Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. KASUS
Sesosok mayat bayi baru lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyarakat
melaporkannya kepada polisi. Mereka juga melaporkan bahwa semalam melihat
seorang perempuan yang menghentikan mobilnya didekat sampah tersebut dan berada
di sana cukup lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil
perempuan tersebut.
Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda
sebagai dokter direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si
perempuan yang dicurigai sebagai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk
diperiksa. Anda harus mengatur segalanya agar semua pemeriksaan dapat berjalan
dengan baik dan akan membriefing para dokter yang akan menjadi pemeriksa.
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya di
sungai, got, atau seperti pada kasus ini di tempat sampah, maka bayi tersebut
mungkin adalah korban pembunuhan anak sendiri (PAS), pembunuhan, lahir mati
kemudian dibuang, atau bayi yang ditelantarkan sampai mati. Untuk membedakan
hal-hal tersebut, harus dapat ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati, dan
lain sebagainya sehingga diperlukan pemeriksaan forensic pada mayat bayi tersebut
serta barang bukti yang dibawa bersamanya, pemeriksaan terhadap wanita tersangka,
serta adakah hubungan antara keduanya.
Kematian bayi yang terjadi di Indonesia bisa dimasukan ke dalam kategori
Kinderdoodslag yaitu tanpa rencana atau Kindermoord yaitu dengan rencana,
tergantung dari motif tersangka yang bukan lain adalah ibu kandungnya sendiri saat
melakukan pembunuhan bayi.
Pembunuhan Anak sendiri (PAS) menurut undang-undang di Indonesia adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan
atau tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan
anak

1
Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) adalah merupakan suatu bentuk kejahatan
terhadap nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan haruslah
ibu kandungnya sendiri, dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut
adalah karena si ibu takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh karena anak
tersebut umumnya adalah hasil hubungan gelap. Cara yang paling sering digunakan
dalam kasus PAS adalah membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan,
pencekikan, penjeratan dan penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari
sekitar 30-40 kasus PAS per tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk
kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam
pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).
Pembunuhan bayi yang dilakukan dengan rencana dan dilakukan lebih dari 24
jam setelah bayi lahir maka disebut pembunuhan bayi biasa sedangkan pembunuhan
tanpa rencana yang dilakukan kurang dari 24 jam setelah bayi lahir maka disebut
dengan infantisida.
Infantisida adalah tindakan perampasan nyawa bayi yang berusia dibawah
satu tahun. Menurut hukum di Indonesia infantisida adalah perampasan nyawa anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian karena alasan tertentu.
Infanticide tidak termasuk kematian pada bayi selama proses persalinan ketika
fetus dihancurkan dengan craniotomy atau decapitasi yang dikerjakan oleh ahli
obsgene yang dilakukan dengan tujuan menyelamatkan nyawa ibu ketika kondisi
persalinan tidak dapat selesai tanpa menyebabkan kematian pada ibu dan anak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sampai tahun 1922, menghilangkan nyawa bayi yang baru lahir (dalam segala
keadaan) adalah pembunuhan. Keadaan ini tidak mengijinkan fakta bahwa
melahirkan dapat berefek yang secara sementara mengganggu keadaan jiwa ibu
sehingga dia harus bertanggung jawab atas tindakan membunuh anaknya. Undang-
undang Infantisida tahun 1922, yang mengatur tentang kejahatan infantisida
membatasi kemungkinan terjadinya hal ini, namun tidak mendefinisikan keadaan
baru lahir dan apakah benar adanya kemungkinan lanjut bahwa menyusui juga
dapat menyebabkan ketidakseimbangan mental secara sementara.
Undang-undang Infantisida tahun 1938 bagian 1 menyebutkan Ketika wanita
melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat menyebabkan
kematian anak kandungnya yang berusia di bawah 12 bulan, tetapi pada saat itu
kegiatan melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan tersebut keadaan
pikirannya terganggu dengan alasan belum pulih dari pengaruh melahirkan dan
pengaruh menyusui setelah melahirkan, walaupun demikian keadaan demikian tetap
berlaku sebagai pembunuhan dia dinyatakan bersalah telah melakukan infantisida
secara kejam dan kemungkinan dapat diancam atau dihukum seperti dia telah
membantai manusia. Pencegahan juga dibuat pada keadaan, jika dia didakwa
melakukan pembunuhan, sebagai tuduhan alternatif dari pembantaian, bersalah
namun gila atau menyembunyikan kelahiran tergantung keputusan juri.
Dalam KUHAP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan
terhadap nyawa orang. Pasal-pasal yang berhubungan adalah seperti berikut :
Pasal 341.
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama 7 tahun.

