Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Divertikulosis adalah suatu kondisi di mana terbentuknya kantong kecil yang disebut
divertikula pada titik-titik lemah di dinding usus besar. 1
Divertikulosis umumnya terjadi pada usia tua, sekitar 10% orang dewasa usia lebih dari 40
tahun dan 50% orang dewasa usia 60-80 tahun mengalami divertikulosis. Perbedaan jenis kelamin
tidak mempengaruhi jumlah angka kejadian. Divertikulosis paling umum terjadi di bagian bawah
dari usus besar, terutama pada kolon sigmoid. Bila terjadi peradangan, maka kondisi ini disebut
divertikulitis, sekitar 10%-25% orang dengan divertikulosis menderita divertikulitis.2
Kebanyakan orang yang menderita divertikulosis tidak mengalami keluhan atau gejala, bila
sudah terdapat keluhan atau gejala maka disebut penyakit divertikular. Divertikulosis sering
ditemukan saat tes seperti kolonoskopi yang dilakukan dengan alasan yang tidak terkait karena
penyakit ini seringkali tidak menimbulkan gejala.1
Tujuan utama dari terapi adalah untuk mengatasi gejala dan mencegah terjadinya
komplikasi. Meningkatkan asupan serat dengan konsumsi makanan tinggi serat atau suplemen
serat dapat membantu. Bila gejalanya parah atau terdapat komplikasi, maka diperlukan antibiotik
intravena, istirahat usus dengan puasa, atau operasi.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Colon


Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus
diameternya makin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid.
Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbebtang dari kolon
sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang
dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah
5,9 inci.
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela
submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang
khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga
pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang
disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak
yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus.
Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri
mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua
pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang
utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri

2
mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon
transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga
cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea.
Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria
hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui
vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari
sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada
anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan
tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemorroid.
Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada
pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna
kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis
sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar
limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran
pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi
limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang
diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah
kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal.
Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai
simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti
aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa
(meissner).6 Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai
oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien
dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien

3
dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada
penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner.
Fungsi utama kolon adalah (1) absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk
feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian
proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan
penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat tetapi
gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan
mendorong.

4
5
6
2.2 Definisi
Divertikulosis adalah suatu kondisi di mana terbentuknya kantong kecil yang disebut
divertikula pada titik-titik lemah di dinding usus besar. Divertikulosis paling umum terjadi di
bagian bawah usus besar, terutama pada kolon sigmoid. Bila terjadi peradangan, maka kondisi ini
disebut divertikulitis.1

7
2.2 Epidemiologi
Penyakit divertikular jarang ditemukan di negara-negara berkembang namun umum terjadi
di masyarakat negara maju, terdapat sekitar 130.000 orang yang dirawat inap setiap tahunnya di
Amerika Serikat.1 Prevalensi divertikulosis serupa pada pria dan wanita dan meningkat seiring
bertambahnya usia, berkisar antara sekitar 10% pada orang dewasa yang berusia 40-50 tahun dan
70% pada orang dewasa yang berusia 80 tahun atau lebih. Pasien dengan divertikulitis, 80%
berusia 50 tahun atau lebih. Penyakit ini menyerang kolon sigmoid di lebih dari 90% pasien.2

2.3. Etiologi
Meski tidak terbukti, teori yang dominan penyebab penyakit divertikular adalah diet rendah
serat. Penyakit divertikular sering terjadi di negara maju, khususnya Amerika Serikat, Inggris, dan
Australia di mana diet rendah serat banyak dikonsumsi. Penyakit ini jarang terjadi di Asia dan
Afrika, di mana kebanyakan orang makan makanan dengan serat yang tinggi. 2
Serat adalah bagian dari buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian yang tidak bisa dicerna oleh
tubuh. Terdapat dua jenis serat, ada yang disebut serat larut, serat ini larut dalam air dan menjadi
lembut seperti agar. Serat tak larut melewati usus tanpa mengalami perubahan bentuk. Kedua jenis
serat ini membantu mencegah terjadinya sembelit dengan membuat tinja yang menjadi lembut dan
mudah untuk lewat. 2
Konstipasi atau tinja keras dapat menyebabkan orang mengejan saat sedang BAB.
Mengejan dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada usus besar, sehingga lapisan usus besar
menonjol keluar melalui titik-titik lemah di dinding usus besar. Tonjolan ini adalah divertikula. 2
Kurang olahraga juga dapat dikaitkan dengan risiko pembentukan divertikula yang lebih
besar, walaupun alasan untuk hal ini tidak dipahami dengan baik. Penyebab lain mungkin kontraksi
abnormal dan spasme otot di dinding colon. Obesitas dan beberapa obat juga telah dikaitkan
dengan divertikulosis. 2

