Anda di halaman 1dari 18

BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Innadya Femilia Sari

Nama Wahana : RSUD Argamakmur

Topik: Sindrom Nefrotik

Tanggal (kasus) : 03 Maret 2017 Presenter : dr. Innadya Femilia Sari

Tangal presentasi : Pembimbing: dr. Chadija adnan

dr. Rosda, MM

Tempat presentasi: Ruang Komite Medis RSUD Argamakmur

Obyektif presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:

Ny. E, Perempuan, 27 tahun, mengaku perut membesar sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Tujuan:

Mengetahui penegakkan diagnosis dan tata laksana sindrom nefrotik.

Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Ny. E No registrasi: 11.80.91

Nama RS: RSUD Argamakmur Usia: 27 tahun Terdaftar sejak:

03 Maret 2017

Data utama untuk bahan diskusi:

1
1. Gambaran Klinis:

Pasien perempuan, Ny. E, Perempuan, 27 tahun datang ke RSUD Argamakmur dengan keluhan:

Pasien mengaku perut semakin membesar sejak 3 minggu yang lalu.

Pasien mengaku nyeri perut kanan atas sejak 3 hari yg lalu.

Pasien juga mengaku kaki bengkak.

Pasien juga mengaku badan lemas.

Keluhan buang air kecil seperti berbuih.

2. Riwayat Pengobatan:

Pasien belum pernah berobat.

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:

Pasien mengaku hipertensi.

4. Riwayat keluarga:

Tidak ada keluarga yang lain yang memiliki keluhan yang sama.

5. Riwayat Pekerjaan :

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

6. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital sign

Tekanan darah : 189/120 mmHg

Nadi : 110 x/menit regular

Pernafasan : 24 x/menit

2
Suhu : 36,8 C

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 150 cm

Status Gizi : Baik

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Bentuk normal, rambut hitam dan tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis (+/+) , Sklera ikterik (+/+), reflek cahaya (+/+)

Edema palpebra (+/+)

THT : Dalam Batas normal

Mulut : Dalam Batas normal

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks

Paru :

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama teratur, Bising (-)

3
Abdomen :

Inspeksi : simetris, Striae (-)

Palpasi : Cembung, Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi : Shiffting dullness (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas : Edema (+)

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah rutin :

Hb : 7,6 gr/dl

Leukosit : 3.800 /mm3

Eritrosit : 3.300 /mm3

Trombosit : 284.000 /mm3

Hematokrit : 27%

Diff coun

Basophil :0%

Eosinophil :0%

N. Staaf :0%

N. Segment : 60 %

Limphosit : 23 %

Monosit : 12 %

2. Glukosa sewaktu : 115 mg/dl

4
3. Lipid profil

Cholesterol total : 221 mg/dl

Cholesterol HDL : 30 mg/dl

Cholesterol LDL : 104 mg/dl

Trigleserida : 226 md/dl

4. SGOT : 24 mg/dl

SGPT : 31 mg/dl

5. Albumin : 2 mg/dl

6. Urine lengkap

Warna : kuning muda

Kejernian : keruh

Protein : (+) 4

Reduksi : (+) 2

Keton : negatif

Sediment

Epitel : (+) 3

Leukosit : 3-4

Eritrosit : 25-50

8.Working Diagnosis : Asites ec Sindrom Nefrotik


Anemia berat
Hipertensi stage II

5
9.Tatalaksana Awal

1. IVFD Asering 20 tetes/menit

2. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

3. Inj. Furosemide 3x1

4. Candesartan 16 mg 1x1

5. Aspar K 300mg 2x1

6. Omeprazole tab 1x1

Daftar Pustaka:

1. CohenEP. Nephrotic syndrome.MedScape. 2016. Available at:


.http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview,
2. Jaipul Navin. Overview of Nephrotic Syndrome. The Merck Manuals Online Medical Library.
2016. Available at: http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary-
disorders/glomerular-disorders/overview-of-nephrotic-syndrome
3. Sherwood Luralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. EGC. Jakarta; 2014

Hasil Pembelajaran:

1. Anamnesa sindrom nefrotik

2. Diagnosis sindrom nefrotik

3. Tatalaksana sindrom nefrotik

6
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif

Pasien perempuan, Ny. E, Perempuan, 27 tahun datang ke RSUD Argamakmur dengan

keluhan:

Pasien mengaku perut semakin membesar sejak 3 minggu yang lalu.

Pasien mengaku nyeri perut kanan atas sejak 3 hari yg lalu

Pasien juga mengaku kaki bengkak, Pasien juga mengaku badan lemas.

Keluhan buang air kecil seperti berbuih.

