dr. Rosda, MM
Obyektif presentasi:
Deskripsi:
Ny. E, Perempuan, 27 tahun, mengaku perut membesar sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Tujuan:
03 Maret 2017
1
1. Gambaran Klinis:
Pasien perempuan, Ny. E, Perempuan, 27 tahun datang ke RSUD Argamakmur dengan keluhan:
2. Riwayat Pengobatan:
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga yang lain yang memiliki keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan :
6. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Pernafasan : 24 x/menit
2
Suhu : 36,8 C
Berat badan : 45 kg
Pemeriksaan Fisik
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) , Sklera ikterik (+/+), reflek cahaya (+/+)
Thoraks
Paru :
Inspeksi : Simetris
Perkusi : Sonor
Jantung :
3
Abdomen :
Palpasi : Cembung, Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan epigastrium (+)
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin :
Hb : 7,6 gr/dl
Hematokrit : 27%
Diff coun
Basophil :0%
Eosinophil :0%
N. Staaf :0%
N. Segment : 60 %
Limphosit : 23 %
Monosit : 12 %
4
3. Lipid profil
4. SGOT : 24 mg/dl
SGPT : 31 mg/dl
5. Albumin : 2 mg/dl
6. Urine lengkap
Kejernian : keruh
Protein : (+) 4
Reduksi : (+) 2
Keton : negatif
Sediment
Epitel : (+) 3
Leukosit : 3-4
Eritrosit : 25-50
5
9.Tatalaksana Awal
2. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
4. Candesartan 16 mg 1x1
Daftar Pustaka:
Hasil Pembelajaran:
6
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
keluhan:
Pasien juga mengaku kaki bengkak, Pasien juga mengaku badan lemas.
2. Objektif
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium dapat ditegakkan diagnosis
4 pada urine
7
SINDROM NEFROTIK
A. Definisi
Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan komplex gejala
klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1
- edema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
- Proteinuria, termasuk albuminuria ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar protein plasma
total kurang dari 6 gram per 100 ml dan fraksi albumin kurang dari 3 gram per 100 ml.
- Hiperlipidemi, khususnya hiperchlolesterolemi ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar
cholesterol plasma total lebih dari 300 miligram per 100 ml.
- Lipiduria ; dapat berupa lemak bebas, sel epitel bulat yang mengandung lemak (ovel fat
bodies), torak lemak.
Kadang-kadang tidak semua gejala tersebut di atas ditemukan. Ada yagn berpendapat
bahwa proteinuria, terutama albuminuria yagn masif serta hipoalbuminemi sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis sindrom nefrotik.
B. Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, Namun akhir-akhir ini dianggap sebagai satu penyakit
autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
I. Sindrom nefrotik bawaan
Dirurunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhaap semua pengobatan.
Gejala adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
II. Sindrom nefrotik sekunder
1. Malaria kuartana atau parasit lain
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisis vena renalis.
8
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun
oak, air raksa.
5. Amilodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif
hipokomplementamik.
III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya).
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop
biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. Membangi dalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal
Dengan mikrospok biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop
elektron terdapat IgG atau imunoglobulin bet-1C pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.
2. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi
set. Tidak sering ditemukan pada anak.
Prognosis kurang baik.
3. Glomerulonefritis proliferatif
a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan
pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif
dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan
yang lama.
b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)
Terdapat proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan
viseral.
c. Dengan bulan sabit (crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (simpai (kapsular)
dan viseral.
d. Glomerulonefritis membranopliferatif.
9
Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai membrana basalis di
mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta 1A rendah.
e. Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
IV. Glomeruloksklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
C. Patofisiologi
1. Proteinuria
Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sedangkan gejala klinis lainnya
dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan berat untuk membedakan
dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein
sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.
2. Selektivitas protein
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan
dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas albimin dan
disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara
sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin
plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria
selektif.
3. Perubahan pada filter kapiler glomerulus
Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe
kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan
semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti
albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negatif juga
terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua-duanya.
Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara interna
dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan negatif, seperti
albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan hepartinase mengakibatkan
10
timbulnya albuminaria.
4. Hipoalbuminemia
Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan pengeluaran
akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Dalam keadaan seimbang, laju
sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari badan adalah seimbang. Pada anak dengan SN
terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun
keadaan ini tidak responsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampri normal
dengan atau tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam
keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal.
Kelainan glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik hidropatik koloid plasma
Volume plasma
11
Retensi Na renal sekunder
Edema
Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah arteri dalam
peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk menjaga volume dan tekanan intravaskular
agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan,
yang secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat
gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat
keseimbangan hingga edema stabil.
Dengan teori underfilled ini diduga terjadi terjadi kenaikan kadar renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada semua pasien
dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan meningkatnya volume plasma dengan tertekannya
aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbul konsep teori overfilled. Menurut
teori ini retensi natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak
bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling
cairan ke dalam ruang interstiasial. Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma
yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun seukunder terhadap
hipervolemia.
Kelainan glomerulus
Retensi Na renal primeri
12
Volume plasma
Edema
Melzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisologi SN, yaitu tipe nefrotik dan tipe nefritik.
Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan vasokonstriksi perifer denan kadar renin
plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG) masih baik dengan kadar
albumin yang rendah dan biasanya terdapat pada SNKM. Karakteristik patofisiologi kelompok ini
sesuai dengan teori tradisional underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan fenomena
sekunder. Di pihak lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai dengan volume plasma tinggi,
tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma dan aldosteron rendah yang meningkat sesudah
persediaan natrium habis. kelompok kedua ini dijumpai pada glomerulonefritis kronik dengan
LFG yang relatif lebih rendah dan albumin plasma lebih tinggi dari kelompok petama.
Karakteristik patofisiologi kelompok keduaini sesuai dengan teori overfilled pada SN dengan
retensi air dan natrium yang merupakan fenomena primer intrarenal.
D. Manisfestasi klinis
1. Edema
Walaupun proteinuria kambuh pada hampir 2/3 kasus, kambuhnya edema dapat dicegah
pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten dengan komplikasi yang
menggangu merupakan masalah klinik utama bagi mereka yang menjadi non responden dan
pada mereka yang edemanya tidak dapat segera diatasi. Edema umumnya terlihat pada kedua
kelopak mata. Edema minimal terlihat oleh orangtua atau anak yang besar sebelum kedokter
melihat pasien untuk pertama kali dan memastikan kelainan ini. Edema dapat menetap atau
bertabah, baik lambat atau cepat atau dapat menghilangkan dan timbul kembali. Selama periode
ini edema periorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema
13
menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit yang
sebenarnya menjadi tambah nyata. Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih
jelas dalam posisi berdiri. Kadang-kadang pada edema yang masif terjadi robekan pada kulit
secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini, edema telah mengenai semua
jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan skrotum atau labia, bahkan efusi plerura. Muka
dan tungkai pada pasien ini mungkin bebas dari edema dan memperlihatkan jaringan seperti
malnustrisi sebagai tanda adanya edema menyeluruh sebelumnya.
2. Gangguan gastrointestinal
Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. Diare sering dialami pasien
dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun
diduga penyebabnya adalah edema submukosa di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan
pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau
keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri di perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada
keadaan SN yang kambuh. Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada,
kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding
perut atau pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan
abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai
akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang
kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites
terjadi hernia umbilikalis dan prolaps ani.
3. Gangguan pernapasan
Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pelura maka pernapasan
sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan obat furosemid.
4. Gangguan fungsi psikososial
Keadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti halnya pada penyakit berat
umumnya yang merupakan stres nonspesifik .Perasaan-perasaan ini memerlukan diskusi,
penjelasan dan kepastian untuk mengatasinya.
14
E. Penatalaksanaan
1. Tentukan penyebab (biopsi ginjal).
Pada orang dewasa, tidak perlu seperti anak-anak dimana dilakukan terapi steroid sebagai
bagian dari penegakkan diagnosis, kelainan minimal hanya menjadi penyebab pada 10-20%
kasus. terapi disesuaikan dengan diagnosis dan penyebab yang mendasari.