2.4 Patofisiologi
Divertikula adalah herniasi mukosa yang menonjol melalui lapisan usus dan otot polos di
sepanjang bukaan alami yang dibentuk oleh vasa recta atau pembuluh di dinding usus besar. True
diverticula mengandung semua lapisan dinding gastrointestinal, yaitu lapisan mukosa, muscularis
propria, dan adventitia misalnya, divertikulum Meckel. False diverticula, atau pseudodivertikula

8
tidak mengandung lapisan otot atau adventitia, hanya melibatkan lapisan submukosa dan mukosa.
Divertikula dapat terjadi di mana saja di saluran cerna tetapi paling sering terjadi di usus besar,
terutama kolon sigmoid, hal ini disebabkan oleh kolon sigmoid yang memiliki tekanan
intraluminal tertinggi.4
Divertikula yang ditemukan di kolon kiri terutama di sigmoid, biasanya merupakan
pseudodivertikula, dan biasanya ditemukan pada populasi di negara barat. Divertikula sisi kanan
dan caecal biasanya ditemukan pada orang-orang keturunan Asia. Divertikula caecal umumnya
jarang terjadi dibandingkan dengan yang ditemukan di kolon kiri. 4
Penyebab terjadinya peradangan pada divertikula/ divertikulitis masih belum jelas. Bahan
makanan atau partikel makanan yang tercemar dapat terkumpul dalam divertikulum, sehingga
menyebabkan penyumbatan. Obstruksi ini dapat menyebabkan distensi divertikula sekunder akibat
adanya sekresi mukus dan pertumbuhan dari flora normal di kolon. Gangguan vaskular dan
mikroperforasi atau makroperforasi kemudian terjadi. Sebagai alternatif, peningkatan tekanan
intraluminal atau partikel makanan yang terkumpul akan menyebabkan erosi dinding divertikular,
mengakibatkan peradangan, nekrosis fokal, dan perforasi. Penyakin ini lebih ringan bila hanya
terjadi perforasi kecil pada dinding lemak perikolik dan mesenterium. Namun, perforasi yang lebih
besar dan lebih luas dapat menyebabkan pembentukan abses, ruptur usus, ataupun peritonitis. 4
Pembentukan fistula adalah komplikasi divertikulitis. Fistula ke organ yang berdekatan dan
kulit dapat terjadi, terutama dengan adanya abses. Pada pria, fistula koletikular adalah yang paling
umum. Pada wanita, uterus diselingi antara usus besar dan kandung kemih, dan komplikasi ini
hanya terlihat setelah histerektomi. Rahim menghalangi pembentukan fistula dari kolon sigmoid
ke kandung kemih. Namun, fistula colovaginal dan colocutaneous dapat terbentuk namun jarang
terjadi. Serangan berulang divertikulitis dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut, yang
menyebabkan penyempitan dan penyumbatan pada lumen kolon. 4
Peritonitis umum dapat terjadi akibat pecahnya abses peridiverticular atau dari pecahnya
divertikulum bebas. Hanya 1 sampai 2% pasien yang hadir untuk evaluasi mendesak memiliki
perforasi bebas. Obstruksi kolon kelas tinggi, meski relatif jarang terjadi, dapat terjadi akibat
pembentukan abses atau edema atau dari pembentukan striktur setelah serangan berulang terhadap
divertisitas. Obstruksi usus kecil dapat terjadi beberapa yang lebih sering, terutama di hadapan dari
abses peridivertikular besar. 4

9
Konsekuensi dari divertikulitis mungkin lebih parah pada pasien yang
immunocompromised, termasuk mereka yang telah menjalani tranplantasi organ, memiliki infeksi
virus kekebalan tubuh manusia, atau menggunakan kortikosteroid. Pasien-pasien ini mungkin
memiliki tanda dan gejala atipikal, lebih cenderung memiliki perforasi bebas, cenderung mendapat
respons terhadap manajemen konservatif, dan memiliki risiko komplikasi dan kematian
pascaoperasi yang lebih tinggi daripada pasien yang imunokompeten. 2