2. Objektif

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium dapat ditegakkan diagnosis

Kehamilam Ektopik Terganggu yaitu:

- Anamnesis: perut membesar, nyeri perut kanan atas.

- Pemeriksaan Fisik: ditemukan conjungtiva anemis, sklera ikterik, edema palpebra,shiffting

dullnes positif dan edema ekstremitas

- Laboratorium: HB rendah, leukopeni, hiperkolesterol, hipoalbumin, terdapat protein positif

4 pada urine

3. Assesment (Penalaran Klinis)

Asites ec sinrom nefrotik + anemia berat + hipertensi stage II

7
SINDROM NEFROTIK

A. Definisi
Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan komplex gejala
klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1
- edema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
- Proteinuria, termasuk albuminuria ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar protein plasma
total kurang dari 6 gram per 100 ml dan fraksi albumin kurang dari 3 gram per 100 ml.
- Hiperlipidemi, khususnya hiperchlolesterolemi ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar
cholesterol plasma total lebih dari 300 miligram per 100 ml.
- Lipiduria ; dapat berupa lemak bebas, sel epitel bulat yang mengandung lemak (ovel fat
bodies), torak lemak.
Kadang-kadang tidak semua gejala tersebut di atas ditemukan. Ada yagn berpendapat
bahwa proteinuria, terutama albuminuria yagn masif serta hipoalbuminemi sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis sindrom nefrotik.

B. Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, Namun akhir-akhir ini dianggap sebagai satu penyakit
autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
I. Sindrom nefrotik bawaan
Dirurunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhaap semua pengobatan.
Gejala adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
II. Sindrom nefrotik sekunder
1. Malaria kuartana atau parasit lain
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisis vena renalis.

8
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun
oak, air raksa.
5. Amilodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif
hipokomplementamik.
III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya).
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop
biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. Membangi dalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal
Dengan mikrospok biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop
elektron terdapat IgG atau imunoglobulin bet-1C pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.
2. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi
set. Tidak sering ditemukan pada anak.
Prognosis kurang baik.
3. Glomerulonefritis proliferatif
a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan
pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif
dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan
yang lama.
b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)
Terdapat proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan
viseral.
c. Dengan bulan sabit (crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (simpai (kapsular)
dan viseral.
d. Glomerulonefritis membranopliferatif.

9
Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai membrana basalis di
mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta 1A rendah.
e. Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
IV. Glomeruloksklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus.
Prognosis buruk.

C. Patofisiologi
1. Proteinuria
Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sedangkan gejala klinis lainnya
dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan berat untuk membedakan
dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein
sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.
2. Selektivitas protein
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan
dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas albimin dan
disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara
sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin
plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria
selektif.
3. Perubahan pada filter kapiler glomerulus
Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe
kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan
semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti
albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negatif juga
terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua-duanya.
Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara interna
dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan negatif, seperti
albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan hepartinase mengakibatkan

10
timbulnya albuminaria.

4. Hipoalbuminemia
Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan pengeluaran
akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Dalam keadaan seimbang, laju
sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari badan adalah seimbang. Pada anak dengan SN
terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun
keadaan ini tidak responsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampri normal
dengan atau tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam
keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal.

5. Kelainan metabolisme lipid


Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan kenaikan ini tampak lebih nyata
pada pasien dengan KM. Umumnya terdapat korelasi tebalik antara konsentrasi albumin serum
dan kolesterol. Kadar trigliserid lebih bervariasi dan bahkan dapat normal pada pasien dengan
hipoalbuminemia ringan. Pada pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL)
dan lipoprotien densitas rendah (LDL) meningkat, dan kadang-kadang sangat mencolok. Edema
Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkitik koloid plasma intravaskular.
Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruagn
intravaskular ke ruang interstial yang menyebabkan terbentuknya edema.

Kelainan glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik hidropatik koloid plasma

Volume plasma

11

Retensi Na renal sekunder

Edema

Terbentuknya edema menurut teori underfilled6

Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah arteri dalam
peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk menjaga volume dan tekanan intravaskular
agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan,
yang secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat
gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat
keseimbangan hingga edema stabil.
Dengan teori underfilled ini diduga terjadi terjadi kenaikan kadar renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada semua pasien
dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan meningkatnya volume plasma dengan tertekannya
aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbul konsep teori overfilled. Menurut
teori ini retensi natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak
bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling
cairan ke dalam ruang interstiasial. Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma
yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun seukunder terhadap
hipervolemia.

Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primeri

12

Volume plasma

Edema

Terjadinya edema menurut teori overfilled6

Melzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisologi SN, yaitu tipe nefrotik dan tipe nefritik.
Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan vasokonstriksi perifer denan kadar renin
plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG) masih baik dengan kadar
albumin yang rendah dan biasanya terdapat pada SNKM. Karakteristik patofisiologi kelompok ini
sesuai dengan teori tradisional underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan fenomena
sekunder. Di pihak lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai dengan volume plasma tinggi,
tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma dan aldosteron rendah yang meningkat sesudah
persediaan natrium habis. kelompok kedua ini dijumpai pada glomerulonefritis kronik dengan
LFG yang relatif lebih rendah dan albumin plasma lebih tinggi dari kelompok petama.
Karakteristik patofisiologi kelompok keduaini sesuai dengan teori overfilled pada SN dengan
retensi air dan natrium yang merupakan fenomena primer intrarenal.

D. Manisfestasi klinis
1. Edema

Walaupun proteinuria kambuh pada hampir 2/3 kasus, kambuhnya edema dapat dicegah
pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten dengan komplikasi yang
menggangu merupakan masalah klinik utama bagi mereka yang menjadi non responden dan
pada mereka yang edemanya tidak dapat segera diatasi. Edema umumnya terlihat pada kedua
kelopak mata. Edema minimal terlihat oleh orangtua atau anak yang besar sebelum kedokter
melihat pasien untuk pertama kali dan memastikan kelainan ini. Edema dapat menetap atau
bertabah, baik lambat atau cepat atau dapat menghilangkan dan timbul kembali. Selama periode
ini edema periorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema

13
menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit yang
sebenarnya menjadi tambah nyata. Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih
jelas dalam posisi berdiri. Kadang-kadang pada edema yang masif terjadi robekan pada kulit
secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini, edema telah mengenai semua
jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan skrotum atau labia, bahkan efusi plerura. Muka
dan tungkai pada pasien ini mungkin bebas dari edema dan memperlihatkan jaringan seperti
malnustrisi sebagai tanda adanya edema menyeluruh sebelumnya.

2. Gangguan gastrointestinal
Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. Diare sering dialami pasien
dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun
diduga penyebabnya adalah edema submukosa di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan
pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau
keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri di perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada
keadaan SN yang kambuh. Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada,
kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding
perut atau pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan
abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai
akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang
kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites
terjadi hernia umbilikalis dan prolaps ani.
3. Gangguan pernapasan
Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pelura maka pernapasan
sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan obat furosemid.
4. Gangguan fungsi psikososial
Keadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti halnya pada penyakit berat
umumnya yang merupakan stres nonspesifik .Perasaan-perasaan ini memerlukan diskusi,
penjelasan dan kepastian untuk mengatasinya.

14
E. Penatalaksanaan
1. Tentukan penyebab (biopsi ginjal).
Pada orang dewasa, tidak perlu seperti anak-anak dimana dilakukan terapi steroid sebagai
bagian dari penegakkan diagnosis, kelainan minimal hanya menjadi penyebab pada 10-20%
kasus. terapi disesuaikan dengan diagnosis dan penyebab yang mendasari.

Nefropati membranosa idiopatik menunjukkan efek yang menguntungkan pada pemberian


obat imunosupresif. Pada nefropati jenis ini dapat terjadi remisi spontan yang tidak diinduksi
oleh pemberian terapi imunosupresif tersebut tetapi karena karakteristik penyakitnya sendiri,
Pada pasien dengan proteinuria berat jarang terjadi remisi spontan.

2. Penatalaksanaan edema
Dianjurkan tirah baring dan memakai stocking yang menekan, terutama untuk pasien usia
lanjut. Hati-hati dalam pemberian diuretik karena adanya proteinuria berat dapat menyebabkan
gagal ginjal atau hipovolemik. Harus diperhatikan dan dicatat keseimbangan cairan pasien,
biasanya diusahakan penurunan berat badan dan cairan 0.5-1 kg/ hari. Dilakukan pengawasan
terhadap kalium plasma, natrium plasma, kreatinin dan ureum. Bila perlu diberikan tambahan
kalium. Diuretik yang biasa diberikan adalah diuretik ringan, seperti tiazid dan furosemid dosis
rendah, dosisnya dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan.

3. Garam dalam diet dan cairan dibatasi bila perlu. pemberian albumin intravena hanya diperlukan
pada kasus-kasus refrakter, terutama bila terjadi kekurangan volume intravaskuler atau oliguria.
4. Mencegah infeksi
Biasanya diberikan antibiotik profilaksis untuk menghindari infeksi, terutama terhadap
pneumokok

5. Pertimbangkan obat anti koagulasi


Dilakukan pada pasien dengan sindrom nefrotik berat kecuali bila terdapat kontra indikasi. Terapi
(biasanya warfarin) dipertahankan sampai penyakitnya sembuh.

