Anda di halaman 1dari 8

2.

Break Event Point (BEP)


2.1 Pengertian Break Event Point (BEP)
Menurut S. Munawir (1986), break event point adalah suatu
keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan
juga tidak menderita rugi, (total perusahaan = total biaya). Dengan kata
lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal
tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya menggunakan
biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap
dan biaya variabel.
Break Even Point adalah kondisi perusahaan tidak laba dan tidak
rugi, dengan mengetahui Break Even Point dimana perusahaan akan
meningkatkan penjualan diatas break even point untuk mendapatkan laba
dan menghindarkan penjualan dibawah Break Even Point karena akan
menderita rugi (Mulyadi, 2001). Dalam pengertian lain, break event point
juga diartikan sebagai volume penjualan dimana pendapatan dan jumlah
bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi. Pengertian break event
point dapat ditinjau dari berbagai sudut, diantaranya sebagai berikut:
a. Dari Segi Keuangan
BEP adalah suatu kondisi dimana suatu perusahaan tidak mendapat
keuntungan dan juga tidak menderita kerugian.
b. Ditinjau dari Segi Kuantitas Produksi
BEP adalah analisis yang digunakan untuk menentukan berapa jumlah
produk yang dihasilkan agar perusahaan tidak rugi dan tidak untung.
c. Ditinjau dari Segi Biaya
BEP adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba
dan tidak merugi, atau sama dengan nol. Dengan kata lain suatu usaha
dikatakan impas (jumlah pengahsilan = jumlah biaya).
d. Ditinjau dari Segi Laba
BEP adalah volume keseimbangan dimana besarnya penjualan tanpa
adanya laba atau kerugian (penghasilan = total biaya).
Tujuan adanya BEP diantaranya adalah untuk mencari tingkat
aktivitas dimana pendapatan sama dengan biaya dan menunjukkan suatu
sasaran volume penjualan minimal yang harus diraih.

2.2 Analisis Break Event Point (BEP)


Analisis Break Event Point adalah suatu analisis atau cara atau
teknik yang digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat atau
jumlah produksi dan penjualan dari suatu perusahaan, apakah mengalami
kerugian atau memperoleh keuntungan. BEP dapat digunakan sebagai alat
analisis untuk mengambil kebijakan dalam suatu perusahaan, agar dapat
mempertahankan suatu keadaan tertentu dimana perusahaan tidak
mengalami kerugian dan mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai
untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu. Selain itu juga dapat
membantu pimpinan dalam mengambil keputusan seberapa jauhkah
berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi, dan untuk
mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya, dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.
Analisis BEP secara umum dapat memberikan informasi kepada
pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya,
dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu.
Terdapat beberapa asumsi BEP yang harus dipenuhi agar BEP bisa
dijadikan sebagai alat analisis dalam mengambil kebijakan perusahaan,
diantaranya:
a. Biaya dapat dipisahkan antara biaya tetap dan biaya variabel.
b. Efisiensi dan produktivitas tidak berubah.
c. Harga jual tidak berubah.
d. Biaya-biaya tidak berubah.
e. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persediaan awal dan
persediaan akhir.
Apabila salah satu asumsi tersebut tidak terpenuhi karena salah
satu faktor tersebut diatas mengalami perubahan, maka analisis BEP perlu
disesuaikan dengan perubahan faktor-faktor tersebut.
2.3 Langkah-Langkah Analisis Break Event Point
Dalam menentukan tingkat break event point, maka biaya yang
terjadi harus dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel
(Munawir, 1986). Langkah-langkah menentukan tingkat break event point
adalah sebagai berikut:
1. Pengelompokkan Biaya
Dalam perhitungan analisis break event point, biaya dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
adalah jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume
penjualan, kecuali dihubungkan dengan waktu. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan
volume penjualan.
2. Pengalokasian Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Dalam langkah ini digunakan metode nilai jual relatif, yang
artinya harga jual suatu produk adalah merupakan perwujudan biaya
yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika suatu produk
terjual lebih tinggi daripada produk yang lain, hal ini karena biaya yang
dikeluarkan untuk produk tersebut lebih banyak bila dibanding dengan
produk yang lain.

