Anda di halaman 1dari 3

Menyesuaikan Waktu Shalat

Kajian Kitab Shahih Al-Bukhari

Bersama Ustadz Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA



orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam Sesungguhnya beruntunglah
perkataan) yang tiada berguna. Dan sholatnya. An orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap istri- .orang-orang yang menunaikan zakat
.mereka atau budak yang mereka miliki istri
)QS. Al-Muminun 1-6(

Kitab :


Bab :

Hadis nomor 534 atau cetakan lain nomor 502 :











Telah menceritakan kepada kami Ayyub ibn Sulaiman ibn Bilal, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar, dari Sulaiman, dia berkata: Shalih ibn Kaisan, telah menceritakan kepada kami al-Araj
Abdurrahman, dan selainnya, dari Abu Hurairah dan Nafi mantan budak Abdullah ibn Umar, dari Abdullah ibn
Umar, bahwa keduanya menceritakan kepadanya, dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda: Jika udara sangat
panas menyengat maka tundalah shalat, karena panas yang sangat menyengat itu beras al-dari hembusan api
Neraka jahannam. (Hadis ini di riwayatkan juga oleh Muslim, hadis no. 973-975, 977-979: Abu Daud, hadis
no. 341: al-Tirmizi, hadis no. 145 dan 2517: al-Nasai, hadis no. 496: Ibn Majah, hadis no. 669, 670 dan 4310:
Ahmad, hadis no. 6833, 6948, 7161, 7295, 7397, 7495, 7874, 8229, 8545, 8742, 8825, 8967, 9576, 10102, 10134,
10187 dan 11072: Malik, hadis no. 25 dan 26: al-Darimi, hadis no. 1181 dan 2722.)

Hadits ini istimewa sebab diriwayatkan oleh dua jalur namun satu nomor hadits, yaitu Al-Aroj dari Abu
Hurairoh dari Solih bin Khisam. Yang satu lagi dari Solih bin Khisan dari Nafi dari Abdullah bin Umar.
Keduanya-dianya dari Rasulullah SAW, yaitu : Jika panasnya terlalu, maka tunggulah hingga adem dahulu
baru shalat. Karena panas yang terik tersebut merupakan bagian dari neraka jahannam.boleh saja diundur
sedikit
Maknanya? Pada kondisi-kondisi tertentu kita tidak harus shalat di awal waktu. Pada saat panas terik, boleh
saja diundur hingga panasnya agak reda. Hadits ini menggambarkan bahwa agama Islam merupakan agama
yang memperhatikan segala aspek dan kondisi. Islam merupakan agama yang mudah. Kita boleh menunggu
saat panas matahari tak terlalu terik, misalnya shalat Zuhur pukul 14.00 atau bahkan pukul 14.30 WIB. Secara
tekstual, sebabnya ialah panas tersebut merupakan bagian dari neraka Jahannam. Namun, sebab lainnya ialah
tidak mau merepotkan orang. Misalnya, karena terlalu panas saat kita shalat berjamaah kita menjadi
kepanasan (gerah),bacaan imam terlalu lama kita tak sabar, shalat menjadi tidak khusyu karena kepanasan
(kegerahan). Islam merupakan agama yang begitu arif sehingga kita boleh menunggu saat suasana lebih adem
sedikit.

Secara syari memang ada beberapa hadits yang membolehkan memundurkan waktu shalat sesuai
dengan kondisi seseorang, misalnya: saat makanan sudah dihidangkan. Kita diperbolehkan makan
dahulu baru shalat. Saat sedang berpuasa, kita boleh makan berbuka dahulu baru mengerjakan
shalat. Dahulu, pada zaman kenabian, Rasulullah saw. melihat kondisi di dalam masjid terlebih
dahulu untuk menunaikan shalat Isya. Jika Rasulullah saw. melihat sudah banyak sahabat yang
berkumpul di dalam masjid maka Beliau saw menyegerakan shalat Isya tersebut. Namun, jika
sahabat masih sedikit, maka Beliau memundurkan waktu shalat Isya tersebut dengan menunggu
kehadiran para sahabat. Dari hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwasanya kita boleh
memundurkan waktu shalat dengan kondisi tertentu namun tetap sesuai dengan hadits. Kita
sendiripun saat shalat Jumat memundurkan waktu shalat sebab pasti mendengarkan khutbah
terlebih dahulu. Oleh sebab itu, dari hadits-hadits ini kita pun dapat mengetahui bahwasanya
mengerjakan shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat di awal waktu.

