Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif
nonreversible atau reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan
adanya batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya.
Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversible penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK.
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting dari PPOK, jauh lebih penting daripada faktor penyebab lainnya. Selain
itu, faktor risiko lain yang dapat menyebabkan PPOK diantaranya adalah
hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang, dan riwayat
terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja.
Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986,
asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai
penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes
RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan
emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan tersebut diantaranya adalah
kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi
udara terutama di kota besar, dan industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat
2

mortalitas akibat kasus PPOK di Indonesia adalah tinggi, maka sebagai dokter
umum harus dapat mengenali dan melakukan terapi pada PPOK.

1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) ini adalah untuk membahas gejala-gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis bagi penderita
penyakit ini, mengingat kasus PPOK semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan
begitu diharapkan kita mampu menekan angka morbiditas dan mortalitas PPOK.
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. Johan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 70 tahun
Alamat : Jl. Musium Lr Mbah Rustam Km. 5 Palembang
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
MRS : 28 Agustus 2011

2.2 ANAMNESIS ( Tanggal 3 September 2011 )


Keluhan Utama
Sesak yang bertambah hebat sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit


1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, 1 sendok
makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik, sesak
(-), nyeri dada (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan biasa, BAB dan BAK
biasa. Os tidak berobat.
20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering, dahak warna
putih, 1 sendok makan setiap batuk, sesak (+), mengi(-), hilang timbul,
tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Demam (-).
6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah, mengi(-). Sesak
napas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak
berkurang saat istirahat. Batuk (+), dahak warna kuning kehijauan. Nyeri
dada (+) di dada kanan seperti ditusuk setiap os batuk. Nyeri dada tidak
menjalar ke tempat lain. Mual (+), muntah (-), penurunan nafsu makan (+), os
4

berobat ke dokter dan diberi obat. Os lupa nama obatnya. Namun keluhan os
tidak berkurang.
1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu tinggi,
nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK
biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal
Riwayat sakit maag sejak 3 bulan yang lalu
Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2 bungkus/hari. Os berhenti merokok
sejak 20 hari SMRS

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 3 September 2011 )


Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan Sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Kurang
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 96 x/m,
Pernapasan : 26 x/m
Temperatur : 36,9C
Tinggi badan : 163 cm
Berat badan : 42 kg
5

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-
), spider nevi (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), eritema palmar (-),
pertumbuhan rambut normal.

KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal, dan
submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.

Kepala
Normocephali

Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva
palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor (+/+), reflek cahaya normal,
pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjugtiva (-).

Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping
hidung (-)

Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrophi papil (-), hipertrofi
ginggiva (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), fetor hepatikum (-), faring tidak
ada kelainan.
6

Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar
getah bening (-), kaku kuduk (-)

Dada
Bentuk dada barrel chest, diameter anteroposterior 16 cm, diameter
transversal 28 cm, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-).

Paru
I : Statis, dinamis simetris kanan dan kiri, barrel chest, sela iga melebar (+)
P : Stem fremitus sama kanan dan kiri
P : Hipersonor pada lapangan paru kanan dan kiri.
A: Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi basah sedang (+) minimal
pada basal paru kanan dan kiri, wheezing (-).

Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas jantung sulit dinilai
A : HR : 96 x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
I : datar
P : lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (-)
P : timpani
A : BU (+) N

Genital
Tidak diperiksa
7

Ekstremitas atas:
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),
jaringan parut (-), akral dingin (-), jari tabuh (-), turgor baik, clubbing finger
(-), eritem palmar (-).

Ekstremitas bawah:
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), nyeri otot
tungkai (-), edema pretibial (-), edema pedis (-), jaringan parut (-), lebam (-),
turgor kembali cepat.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin ( Tanggal 2 September 2011 )
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 11,1 gr/dl 14-18 g/dl
Ht 35 vol% 40-48 vol%
Leukosit 26.100 /mm3 5000-10.000/mm3
LED 85 mm/jam L < 10 mm/jam, P < 15
mm/jam
Trombosit 410.000/mm3 200.000-500.000/ mm3
Hitung jenis 0/0/2/84/4/10 0-1/1-3/2-6/50-70/20-
40/2-8