2. Penatalaksanaan edema
Dianjurkan tirah baring dan memakai stocking yang menekan, terutama untuk pasien usia
lanjut. Hati-hati dalam pemberian diuretik karena adanya proteinuria berat dapat menyebabkan
gagal ginjal atau hipovolemik. Harus diperhatikan dan dicatat keseimbangan cairan pasien,
biasanya diusahakan penurunan berat badan dan cairan 0.5-1 kg/ hari. Dilakukan pengawasan
terhadap kalium plasma, natrium plasma, kreatinin dan ureum. Bila perlu diberikan tambahan
kalium. Diuretik yang biasa diberikan adalah diuretik ringan, seperti tiazid dan furosemid dosis
rendah, dosisnya dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan.
3. Garam dalam diet dan cairan dibatasi bila perlu. pemberian albumin intravena hanya diperlukan
pada kasus-kasus refrakter, terutama bila terjadi kekurangan volume intravaskuler atau oliguria.
4. Mencegah infeksi
Biasanya diberikan antibiotik profilaksis untuk menghindari infeksi, terutama terhadap
pneumokok
6. Memperbaiki nutrisi7
Dianjurkan pemberian makanan tinggi kalori dan rendah garam. Manfaat diet tinggi protein
15
tidak jelas dan mungkin tidak sesuai karena adanya gagal ginjal, biasanya cukup dengan protein
50-60 g/hari ditambah kehilangan dari urin. Atau restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram
/KgBB ideal/ hari + eskresi protein dalam urin/24 jam
Pada orang dewasa dengan perubahan minimal glomerulopati digunakan 1mg prednisolon/
kgBB/hr selama kurang lebih delapan minggu, bila tidak memberikan respon yang memuaskan
digunakan cicklophospamide 1-2 mg/kgBB/hr selama delapan minggu jika pasien mempunyai
karakteristik yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal (lelaki, hipertensi, merokok,
peningkatan kreatinin serum atau proteinuri yang massif)
F. Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada penderita yaitu:.
1. Infeksi
Infeksi terjadi karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan tubuh yaitu gama globulin
serum, penurunan konsetnrasi IgG, abnormalitas komplemen, penurunan konsentrasi
transferin dan seng, serta pungsi lekosit yang berkurang. Infeksi yang serign terjadi berupa
pertonitis primer, selulitas infeksi saluran kemih, bronkpneumonia dan infeksi virus.
16
2. Tromboemboli dan gangguan koagulasi
3. Perubahan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein
4. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Komplikasi ini mekanismenya belum jelas. Namun banyak ditemukan pada penderita SN
dengan lesi minimal dan gromerulosklerosis fokal. diperkirakan akibat hipovelemia dan
penurunan perfusi ke ginjal. akibat dari GG pada penderita SN cukup serius. 18% meninggal.
20% dapt bertahan tapi tidak ada perbaikan fungsi ginjal dan memerlukan dialisis.
G. Prognosis
Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa factor antara lain umur, jenis
kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal. prognosis pada umur
muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-laki. Makin dini
terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal mempunyai respons
terahdap kortikosteroid lebih baik dibandingkan dengan lesi dan mempunyai prognosis paling
buruk pada glomerulonefritis proliferatif.
Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal kronis disertai
sindroma uremia, infeksi sekunder (misalnya pneumonia).
17
KESIMPULAN
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit gromerular yang ditandai
dengan proteinuri masif >3.5 gram/ 24 jam/ 1.73 m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka,
hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Umumnya menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium terhadap sindroma nefrotik tersebut. Penyebab yang
paling sering dijumpai adalah sindroma nefrotik primer. Kelainan minimal memberikan respons yang
baik terhadap pengobatan dan mempunyai prognosis baik. Untuk memperoleh hasil pengobatan yang
optimum perlu kerja sama antara penderita dan dokter yang mengobatinya.
18