Gambar 1. Divertikula Colon. Divertikula kolon memiliki leher yang sempit sehingga mudah terhambat
oleh kotoran. Obstruksi leher membentuk serangkaian kejadian yang mungkin termasuk distensi kantung,
pertumbuhan berlebih bakteri, kompromi vaskular, dan perforasi. Ketika perforasi terjadi, mereka sering
bersebelahan dengan jaringan atau organ lain, seperti omentum, mesocolon, kandung kemih, atau usus kecil.2

2.5 Diagnosis
Divertikulosis jarang menimbulkan gejala sehingga sering ditemukan secara tidak sengaja
pada pemeriksaan penunjang seperti kolonoskopi. Divertikulosis dan penyakit divertikular dapat
juga didiagnosis dengan barium enema (x-ray). Divertikulitis biasanya ditegakkan melalui
pemeriksaan CT-scan abdomen.1
Pada anamnesis, pemeriksa akan menanyai tentang BAB, nyeri, gejala-gejala lainnya, diet
dan pengobatan. Pada pemeriksaan fisik biasanya dilakukan rectal toucher, dengan memakai
handscoen dan tangan yang telah dilumuri gel, tangan pemeriksa dimasukkan pada rektum pasien

10
untuk menilai nyeri tekan, hambatan, atau adanya darah. Pemeriksa juga dapat melakukan
pemeriksaan tinja untuk tanda-tanda pendarahan dan darah untuk tanda-tanda infeksi. 1
Manifestasi klinis dari diverikulitis kolon akut bervariasi dengan tingkat proses penyakit.
Dalam kasus klasik, pasien melaporkan obstipasi dan nyeri abdominal yang terlokalisir ke kuadran
kiri bawah. Kepenuhan abdominal atau perirectal, atau "efek massa," mungkin tampak jelas.
Demam sering terjadi, juga leukositosis. Pasien dengan perforasi mengalami iritasi peritoneal dan
nyeri tekan abdomen yang timbul tiba-tiba dan menyebar cepat meliputi seluruh abdomen dengan
tahanan dan kekakuan. Peritonitis merupakan indikasi untuk dilakukan eksplorasi darurat. Jika
pemeriksa curiga divertikulitis, dapat dilakukan USG Abdomen atau CT-scan.1

Pencitraan dan Endoskopi


Pemeriksaan CT direkomendasikan sebagai pemeriksaan radiologis awal (Gambar 3).
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas tinggi (sekitar 93-97%) dan spesifitas mendekati 100%
untuk diagnosis, dan memungkinkan penggambaran pada penyebaran proses penyakit. Pada kasus
jarang, jika sulit untuk membedakan antara divertikulitis dan karsinoma, studi kontras terbatas
pada kolon desendens dan rektum dengan penggunaan bahan kontras mudah larut dapat
membantu. Adanya divertikula, inflamasi pada jaringan lemak perikolik atau jaringan lainnya,
penebalan dinding usus lebih dari 4 mm, atau abses peridivertikular besar kemungkinan
divertikulitis.2 Pemeriksaan CT juga dapat menunjukkan proses penyakit lain yang menyebabkan
nyeri pada perut bagian bawah, seperti apendisitis, abses tubo-ovarian, atau penyakit Crohn. 2
Kolonoskopi dan sigmoidskopi biasanya dihindari jika curiga terjadi divertikulitis akut
karena risiko terjadi perforasi atau eksaserbasi lain dari proses penyakit. Pendapat para ahli
mendukung dilakukannya pemeriksaan ini jika proses akut telah diatasi, biasanya sekitar setelah 6
minggu, untuk menyingkirkan adanya penyakit lain, seperti kanker dan penyakit radang usus.2

Stadium
Tingkat keparahan divertikulitis sering dinilai dengan menggunakan kriteria Hinchey
(Gambar 2), walaupun sistem klasifikasi ini tidak memperhitungkan efek kondisi koeksistensi
pada keparahan penyakit atau hasil. Risiko kematian kurang dari 5% pada kebanyakan pasien
dengan divertikulitis stadium 1 atau 2, kira-kira 13% untuk pasien yang berada di stadium 3 dan
43% untuk pasien dengan stadium 4.2

11
.
Gambar 2. Skema Klasifikasi Hinchey. Pasien dengan penyakit stadium 1 memiliki abses perikolik atau mesenterika
kecil, terbatas, sedangkan mereka yang memiliki penyakit stadium 2 memiliki abses lebih besar, seringkali terbatas
pada panggul. Penyakit stadium 3, atau divertikulitis perforasi, terjadi saat abses peridiverticular telah pecah dan
menyebabkan peritonitis purulen. Pecahnya divertikulum yang tidak berinflamasi dan tidak terhalang ke dalam rongga
peritoneum bebas dengan kontaminasi tinja, yang disebut ruptur bebas, menandakan penyakit stadium 4 dan membawa
risiko tertinggi dari hasil yang merugikan. 2