3
Pasal 342.
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
9 tahun.
Pasal 343.
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang
lain yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.
Pasal 181.
Barang siapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut atau menghilangkan
mayat, dengan maksud hendak menyembunyikan kematian dan kelahiran
orang itu, dihukum penjara selama lamanya 9 bulan atau denda sebanyak
banyak 4500 rupiah.
Pasal 304.
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam
kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan perawatan atau
pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena
menurut perjanjian, dihukum penjara selama 2 tahun 8 bulan atau denda
sebanyaknya 4500 rupiah.
Pasal 305.
Barang siapa yang menaruhkan anak yang dibawah umur 7 tahun di suatu
tempat supaya dipungut oleh orang lain, atau dimaksud akan terbebas
daripada pemeliharaan anak itu, meninggalkannya, dihukum penjara
sebanyak-banyaknya 5 tahun 6 bulan.
Pasal 306.
(1) Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam pasal 304 dan 305 itu
menyebabkan luka berat, maka si tersalah dihukum penjara selama-lamanya 7
tahun 6 bulan.

4
(2) Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang lain mati, si tersalah itu
dihukum penjara selama-lamanya 9 bulan.
Pasal 307.
Kalau si tersalah karena kejahatan yang diterangkan dalam pasal 305 adalah bapa
atau ibu dari anak itu, maka baginya hukuman yang ditentukan dalam pasal 305
dan 306 dapat ditambah dengan sepertiganya.
Pasal 308.
Kalau ibu menaruh anaknya di suatu tempat supaya dipungut oleh orang lain
tidak lama sesudah anak itu dilahirkan oleh karena takut akan diketahui orang
ia melahirkan anak atau dengan maksud akan terbebas dari pemeliharaan anak
itu, meninggalkannya, maka hukuman maksimum yang tersebut dalam pasal
305 dan 306 dikurangi hingga seperduanya.
Dengan demikian, pada kasus pembunuhan anak terdapat tiga unsur yang
penting, yaitu: 1,2,3
1. Pelaku:

Pelaku haruslah ibu kandung korban.


2. Motif:

Motif atau alasan pembunuhan adalah karena takut ketahuan telah melahirkan
anak.
3. Waktu:

Pembunuhan dilakukan segera setelah anak dilahirkan atau tidak beberapa


lama kemudian, yang dapat diketahui dari ada tidaknya tanda-tanda
perawatan.

5
PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI TEMUAN

PEMERIKSAAN KASUS INFANTICIDE

PELAKU/TERTUDUH KORBAN
(ibu kandung) (bayi yang baru dilahirkan)

1. Tanda telah melahirkan. 1. Viabilitas


2. Berapa lama telah melahirkan 2. Penentuan umur bayi
3. Mencari tanda-tanda partus 3. Pernah atau tdk pernah bernafas
precipitatus 4. Berapa lama bayi hidup
4. Pemeriksaan gol. Darah. 5. Apa sebab kematiannya
5. Pemeriksaan Histopatologi 6. Periksa gol. Darah
7. Tanda-tanda perawatan

TERHADAP MAYAT BAYI

I. PEMERIKSAAN LUAR
Pada prinsipnya sama seperti pada orang dewasa. Diperiksa:
Kaku mayat, lebam mayat, warna kulit, panjang tubuh, berat tubuh, rambut
kepala (warna, panjang, dan sifat:lurus/tipis?), alis mata(warna, panjang, dan
sifat:lurus/tipis?), bulu mata (warna, panjang, dan sifat:lurus/tipis?), mata:
selaput bening mata kanan dan kiri, teleng mata (bentuk dan diameter), warna
tirai mata, bercak perdarahan, selaput kelopak mata kanan dan kiri, serta ada
atau tidak pelebaran pembuluh darah. Juga diperiksa hidung, telinga, dan gigi
geligi.

Kuku tangan, garis-garis telapak kaki, diameter tonjolan puting susu, rawan
telinga (sudah terbentuk/belum), jika laki-laki, adakah teraba kedua buah
zakar pada kantongnya, lingkar kepala, dan lingkar dada.

