesia, jika gejala tidak membaik mesti sudah dilakukan
pengobatan rawat jalan yang adekuat, atau jika pasien memiliki komplikasi divertikulitis. Pasien
harusnya tidak makan melalui mulut. Jika terdapat penyumbatan atau ileus, maka harus
dimasukkan NGT (nasogastric tube). Cakupan antibiotik intravena spektrum luas yang sesuai
(Tabel 1).
Jika tidak ada perbaikan terhadap keluhan sakit, demam dan leukosistosis dalam 2 atau 3
hari, atau bila serial pemeriksaan fisik menunjukkan temuan baru atau yang memburuk, maka perlu
dilakukan pengulangan pencitraan CT yang sesuai dan intervensi perkutan atau operatif mungkin
diperlukan. Konsultasi bedah diindikasi saat penyakit tidak merespons penanganan medis atau ada
serangan berulang; bila terjadi abses atau pembentukan fistula, obstruksi atau perforasi bebas 20;
atau bila ada keraguan dalam diagnosis.
Drainase Perkutan
Pada pasien yang komplikasi divertikulitisnya oleh pembentukan abses peridivertikular,
ukuran abses merupakan penentu penting kebutuhan untuk drainase perkutan. Banyak pasien
dengan abses perikolik kecil (diameter < 4 cm) tanpa peritonitis (Hinchey stadium 1) dapat diobati

16
secara konservatif dengan pengistirahatan kerja usus dan antibiotik spektrum luas.21 Untuk pasien
dengan abses peridivertikular yang berdiameter > 4 cm22, 23
(Hinchey stadium 2), studi
observasional menunjukan bahwa drainase perkutan pencitraan CT dapat bermanfaat. Prosedur ini
biasanya mengeliminasi atau mengurangi ukuran abses,21, 24, 25 dengan pengurangan keluhan nyeri,
pemecahan leukositosis dan penurunan demam hingga suhu normal yang biasanya terlihat dalam
beberapa hari.26 Drainase perkutan dapat memungkinkan operasi elektif daripada operasi
emergensi, yang meningkatkan kemungkinan dari salah satu prosedur yang berhasil. Pasien yang
abses rongga perutnya mengandung bahan yang kotor cenderung responsnya buruk dan intervensi
bedah dini biasanya diperlukan.

Intervensi Operatif
Sebanyak kurang dari 10% pasien yang diobati dengan divertikulitis akut memerlukan
perawatan bedah selama masuk yang sama.5 Indikasi dan waktu operasi untuk penyakit
divertikular ditentukan terutama oleh tingkat keparahan penyakit, namun faktor lain, termasuk usia
dan kondisi koeksistensi, harus juga diperhatikan.
Indikasi untuk tatalaksana operasi emergensi meliputi peritonitis generalisata, sepsis yang
tidak terkontrol, perforasi viseral yang tidak terkendali, adanya abses besar yang tidak dapat
didrainase (tidak dapat diakses) dan kurangnya perbaikan atau penurunan dalam 3 hari tatalaksana
medis; ini merupakan ciri khas penyakit Hinchey stadium 3 atau 4. Di masa lampau, tiga operasi
terpisah dilakukan pada pasien dengan komplikasi-komplikasi ini (Gambar 4), namun rangkaian
pengobatan ini tidak lagi direkomendasikan untuk kebanyakan pasien karena morbiditas dan
mortalitas tinggi.27,28 Dengan pendekatan ini, banyak pasien, terutama pasien usia lanjut, tidak
pernah memiliki kolostominya karena risiko yang terkait, termasuk kebocoran anastomotor,
trauma usus halus dan herniasi insisi atau cedera iatrogenik lainnya, serta risiko dari operasi yang
kompleks.2 Dengan demikian, sekarang banyak ahli bedah lebih memilih pendekatan one stage
bila memungkinkan, walaupun pendekatan two stage mungkin masih diperlukan (Gambar 5).
Bagi pasien yang membutuhkan operasi emergensi, status fisik dan tingkat disfungsi organ
preoperatif adalah prediktor klinis yang signifikan pada hasilnya. Hipotensi preoperatif, gagal
ginjal, diabetes, malnutrisi, defisiensi imun dan asites semuanya berkaitan dengan kemungkinan
untuk bertahan selama operasi berlangsung.29, 30