12
B D
Gambar 3. CT Scan Divertikulosis .

Panel A menunjukkan divertikula (panah) dan bukti penularan dan penebalan dinding (panah), temuan yang
konsisten dengan penyakit Hinchey stadium 1. Panel B menunjukkan abses peridiverticular (dilingkari), sebuah
temuan yang konsisten dengan penyakit stadium 2. Panel C menunjukkan saluran pembuangan dalam abses
divertikular yang besar dan terbatas (dilingkari) yang dikomunikasikan dengan usus besar, yang konsisten
dengan penyakit stadium 3. Panel D menunjukkan bukti adanya perforasi (panah) di dekat kolon tetes yang
menebal, sebuah temuan yang konsisten dengan penyakit stadium 3 atau 4.2

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk nyeri perut bagian bawah harus dipertimbangkan. Divertikulitis
sigmoid dapat meniru apendisitis akut jika kolon berlebihan atau sebaliknya terkonfigurasi
sedemikian rupa sehingga bagian yang meradang berada di daerah suprapubik kuadran kanan
bawah. Penyakit radang usus (terutama penyakit Crohn), penyakit radang pelvis, kehamilan tuba,
sistitis, kanker kolon stadium lanjut dan kolitis yang menular dapat juga memiliki presentasi yang
serupa dengan divertikulitis. 2

2.7 Tatalaksana
Tujuan tatalaksana divertikulosis adalah untuk mencegah dan mengatasi gejala.
Meningkatkan asupan serat dengan mengonsumsi makanan tinggi serat atau suplemen serat dapat
membantu. Dokter bisa juga merekomendasikan obat atau probiotik, yang merupakan bakteri
baik yang umumnya ditemukan di usus yang sehat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui apakah probiotik efektif dalam mengobati divertikulosis.3

13
Pada pasien dengan divertikulosis, diet tinggi serat, dengan atau tanpa terapi supresi jangka
panjang dengan antibiotik oral, dapat direkomendasikan untuk mengurangi tekanan intrakolon dan
mengurangi risiko kekambuhan. Data epidemiologi dan hasil randomized trial dan uji coba kontrol
yang melibatkan 18 pasien menunjukkan bahwa diet serat tinggi bermanfaat, namun data yang
akurat kurang dan standar praktik sangat bervariasi.6
Beradasarkan panduan praktik yang telah diterbitkan Guidelines the American Society of
Colon and Rectal rekomendasi dalam artikel ini umumnya sesuai dengan pedoman tersebut.
Menurut Infeksi Surgical Society, pengobatan dengan antibiotik intravena selama 5-7 hari sama
efektifnya dengan rejimen yang lebih lama. 6

Table 1. Some Regimens Commonly Used to Treat Diverticulitis.*

Drug Regimen Oral regimens for outpatients Metronidazole and a quinolone

Metronidazole and trimethoprimsulfamethoxazole

Amoxicillinclavulanate

Intravenous regimens for inpatients

Metronidazole and a quinolone Metronidazole and a third-generation cephalosporin

Beta-lactam with a beta-lactamase inhibitor

Dosage

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

Quinolone (e.g., ciprofloxacin 500750 mg every 12 hr)

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

Trimethoprimsulfamethoxazole 160 mg trimethoprim and 800 mg sulfamethoxazole every 12 hr

Amoxicillinclavulanate 875 mg every 12 hr

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

Quinolone (e.g., ciprofloxacin 400 mg every 12 hr)

Metronidazole 500 mg every 6 to 8 hr

14
Third-generation cephalosporin (e.g., ceftriaxone 12 g every 24 hr)

Beta-lactam with a beta-lactamase inhibitor (e.g., ampicillin sulbactam 3 g every 6 hr)

* All doses are for adults. This list is not exhaustive. Dose adjustment may be needed, depending on the
presence and degree of renal failure.

