Seismograf pertama kali ditemukan oleh peneliti dari Cina pada zaman Dinasti Han
yang bernama Zhang Heng. Setelah beberapa abad lamanya, seorang ilmuwan dari
Italia membuat seismograf dari merkuri dengan tabung yang berbentuk huruf U. Tak
lama setelah itu, ilmuwan Inggris membuat seismograf modern untuk pertama kalinya.
Ilmuwan dari Inggris itu bernama John Milne. Dia juga yang memprakarsai dibuatnya
stasiun pengamat gempa bumi (stasiun seismologi). Seismograf modern pertama
tersebut lalu dikembangkan lagi di Amerika sehingga menjadi seismograf yang dipakai
hingga zaman modern ini.
Seismograf vertikal Seismograf jenis ini memiliki fungsi sebagai pencatat getaran
atau gelombang gempa vertikal (baca juga : Macam- Macam Gempa Bumi). Seismograf
vertikal dipasang pada satu titik saja.
Seismograf horizontal Seismograf jenis ini memiliki fungsi sebagai pencatat getaran
atau gelombang gempa horizontal. BMKG biasa memasang 2 pasang seismograf
horizontal dengan arah timur- barat serta utara- selatan.
Seismograf juga dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan caranya membaca data, yaitu
seismograf manual dan digital.
1. Saat getaran gempa dirasakan oleh seismograf, roll pita akan terus bergerak sehingga
ujung massa stasioner yang bergetar menyentuh roll pita.
2. Seismograf akan mencatat gelombang primer terlebih dahulu karena gelombang ini
mempunyai kecepatan rambat yang sangat tinggi. Setelah itu, seismograf melanjutkan
pencatatan gelombang sekunder yang berkecepatan rendah.
3. Kedua gelombang tersebut dicatat dalam bentuk seismogram yang terlihat seperti
garis- garis pada roll pita.
4. Ahli gempa (seismologist) kemudian menganalisa garis- garis tersebut, lalu
menghitung besaran gempa.
Gempa berukuran 1.0 hingga 3.0 skala richter, getarannya tidak terasa sehingga tidak
dihiraukan oleh manusia.
Gempa berukuran 3.0 hingga 3.9 skala richter, mengakibatkan lampu atau benda lain
yang menggantung akan mulai goyang. Getaran gempa juga dirasakan oleh penduduk
yang tinggal di daerah pusat gempa.
Gempa berukuran 4.0 hingga 4.9 skala richter, mengakibatkan bergetarnya kaca
jendela bangunan, beriaknya permukaan air serta bergeraknya daun pintu membuka
dan menutup.
Gempa berukuran 5.0 hingga 5.9 skala richter, mengakibatkan manusia sulit berdiri
dengan baik. Selain itu, getaran juga dapat memecahkan kaca, meruntuhkan dinding
bangunan yang lemah dan membentuk gelombang di permukaan air sungai atau
danau.
Gempa berukuran 6.0 hingga 6.9 skala richter, berdampak pada runtuhnya bebatuan
secara bersamaan, runtuhnya bangunan bertingkat dan membuat celah- celah di dalam
tanah akibat retakan.
Gempa berukuran 7.0 hingga 7.9 skala richter, menimbulkan tanah longsor (baca
: Penyebab Tanah Longsor), merusak bendungan, merobohkan jembatan dan
menyebabkan kerusakan parah di daerah pusat gempa.
Gempa berukuran 8.0 skala richter ke atas, menimbukjan kerusakan parah di daerah
beradius ratusan kilometer dari pusat gempa. Jika hiposentrum (baca : Pengertian
Hiposentrum) gempa terjadi di bawah laut, maka akan menjadi penyebab terjadinya
tsunami. (baca : Manfaat Tsunami Early Warning System)