Kimia Klinik
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
BSS 139 mg/dl
Ureum 36 mg/dl 15-39 mg/dl
Creatinin 1,0 mg/dl L 0,9-1,3 mg/dl, P 0,6-
1,0 mg/dl
Protein Total 6,1 g/dl 6,0-7,8 g/dl
8

Albumin 2,8 g/dl 3,5-5,0 g/dl


Globulin 3,3 g/dl
SGOT 40 u/L <40 U/I
SGPT 19 u/L <41 U/I
Natrium 135 mmol/L 135-155 mmol/l
Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,5 mmol/l

Urinalisis tanggal 6 September 2011


Sel epitel : positif (+)
Leukosit : 2-3
Eritrosit : 0-2
Silinder : positif (+)
Kristal : negatif
Protein : positif (++)
Glucose : negatif
Keton : negatif
Darah/Hb : positif (+)
Bilirubin : negatif
Urobilinogen : negatif
Nitrit : negatif
9

Pemeriksaan Radiologi ( Foto thorax PA, tanggal 28 Agustus 2011)

Kualitas foto baik


Simetris
Trakea di tengah
Tulang-tulang baik
Sela iga melebar
Diafragma tenting (-)
CTR < 50%
Sudut costophrenicus tumpul
Parenkim paru: hiperlusen (hiperaerasi)
Kesan : PPOK
10

RESUME
Seorang laki-laki berinisial J datang dengan keluhan utama sesak yang
bertambah hebat sejak 1 hari SMRS.
1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, 1 sendok
makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik nafsu
makan biasa, BAB dan BAK biasa. Os tidak berobat.
20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering. Sesak (+)
hilang timbul tidak dipengaruhi suhu dan aktivitas.
6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah. Sesak napas
tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat
istirahat. Batuk (+), dahak kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti
ditusuk setiap os batuk. Mual (+), penurunan nafsu makan (+), os berobat ke
dokter dan diberi obat. Namun keluhan os tidak hilang.
1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu
tinggi, nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK
biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat.
Riwayat darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat
penyakit asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal. Riwayat
sakit maag sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2
bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 20 hari SMRS. Riwayat Penyakit yang
sama dalam keluarga disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96 x/menit,
pernapasan 26 x/menit, temperatur 36,9C, JVP (5-2) cmH2O. Pada pemeriksaan
paru, inspeksi Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan
sela iga yang melebar, dengan perkusi dada didapatkan hipersonor pada lapangan
paru kanan dan kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi
basah sedang (+) minimal pada basal paru, wheezing (-).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb yang menurun,
leukosit dan laju endap darah yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda
infeksi serta kadar albumin yang rendah. Berdasarkan hasil anamnesis,
11

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat dipikirkan kemungkinan


PPOK eksaserbasi akut dan pneumonia tipikal.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet NB TKTP tinggi albumin dan
medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik, dan vitamin.
Prognosis dari PPOK tergantung dari penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan
yang dilakukan.

DIAGNOSIS KERJA
PPOK eksaserbasi akut + Pneumonia tipikal

DIAGNOSIS BANDING
Susp. Tumor paru kanan
Kasus baru TB paru

TATALAKSANA
Istirahat
O2 3L
Diet NB TKTP tinggi albumin
IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit
OBH syrup 3x1
Antacid syrup 3x1
Donperidone 3x1
Ceftriaxone 1x1 g
B1B6B12 3x1

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
BTA I,II,III
Kultur sputum
Sitologi sputum
Spirometri
Bronkoskopi
12

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

FOLLOW UP
5 September 2011
S : Nyeri dada kanan, nafsu makan kurang, mual
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 120/60 mmHg
Nadi 94x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24x/m
Temperatur 36,4oC

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
Leher JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest, sela iga melebar
Cor :
HR : 94x/m, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
I: statis simetris, dinamis: dada kanan tertinggal
P: stem fremitus simetris kanan dan kiri
P: hipersonor pada kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal pada paru kiri, menurun
pada paru kanan, ronkhi (+) basah sedang di
basal paru, wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-) bising usus (+) normal, turgor <2
Ekstremitas Edema pretibial (-/-)
Akral hangat
Clubbing finger (-/-)
A : PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia
tipikal
DD/ Tumor paru kanan
P : - Istirahat
- Diet NB TKTP tinggi albumin
- IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit
- OBH syrup 3 x 1 c
- Antacid syrup 3x1 c
- Donperidone 3x1
13