17
Keputusan apakah akan dilakukan prosedur diverting proximal didasarkan pada penilaian
ahli bedah terhadap risiko kerusakan anastomotic dan komplikasi lainnya. Faktor lain yang perlu
dipertimbangkan pada kondisi pasien meliputi status gizi pasien, kualitas jaringan, jumlah
kontaminasi usus, tingkat perdarahan dan stabilitas intraoperatif.31
Hasil yang dilaporkan setelah operasi one stage atau two stage pada divertikulitis di sebelah
kiri dengan peritonitis sangat bervariasi. Seiring berjalannya waktu, ternyata banyak pasien yang
bisa menjalani reseksi dan anastomosis primer secara aman bahkan pada pasien yang mengalami
pembentukan abses dengan peritonitis lokal, peritonitis purulen difusa, penyumbatan atau
pembentukan fistula.31-33 Meskipun data tidak tersedia dari uji coba secara acak, penelitian
observasional yang mencakup pasien yang sesuai menunjukan tingkat kematian yang sama dan
risiko infeksi luka yang lebih rendah dan pembentukan abses pascaoperasi dengan pendekatan one
stage. Terapi ini juga lebih hemat biaya.
Komplikasi divertikulitis kronis, termasuk fistula, striktur atau stenosis, dan sebagian besar
kasus penyumbatan kolon, juga ditatalaksana secara pembedahan. Beberapa pasien mungkin
memerlukan intervensi bedah saat gejala muncuk pertama kali, namun dalam kebanyakan kasus,
kondisi tersebut dapat ditangani secara elektif dan dengan operasi one stage.35

Prosedur Laparoskopi
Sebagian besar reseksi kolon masih dilakukan sebagai prosedur terbuka di Amerika Serikat
karena prosedur laparoskopi secara teknis sulit dan cenderung memakan waktu lebih lama dan
karena sedikitnya tenaga ahli bedah terlatih selama residensi atau fellowship untuk melatih mereka.
Data dari randomized trials, penelitian kontrol terhadap kolektomi terbuka versus
laparoskopi belum ada. Namun, data observasional menunjukkan bahwa dibandingkan dengan
pasien yang menjalani pembedahan terbuka, pasien yang menjalani reseksi laparoskopi cenderung
memiliki masa perawatan di rumah sakit lebih pendek, sedikitnya rasa nyeri sesaaat setelah
pascaoperasi, komplikasi keseluruhan risiko yang rendah (termasuk komplikasi paru seperti
atelectasis) dan komplikasi yang rendah di tempat operasi.36
Indikasi untuk kolektomi laparoskopi tetap tidak pasti dan data mengenai hasil masih
terbatas. Lebih dari 90% pasien dalam kasus kecil baru-baru ini berhasil menjalani kolektomi
laparoskopi.37 Banyak ahli bedah saat ini menganjurkan reseksi laparoskopi untuk pasien dengan
stadium 1 atau 2, namun pendekatan ini kurang berhasil pada pasien dengan stadium 3 dan 4.38

18
Kolektomi laparoskopi cenderung menjadi standar pembedahan untuk divertikulitis yang tidak
kompleks karena lebih banyak ahli bedah terlatih pada teknik ini.

Randomized trials diperlukan untuk menentukan manajemen optik untuk divertikulitis


akut, termasuk perbandingan langsung kolektomi elektif dengan terapi medis untuk pengelolaan
divertikulitis awal atau berikutnya, perbandingan prosedur bedah terbuka yang berbeda (satu tahap
vs. dua tahap), dan perbandingan prosedur bedah terbuka dengan pendekatan laparoskopi. Sebuah
uji coba yang membandingkan operasi terbuka dan laparoskopi untuk divertikulitis terus berlanjut,
namun hasilnya tidak diperkirakan selama beberapa tahun.39
Bagian mayor dari uncertainty adalah waktu kapan kolektomi diperlukan untuk mencegah
penyakti dan komplikasi berulang. Studi kohort retrospektif menunjukan bahwa tingkat
keseluruhan terjadinya kekambuhan sekitar 10-30% dalam satu decade setelah serangan pertama
dan bahwa sebagian besar pasien yang memiliki episode tunggal divertikulitis tidak akan memiliki
episode lainnya. Dalam satu laporan yang melibatkan tindak lanjut rata-rata dalam 9 tahun dengan
2551 pasien yang episode awal divertikulitis sembuh tanpa operasi, hanya 13% yang memiliki
serang berulang dan hanya 7% yang memerlukan kolektomi.40 Observasi ini menyiratkan bahwa
kolektomi elektif mungkin bukan menjadi pilihan tatalaksana jika penyakit ini berhasil
ditatalaksana pada pengobatan inisial dan bahwa pembedahan sebaiknya dibatasi pada pasien yang
gejalanya tetap ada walaupun telah diterapi konservatif.41 Oleh karena itu, observasi lanjutan
mungkin tepat diberikan untuk kebanyakan pasien yang memiliki seranga berulang dari
divertikulitis tanpa komplikasi, terutama yang memiliki kondisi koeksistensi yang dapat
mempersulit intervensi pembedahan.
Adanya abses divertikular pada saat dirawat (bahkan jika berhasil didrainase) dapat
mengindikasikan peningkatan risiko kekambuhan.18 Beberapa, namun tidak semua, studi
retrospektif menunjukkan bahwa jumlah kekambuhan dikaitkan dengan kemungkinan
dilakukannya operasi emergensi nantinya.42 Kemungkinan besar operasi akan segera dilakukan
berhubungan dengan faktor-faktor, paling sedikit dua, dengan setiap serangan berikutnya pada
divertikulitis. Selain itu, pasien berusia di bawah 50 tahun dan pasien yang memiliki kondisi
dengan multipel koeksistensi, termasuk obesitas,43 lebih cenderung mengalami kekambuhan dan
memerlukan intervensi.38,44 Sebuah studi retrospektif terbaru memberi kesan bahwa pasien dengan

