Bayi Saya Kok Muntah Setelah Minum Susu Formula
Bayi Saya Kok Muntah Setelah Minum Susu Formula
Seorang bayi perempuan umur 5 hari dibawa ibunya ke dokter keluarga dengan keluhan
selalu muntah sesudah minum susu formula. Alasan ibu memberikan susu formula karena
produksi ASInya kurang lancar dan ibu belum terampil menyusui. Menurut ibunya sejak
kemarin bayinya rewel, perutnya tampak membuncit dan kembung dan belum buang air
besar. Selain itu ibu juga khawatir ketika mengamati kulit bayinya terlihat kekuningan.
Pada pemeriksaan tanda vital menunjukkan suhu tubuh per-rektal 37,2C, repirasi 24x
permenit, nadi 100x permenit. Pemeriksaan fisik menunjukkan kulit muka dan ekstremitas
atas ikterik. Inspeksi abdomen tampak distended, tidak terlihat darm-contour maupun darm
steifung. Palpasi: dinding abdomen supel, tidak terdapat defans muskuler. Perkusi:
hipertimpani di area epigastric, timpani di area abdomen yang lain. Auskultasi terdengar
bising usus 15 kali permenit, tidak terdengar borborigmi maupun metallic sound.
Dokter menanyakan lebih lanjut pola BAB selama 2 hari pertama dan menjelaskan
kemungkinan bayi tersebut tidak dapat mencerna susu formula dengan baik. Kemudian ibu
bayi juga menanyakan: apakah warna kekuningan berkaitan dengan muntah yang dialami
bayinya?.
STUDI PUSTAKA
C. Perkusi Abdomen
Perkusi abdomen dilakukan untuk menilai jumlah serta distribusi gas di dalam abdomen
dan mengenali kemungkinan adanya massa yang padat ataupun berisi cairan. Perkusi
dilakukan di seluruh kuadran abdomen untuk menilai distribusi bunyi timpani atau redup.
Biasanya bunyi timpani lebih dominan karena keberadaan gas di dalam traktus
gastrointestinal, namun daerah-daerah bunyi redup yang terpencar-pencar karena keberadaan
cairan dan feses juga merupakan gambaran yang khas. Pada sisi sebelah kanan daerah di
antara paru di sebelah atas dan margo kostalis di sebelah bawah biasanya akan menemukan
pekak hati (liver dullness), pada sisi sebelah kirinya, bunyi timpani pada daerah di atas
gelembung udara yang ada di dalam lambung dan fleksura lienalis kolon. Bunyi redup yang
luas mungkin menunjukkan adanya massa atau pembesaran organ di balik daerah tersebut.
Pada setiap sisi abdomen yang membuncit, harus diperhatikan tempat terjadinya perubahan
bunyi dari timpani menjadi redup yang menandakan keberadaan struktur padat di
belakangnya. Distensi karena gas dapat bersifat lokal atau menyeluruh. Distensi ini
menyebabkan bunyi timpani. Peningkatan produksi gas dalam usus akibat jenis makanan
tertentu menimbulkan distensi yang ringan. Keadaan yang lebih serius adalah obstruksi
intestinal dan ileus paralitik (adinamik). Distensi akan lebih nyata pada obstruksi kolon
dibanding obstruksi usus halus. Bunyi redup pada perkusi kedua pinggang menunjukkan
perlunya pemeriksaan lebih lanjut terhadap kemungkinan asites. Pada situs inversus (
keadaan yang langka ), semua organ letaknya terbalik. Gelembung udara berada di sebelah
kanan, bunyi redup pada perkusi hati (atau pekak hati) di sebelah kiri.
PEMBAHASAN
Kuning/ jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari
setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat terjadi antara
25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun
kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia
inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf
pusat bayi.
Penyebab kuning pada bayi baru lahir
Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum
sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Kuning juga bisa terjadi karena
beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:
1. Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Jenis
bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak
terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan
mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh.
Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan
pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah
yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni
disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis.
2. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif.
Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu
ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
3. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu
tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada
kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul
setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.
4. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah
(inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan
memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan
menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin
dari sel darah merah.
5. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam proses
persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara
alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang
mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning.
6. Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning.
Gejala kuning pada bayi baru lahir
Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari
kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar bilirubin sudah cukup
tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta telapak tangan. Cara yang mudah
untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan jari pada kulit yang diamati dan
sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/ sinar matahari.
Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika
jumlah bilirubin pada darah di atas 2 mg/dL. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika
kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hal ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus
bayi pada baru lahir kerena kadar bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan yang
permanen pada otak yang disebut dengan kern icterus.
Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit lain yang
menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang tampak sakit,
demam, dan malas minum.
Pada skenario didapatkan bayi tersebut perutnya buncit. Perut buncit pada bayi
biasanya adalah suatu keadaan yang normal, hal ini disebabkan oleh otot-otot perut bayi
masih lemah. Akan tetapi buncit juga bisa merupakan suatu keadaan yang patologis apabila
terjadi distensi abdomen yang dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. adanya rongga udara dalam perut,
2. adanya udara dalam lumen usus,
3. adanya cairan dalam rongga perut,
4. adanya massa abnormal.
Pencernaan susu atau laktosa melibatkan enzim pencernaan yang dinamakan enzim
laktase. Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus
halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk
diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak
mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan
dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat
menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian
laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan
air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare. Namun pada kasus di skenario bayi
tersebut justru tidak diare bahkan belum pernah BAB. Bayi pada kasus muntah setelah
minum susu formula.
Muntah pada bayi tersebut kemungkinan bisa disebabkan oleh karena setelah terjadi
fermentasi terbentuk gas (H2) yang akan mengakibatkan distensi abdomen. Distensi abdomen
ini akan merangsang muntah melalui serabut sensorik dan vagal ke pusat muntah di batang
otak.