6
Walaupun pemeriksaan terhadap mayat bayi pada prinsipnya sama seperti pada orang
dewasa, namun, harus lebih memperhatikan beberapa hal tersebut di bawah ini:

Bayi sudah cukup bulan, premature atau nonviable.


Kulit, sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna,
berkeriput atau tidak.
Mulut, adakah benda asing yang menyumbat.
Tali pusat, sudah terputus atau masih melekat pada uri. Bila terputus diperiksa
apakah terpotong rata atau tidak (dengan memasukkan ujung potongan ke
dalam air), apakah sudah terikat dan diberi obat antiseptic, adakah tanda-tanda
kekerasan pada tali pusat, hematom, atau Whartons Jelly berpindah tempat.
Apakah terputusnya dekat uri atau pusat bayi, serta panjang tali pusat.
Uri (ukuran, berat, insersi tali pusat, kotiledon (lengkap/tidak lengkap?).
Kepala, apakah terdapat kaput suksedaneum, moulage tulang-tulang
tengkorak.
Tanda kekerasan. Diperhatikan tanda pembekapan di sekitar mulut dan
huidung, serta memar pada mukosa bibir dan pipi. Tanda pencekikan atau jera
pada leher, memar atau lecet pada tengkuk, dan lain-lain.

II. PEMERIKSAAN DALAM


Seperti pada pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam terhadap mayat bayi juga pada
prinsipnya sama seperti pada orang dewasa. Diperiksa:
Mulut, apakah terdapat benda asing, robekan palatum mole.
Lidah (warna, adakah tanda-tanda kekerasan seperti memar), tulang lidah.
Leher, adakah tanda penekanan, resapan darah pada kulit sebelah dalam,
rawan gondok dan cincin (utuh/tidak). Adakah bintik-bintik perdarahan pada
kelenjar kacangan dan pangkal tenggorok.
Rongga dada, pemeriksaan makroskopik paru, pemeriksaan histopatologik
paru dan tes apung paru.

7
Daerah dada: Sekat rongga badan kanan dan kiri (setinggi iga berapa), tulang
dada (utuh/tidak), resapan darah, rongga dada kanan dan kiri (apakah berisi
cairan dan darah), kandung jantung.
Jantung, paru, (warna, perabaan: spons/bukan, adakah gambaran mozaik dan
keluar darah serta busa pada pemijatan, adakah resapan darah, bintik-bintik
perdarahan, tanda-tanda kekerasan seperti robekan).
Limpa, hati, kelenjar empedu, kelenjar liur perut dan kelenjar anak ginjal.
Lambung, ginjal.
Kepala: seluruh kulit kepala, tulang ubun-ubun kanan dan kiri, selaput tulang
ubun-ubun kanan dan kiri, dasar tengkorak, selaput lunak otak, otak besar,
kecil, dan batang otak (berat). Kulit kepala disayat dan dilepaskan seperti pada
orang dewasa. Tulang tengkorak dibuka, diperhatikan keadaan falx serebri
dan tentorium serebeli terutama pada perbatasannya (sinus rektus dan sinus
transverses) apakah terdapat robekan.
Tanda asfiksia, Tardieus spots pada permukaan paru, jantung, timus dan
epiglotis.
Tulang belakang, apakah terdapat kelainan kongenital atau tanda kekerasan.
Pusat penulangan pada distal femur, proximal tibia, kalkaneus, talus dan
kuboid.

PENYEBAB KEMATIAN BAYI

Penyebab kematian bayi dapat diketahui bila dilakukan autopsi, dari autopsi
tersebut dapat ditentukan apakah bayi tersebut lahir mati, mati secara almiah, akibat
kecelakaan atau akibat pembunuhan.

Penyebab kematian alamiah antara lain:


Prematuritas.
Kelainan kongenital, misalnya: sifilis, jantung.
Perdarahan / trauma lahir.
Kelainan bentuk / anatomi, misalnya: anecephalus.

8
Kelainan plasenta, misalnya: plasenta previa.
Erythroblastosis foetalis dan lain-lain.

Penyebab kematian akibat kecelakaan dapat terjadi di waktu lahir atau


sesudah lahir. Pada waktu proses kelahiran, kematian dapat terjadi karena partus yang
lama, prolaps tali pusat, terlilitnya tali pusat. Beberapa saat sebelum dilahirkan,
misalnya: trauma pada perut ibu hamil akibat tersepak, jatuh dari tempat yang tinggi,
dan lain-lain.

Kematian yang diakibatkan oleh tindakan kriminal atau pembunuhan,


dilakukan dengan mempergunakan kekerasan atau memberi racun terhadap bayi
tersebut. Cara yang digunakan untuk membunuh anak antara lain:
Pembekapan, menutup hidung dan mulut dengan telapak tangan, menekan
dengan bantal, selimut dan lain-lain.
Penekanan dada, sehingga mengganggu pergerakan pernafasan.
Dengan menjerat leher bayi (strangulasi). Kadang-kadang dengan memakai tali
pusat.
Dengan menenggelamkan bayi.
Menusuk fontanella, epicanthus mata, ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil,
jantung, sumsum tulang dengan menggunakan jarum atau peniti.
Memukul kepala bayi atau melintir kepala bayi.
Memberi obat-obatan, seperti: opium, arsen dan lain-lain misalnya dengan
mengoleskan opium di sekitar putting susu, lalu diisap oleh bayi tersebut.
Begitu bayi lahir, dibungkus dan dimasukkan ke dalam kotak kemudian dibuang.

Cara atau metode yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan


pembunuhan anak adalah cara atau metode yang menimbulkan mati lemas (asfiksia)
seperti: penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta pembenaman ke dalam air.
Adapun cara atau metode yang lain seperti menusuk atau memotong serta melakukan
kekerasan dengan benda tumpul relatif lebih jarang dijumpai.

9
Dengan demikian pada kasus yang diduga merupakan kasus pembunuhan
anak, yang harus diperhatikan adalah:

1. Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari,
bintik-bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta
jaringan longgar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus
berwarna putih atau putih kemerahan yang keluar dari lubang hidung dan atau
mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat dalam.
2. Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan dibibir atau sekitarnya
yang tidak jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian dalam yang
berhadapan dengan gusi, serta adanya benda-benda asing seperti gumpalan
kertas koran atau kain yang mengisi rongga mulut.
3. Keadaan di daerah leher dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan yang
melingkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat
sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang
dipergunakan, adanya luka-luka lecet kecil-kecil yang seringkali berbentuk
bulan sabit yang diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku si-pencekik,
adanya luka-luka lecet dan memar yang tidak beraturan yang dapat terjadi
akibat tekanan yang ditimbulkan oleh ujung-ujung jari si-pencekik.
4. Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian
tubuh lainnya, dimana menurut literatur ada satu metode yang dapat dikatakan
khas yaitu tusukan benda tajam pada langit-langit sampai menembus ke
rongga tengkorak yang dikenal dengan nama tusukan bidadari.
5. Adanya tanda-tanda terendam seperti: tubuh yang basah dan berlumpur,
telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer woman`s
hand), kulit yang berbintil-bintil (cutis anserina) seperti kulit angsa, serta
adanya benda-benda asing terutama di dalam saluran pernafasan (trakhea),
yang dapat berbentuk pasir, lumpur, tumbuhan air atau binatang air.

10
VISUM ET REPERTUM

Disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap
manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. (
Visum = dilihat, Repertum = ditemukan ).
Menurut Budiyanto et al, dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut:
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.

Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki
pidana : 2
Pasal 216 KUHP :

Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang


dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-
galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana

11
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.

Yang berhak meminta visum et repertum adalah :

1. Penyidik

Penyidik adalah pejabat polisi negara tertentu dengan pangkat serendah-rendahnya


pelda, sedangkan pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah serda. Di daerah
terpencil mungkin saja seorang dengan pangkat serda diberi wewenang sebagai
penyidik karena ia komandan.

2. Hakim pidana

Hakim pidana biasanya tidak langsung minta visum et repertum pada dokter,tetapi
memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi berita acara pemeriksaan dengan
visum et repertum. Kemudian jaksa melimpahkan permintaan hakim kepada
penyidik.

3. Hakim perdata

Dasar hukumnya: HIR pasal 154

Karena di sidang pengadilan perdata tidak ada jaksa,maka hakim perdata minta
langsung visum et repertum kepada dokter. Sebagai contoh adalah sidang pengadilan
mengenai penggantian kelamin Iwan robyanto iskandar menjadi Vivian rubiyanti
iskandar.

4. Hakim Agama

Dasar hukumnya: Undang-undang No.14.tahun 1970 tentang ketentuan pokok


kekuasaan kehakiman pasal 10.