Perawatan Rawat Inap


Keputusan untuk merawat pasien divertikulitis bergantung pada status klinis pasien. Bagi
kebanyakan pasien (yaitu, pasien imunokompeten yang memiliki serang ringan dan dapat
menoleransi asupan oral), pengobatan rawat jalan merupakan hal wajar. Ini membutuhkan 7-10
hari pengobatan oral antimikroba spektrum luas, termasuk cakupan terhadap mikroorganisme
anaerobik. Kombinasi Ciprofloxacin dan Metronidazol sering dipakai, namun regimen lainnya
juga efektif. Diet cair rendah residu (yaitu, sebagian besar bebas dari bahan yang tidak dapat
dicerna) juga direkomendasikan, walaupun pendekatan ini belum dipelajari secara teliti. 2
Rawat inap diindikasikan jika pasien tidak dapat menoleransi asupan oral atau memiliki
sakit berat sehingga memerlukan obat analgesia, jika gejala tidak membaik mesti sudah dilakukan
pengobatan rawat jalan yang adekuat, atau jika pasien memiliki komplikasi divertikulitis. Pasien
harusnya tidak makan melalui mulut. Jika terdapat penyumbatan atau ileus, maka harus
dimasukkan NGT (nasogastric tube). Cakupan antibiotik intravena spektrum luas yang sesuai
(Tabel 1). 2
Jika tidak ada perbaikan terhadap keluhan sakit, demam dan leukosistosis dalam 2 atau 3
hari, atau bila serial pemeriksaan fisik menunjukkan temuan baru atau yang memburuk, maka perlu
dilakukan pengulangan pencitraan CT yang sesuai dan intervensi perkutan atau operatif mungkin
diperlukan. Konsultasi bedah diindikasi saat penyakit tidak merespons penanganan medis atau ada
serangan berulang; bila terjadi abses atau pembentukan fistula, obstruksi atau perforasi bebas20;
atau bila ada keraguan dalam diagnosis. 2

Drainase Perkutaneus
Pada pasien yang komplikasi divertikulitisnya oleh pembentukan abses peridivertikular,
ukuran abses merupakan penentu penting kebutuhan untuk drainase perkutan. Banyak pasien
dengan abses perikolik kecil (diameter < 4 cm) tanpa peritonitis (Hinchey stadium 1) dapat diobati
secara konservatif dengan pengistirahatan kerja usus dan antibiotik spektrum luas. Untuk pasien
dengan abses peridivertikular yang berdiameter > 4 cm (Hinchey stadium 2), studi observasional
15
menunjukan bahwa drainase perkutan pencitraan CT dapat bermanfaat. Prosedur ini biasanya
mengeliminasi atau mengurangi ukuran abses, dengan pengurangan keluhan nyeri, pemecahan
leukositosis dan penurunan demam hingga suhu normal yang biasanya terlihat dalam beberapa
hari. Drainase perkutan dapat memungkinkan operasi elektif daripada operasi emergensi, yang
meningkatkan kemungkinan dari salah satu prosedur yang berhasil. Pasien yang abses rongga
perutnya mengandung bahan yang kotor cenderung responsnya buruk dan intervensi bedah dini
biasanya diperlukan.2

Intervensi Operatif
Sebanyak kurang dari 10% pasien yang diobati dengan divertikulitis akut memerlukan
perawatan bedah selama masuk yang sama. Indikasi dan waktu operasi untuk penyakit divertikular
ditentukan terutama oleh tingkat keparahan penyakit, namun faktor lain, termasuk usia dan kondisi
koeksistensi, harus juga diperhatikan. 2
Indikasi untuk tatalaksana operasi emergensi meliputi peritonitis generalisata, sepsis yang
tidak terkontrol, perforasi viseral yang tidak terkendali, adanya abses besar yang tidak dapat
didrainase (tidak dapat diakses) dan kurangnya perbaikan atau penurunan dalam 3 hari tatalaksana
medis; ini merupakan ciri khas penyakit Hinchey stadium 3 atau 4. Di masa lampau, tiga operasi
terpisah dilakukan pada pasien dengan komplikasi-komplikasi ini (Gambar 4), namun rangkaian
pengobatan ini tidak lagi direkomendasikan untuk kebanyakan pasien karena morbiditas dan
mortalitas tinggi. Dengan pendekatan ini, banyak pasien, terutama pasien usia lanjut, tidak pernah
memiliki kolostominya karena risiko yang terkait, termasuk kebocoran anastomotor, trauma usus
halus dan herniasi insisi atau cedera iatrogenik lainnya, serta risiko dari operasi yang kompleks.2
Dengan demikian, sekarang banyak ahli bedah lebih memilih pendekatan one stage bila
memungkinkan, walaupun pendekatan two stage mungkin masih diperlukan. 2
Bagi pasien yang membutuhkan operasi emergensi, status fisik dan tingkat disfungsi organ
preoperatif adalah prediktor klinis yang signifikan pada hasilnya. Hipotensi preoperatif, gagal
ginjal, diabetes, malnutrisi, defisiensi imun dan asites semuanya berkaitan dengan kemungkinan
untuk bertahan selama operasi berlangsung.
Keputusan apakah akan dilakukan prosedur diverting proximal didasarkan pada penilaian
ahli bedah terhadap risiko kerusakan anastomotic dan komplikasi lainnya. Faktor lain yang perlu