19
dua episode atau lebih divertikulitis tanpa komplikasi tidak berisiko tinggi untuk hasil yang buruk
jika tidak terjadi komplikasi.45
Pada pasien dengan divertikulosis, diet tinggi serat, dengan atau tanpa terapi supresi jangka
panjang dengan antibiotik oral, dapat direkomendasikan untuk mengurangi tekanan intrakolon dan
mengurangi risiko kekambuhan. Data epidemiologi dan hasil randomized trial dan uji coba kontrol
yang melibatkan 18 pasien menunjukkan bahwa diet serat tinggi bermanfaat,46 namun data yang
akurat kurang dan standar praktik sangat bervariasi.47
Beradasarkan panduan praktik yang telah diterbitkan Guidelines the American Society of
Colon and Rectal48; rekomendasi dalam artikel ini umumnya sesuai dengan pedoman tersebut.
Menurut Infeksi Surgical Society, pengobatan dengan antibiotik intravena selama 5-7 hari sama
efektifnya dengan rejimen yang lebih lama.49

The goal of treatment for diverticulosis is to prevent and manage symptoms. Increasing fiber intake by eating
foods high in fiber or taking a fiber supplement may help. Your doctor may also recom- mend medication or
probiotics, which are good bacteria that are normally found in a healthy intestine. More research is needed to
determine if probiotics are effective in treating diverticulosis.

Hospitalization

The decision to hospitalize a patient for diverticu- litis depends on the patients clinical
status. For most patients (i.e., immunocompetent patients who have a mild attack and can
tolerate oral intake), outpatient therapy is reasonable. This involves 7 to 10 days of oral
broad-spectrum antimicrobial ther- apy, including coverage against anaerobic micro-
organisms. A combination of ciprofloxacin and metronidazole is often used, but other
regimens are also effective (Table 1). A low-residue liquid diet (i.e., one largely free of
indigestible matter) is also commonly recommended, although this approach has not been
rigorously studied.

Hospitalization is indicated if the patient is unable to tolerate oral intake or has pain
severe enough to require narcotic analgesia, if symp- toms fail to improve despite
adequate outpatient therapy, or if the patient has complicated diver- ticulitis. The patient
should initially take noth- ing by mouth. If there is evidence of obstruction or ileus, a
nasogastric tube should be inserted. Broad-spectrum intravenous antibiotic coverage is
appropriate (Table 1).

If there is no improvement in pain, fever, and leukocytosis within 2 or 3 days, or if serial


phys- ical examinations reveal new findings or evidence of worsening, repeat CT
imaging is appropriate, and percutaneous or operative intervention may be required.
Surgical consultation is indicated when the disease does not respond to medical manage-

20
ment or there are repeated attacks; when there is abscess or fistula formation, obstruction,
or free perforation20; or when there is uncertainty regard- ing the diagnosis.

Table 1. Some Regimens Commonly Used to Treat Diverticulitis.*

Drug Regimen Oral regimens for outpatients Metronidazole and a quinolone

Metronidazole and trimethoprimsulfamethoxazole

Amoxicillinclavulanate

Intravenous regimens for inpatients

Metronidazole and a quinolone Metronidazole and a third-generation cephalosporin

Beta-lactam with a beta-lactamase inhibitor

Dosage

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

Quinolone (e.g., ciprofloxacin 500750 mg every 12 hr)

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

Trimethoprimsulfamethoxazole 160 mg trimethoprim and 800 mg sulfamethoxazole every 12 hr

Amoxicillinclavulanate 875 mg every 12 hr

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

Quinolone (e.g., ciprofloxacin 400 mg every 12 hr)

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

Third-generation cephalosporin (e.g., ceftriaxone 12 g every 24 hr)

Beta-lactam with a beta-lactamase inhibitor (e.g., ampicillin sulbactam 3 g every 6 hr)

* All doses are for adults. This list is not exhaustive. Dose adjustment may be needed, depending on the
presence and degree of renal failure.