- Ceftriaxon 1x1 g
- B1B6B12 3x1

Rencana :
- BTA I, II, III
- Kultur reg mikroorganisme sputum
- Ekspertise Rontgen Lateral
- Urine rutin

06 September 2011
S : Nyeri di dada kanan, demam
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 120/60 mmHg
Nadi 94x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24x/m
Temperatur 37,6C

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
Leher JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax Cor :
HR : 94x/m, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
I : Statis dan dinamis kanan-kiri Simetris
P : Stem Fremitus simetris
P : Sonor di Kedua Lapangan Paru
A : vesikuler (+) normal pada paru kiri, menurun
pada paru kanan, ronkhi (+) basah sedang di
basal paru, wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, hepar dan lien sulit dinilai, bising
usus(+)
Ekstremitas Edema pretibial (-)
A : PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia
tipikal
DD/ Tumor paru kanan
P : - Istirahat
- Diet NB TKTP tinggi albumin
- IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit
- Antacid syrup 3x1 c
- Donperidone 3x1
- Ceftriaxon 1x1 g
- B1B6B12 3x1
14

7 September 2011
S : Demam, nyeri dada kanan
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 110/60 mmHg
Nadi 100x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 36x/m
Temperatur 37,8oC

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
Leher JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest, sela iga melebar
Cor :
HR : 100x/m, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
I: statis: simetris ka=ki, dinamis: dada kanan
tertinggal
P: stem fremitus menurun di hemithoraks kanan
P: hipersonor pada kedua lapangan paru
A: vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi
basah halus (+) pada basal paru, wheezing (-)
Abdomen Datar, tegang, nyeri tekan (+), hepar dan lien
sulit dinilai, bising usus (+) normal
Ekstremitas Edema pretibial (+/+)
Akral hangat
Clubbing finger (-/-)
A : PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia
tipikal
DD/ Tumor paru kanan
P : - Istirahat
- Diet NB TKTP
- IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit
- OBH syrup 3 x 1 c
- Antacid syrup 3x1 c
- Donperidone 3x1
- Ceftriaxon 1x1 g
- B1B6B12 3x1
- Koreksi albumin
15

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi Paru

Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam
kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-
paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam
rongga torak.
Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok
keatas kira-kira 2,5 cm di atas klavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks
berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk
konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat
hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf
masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.2,8
a. Apeks pulmo
Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura
torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.
b. Basis pulmo
16

Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung


diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,
maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri.
c. Insisura atau fisura
Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru
dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat
digunakan untuk menentukan diagnosis.
Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini
membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,
medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen.
Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura
interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu
lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa
segmen.
17

Fisiologi Paru
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam
tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan,
yaitu:
Respirasi / Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang
rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk
sehingga rongga dada membesar.
2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot
antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.
Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu:
a. Otot yang Digunakan Saat Inspirasi
Kontraksi diafragma
Kontraksi otot eksternal
Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus anterior,
pectoralis minor, dan otot scalens.
b. Otot yang Digunakan Saat Ekshalasi
Otot internal inetrkostal dan transversus thoracis.
Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus
abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal
interkostal saat ekshalasi.

3.2 Definisi
COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,
yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam
saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya
18

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini
dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi
dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3

3.3 Prevalensi
Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat
mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan
119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK
menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti
serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar
per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi
PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian
akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan
rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial
menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting
penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor
genetik dan lain-lainnya.

3.4. Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari
partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita
mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting
dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai
19

adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari
protease serin.3
Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-
partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4
Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari
pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung
pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok,
jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut
merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor
resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-
paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga
dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan.
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu
bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga
IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar
ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan
membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.
Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
Infeksi saluran nafas berulang
Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi
20

dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena
COPD dibandingkan perokok pria.
Status sosio ekonomi dan status nutrisi
Asma
Usia. Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan

3.5. Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari
COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia
ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan.4
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran
udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi
recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps.4
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD,
yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag
21

(lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+


(dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan
inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

3.6 Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4
1. Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran
udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,
orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <
VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam
tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas
yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak
nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi
yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.