16
dipertimbangkan pada kondisi pasien meliputi status gizi pasien, kualitas jaringan, jumlah
kontaminasi usus, tingkat perdarahan dan stabilitas intraoperatif. 2
Hasil yang dilaporkan setelah operasi one stage atau two stage pada divertikulitis di sebelah
kiri dengan peritonitis sangat bervariasi. Seiring berjalannya waktu, ternyata banyak pasien yang
bisa menjalani reseksi dan anastomosis primer secara aman bahkan pada pasien yang mengalami
pembentukan abses dengan peritonitis lokal, peritonitis purulen difusa, penyumbatan atau
pembentukan fistula. Meskipun data tidak tersedia dari uji coba secara acak, penelitian
observasional yang mencakup pasien yang sesuai menunjukan tingkat kematian yang sama dan
risiko infeksi luka yang lebih rendah dan pembentukan abses pascaoperasi dengan pendekatan one
stage. Terapi ini juga lebih hemat biaya. 2
Komplikasi divertikulitis kronis, termasuk fistula, striktur atau stenosis, dan sebagian besar
kasus penyumbatan kolon, juga ditatalaksana secara pembedahan. Beberapa pasien mungkin
memerlukan intervensi bedah saat gejala muncuk pertama kali, namun dalam kebanyakan kasus,
kondisi tersebut dapat ditangani secara elektif dan dengan operasi one stage. 2

Gambar 4. Pendekatan Operasional Tiga Tahap terhadap Divertikulitis.

17
Gambar 5. Pendekatan Operasional Dua Tahap terhadap Divertikulitis.

Prosedur Laparoskopi
Sebagian besar reseksi kolon masih dilakukan sebagai prosedur terbuka di Amerika Serikat
karena prosedur laparoskopi secara teknis sulit dan cenderung memakan waktu lebih lama dan
karena sedikitnya tenaga ahli bedah terlatih selama residensi atau fellowship untuk melatih mereka.
Data dari randomized trials, penelitian kontrol terhadap kolektomi terbuka versus laparoskopi
belum ada. Namun, data observasional menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pasien yang
menjalani pembedahan terbuka, pasien yang menjalani reseksi laparoskopi cenderung memiliki
masa perawatan di rumah sakit lebih pendek, sedikitnya rasa nyeri sesaaat setelah pascaoperasi,
komplikasi keseluruhan risiko yang rendah (termasuk komplikasi paru seperti atelectasis) dan
komplikasi yang rendah di tempat operasi. 2
Indikasi untuk kolektomi laparoskopi tetap tidak pasti dan data mengenai hasil masih
terbatas. Lebih dari 90% pasien dalam kasus kecil baru-baru ini berhasil menjalani kolektomi
laparoskopi. Banyak ahli bedah saat ini menganjurkan reseksi laparoskopi untuk pasien dengan
stadium 1 atau 2, namun pendekatan ini kurang berhasil pada pasien dengan stadium 3 dan

18
4.Kolektomi laparoskopi cenderung menjadi standar pembedahan untuk divertikulitis yang tidak
kompleks karena lebih banyak ahli bedah terlatih pada teknik ini. 2

2.8 Komplikasi
Kebanyakan orang dengan divertikulosis tidak memiliki gejala apapun. Bila divertikulosis
menyebabkan gejala, disebut penyakit divertikular. Gejalanya bisa berupa konstipasi, kram,
kembung, dan perdarahan tanpa rasa sakit dari rektum. Penyakit divertikular juga termasuk
divertikulitis.2
Divertikulitis terjadi saat divertikula menjadi meradang atau tidak. Gejalanya meliputi
sakit perut (biasanya di sisi kiri), demam, mual, muntah, kram, dan konstipasi. Kemungkinan
komplikasinya adalah abses, striktur, perforasi, peritonitis, fistula ke kandung kemih, usus halus,
vagina, atau kulit.2