Dalam suatu masjid, imam masjidlah yang memiliki wewenang untuk menentukan waktu shalat berjamaah
sesuai dengan kesepakatan. Misalnya, saat bulan Desember, adzan Subuh dikumandangkan jam 4.00 pagi,
namun boleh saja shalat berjamaah dimundurkan menjadi pukul 04.30 WIB. Akan tetapi, saat suah bulan
Februari yang mana azan Subuh berkumandang pukul 04.30, misalnya, maka shalatnya jangan dimundurkan
sebanyak 30 menit seperti saat bulan Desember, tapi lima menit, misalnya. Sebab, jika jam 05.00 wib baru
melaksanakan shalat Subuh berjamaah, orang-orang yang akan pergi bekerja bisa terlambat datang ke
kantornya masing-masing.

Lalu bagaimana jika kondisinya banjir? Pada masa Abullah bin Umar pernah terjadi hujan yang sangat lebat.
Saat itu, setelah muadzin mengumandangkan adzan, Beliau menambahkan dengan kalimat pengumuman
bahwasanya kaum mukminin dipersilakan shalat di rumah saja karena hujan yang sangat lebat sedang
berlangsung di masa itu sehingga kondisinya tidak memungkinkan. Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa
Islam adalah agama yang sangat mudah, agama yang cocok untuk segala tempat dan waktu.

Apakah shalat ini berlaku hanya untuk shalat Dzuhur saja? Bagaimana jika sedang dalam perjalanan?
Bolehkan menunda waktu shalat?

Lihat Bab :


Hadis No. 539 atau cetakan lain nomor 506 :
















{}





Telah menceritakan kepada kami Adam ibn Abu Iyas, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syubah, dia
berkata: Telah menceritakan kepada kami, dari Muhajir Abu al-Hasan mantan budak bani Taimillah, ia berkata:
Aku mendengar Zaid ibn Wahb, dari Abu Zarr al-Ghifari, dia berkata: Kami pernah bersama Nabi saw dalam
suatu perjalanan, ketika ada muadzin yang hendak mengumandangkan Azzan Zhuhur, Nabi saw bersabda:
Tundalah Sesaat kemudian muadzin itu kembali akan mengumandangkan Azzan. Maka Nabi saw pun kembali
bersabda: Tundalah hingga kita melihat bayang-bayang bukit. Kemudian Nabi saw bersabda: Sesungguhnya
panas yang sangat menyengat itu beras al-dari hembusan api jahannam. Maka apabila udara sangat panas
menyengat tundalah shalat (hingga panas) mereda. Ibn Abbas berkata: Maksud dari firman Allah: Tataqayyau
(Qs. An Nahl: 48) adalah condong. (Hadis ini di riwayatkan juga oleh Muslim, hadis no. 976: Abu Daud, hadis
no. 340: al-Tirmizi, hadis no. 146: dan Ahmad, hadis no. 20412, 20468, 20553.)

Ini menunjukkan bahwasanya Rasulullah saw. shalat Zuhur di saat waktu shalat Ashar telah dekat. Ini boleh
saja kita lakukan, namun yang perlu diperhatikan ialah jangan sampai kita meninggalkan shalat. Mengapa
pada saat itu Rasulullah saw menunda waktu shalat? Sebab panas yang sangat terik. Jika sang muadzin saat
itu mengumandangkan adzan, tentulah akan memberatkan para jamaah. Hal ini disebabkan panas di
Madinah sangat terkenal teriknya, bahkan pernah hingga 60 derajat. Dengan demikian, jika kondisi panas itu
justru akan menyebabkan datangnya suatu penyakit, maka boleh shalat di rumah ataupun menunda shalat.

Bagaimana cara kita shalat jika dalam kondisi yang sangat macet hingga waktu shalat hampir habis? Lihat
dulu, macet tersebut saat perjalanan dari mana ke mana? Jika ke luar kota, Padang misalnya, kita boleh
melakukan jama, baik jama taqdim maupun jama takhir. Namun, bagaimana jika kondisi macet di Jakarta?
Misalnya, saat perjalanan pulang kantor? Saya pribadi termasuk dalam mahzab yang tidak membolehkan
untuk menjama shalat. Sebab, jaraknya belum mencukupi untuk melakukan jama. Yang terjadi, banyak
dari kita yang belum mementingkan shalat. Seharusnya, kita telah menghitungnya. Hitungnya bukan hitung
kondisi normal, namun hitung saat kondisi macet. Jika kita mementingkan shalat seharusnya kita memiliki
solusinya.

Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai