Anda di halaman 1dari 2

THE IDENTIFICATION OF ENDOPARASITES OF THE DEER AT BAGIAN KESATUAN

PEMANGKUAN HUTAN (BKPH) JONGGOL BOGOR

ABSTRACT
By
ENDANG YUNI SETYOWATI; ELLIN HARLIA
FACULTY OF ANIMAL HUSBANDRY PADJADJARAN UNIVERSITY

The research was conducted to identify the type of worm that infested the deers at BKPH Jonggol.
The study method was survey. Samples were taken by the area sampling technique from three
different feeder areas that had became a plece where the feces were concentrated. Each feeder
area was divided into four areas. Randomly , two smaller areas were chosen from each area and
feces from those smaller areas were taken twice. Therefore, there were 12 samples of feces. The
samples were examined whether or not, it contained the worms egg. Those worms egg were
identify and count the number of worm s egg in every gram of feces. The result showed that
41,67% samples were infested by nematode. The genus identified were Strongylus and
Strongyloides. The total in every gram feces was 40 egg/gram feces.
Keywords : Deer, Worm Endoparasites, Nematode

INTRODUCTION
Rusa di Indonesia merupakan satwa liar yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang
Ordonansi dan peraturan perlindungan binatang liar tahun 1931 No. 154 dan 266. Undang-undang
tersebut dikeluarkan karena populasi rusa sudah dianggap sampai pada titik kritis sehingga
dikhawatirkan akan mengalami kepunahan . Undang-undang No. 5 yang dikeluarkan tahun 1990
mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, masih memasukkan rusa
sebagai satwa yang dilindungi. Pada tahun 1993 dibangun penangkaran rusa di Bagian Kesatuan
Penangkaran Hutan (BKPH) Jonggol. Hingga saat ini ada tiga jenis rusa yang dimbangkan di BKPH
Jonggol, yaitu rusa Timor (Cervus timorensis), rusa Bawean (Axis kuhlii) dan rusa Totol (Axis
axia). Populasi rusa yang dipelihara di BKPH Jonggol berjumlah 78 ekor terdiri dari 63 ekor rusa
Timor, 10 ekor rusa Totol dan 5 ekor rusa Bawean. Rusa di BKPH Jonggol dipelihara di areal
terbuka seluas 5 Ha. Hewan yang berada pada tempat terbuka umumnya mudah terinfestasi
parasit, karena hewan tersebut mempunyai peluang besar untuk kontak langsung dengan inang
antara dan telur infektif. Infestasi cacing pada rusa menimbulkan gangguan nafsu makan dan
pertumbuhan. Gangguan pada pertumbuhan dapat berlangsung lama, bahkan sesudah cacingnya
dihilangkan dengan obat cacing. Gejala-gejal dari rusa yang terinfestasi cacing antara lain badan
lemah, bulu rontok, dan selaput lender pucat. Jika infestasi sudah lanjut diikuti dengan anemia,
diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bias menyebabkan kematian. Penelitian ini
bertujuan mengetahui jenis cacing dan jumlah telur cacing dalam tiap gram feses rusa di BKPH
Jonggol.

METHODS
Pengambilan sample fese rusa dilakukan dengan mengumpulkan 12 sampel feses segar di
lapangan. Feses segar memiliki bentuk yang masih utuh dengan tingkat kelembaban yang tinggi.
Feses diambil dari tiga lokasi tempat pemberian pakan yang merupakan tempat konsentrasi
penyebaran feses. Agar masing-masing tempat terwakili maka masing-masing tempat dibagi 4
area. Dari 4 area dipilih secara random sehingga didapat 2 tempat konsentrasi pengambilan
feses. Pengambilan sample diulang dua kali pada tempat yang sudah disampling. Feses
dimasukkan ke dalam termos es yang berisi icebrite untuk dibawa ke Balai Penelitian Veteriner
Bogor. Peubah yang diamati adalah jenis cacing dan jumlah telur cacing dalam tiap gram feses
(jumlah telur/gram feses) menggunakan metode Mc Master. .

RESULTS AND DISCUSSION


Hasil Identifikasi Telur dan Larva Cacing di BKPH Jonggol
Hasil pemeriksaan terhadap 12 sample fese rusa di BKPH Jonggol ditemukan adanya telur cacing.
Berdasarkan pengamatan menggunakan microscope cahaya, telur cacing dalam penelitian
berbentuk hampir bulat, pada bagian tengah terdapat lekukan, kulit telur berlapis-lapis, bagian inti
terlihat seperti kumpulan anggur. Hasil pengamatan mikroskop dibandingkan dengan deskripsi
gambar telur cacing menurut buku acuan Benbrook dan Sloss (1961) dan Levine (1968).
Gambaran ini serupa dengan gambaran dari telur Strongylus sp. Telur lain yang teridentifikasi
hampir mirip dengan telur hasil pengamatan yang pertama, hanya pada bagian inti berbentuk
sebuah gumpalan yang pekat. Gambaran ini sama dengan gambaran dari telur Strongyloides sp .
Strongylus sp dan Strongyloides sp termasuk kelas Nematode. Strongylus sp merupakan cacing
Nematode yang dominant ditemukan pada penelitian ini. Genus Strongylus sp merupakan
endoparasit yang hidup dalam saluran pencernaan yang penting di Indonesia (Kusumamihardja,
1992). Tiga anggota Strongylus sp yang biasa disebut Strongylus besar dianggap penting menurut
Davies (1965); Seddon (1967) yaitu Strongylus vulgaris, Strongylus equinus dan Strongylus
edentatus. Ketiganya merupakan endoparasit yang mempunyai migrasi yang cukup luas untuk
periode waktu yang cukup lama. Menurut Hammer (1993) dari ketiga spesies tersebut Strongylus
vulgaris yang paling pathogen. Menurut Subronto dan Ida (1991) infestasi cacing Strongylus
terutama Strongylus vulgaris merupakan kejadian yang sangat sering di dunia. Dalam kondisi
yang buruk (dorman) telurnya dapat bertahan hingga berbulan-bulan. Cacing Strongyloides
menyebabkan penyakit Strongyloidasis atau diare Chocin china. Untuk perkembangannya di alam
bebas memerlukan suhu rata-rata 150C pada tanah yang lembab. Suhu optimal antara 23 0C -
300C dengan demikian penyebarannya terdapat di daerah tropis dan sub tropis.

Hasil Pemeriksaan Telur Cacing pada Rusa di BKPH Jonggol


Telur cacing Strongylus sp ditemukan pada empat sampel, sedangkan Strongyloides sp ditemukan
pada satu sample. Data jumlah telur cacing ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Telur Cacing Pada Feses Rusa Di BKPH Jonggol
No Area pengambilan Jenis Cacing
Strongylus sp(EPG) Strongyloides sp(EPG)
1 A1 - 40
2 A3 40 -
3 B1 - -
4 B3 - -
5 C2 40 -
6 C4 - -
7 A1 - -
8 A3 - -
9 B1 40 -
10 B3 40 -
11 C2 - -
12 C4 - -
Tabel 1. terlihat bahwa derajat infestasi cacing Strongylus sp dan Strongyoides sp tergolong ringan
sesuai dengan pendapat Tarazona (1986) yang menyatakan bahwa Jumlah EPG dapat dipakai
sebagai penduga berat atau ringannya derajat infestasi. Infestasi ringan memiliki jumlah EPG 50
500, infestasi sedang memiliki EPG 500 2000 dan infestasi berat memiliki jumlah EPG lebih dari
2000. Derajat keparahan infestasi tergantung jumlah cacing yang menginfestasi. Penurunan berat
badan akan terkadi pada infestasi 300 ekor cacing atau setara 1800 EPG (Kusumamihardja, 1992).

CONCLUSIONS
Hasil identifikasi diperoleh dua jenis cacing yang menginfestasi rusa di BKPH Jonggol yaitu cacing
Strongylus sp dengan EPG 40 dan Strongyloides sp dengan EPG 40 dari kelas Nematoda.
ACKNOWLEDGEMENT
Terima kasih kepada Ade Yan yan Ruhyana atas bantuannya

REFERENCES
Hammer , D. 1993. Care of Stable. BT Batsford Ltd. London. P 59-61

Kusumamihardja, 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat
Antar Universitas Bioteknologi . Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tarazona, J.M. 1986. A Method for Interpretation of Parasite Egg Count of Faeces. Veterinary
Buletin . 57(4): 304

Anda mungkin juga menyukai