A. Perdarahan
Perdarahan rektum dari divertikula adalah komplikasi yang jarang terjadi. Seorang
dokter yakin pendarahan disebabkan oleh pembuluh darah kecil di divertikulum yang
melemah sehingga pecah. Saat divertikula berdarah, darah bisa muncul saat BAK atau
BAB. Perdarahan dapat semakin parah, namun bisa berhenti dengan sendirinya tanpa
memerlukan pengobatan. Seseorang yang mengalami pendarahan dari rektum, bahkan
dalam jumlah sedikit, dapat terlihat. Seringkali kolonoskopi digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi pendarahan dan menghentikan pendarahan. Terkadang dokter
menyuntikkan zat kontras ke arteri, sebuah prosedur yang disebut angiografi, untuk
mengidentifikasi dan mengobati perdarahan divertikular. Jika pendarahan tidak berhenti,
pembedahan mungkin diperlukan untuk mengangkat bagian kolon tersebut. 1

B. Abses, Perforasi, dan Peritonitis


Divertikulitis dapat menyebabkan infeksi, yang sering hilang setelah beberapa hari
pengobatan dengan antibiotik. Jika infeksi semakin memburuk, abses bisa terbentuk di
dinding usus besar. Abses merupakan kumpulan nanah yang terlokalisir yang dapat
menyebabkan pembengkakan dan kerusakan jaringan.
Jika abses yang terjadi sedikit dan berada di dinding usus besar, mungkin akan

19
sembuh setelah perawatan dengan antibiotik. Jika abses tidak sembuh dengan pemberian
antibiotik, dokter mungkin perlu melakukan drainase pada abses menggunakan kateter,
sebuah tabung kecil, yang ditempatkan dalam abses dan masuk melalui kulit. Setelah
memberi obat anti nyeri kepada pasien, dokter memasukkan jarum melalui kulit sampai
mencapai abses, kemudian mengalirkan cairan melalui kateter. Proses ini dapat dipandu
menggunakan sonografi atau sinar-X.
Divertikula yang terinfeksi dapat menyebabkan perforasi. Terkadang perforasi
mengeluarkan nanah dari usus besar dan membentuk abses yang besar di rongga perut,
suatu kondisi yang disebut peritonitis. Seseorang dengan peritonitis mengeluh kesakitan
karena mual, muntah, demam dan nyeri tekan perut yang hebat. Kondisi ini memerlukan
tindakan operasi segera untuk membersihkan rongga perut dan mengangkat bagian usus
besar yang rusak. Tanpa pengobatan segera, peritonitis bisa berakibat fatal. 1

C. Fistula
Fistula merupakan saluran abnormal jaringan antara dua organ atau antara organ
dan kulit. Ketika jaringan yang rusak bersentuhan satu sama lain selama proses infeksi,
terkadang terjadi perlengketan. Jika jaringan sembuh dengan sendirinya, fistula dapat
terbentuk. Bila infeksi yang terkait dengan divertikulitis menyebar ke luar usus besar,
jaringan usus besar mungkin menempel pada jaringan di dekatnya. Organ yang biasanya
terlibat adalah kandung kemih, usus halus dan kulit.
Jenis fistula yang paling umum terjadi antara kandung kemih dan usus besar. Fistula
jenis ini lebih sering menyerang pria daripada wanita. Hal ini dapat mengakibatkan infeksi
saluran kemih yang parah dan jangka panjang. Masalah ini dapat dikoreksi dengan
pembedahan untuk menghilangkan fistula dan bagian kolon yang terinfeksi.1

D. Obstruksi usus
Jaringan parut yang disebabkan oleh infeksi dapat menyebabkan penyumbatan
sebagian usus atau penyumbatan usus total, disebut obstruksi usus. Saat usus tersumbat,
kerja kolon menjadi terhambat. Jika usus tersumbat total, perlu dilakukan tindakan operasi
emergensi. Penyumbatan parsial bukan keadaan darurat sehingga pembedahan untuk
memperbaikinya dapat direncanakan.1