6. Memperbaiki nutrisi7
Dianjurkan pemberian makanan tinggi kalori dan rendah garam. Manfaat diet tinggi protein

15
tidak jelas dan mungkin tidak sesuai karena adanya gagal ginjal, biasanya cukup dengan protein
50-60 g/hari ditambah kehilangan dari urin. Atau restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram
/KgBB ideal/ hari + eskresi protein dalam urin/24 jam

7. Diet rendah kolesterol <600 mg/hari


8. Berhenti merokok.
9. Pengobatan proteinemia dengan penghambat ACE dan/ atau antagonis reseptor Angiotensin II7
10. Pengobatan dislipidemia dengan obat golongan statin dengan kerja menurunkan kolesterol darah,
misalnya lovastatin.
11. Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah < 125/75 mmHg. Penghambat ACE dan
antagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama.
12. Transplantasi ginjal, pengobatan dengan transplantasi masih kontroversial
13. Rituximab (RIT) 7
Rituximab adalah Antibodi monoklonal yang bekerja menghambat CD20 - sel B mediasi - sel
proliferasi dan diferensiasi. CD20 adalah suatu protein membran pada sel B yang terdapat pada sel
maligna misalnya pada Non Hodgkins Lymphoma. Francois et al melaporkan bahwa pada pasien
dewasa dengan multi relaps SN dengan perubahan minimal sukses menggunakan RIT sukses
menurunkan kejadian remisi SN

Pada orang dewasa dengan perubahan minimal glomerulopati digunakan 1mg prednisolon/
kgBB/hr selama kurang lebih delapan minggu, bila tidak memberikan respon yang memuaskan
digunakan cicklophospamide 1-2 mg/kgBB/hr selama delapan minggu jika pasien mempunyai
karakteristik yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal (lelaki, hipertensi, merokok,
peningkatan kreatinin serum atau proteinuri yang massif)
F. Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada penderita yaitu:.
1. Infeksi
Infeksi terjadi karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan tubuh yaitu gama globulin
serum, penurunan konsetnrasi IgG, abnormalitas komplemen, penurunan konsentrasi
transferin dan seng, serta pungsi lekosit yang berkurang. Infeksi yang serign terjadi berupa
pertonitis primer, selulitas infeksi saluran kemih, bronkpneumonia dan infeksi virus.

16
2. Tromboemboli dan gangguan koagulasi
3. Perubahan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein
4. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Komplikasi ini mekanismenya belum jelas. Namun banyak ditemukan pada penderita SN
dengan lesi minimal dan gromerulosklerosis fokal. diperkirakan akibat hipovelemia dan
penurunan perfusi ke ginjal. akibat dari GG pada penderita SN cukup serius. 18% meninggal.
20% dapt bertahan tapi tidak ada perbaikan fungsi ginjal dan memerlukan dialisis.

G. Prognosis
Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa factor antara lain umur, jenis
kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal. prognosis pada umur
muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-laki. Makin dini
terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal mempunyai respons
terahdap kortikosteroid lebih baik dibandingkan dengan lesi dan mempunyai prognosis paling
buruk pada glomerulonefritis proliferatif.
Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal kronis disertai
sindroma uremia, infeksi sekunder (misalnya pneumonia).

17
KESIMPULAN

Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit gromerular yang ditandai
dengan proteinuri masif >3.5 gram/ 24 jam/ 1.73 m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka,
hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Umumnya menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium terhadap sindroma nefrotik tersebut. Penyebab yang
paling sering dijumpai adalah sindroma nefrotik primer. Kelainan minimal memberikan respons yang
baik terhadap pengobatan dan mempunyai prognosis baik. Untuk memperoleh hasil pengobatan yang
optimum perlu kerja sama antara penderita dan dokter yang mengobatinya.

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Abstrak Comic 9
    Abstrak Comic 9
    Dokumen1 halaman
    Abstrak Comic 9
    INNEKE WIDYA SARI
    Belum ada peringkat
  • Cover Case Ket
    Cover Case Ket
    Dokumen3 halaman
    Cover Case Ket
    INNEKE WIDYA SARI
    Belum ada peringkat
  • Doa Ibu
    Doa Ibu
    Dokumen2 halaman
    Doa Ibu
    INNEKE WIDYA SARI
    Belum ada peringkat
  • Doa Ibu
    Doa Ibu
    Dokumen2 halaman
    Doa Ibu
    INNEKE WIDYA SARI
    Belum ada peringkat
  • Doa Ibu
    Doa Ibu
    Dokumen2 halaman
    Doa Ibu
    INNEKE WIDYA SARI
    Belum ada peringkat