3.7 Diagnosa
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,
batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD
ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1
22

1. Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di
RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
Pernafasan pursed lips
Takipnea
Dada emfisematous atu barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Pelebaran sela iga
Hipertropi otot bantu nafas
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Bulla
Jantung pendulum
4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
VEP1 < KVP < 70%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator
< 80% prediksi
5. Uji Coba kortikosteroid
6. Analisis gas darah
Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan
23

3.8 Diagnosa Banding


COPD didiagnosa banding dengan :1
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis

3.9. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu


tujuan selama tatalaksana COPD.5
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana,
yaitu :1
1. Evaluasi dan monitor penyakit
PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan
menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor
merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit
ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan
fungsi paru.
24

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau
pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan
monitoring penyakit :
Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan
Riwayat timbulnya gejala atau penyakit
Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb
paru
Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit
paru kronik lainnya
Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau
penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas
Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan
aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan
depresi / cemas
Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti
merokok
Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko


Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling
efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan
memperlambat progresifitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A :
1). Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada
setiap kunjungan
2). Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti
merokok
3). Assess (Nilai)
25

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok


4). Assist (Bantu)
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5). Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut

3. Tatalaksana PPOK stabil


Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak
terjangkau
Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan
(gejala intermitten)
3 golongan :
o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol,
terbutalin, formoterol, salmeterol
o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium
bromid
o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2
dan steroid belum memuaskan
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada
meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
b. Steroid
- PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
- Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol,
karbosistein, gliserol iodida
Antioksidan : N-Asetil-sistein
26

Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak


rutin
Antitusif : tidak rutin
Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernapasan, rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK
derajat IV, AGD=
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa
hiperkapnia
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi
pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen
harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK
terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi
kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan
normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang
menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya
konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus
merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif
kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan
muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk
bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat
diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat
mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling
efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c. Nutrisi
27

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki


fungs paru atau gerakan mekanik paru)

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1


DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua Hindari faktor pencetus
derajat Vaksinasi influenza
Derajat I VEP1 / KVP < 70 % a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,
(PPOK VEP1 80% Prediksi antikolinergik kerja pendek) bila perlu
Ringan) b. Pemberian antikolinergik kerja lama
sebagai terapi pemeliharaan
Derajat II VEP1 / KVP < 70 % 1. Pengobatan reguler Kortikosteroid
(PPOK 50% VEP1 80% dengan bronkodilator: inhalasi bila
sedang) Prediksi dengan atau a. Antikolinergik kerja uji steroid
tanpa gejala lama sebagai terapi positif
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Derajat III VEP1 / KVP < 70%; 1. Pengobatan reguler Kortikosteroid
(PPOK 30% VEP1 50% dengan 1 atau lebih inhalasi bila
Berat) prediksi bronkodilator: uji steroid
Dengan atau tanpa a. Antikolinergik positif atau
gejala kerja lama sebagai eksaserbasi
terapi berulang
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Derajat IV VEP1 / KVP < 70%; 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
28

(PPOK VEP1 < 30% prediksi bronkodilator:


sangat atau gagal nafas atau a. Antikolinergik kerja lama sebagai
berat) gagal jantung kanan terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Pengobatan komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang bila
gagal nafas
pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi


Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator
seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral
dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika
spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara,
kelelahan atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :


29

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas


b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah
infeksi saluran napas atas lebih
dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan
mengi atau peningkatan
frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20%
baseline

Penyebab eksaserbasi akut


Primer :
- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
Sekunder :
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau
di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh


penderita yang telah diedukasi
dengan cara :
30

- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk


bronkodilator yang
digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke
dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan


secara rawat jalan atau rawat
inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:


Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan)
+ antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5
mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :


Eksaserbasi sedang dan berat
Terdapat komplikasi
Infeksi saluran napas berat
31

Gagal napas akut pada gagal napas kronik


Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :


Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau
ruang rawat.
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau
perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik
(invasif atau non invasif)