2.4 Komponen BEP


1. Variable Cost (biaya variable)
Biaya variable adalah biaya yang jumlahnya meningkat sejalan
peningkatan jumlah produksi / besar nilainya tergantung pada banyak
sedikit jumlah barang yang diproduksi. Variable cost sering juga disebut
sebagai biaya langsung atau elemen dari biaya bahan langsung, upah
langsung, atau biaya produksi langsung yang dibebankan secara langsng
dalam unit yang diproduksi.
2. Fixed Cost (biaya tetap)
Fixed cost adalah biaya yang jumlahnya tetap walaupun suatu
usaha sedang tidak berproduksi / cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit
yang diproduksi. Biaya ini adalah biaya yang harus tetap dikeluarkan
walaupun hanya menjual 1 unit, 2 unit, 5 unit, atau tidak menjual sama
sekali. Biaya tetap tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output.
Contohnya adalah biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau
tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.
3. Contribution Margin (Marjin Kontribusi)
Marjin kontribusi adalah hasil dari total penerimaan dikurangi
dengan biaya variablenya. Marjin kontribusi juga merupakan kekuatan
dari suatu produk dalam menghasilkan laba. Efisiensi perusahaan akan
terlihat jelas pada marjin kontribusi. Semakin besar marjin kontribusi
suatu jenis pelayanan, semakin kuatlah pelayanan tersebut untuk
menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Dengan menggunakan
metode marjin kontribusi, break event point tercapai apabila marjin
kontribusi tersebut sama besarnya dengan total biaya tetap.
4. Margin of Safety (Batas Aman)
Batas aman merupakan angka yang menunjukkan selisih antara
jumlah output yang ditargetkan dan tingkat output pada kondisi break
event, dengan kata lain menggambarkan batas yang diijinkan boleh turun
dari penjualan yang ditargetkan agar suatu perusahaan tertentu tidak
mengalami kerugian. Jadi apabila ternyata penurunan penjualan melebihi
batas amannya, perusahaan akan menderita kerugian.

2.5 Gambar Break Event Point


Salah satu cara untuk menentukan break even point adalah melalui
gambar break even. Dalam gambar tersebut akan nampak grafis garis
biaya tetap, biaya total dan biaya variabel, serta garis penjualan. Besarnya
volume produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak
pada sumbu vertikal (Y). Dalam gambar break even tersebut, break even
point ditentukan dengan cara menentukan titik persilangan antara garis
penghasilan penjualan dengan garis biaya total. Apabila dari titik tersebut
kita tarik garis lurus vertikal kebawah sampai sumbu X, akan nampak
besarnya break even dalam unit. Kalau dari titik tersebut ditarik garis lurus
horizontal kesamping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break even
dalam rupiah. Untuk jelasnya digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Break Event Point

2.6 Rumus / Cara Menghitung Break Event Point


1. BEP Unit: BEP yang dinyatakan dalam jumlah penjualan produk di
nilai tertentu.

2. BEP Rupiah: BEP yang dinyatakan dalam jumlah penjualan atau harga
penjualan (P) tertentu.
Atau perhitungan BEP juga dapat ditulis dengan rumus:
QBEP(u) = TFC / (P-AVC)

Keterangan :
QBEP(u) : Tingkat output dimana keadaan titik impas terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit
AVC : Biaya variabel per unit
QBEP(sales) = TFC / [1-(AVC/P)]

Keterangan :
QBEP(sales) : Tingkat penjualan dimana keadaan titik impas
terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit
AVC : Biaya variabel per unit

Keterangan:
a. BEP Unit / Rupiah: BEP dalam unit (Q) dan BEP dalam Rupiah
(P)
b. Biaya Tetap: biaya yang jumlahnya tetap walaupun suatu usaha
sedang tidak berproduksi
c. Biaya Variable: biaya yang jumlahnya meningkat sejalan
peningkatan jumlah produksi / besar nilainya tergantung pada
banyak sedikit jumlah barang yang diproduksi
d. Harga per Unit: harga jual barang atau jasa per unit yang
dihasilkan
e. Biaya Variable per Unit: total biaya variable per Unit

Contoh Perhitungan BEP:


Suatu perusahaan yang memproduksi televise, mempunyai data biaya dan
pendapatan sebagai berikut:
Biaya tetap perusahaan perbulan adalah sebesar Rp. 50.000.000,-
Biaya produksi untuk tiap unit televise adalah Rp. 500.000,-
Harga jual untuk tiap unit televisinya adalah sebesar Rp. 1.000.000,-
Maka berapa unit televisi yang harus terjual agar perusahaan mencapai
BEP (Break Event Point) ?
BEP Unit = Biaya tetap / (harga jual per unit - biaya variable per
unit)
= 50.000.000 / (1.000.000 - 500.000)
= 50.000.000 / 500.000
= 100 unit
Maka perusahaan akan mencapai BEP setelah perusahaan mampu
menjual sebanyak 100 unit televisi. Sehingga pada penjualan unit ke-
101, maka took itu mulai memperoleh keuntungan.

Sedangkan nilai BEP dalam rupiah:


Uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah sebagai
berikut:
BEP Rupiah = Biaya tetap / (1- biaya variable per unit : harga jual
per unit)
= 50.000.000 / (1- 500.000 : 1.000.000)
= 50.000.000 / (1- 0,5)
= 50.000.000 / 0,5
= Rp. 100.000.000,-
Daftar Pustaka

Mulyadi, 2001. Sistem Akuntansi. Edisi 3. Jakarta. Penerbit Salemba Empat.

Mulyadi, 1997. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Edisi


2. Yogyakarta: STIE YKPN.

Munawir, 1986. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.

wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/break-event-point-2-akuntansi-biaya/
Diakses pada tanggal 19 September 2014.

Anda mungkin juga menyukai