12
Hakim agama mengadili perkara yang bersangkutan dengan agama islam, sehingga
permintaan visum et repertum hanya berkenaan dengan hal syarat untuk berpoligami,
syarat untuk melakukan perceraian dan syarat waktu tunggu (idah) seorang janda.(2)

Yang berhak membuat visum et repertum. (KUHAP Pasal 133 ayat 1) :


1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya.

PERANAN DAN FUNGSI

Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara


pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam Pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai benda bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang
tertuang di bagian Kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu
kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum dapat
diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum
dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut
tubuh/jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan persoalan di sidang
pengadilan maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru
seperti yang tercantum dalam KUHAP yang memberi kemungkinan dilakukannya
pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti apabila timbul keberatan yang
beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan
(pasal 180 KUHAP).

13
1.1) Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:

Pro Justisia

Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et


repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat
dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum.
Pendahuluan
Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung dituliskan
berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan :
Identitas pemohon visum et repertum
Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertum
Tempat dilakukannya pemeriksaan
Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
Identitas korban,
Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, waktu korban meninggal,
Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada
dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.

Pemberitaan

Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan pemeriksaan.


Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan
dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap
sebagai [rahasia kedokteran].

Identitas korban menurut pemeriksaan dokter (umur, jenis kel,TB/BB) serta


keadaan umum.
Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.

14
Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
Hasil pemeriksaan tambahan.

Kesimpulan

Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap hasil
pemeriksaan berisikan:

Jenis luka
Penyebab luka
Sebab kematian
Mayat
Luka
TKP
Penggalian jenazah
Barang bukti

Penutup

Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum
ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara
pidana/KUHAP". Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum

Dalam KUHAP pasal 186 dan 187.


Pasal 186:
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 187(c):Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarka
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya.

15
1) Jenis VeR pada umumnya adalah:

VeR Jenazah

Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu jari kaki atau
bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertum harus jelas tertulis
jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar (pemeriksaan jenazah) atau
pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah jenazah).

Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :

1. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan
jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.
2. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan
membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Kadangkala
dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan
histopatologi, toksikologi, serologi, dan sebagainya.

Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan
penyebabnya, sebab dan mekanisme kematian, serta saat kematian seperti tersebut di
atas.

16
BAB III
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus PAS.Beberapa studi
menunjukkan bahwa asfiksia mekanik merupakan metode yang paling sering
digunakan, kekerasan tumpul jarang dan kekerasan tajam amat jarang, hanya 2,1%7
dari keseluruhan PAS. Beberapa faktor lain yang mendukung bahwa kasus ini adalah
kasus PAS adalah bayi ditemukan di tempat sampah. Sebuah studi7 menunjukkan
bahwa 95% pada kasus PAS bayi dilahirkan di luar rumah sakit dan 71% PAS
dilakukan di rumah tersangka. Tersangka dengan pendidikan yang rendah, tidak
terikat perkawinan, usia muda (<19 tahun) merupakan faktor-faktor prediktor yang
mendorong tersangka untuk membunuh anak yang dikandungnya. Sementara studi
lain9 menunjukkan bahwa tersangka yang melakukan PAS adalah perempuan yang
secara sosial berada pada posisi inferior baik dari aspek pekerjaan maupun ekonomi
serta tersangka yang melakukan perselingkuhan. Prediktor lain adalah tersangka tidak
pernah melakukan pemeriksaan kehamilan serta ibu dengan kelainan psikiatri.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Stark Margaret M. Clinical Forensic Medicine: A Physician's Guide. 2nd ed.
Totowa (New Jersey): Humana Press Inc.; 2005.
2. Editorial. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia; 1994.h.11,13,18,20,40.
3. Jason Payne-James, Roger W. Byard, Tracey S. Corey, Carol Henderson.
Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine. England: Oxford, Elsevier
Academic Press; 2005.
4. Yusti Probowati R. Peran psikologi dalam investigasi kasus tindak
pidana. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):26-31.
5. Timmermans S. Postmortem: How Medical Examiners Explain Suspicious
Deaths. N Engl J Med 2007; 356:2759-60.
6. Djaja Surya Atmadja, Evi Untoro. Mutation of STR in paternity testing.
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):32-34.
7. Made Agus Gelgel Wirasuta. Analisis toksikologi forensic dan interpretasi
temuan analisis. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008;
1(1):47-55.
8. Editorial. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Indonesia; 1997.h.165-176.
9. Editorial. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Indonesia; 2000.h.1-4, 7-8, 12-45, 62, 72-74.

18

Anda mungkin juga menyukai