3.10. Prognosa dan Komplikasi


Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.6
Komplikasi : Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6

3.11. Pneumonia Tipikal


Istilah pneumonia tipikal/atipik merupakan terminologi gambaran klinik
suatu pneumonia yang bersifat khas/tidak khas dan disebabkan oleh kuman Str.
pneumonia atau kuman atipik. Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan
sistem pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru
yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang
dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam
sebab, meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga
dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paruparu, atau secara
tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alcohol.
Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk, nyeri
dada demam, dan sesak nafas. Alat diagnosa meliputi sinar-x dan pemeriksaan
32

sputum.Pengobatan tergantung penyebab dari pneumonia; pneumonia kerena


bakteri diobati dengan antibiotika. Pneumonia merupakan penyakit yang
umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan penyebab
kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik.9

Gejala
Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum
kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai
nafas yang pendek, nyeri dada seperti pada pleuritis, nyeri tajam atau seperti
ditusuk. Salah satu nyeri atau kesulitan selama bernafas dalam atau batuk. Orang
dengan pneumonia, batuk dapat disertai dengan adanya darah,sakit kepala,atau
mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu
makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak
jarang bentuk penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya
pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan
diare, pneumonia karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan
penurunan berat badan dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua
manifestasi dari pneumonia mungkin tidak khas. Bayi dengan pneumonia lebih
banyak gejala, tetapi pada banyak kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan
nafsu makan.

Tabel 1. Sindrom-sindrom klinik pneumonia komunitas dan kelompok


kuman penyebabnya9
33

Keterangan :
*) neutropeni pada imunocompromised host (oleh kuman Gr (-) batang, Steph.
aureus, jamur

Patofisiologi
Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh
mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi.Meskipun lebih dari
seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit
dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar kasus.Penyebab paling
sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab yang jarang menyebabkan
infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.1,2

Pemeriksaan Fisik
Individu dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis.
Pemeriksaan fisik untuk perawatan kesehatan menunjukan demam atau kadang-
kadang suhu tubuh menurun, peningkatan frekwensi pernapasan(RR), penurunan
tekanan darah, denyut jantung yang cepat, atau saturasi oksigen yang rendah,
34

dimana jumlah oksigen dalam darah yang diindikasikan oleh pulse oximetri atau
analisis gas darah. Orang yang kesulitan bernafas, bingung atau dengan
sianosis(kulit berwarna biru) memerlukan pertolongan segera.1,8

Foto Thorax, Kultur Sputum dan Tes-Tes Lain


Tes penting untuk mendeteksi pneumonia pada keadaan yang tidak jelas
ialah dengan foto thorax. Foto thorax dapat menampakan daerah opak (terlihat
putih) yang menggambarkan konsolidasi. Pneumonia tidak selalu dilihat oleh
sinar x, selain karena penyakitnya hanya pada tingkat permulaan atau karena
mengenai bagian paru tertentu yang sulit dilihat dengan sinar x.Dalam beberapa
kasus CT(computed tomography) dapat
menunjukan pneumonia yang tidak terlihat dengan foto thorax sinar x. Sinar x
dapat menyesatkan, karena masalah lain,seperti parut pada paru dan gagal jantung
kongestif dapat menyerupai pneumonia pada foto thorax sinar x. Foto thorax juga
digunakan untuk evaluasi adanya komplikasi dari pneumonia.
Terapi
Sebagian besar kasus pneumonia dapat diobati tanpa harus menjalani
rawatcinap.cUmumnya antibiotik oral, istirahat, cairan dan perawatan rumah
sudah mencukupi untuk kesembuhan sepenuhnya. Bagaimanapun, seseorang
dengan pneumonia yang memiliki kesulitan bernapas, orang dengan masalah
kesehatan lain dan para orang tuamungkin memerlukan perawatan yang lebih ahli.
Jika gejala-gejalanya bertambah buruk, pneumonia tidak bertambah baik dengan
perawatan di rumah atau muncul komplikasi, orang tersebut harus menjalani
rawat inap di rumah sakit. Antibiotik digunakan untuk mengobati pneumonia
yang disebabkan bakteri. Sebaliknya, antibiotik tidak berguna untuk pneumonia
yang disebabkan virus, meskipun kadang juga digunakan untuk mengobati atau
mencegah infeksi bakteri yang dapat muncul pada kerusakan paru oleh pneumonia
yang disebabkan virus. Pilihan antibiotik tergantung dari sifat
pneumonia,mikroorganisme yang paling umum menyebabkan pneumonia berada
pada daerah sekitar dan status imun dan kesehatan dari masing-masing individu.
Pengobatan untuk pneumonia seharusnya didasarkan pada mikroorganisme
35