Percutaneous Drainage

21
For patients in whom diverticulitis is complicated by peridiverticular abscess formation,
the size of the abscess is an important determinant of the need for percutaneous drainage.
Many patients who have small pericolic abscesses (4 cm or less in diameter) without
peritonitis (Hinchey stage 1) can be treated conservatively with bowel rest and broad-
spectrum antibiotics.21 For patients with peridiverticular abscesses that are larger than 4
cm in diameter22,23 (Hinchey stage 2), observational studies indicate that CT-guided
percutaneous drainage can be beneficial. This procedure typically eliminates or reduces
the size of the abscess,21,24,25 with a reduction in pain, resolution of leukocytosis, and
defervescence usually seen within several days.26 Percutaneous drainage may allow for
elective rather than emergency surgery, increasing the likelihood of a successful one-
stage procedure. Patients whose abscess cavities contain gross feculent material tend to
respond poorly, and early surgical intervention is usually required.

Operative Intervention

Fewer than 10% of patients admitted with acute diverticulitis require surgical treatment
during the same admission.5 The indications for and timing of surgery for diverticular
disease are determined primarily by the severity of the disease, but other factors,
including age and coexisting conditions, should also be considered.

The indications for emergency operative treat- ment include generalized peritonitis,
uncontrolled sepsis, uncontained visceral perforation, the pres- ence of a large,
undrainable (inaccessible) abscess, and lack of improvement or deterioration within 3
days of medical management; these features are characteristic of Hinchey stage 3 or 4
disease. In the past, three separate sequential operations were performed in patients with
these complications (Fig. 4), but this course of treatment is no longer recommended for
most patients because of high associated morbidity and mortality.27,28 With this approach,
many patients, especially those who are elderly, never actually have their colostomies re-
versed because of the associated risks, including anastomotic leakage, small-bowel
trauma, and in- cisional herniation or other iatrogenic injury, as well as the risks incurred
from multiple opera- tions.2 Thus, many surgeons now prefer a one- stage approach
whenever possible, although a two- stage approach may still be necessary (Fig. 5).

n engl j med 357;20 www.nejm.org november 15, 2007 2061

The New England Journal of Medicine Downloaded from nejm.org on September 14, 2017. For personal use
only. No other uses without permission. Copyright 2007 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.

For patients who require an emergency opera- tion, physical status and the degree of
preopera- tive organ dysfunction are clinically significant predictors of the outcome.
Preoperative hypoten- sion, renal failure, diabetes, malnutrition, immune deficiency, and
ascites are all associated with re- duced odds of survival.29,30

The decision whether to perform a proximal diverting procedure is based on the

22
surgeons as- sessment of the risks of anastomotic breakdown and other complications.
Other factors that are considered include the patients nutritional status, the quality of the
tissues, the amount of bowel contamination, the extent of blood loss, and the
intraoperative stability of the patients condition.31

Reported outcomes after one- or two-stage op- erations for diverticulitis on the left side
with peritonitis vary considerably. Increasingly, it ap- pears that resection and primary
anastomosis can be safely undertaken in selected patients even those who have
phlegmons, abscess formation with localized peritonitis, diffuse purulent peri- tonitis,
obstruction, or fistula formation.31-33 Al- though data are not available from randomized
trials, observational studies that include matched patients suggest similar overall
mortality rates and lower risks of wound infection and postoperative abscess formation
with a one-stage approach.34 This therapy is also less costly.

Complications of chronic diverticulitis, includ- ing fistulas, strictures or stenoses, and


most cases of colonic obstruction, are also treated surgically. Some patients may require
surgical intervention when they first present, but in most cases, the condition can be
managed electively and with a one-stage operation.35

Laparoscopic Procedures

Most colon resections are still being performed as open procedures in the United States
because lap- aroscopic procedures are technically challenging and tend to take longer and
because relatively few surgeons have been trained during residency or fellowship to
perform them.

Data from randomized, controlled trials of open versus laparoscopic colectomy are not
yet available. However, observational data suggest that as compared with patients
undergoing open re- sections, patients who undergo laparoscopic resections tend to have
shorter hospital stays, less pain in the immediate postoperative period, a reduced overall
risk of complications (including pulmonary complications such as atelectasis), and fewer
complications at the surgical site.36

Indications for laparoscopic colectomy remain uncertain, and data on outcomes are
limited. More than 90% of patients in a recent small case series underwent successful
laparoscopic colectomy.37 Many surgeons are now advocating laparoscopic resection for
patients with stage 1 or stage 2 disease, but this approach is less well accepted for stages
3 and 4.38 Laparoscopic colectomy is likely to become the standard surgical approach for
un- complicated diverticulitis as more surgeons are trained in the technique.