Dokter perlu menanyakan lebih lanjut mengenai pola BAB selama 2 hari pertama agar
dapat diketahui adakah kelainan pada bayi, kelainan apa yang dialami, dan untuk menentukan
pemeriksaan lanjutan yang diperlukan. Bayi di skenario disebutkan sudah berusia 5 hari
tetapi belum BAB. Secara fisiologis bayi akan mengeluarkan meconium (tinja pertama) yang
berwarna gelap paling lambat 48 jam setelah kelahiran.
DD dan Tatalaksana
A. Hirschsprung atau Mega Colon
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
( Betz, Cecily & Sowden : 2000)
Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak
dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan
adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada
bagian yang rusak pada Mega Colon. ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar. ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces. (
Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan : Anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi
secara normal dan bisa dilakukan.
o Kriteria Hasil
- Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi.
- Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik.
o Intervensi
- Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %.
- Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali.
- Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk, konsistensi, jumlah.
- Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses.
- Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan.
2. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan
mual dan muntah.
Tujuan : Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan.
o Kriteria Hasil
- Berat badan pasien sesuai dengan umurnya.
- Turgor kulit pasien lembab.
- Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan.
o Intervensi
- Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan.
- Ukur berat badan anak tiap hari.
- Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk
mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah.
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang. (Betz, Cecily &
Sowden 2002:197)
Tujuan : Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh.
o Kriteria Hasil
- Turgor kulit lembab.
- Keseimbangan cairan.
o Intervensi
-Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
-Pantau tanda tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake output
-Observasi adanya peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan
segera.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong,
2004).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnya menjadi lebih adekuat.
o Kriteria hasil
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya, perawatan dan obat obatan lebih
meningkat.
o Intervensi
- Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal hal yang ingin diketahui sehubungan
dengan penyakit yang dialami pasien
- Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon.
- Kaji latar belakang keluarga.
- Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat obatan pada keluarga pasien.
- Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
B. Intoleransi Laktosa
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat
yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah
laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian
besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan, pada manusia,
laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak
dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit
perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.
Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak
dari masa bayi hingga dewasa dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk
susu. Saat usia bayisampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat
diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu. Namun pemberian susu formula kepada
bayi hanya dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi
keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan pertimbangan.
Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi karena selain memberikan
semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung komponen yang sangat spesifik, dan
telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung
antibodi (zat kekebalan tubuh) yang merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
Menurut WHO, 98% wanita mempunyai kemampuan fisiologis untuk menyusui, jadi hanya
2% saja yang tidak dapat menyusui dengan alasan kemampuan fisiologis.
Intoleransi laktosa
Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus
halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk
diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak
mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses
pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang
terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan
tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.
Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap
makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya
melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun
intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan.
Frekuensi kejadian intoleransi laktosa pada ras Kaukasia lebih sedikit/jarang
dibandingkan pada orang Asia, Afrika, Timur Tengah, dan beberapa negara Mediterania, dan
juga pada ras Aborigin Australia. Lima persen dari ras Kaukasia dan 75% dari yang bukan ras
Kaukasia yang tinggal di Australia mengalami intoleransi laktosa.
Gejala
Orang yang mengalami intoleransi laktosa biasanya mempunyai batas toleransi untuk
mengkonsumsi laktosa, yang jika mereka mengkonsumsi dalam batas ini maka mereka akan
mengalami gejala yang minimal.
Beberapa gejala intoleransi laktosa antara lain sakit perut, perut kembung dan diare.
Kadang-kadang gejala intoleransi laktosa sering disalah artikan sebagai gejala dariirritable
bowel syndrome (IBS), padahal penderita IBS bukanlah penderita intoleransi laktosa.
Penderita IBS cenderung mengalami kesulitan dalam mentoleransi lemak.
Penyebab intoleransi laktosa Intoleransi laktosa sebagian besar disebabkan oleh faktor
genetik, dimana penderita mempunyai laktase lebih sedikit dibanding orang normal.
Beberapa faktor lain penyebab intoleransi laktosa antara lain:
Gastroenteritis, dapat menyebabkan terjadinya penguraian enzim laktase yang dapat
berlangsung sampai beberapa minggu.
Infeksi parasit, dapat menyebabkan pengurangan jumlah laktase sementara waktu.
Defisiensi besi, rendahnya asupan besi dapat mengganggu pencernaan dan penyerapan laktosa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Beberapa hal bisa menyebabkan ikterus pada bayi neonatus (Jaundice), bisa karena sebab-
sebab fisiologis (misalnya karena organ hati belum terbentuk sempurna), maupun sebab-
sebab patologis (misalnya pada kasus Breast Feeding Jaundice).
2. Pada bayi dengan Intoleransi Lactose, jumlah enzim laktase tidak mencukupi untuk
memecah laktosa menjadi mikromolekul (berupa glukosa dan galaktosa) sehingga bisa
langsung diserap oleh usus.
B. Saran
Sebaiknya si ibu tetap memberikan ASI, agar lebih terampil bisa terus dilatih, dan bila
jumlah ASI si ibu memang tidak cukup banyak, mungkin bias mengkonsumsi formula untuk
ibu menyusui atau yang alami seperti daun katuk.
Untuk bayi Intoleransi Lactosa, bisa mengkonsumsi susu rendah laktosa, atau
mengganti susu formula dengan soybean milk (walau tidak begitu disarankan karena
kandungan gizinya kurang).
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati,
et.al. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lynn S. Bickley. 2009. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Vol. 1,
Ed. 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Ed. 2, Penerbit Buku Kedokteran
EGC