penyebab dan sensitivitas antibiotik. Bagaimanapun, penyebab spesifik


pneumonia diidentifikasikan pada hanya 50% orang bahkan setelah evaluasi
ekstensif. Karena pengobatan secara umum seharusnya tidak ditunda pada
seseorang dengan pneumonia yang serius,pengobatan empiris biasanya dimulai
sebelum laporan laboratorium tersedia. Di United Kingdom amoxicillin adalah
antibiotik yang dipilih untuk sebagian besar pasien dengan Community acquired
pneumonia, kadangkala ditambah dengan chlarithromycin:pasien yang alergi
terhadap penisilin diberi erithromycin, bukannya amoxicillin.

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering disebabkan oleh pneumonia karena bakteri
daripada pneumonia karena virus. Komplikasi yang penting meliputi gagal napas,
Effusi pleura, empyema dan abces.
36

BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berinisial J berusia 70 tahun yang beralamat di


Palembang datang ke RSMH dengan keluhan utama sesak yang bertambah hebat
sejak 1 hari SMRS. Dari keluhan tersebut, yang dapat kita pikirkan adalah
gangguan di sistem respirasi/paru, gangguan di hepar, gagal jantung, dan
gangguan ginjal.
1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, 1 sendok
makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik. Hal ini
menandakan adanya batuk yang kronis. Dalam hal ini dapat dipikirkan adanya
bronkhitis kronis dan TB paru.
20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering. Sesak (+)
hilang timbul tidak dipengaruhi suhu dan aktivitas. Dari hal ini menunjukkan
bahwa sesak napas bukan berasal dari gangguan jantung maupun alergi/asma.
6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah. Sesak napas
tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat
istirahat. Batuk (+), dahak kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti
ditusuk setiap os batuk. Mual (+), penurunan nafsu makan (+). BAB dan BAK
biasa. Dari anamnesis ini, kemungkinan gangguan hepar dapat disingkirkan
karena tidak ada kelainan BAB dan BAK. Perubahan warna BAK bisa
menunjukkan terjadinya gangguan di ginjal.
1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu
tinggi, nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK
biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat.
Riwayat darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat
penyakit asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal. Riwayat
sakit maag sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2
bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 20 hari SMRS. Riwayat Penyakit yang
sama dalam keluarga disangkal. Dari anamnesis ini, dapat diketahui terdapat
37

faktor resiko yaitu merokok yang lama untuk timbulnya gangguan pada paru
berupa PPOK.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96 x/menit,
pernapasan 26 x/menit, temperatur 36,9C, JVP (5-2) cmH2O. Pada pemeriksaan
paru, inspeksi Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan
sela iga yang melebar, dengan perkusi dada didapatkan hipersonor pada lapangan
paru kanan dan kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi
basah sedang (+) minimal pada basal paru, wheezing (-). Berdasarkan
pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis berupa penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb yang menurun,
leukosit dan laju endap darah yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda
infeksi serta kadar albumin yang rendah. Berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat dipikirkan kemungkinan
PPOK eksaserbasi akut dan pneumonia tipikal.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet NB TKTP tinggi albumin dan
medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik, dan vitamin.
Prognosis dari PPOK tergantung dari penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan
yang dilakukan.
38

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.


Jakarta: 2006. p. 1-18.
2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.
Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI, 2006. p. 984-5.
3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.
USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989
4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial
online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116
5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.
6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI, 2006. p. 105-8
7. Alsagaff, Hood, Mukti A.B. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya:Airlangga University Press. 2009
8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta:EGC. 2006
9. Zul Dahlan. Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya. Cermin
Dunia Kedokteran No. 128, 2000

Anda mungkin juga menyukai