Areas of Uncertainty

Randomized trials are needed to determine opti- mal management for acute diverticulitis,
includ- ing direct comparisons of elective colectomy with medical therapy for initial or

23
subsequent manage- ment of diverticulitis, comparisons of different open surgical
procedures (one stage vs. two stages), and comparisons of open surgical procedures with
laparoscopic approaches. A trial comparing open and laparoscopic surgery for
diverticulitis is on- going, but results are not expected for several years.39

A major area of uncertainty is the determina- tion of when colectomy is warranted to


prevent recurrent disease and complications. Retrospective cohort studies suggest that the
overall rate of re- currence is approximately 10 to 30% within a de- cade after a first
documented attack and that the majority of patients who have a single episode of
diverticulitis will not have another. In one report involving an average follow-up of 9
years with 2551 patients whose initial episode of diverticuli- tis was treated successfully
without surgery, only 13% had recurrent attacks and only 7% required colectomy.40
These observations imply that routine elective colectomy is probably unwarranted if the
disease is successfully managed on initial presen- tation and that surgical treatment
should be lim- ited to patients whose symptoms persist despite conservative therapy.41
Thus, continued observa- tion may be appropriate for most patients who have repeated
attacks of uncomplicated diverticu- litis, especially those with coexisting conditions that
may complicate surgical intervention.

The presence of a diverticular abscess on ad- mission (even if successfully drained) may
indicate an increased risk of recurrence.18 Some, but not all, retrospective studies suggest
that the num- ber of recurrences is associated with the chance that emergency surgery
will be required at some point in the future.42 The likelihood that an op- eration will be
required urgently is increased by a factor of at least two with each subsequent hos-
pitalization for diverticulitis. In addition, patients younger than 50 years of age and those
with mul- tiple coexisting conditions, including obesity,43 are more likely to have a
recurrence and to require intervention.38,44 A recent retrospective study sug- gests that
patients with two or more episodes of uncomplicated diverticulitis are not at increased
risk for poor outcomes if complications do not develop.45
clinical practice

24
Figure 4. Three-Stage Operative Approach to Diverticulitis. During the first operation, the diseased colonic segment is drai

colostomy) is created proximally. This first stage allows for fecal diversion and drainage of infection. During the second operatio
anastomosis of the colonic segments is performed. The osto- my is reversed during the third and final operation to reestablish bo
performed and should be considered only in critical situations in which resection cannot be performed safely.

n engl j med 357;20 www.nejm.org november 15, 2007 2063

The New England Journal of Medicine Downloaded from nejm.org on September 14, 2017. For personal use
only. No other uses without permission. Copyright 2007 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.

The new england journal of medicine

25
Figure 5. Two-Stage Operative Approach to Diverticulitis. During the first operation, the diseased segment of bowel is rese

tal rectal stump is oversewn (Hartmanns procedure). During a second procedure, colonic continuity is reestab- lished. The marg
where the distal resection margin ex- tends to or just below the the distal portion of the peritoneum at the rectum to reduce

In patients with diverticulosis, a fiber-rich diet, with or without long-term suppressive


therapy with oral antibiotics, may be recommended to re- duce intracolonic pressure and
reduce the risk of recurrence. Epidemiologic data and the results of a small, randomized,
controlled trial involving 18 patients suggest that a high-fiber diet is ben- eficial,46 but
conclusive data are lacking and prac- tice standards vary widely.47

Guidelines

The American Society of Colon and Rectal Sur- geons has published practice
guidelines48; rec-

ommendations in this article are generally con- sistent with those guidelines. According
to the Surgical Infection Society, treatment with intra- venous antibiotics for 5 to 7 days
is as effective as longer regimens.49

2.8 Komplikasi
Kebanyakan orang dengan divertikulosis tidak memiliki gejala apapun. Bila divertikulosis
menyebabkan gejala, disebut penyakit divertikular. Gejalanya bisa berupa konstipasi, kram,
kembung, dan perdarahan tanpa rasa sakit dari rektum. Penyakit divertikular juga termasuk
divertikulitis.
Divertikulitis terjadi saat divertikula menjadi meradang atau tidak. Gejalanya meliputi
sakit perut (biasanya di sisi kiri), demam, mual, muntah, kram, dan konstipasi. Kemungkinan
komplikasinya meliputi:
1. Abses
2. Striktur (penyempitan bagian usus besar)
3. Perforasi
4. Peritonitis (peradangan perut yang bisa terjadi setelah perforasi)
5. Fistula (saluran abnormal antara usus besar dan kandung kemih, usus halus, vagina, atau kulit)

26
A. Perdarahan
Perdarahan rektum dari divertikula adalah komplikasi yang jarang terjadi. Seorang
dokter yakin pendarahan disebabkan oleh pembuluh darah kecil di divertikulum yang
melemah sehingga pecah. Saat divertikula berdarah, darah bisa muncul saat BAK atau
BAB. Perdarahan dapat semakin parah, namun bisa berhenti dengan sendirinya tanpa
memerlukan pengobatan. Seseorang yang mengalami pendarahan dari rektum, bahkan
dalam jumlah sedikit, dapat terlihat. Seringkali kolonoskopi digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi pendarahan dan menghentikan pendarahan. Terkadang dokter
menyuntikkan zat kontras ke arteri, sebuah prosedur yang disebut angiografi, untuk
mengidentifikasi dan mengobati perdarahan divertikular. Jika pendarahan tidak berhenti,
pembedahan mungkin diperlukan untuk mengangkat bagian kolon tersebut.

B. Abses, perforasi dan peritonitis


Divertikulitis dapat menyebabkan infeksi, yang sering hilang setelah beberapa hari
pengobatan dengan antibiotik. Jika infeksi semakin memburuk, abses bisa terbentuk di
dinding usus besar. Abses merupakan kumpulan nanah yang terlokalisir yang dapat
menyebabkan pembengkakan dan kerusakan jaringan.
Jika abses yang terjadi sedikit dan berada di dinding usus besar, mungkin akan
sembuh setelah perawatan dengan antibiotik. Jika abses tidak sembuh dengan pemberian
antibiotik, dokter mungkin perlu melakukan drainase pada abses menggunakan kateter,
sebuah tabung kecil, yang ditempatkan dalam abses dan masuk melalui kulit. Setelah
memberi obat anti nyeri kepada pasien, dokter memasukkan jarum melalui kulit sampai
mencapai abses, kemudian mengalirkan cairan melalui kateter. Proses ini dapat dipandu
menggunakan sonografi atau sinar-X.
Divertikula yang terinfeksi dapat menyebabkan perforasi. Terkadang perforasi
mengeluarkan nanah dari usus besar dan membentuk abses yang besar di rongga perut,
suatu kondisi yang disebut peritonitis. Seseorang dengan peritonitis mengeluh kesakitan
karena mual, muntah, demam dan nyeri tekan perut yang hebat. Kondisi ini memerlukan
tindakan operasi segera untuk membersihkan rongga perut dan mengangkat bagian usus
besar yang rusak. Tanpa pengobatan segera, peritonitis bisa berakibat fatal.

27
C. Fistula
Fistula merupakan saluran abnormal jaringan antara dua organ atau antara organ
dan kulit. Ketika jaringan yang rusak bersentuhan satu sama lain selama proses infeksi,
terkadang terjadi perlengketan. Jika jaringan sembuh dengan sendirinya, fistula dapat
terbentuk. Bila infeksi yang terkait dengan divertikulitis menyebar ke luar usus besar,
jaringan usus besar mungkin menempel pada jaringan di dekatnya. Organ yang biasanya
terlibat adalah kandung kemih, usus halus dan kulit.
Jenis fistula yang paling umum terjadi antara kandung kemih dan usus besar. Fistula
jenis ini lebih sering menyerang pria daripada wanita. Hal ini dapat mengakibatkan infeksi
saluran kemih yang parah dan jangka panjang. Masalah ini dapat dikoreksi dengan
pembedahan untuk menghilangkan fistula dan bagian kolon yang terinfeksi.

D. Obstruksi usus
Jaringan parut yang disebabkan oleh infeksi dapat menyebabkan penyumbatan
sebagian usus atau penyumbatan usus total, disebut obstruksi usus. Saat usus tersumbat,
kerja kolon menjadi terhambat. Jika usus tersumbat total, perlu dilakukan tindakan operasi
emergensi. Penyumbatan parsial bukan keadaan darurat sehingga pembedahan untuk
memperbaikinya dapat direncanakan.

Most people who have diverticulosis do not have any symptoms. When diverticulosis causes symptoms, it is
called diverticular disease. Symptoms can include constipation, cramps, bloating, and painless bleeding from
the rectum. Diverticular disease also in- cludes diverticulitis.

Diverticulitis occurs when diverticula become inflamed or in- fected. Symptoms include abdominal pain
(usually on the left side), fever, nausea, vomiting, cramps, and constipation. Possible complications include

. Abscess

. Stricture (narrowing of part of the colon)

. Perforation (tear)

. Peritonitis (abdominal inflammation that can occur after a perforation)

. Fistula (abnormal connection between the colon and the bladder, small intestine, vagina, or skin)

28
. Bleeding
. Rectal bleeding from diverticula is a rare complication. Doctors believe
the bleeding is caused by a small blood vessel in a diverticulum that
weakens and then bursts. When diverticula bleed, blood may appear in the
toilet or in the stool. Bleeding can be severe, but it may stop by itself and
not require treatment. A person who has bleeding from the rectum even a
small amount should see a doctor right away. Often, colonoscopy is
used to identify the site of bleeding and stop the bleeding. Sometimes the
doctor injects dye into an arterya procedure called angiographyto
identify and treat diver- ticular bleeding. If the bleeding does not stop,
surgery may be necessary to remove the involved portion of the colon.

. Abscess, Perforation, and


. Peritonitis
. Diverticulitis may lead to infection, which often clears up after a few days
of treatment with antibiotics. If the infection gets worse, an abscess may
form in the wall of the colon.
. An abscess is a localized collection of pus that may cause swelling and
destroy tissue. If the abscess is small and remains in the wall of the
colon, it may clear up after treatment with antibiotics. If the abscess does
not clear up with antibiotics, the doctor may need to drain it using a
cathetera small tube placed into the abscess through the skin. After
giving the patient numbing medicine, the doctor inserts the needle
through the skin until reaching the abscess and then drains the fluid
through the catheter. This process may be guided by sonography or x ray.
. Infected diverticula may develop perfora- tions. Sometimes the
perforations leak pus out of the colon and form a large abscess in the
abdominal cavity, a condition called peritonitis. A person with peritonitis
may be extremely ill with nausea, vomiting, fever, and severe abdominal
tenderness. The condi- tion requires immediate surgery to clean the
abdominal cavity and remove the damaged part of the colon. Without
prompt treatment, peritonitis can be fatal.
. Fistula
. A fistula is an abnormal connection of tissue between two organs or
between an organ and the skin. When damaged tissues come into contact

29
with each other during infection, they sometimes stick together. If they
heal that way, a fistula may form. When diverticulitis- related infection
spreads outside the colon, the colons tissue may stick to nearby tissues.
The organs usually involved are the bladder, small intestine, and skin.
. The most common type of fistula occurs between the bladder and the
colon. This type of fistula affects men more often than women. It can
result in a severe, long-lasting infection of the urinary tract. The problem
can be corrected with surgery to remove the fistula and the affected part
of the colon.
. Intestinal Obstruction
. Scarring caused by infection may lead to par- tial or total blockage of the
intestine, called intestinal obstruction. When the intestine is blocked, the
colon is unable to move bowel contents normally. If the intestine is com-
pletely blocked, emergency surgery is neces- sary. Partial blockage is not
an emergency, so the surgery to correct it can be planned.

2.9 Prognosis
Banyak kasus divertikulitis ringan berobat rawat jalan dengan pemberian antibiotik dan
menjalani diet cair selama beberapa hari. Jika gejalanya semakin parah atau mengalami
komplikasi, perlu dilakukan perawatan di rumah sakit. Tatalaksana di rumah sakit berupa
pemberian antibiotik intravena, istirahat usus (tidak makan atau minum) atau operasi.
Pembedahan juga bisa menjadi pilihan jika mengalami perdarahan divertikular yang tidak
berhenti pada episode divertikulitis atau berulang.
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan penyakit, adanya komplikasi dan masalah
koeksistensi medis. Pasien usia muda dengan divertikulitis mungkin memiliki penyakit yang lebih
parah, bisa karena terlambat didiagnosis dan penatalaksanaan. Pasien dengan imunosupresi
memiliki morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi akibat divertikulitis sigmoid. [10]
Morbiditas/mortalitas dari pasien dengan divertikulosis, 80-85% tetap asimtomatik. Sekitar
5% berkembang menjadi divertikulitis; 15-25% penderita divertikulitis mengalami komplikasi
yang menyebabkan perlu pembedahan. Komplikasi ini meliputi pembentukan abses, ruptur usus,
peritonitis dan pembentukan fistula.

