Nur Fitriani
1505055024
A. LATAR BELAKANG
B. Perkembangan Perekonomian
a. Monopoli Perdagangan
b. Pertanian
Periode pengasingan diri yang jauh dari pasar dunia memberikan jalan
untuk respon yang besar terhadap sinyal-sinyal eksternal. Pergerakan yang
tidak terduga dari permintaan di tempat yang jauh, secara drastis membalik
keberuntungan personal dalam level lokal, untuk produsen karet Banjar di
tahun 1920-an seperti halnya orang Dayak yang berurbanisasi pada masa
penebaangan kayu pada saat itu (J Thomas Lindbald, 2012:56). Pada bagian
ini berhubungan dengan infleksi (perubahan), antara kesuksesan dan
kegagalan dalam empat konteks yang berbeda :
3. Prioritas Pemerintahan
Sultan Sulaiman Kutai adalah seseorang yang luar biasa dalam beberapa
hal. Meskipun penigkatan otoritas kolonial Belanda, kekuasaannya semakin
mutlak seiring dalam perjalanan waktu panjang, yaitu dari tahun 1845-1999.
pada tahun 1890-an, tidak terdapat banyak orang Kutai yang hidup dibawah
Sultan Kutai lain. Penghinaan ternuka Sulaiman dengan aneka asisten residen
lokal dan pembangkangan terang-terangan tentangkontrka kewajiban
mendapatkaan sedikit perlawanan keci, karena kekhawatiran bawha hal ini
akan membahayakan penanaman modal Eropa di Kutai. Pada tahun 1897,
seorang penjelajah disegani, A.W. Nieuwenhuis, bertindak atas nama orang
Dayak Hulu Mahakam, bersikeras menyatakan subodinasi (penguasaan)
langsung kebupaten ini untuk kekuasaan raja Belanda. Namun Sulaimna
tidak setuju dan saran Nieuwenhuis itu hanya didukung oleh intervensi oleh
gubernur jenderal. Hulu Mahakam memang, tetapi hal ini tidak berdampak
pada posisi khusus yang dinikmati oleh Kutai selama masa perpanjanga
kolonial ke pantai timur sekitar tahun 1900.(J Thomas Lindblad, 2012:118)
b. Skema Perpajakan
c. Pengeluaran Pemerintah
d. Infrastruktur
4. Dinamika Ekspansi
a. Struktur Ekonomi
Tabel 1.
Jumlah
Catatan :
Keterangan :
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010.
Khususnya untuk Kaltim, garis kemiskinan tahun 2009 berada pada posisi
minimum pendapatan Rp 269.275,-/kapita/bulan, dan pada tahun 2008
sebelumnya adalah Rp 224.084,-/kapita/bulan. Sementara itu, dikaitkan dengan
rata-rata pengeluaran penduduk dalam periode waktu bersamaan menunjukkan
hal yang bersifat kontradiktif, yaitu 50 % diatas garis kemiskinan; Kondisi
seperti ini idealnya tidak akan ada penduduk miskin, namun realitasnya
menunjukkan kondisi sebaliknya.
Tabel 2
Sumber : Kaltim Dalam Angka Tahun 2009, publikasi BAPPEDA & BPS
Provinsi Kaltim.
Kemiskinan dapat terjadi, karena tidak ada pekerjaan atau kalaupun berkerja
tidak bersifat permanen, dan menghasilkan pendapatan yang tidak layak.
Berdasarkan jumlah penduduk di Kaltim selama periode 2005-2009,
menunjukkan laju pertumbuhan rata-rata 2,32 %/tahun, sementara jumlah
angkatan kerja mencapai laju pertumbuhan rata-rata 5,24 %/tahun (2005-2008),
akan tetapi proporsi angkatan kerja terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan
hanya mencapai rata-rata 43,22 %/tahun selama 2005-2008. Berarti, secara kasar
terdapat 56,78 % penduduk bukan angkatan kerja, atau tidak bekerja dengan
berbagai alasan, seperti masih mencari pekerjaan, sekolah, mengurus rumah
tangga dan lainnya.
Tabel 3
Jumlah Penduduk & Angkatan Kerja Provinsi Kalimatan Timur Tahun 2005
- 2009
Keterangan :
1) Angka proyeksi
Sumber : Kaltim Dalam Angka Tahun 2009 & 2007, publikasi BAPPEDA &
BPS Provinsi Kaltim.
C. Tinjauan Teoritis
Faisal Basri dan Haris Munandar (2009; hal 53); mencontohkan keberhasilan
mengatasi kemiskinan di Negara Kamboja, Vietnam dan Laos, dengan hanya
menerapkan pendekatan ekonomi yang sederhana, namun manusiawi, yaitu
memacu produksi sektor riil, khususnya pertanian dan industri ringan, disamping
memberikan bantuan sederhana bagi penduduk miskin yang berpenghasilan
kurang dari US $ 1/kapita/hari. Hasilnya secara signifikan mampu mengurangi
angka kemiskinan secara konsisten setiap tahunnya. Berbeda dengan Negara
Indonesia, angka kemiskinan perkembangannya berfluktiatif. Pada tahun 2005;
akibat kenaikan harga BBM mencapai 100 % mengakibatkan kenaikan drastis
angka kemiskinan, disisi lainnya pemberian BLT pada tahun 2008, ada
kemungkinan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan angka
kemiskinan.
Tabel 4
Sumber : Kaltim Dalam Angka Tahun 2009, publikasi BAPPEDA & BPS
Provinsi Kaltim.
Tabel 5
Sumber : Kaltim Dalam Angka Tahun 2009, publikasi BAPPEDA & BPS
Provinsi Kaltim.
Penyajian data pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama periode waktu
2006-2008, baik berdasarkan PDRB Migas maupun Non Migas; sektor ekonomi
lebih didominasi sektor yang bersifat "tradeable", terutama sektor pertambangan
non migas. Namun, mengingat sektor pertambangan non migas ini terutama batu
bara diekspor dalam bentuk komoditi mentah (belum diolah), maka tidak
memberikan dampak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Konsepsi yang sama, namun dengan pola yang berbeda adalah penerapan
Program Pemberdayaan Distrik dan Kampung (PPDK) di Kabupaten Jayapura,
dimana peran masyarakat secara mandiri didorong untuk memberdayakan potensi
yang ada di distrik/kampung masing-masing. Pemerintah Kabupaten beserta
stakehorlder lainnya memberikan dukungan pembiayaan stimulan dan
pengawasan pelaksanaannya saja (WIM Poli, 2007).
Tabel 6
E. S i m p u l a n
DAFTAR PUSTAKA
http://diddyrusdiansyah.blogspot.co.id/2013/02/kemiskinan-di-provinsi-kalimanta
n-timur.html By Diddy Rusdiansyah on Senin, 25 Februari 2013