20
2.9 Prognosis
Banyak kasus divertikulitis ringan berobat rawat jalan dengan pemberian antibiotik dan
menjalani diet cair selama beberapa hari. Jika gejalanya semakin parah atau mengalami
komplikasi, perlu dilakukan perawatan di rumah sakit.7
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan penyakit, adanya komplikasi dan masalah
koeksistensi medis. Pasien usia muda dengan divertikulitis mungkin memiliki penyakit yang lebih
parah, bisa karena terlambat didiagnosis dan penatalaksanaan. Pasien dengan imunosupresi
memiliki morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi akibat divertikulitis sigmoid. 7
Morbiditas/ mortalitas dari pasien dengan divertikulosis, 80-85% tetap asimtomatik.
Sekitar 5% berkembang menjadi divertikulitis; 15-25% penderita divertikulitis mengalami
komplikasi yang menyebabkan perlu pembedahan. Komplikasi ini meliputi pembentukan abses,
ruptur usus, peritonitis dan pembentukan fistula. 7
Divertikulitis dapat menjadi penyakit yang parah pada pasien immunocompromised, pasien
dengan kondisi komorbid yang signifikan dan yang memakai obat anti-inflamasi. Setelah
terjadinya divertikulitis akut pertama, tingkat kekambuhan dalam 5 tahun adalah 20%. [11], Pasien
dengan divertikulitis yang menjalani pengobatan konservatif (misalnya tidak dilakukan
pembedahan) memiliki tingkat kekambuhan 20-35%. Tingkat kekambuhan setelah reseksi bedah
berkisar 1-3%. Tingkat kematian akibat komplikasi pada pasien dengan penyakit rekuren pada
penelitian kecil ini adalah 1%.8
Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas dan risiko
pengembangan divertikulitis. Komplikasi divertikulitis terjadi lebih sering dengan kejadian
divertikulitis akut yang pertama dibandingkan dengan episode rekuren.8

21
BAB III
KESIMPULAN

Divertikulosis adalah suatu kondisi di mana terbentuknya kantong kecil yang disebut
divertikula pada titik-titik lemah di dinding usus besar. Penyakit divertikular jarang ditemukan di
negara-negara berkembang namun umum terjadi di masyarakat negara maju, di mana diet rendah
serat banyak dikonsumsi dan meningkat seiring bertambahnya usia.
Meski tidak terbukti, teori yang dominan penyebab penyakit divertikular adalah diet rendah
serat sehingga menyebabkan konstipasi, yang juga umum terjadi pada orang lanjut usia.
Divertikula dapat terjadi di mana saja di saluran cerna tetapi paling sering terjadi di usus besar,
terutama kolon sigmoid, hal ini disebabkan oleh kolon sigmoid yang memiliki tekanan
intraluminal tertinggi. Divertikulitis dapat menyebabkan abses yang berujung pada peritonitis, dan
juga menyebabkan adanya fistula.
Divertikulosis jarang menimbulkan gejala sehingga sering ditemukan secara tidak sengaja
pada pemeriksaan penunjang seperti kolonoskopi. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis
mengenai keluhan BAB dan diet harian pasien. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
adalah USG, CT Scan, dan endoskopi.
Tujuan tatalaksana divertikulosis adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
mengatasi gejala yang timbul. Terapi dapat konservatif dengan penggunaan antibiotik, operatif,
atau secara laparaskopik. Pembedahan juga bisa menjadi pilihan jika mengalami perdarahan
divertikular yang tidak berhenti pada episode divertikulitis atau berulang.
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan penyakit, adanya komplikasi dan masalah
koeksistensi medis. Banyak kasus divertikulitis ringan berobat rawat jalan dengan pemberian
antibiotik dan menjalani diet cair selama beberapa hari. Jika gejalanya semakin parah atau
mengalami komplikasi, perlu dilakukan perawatan di rumah sakit.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. National Institutive of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). 2006.
Diverticulosis and Diverticulitis. http://www.ecnb.org/pdf/diverticulosis.pdf. Diakses: 9
September 2017.
2. Jacobs DO, 2007. Diverculitis. Department of Surgery, Duke University School of
Medicine, and Duke University Hospital, Durham, N Engl J Med;357:2057-66.
3. Thompson AE. Diverticulosis and Diverticulitis. JAMA. 2016;316(10):1124.
4. Floch MH, Longo WE. United States guidelines for diverticulitis treatment. J Clin
Gastroenterol. 2016 Oct. 50 Suppl 1:S53-6. (Patfis)
5. Sartelli et al. 2016. WSES Guidelines for the management of acute left sided colonic
diverticulitis in the emergency setting. World Journal of Emergency Surgery (2016) 11:37
6. [Guideline] World Gastroenterology Organisation (WGO). Practice Guidelines 2007.
Diverticular disease. http://www.worldgastroenterology.org/diverticular-disease.html.
Diakses: 8 September 2017.
7. Brandl A, Kratzer T, Kafka-Ritsch R, et al. Diverticulitis in immunosuppressed patients:
a fatal outcome requiring a new approach?. Can J Surg. 2016 Aug. 59(4):254-61
8. Alonso S, Pera M, Pares D, et al. 2010. Outpatient treatment of patients with uncomplicated
acute diverticulitis. Colorectal Dis. 12 e278-82.

23

Anda mungkin juga menyukai