30
Divertikulitis dapat menjadi penyakit yang parah pada pasien immunocompromised, pasien
dengan kondisi komorbid yang signifikan dan yang memakai obat anti-inflamasi. Hal yang perlu
diperhatikan:
a. Setelah terjadinya divertikulitis akut pertama, tingkat kekambuhan dalam 5 tahun adalah
20%. [11]
b. Pasien dengan divertikulitis yang menjalani pengobatan konservatif (misalnya tidak
dilakukan pembedahan) memiliki tingkat kekambuhan 20-35%.
c. Dalam sebuah penelitian terhadap 252 pasien, tingkat kekambuhan 50% dilaporkan setelah
7 tahun. Tingkat pembedahan pada pasien ini adalah 8% pada usia 7 tahun dan meningkat
menjadi 14% pada 13 tahun. Tingkat kekambuhan setelah reseksi bedah berkisar 1-3%.
Tingkat kematian akibat komplikasi pada pasien dengan penyakit rekuren pada penelitian
kecil ini adalah 1%.
d. Studi lain terhadap 337 pasien yang dirawat di rumah sakit karena divertikulitis yang rumit
mengungkapkan hubungan antara perforasi dan mortalitas pada mereka yang tidak
memiliki riwayat divertikulitis sebelumnya. Dari pasien divertikulitis dengan komplikasi,
sebanyak 53% muncul pada awal gejala.
e. Data morbiditas dan mortalitas ini, serta tingkat kekambuhannya, didasarkan pada tinjauan
ulang secara retrospektif terhadap data jangka pendek.
Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas dan risiko
pengembangan divertikulitis. Dalam sebuah penelitian prospektif besar terhadap 47.228
profesional kesehatan pria, pria dengan BMI minimal 30 kg/m2 memiliki risiko relatif lebih tinggi
1,78 untuk divertikulitis dibandingkan dengan laki-laki dengan BMI kurang dari 21 kg/m2, setelah
penyesuaian terhadap faktor risiko lainnya. [12]
Komplikasi divertikulitis terjadi lebih sering dengan kejadian divertikulitis akut yang pertama
dibandingkan dengan episode rekuren. [11] Komplikasinya meliputi:
a. Abses
b. Fistula usus
c. Perforasi usus
d. Obstruksi usus
e. Peritonitis
f. Sepsis dan syok septik

31
g. Perdarahan divertikular (lebih sering terjadi pada divertikulosis daripada divertikulitis)

Many cases of mild diverticulitis are treated at home with anti- biotics and a few days of a liquid diet. If your
symptoms are severe or you have a complication, you may need to be treated in the hos- pital. Treatment in the
hospital might include intravenous antibiot- ics, bowel rest (no eating or drinking), or surgery.

Surgery may also be an option if you have diverticular bleeding that does not stop on its own or recurrent
episodes of diverticulitis.

Prognosis depends on the severity of illness, the presence of complications, and any
coexisting medical problems. Younger patients with diverticulitis may have more severe
disease, possibly due to a delay in the diagnosis and treatment. Immunosuppressed
patients have significantly higher morbidity and mortality due to sigmoid diverticulitis. [10]
Morbidity/mortality
Of the patients with diverticulosis, 80-85% remain asymptomatic. Approximately 5%
develop diverticulitis; 15-25% of those with diverticulitis develop complications leading
to surgery. These complications include abscess formation, intestinal rupture,
peritonitis, and fistula formation.
Diverticulitis may be a more severe illness in patients who are immunocompromised, in
patients with significant comorbid conditions, and in those taking anti-inflammatory
medications. Note the following:
After a first occurrence of acute diverticulitis, the 5-year recurrence rate is 20%. [11]
Patients with diverticulitis who are managed conservatively (ie, do not receive
surgery) have a recurrence rate of 20-35%.
In one study of 252 patients, a recurrence rate of 50% was reported after 7 years.
The rate of surgery in these patients was 8% at 7 years and rose to 14% by 13
years. Recurrence rates after surgical resection range from 1-3%. The mortality
rate from complications in patients with recurrent disease in this small study was
1%.
Another study of 337 patients hospitalized for complicated diverticulitis revealed an
association of perforation and mortality in those with no prior history of diverticulitis.
Of those patients with complicated diverticulitis, 53% presented with a first event.
These morbidity and mortality data, as well as the the recurrence rates, are based
on a retrospective review of relatively short-term data.
Many studies have demonstrated the significant association between obesity and the
risk of developing diverticulitis. In a large prospective study of 47,228 male health
professionals, men with a BMI of at least 30 kg/m2 had a higher relative risk of 1.78 for
diverticulitis compared with men with a BMI of less than 21 kg/m 2, after adjustment for
other risk factors. [12]
Complications of diverticulitis occur more commonly with the first occurrence of acute
diverticulitis versus with recurrent episodes. [11] Complications include the following:
Abscess
Intestinal fistula
Intestinal perforation
Intestinal obstruction

32
Peritonitis
Sepsis and septic shock
Diverticular bleeding (more common in diverticulosis than diverticulitis)

BAB III
KESIMPULAN

33
DAFTAR PUSTAKA

34

Anda mungkin juga menyukai