Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Bendungan merupakan bangunan yang telah ditemukan sejak 2500 SM.
Bangunan ini berfungsi biasanya dimanfaatkan untuk irigasi sawah di sekitar
bendungan dan sebagai cadangan air saat musim kemarau. Di Indonesia telah
banyak dibangun bendungan yang diharapkan pembangunanya dapat
menghasilkan banyak manfaat bagi masyarakat di sekitarnya, seperti
penyediaan air bersuh, pengendalian banjr, wisata, irigasi, pasokan tenaga
listrik, perikanan dan sebagainya. Oleh karena itu pembangunan bendungan
dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah dan sekitarnya.
Berdasarkan laporan Komisi Internasional Bendungan Besar (ICOLD,
1973) dan American Society of Civil Enggineers (ASFE/USCOLD, 1975) dapat
diketahui bahwa banyak bendungan yang mengambil keruntuhan salah satunya
sekita 33 % penyebab keruntuhan adalah rembesan air dalam tubuh bendungan.
Tubuh bendungan yang runtuh akan menimbulkan aliran air yang dapat
merusak infrastruktur yang ada (Ditjen Sumber Daya Air, 2013). Selain dapat
merusak infrastruktur, akibat dari runtuhnya tubuh bendungan yaitu dapat
menelan korban jiwa. Karenanya pemantauan pada tubuh bendungan harus
dilakukan secara akurat dan berkala.

I.2 Perumusan Masalah


Dalam mengatasi potensi runtuhnya bendungan. Perlu adanya upaya
preventif yaitu pencegahan terhadap runtuhnya bendungan yang banyak
menimbulkan potensi negative seperti kerusakan infrastruktur dan korban jiwa.
Pencegahan dapat diawali dengan pemantauan terhadap bendungan serta
pemeliharaan bendungan.
I.3 Ruang Lingkup
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah :
Tinjauan umum geologi teknik dan bendungan
Proses pemantauan dan pemeliharaan terhadap bendungan

I.4 Maksud dan Tujuan


I.4.1 Maksud Penulisan
Memenuhi tugas matakuliah Seminar Program Studi Teknik Geologi
Universitas Diponegoro.
Mengetahui tata cara penyusunan karya ilmiah yang benar bagi mahasiwa.
I.4.2 Tujuan Penulisan
Memahami konsep pemantauan Bendungan.
Memahami konsep pemeliharaan Bendungan.
I.5 Metodologi Penelitian
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan cara menyusun kembali teori
teori yang telah ada dalam referensi atau pustaka. Penyusunan disesuaikan
dengan tema dan judul yang dibahas. Sumber- sumber referensi atau pustaka
yang digunakan berupa :
Buku referensi
Jurnal ilmiah
Halaman internet
Laporan penelitian sebelumnya
I.6 Kerangka Pikir
Dasar pemikiran dalam penulisan karya ilmiah ini adalah pada era
globalisasi seperti sekarang pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
membangun infrastruktur, salah satunya Bendungan. Bendungan selain berfungsi
sebagai penampung air, pembangkit listrik, budidaya ikan, dan masih banyka
manfaat lainnya. Setelah pembanguan Bendungan selesai, pada umumnya timbul
permasalahan pada bendungan seperti rembesan yang dapat memicu keruntuhan
Bendungan yang dapat menimbulkan korban jiwa. Permasalahan yang ada pada
Bendungan dapat diketahui melalui pemantauan dan apabila diketahui ada masalah
Bendungan maka perlu dilaksanakan pemeliharaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Teknik


Geologi teknik adalah cabang ilmu geologi yang berhubungan dengan
pekerjaan teknik sipil. Didalam laporan Asosiasi Ahli Geologi Teknik (The
Association of Engineering Geologist) mendefinisikan tentang geologi teknik
sebagai berikut : Geologi Teknik adalah disiplin ilmu yang mengaplikasikan data-
data geologi, teknik dan prinsip geologi untuk mempelajari :
a. Terjadinya material tanah dn batuan secara alami, dan flida di bawah
permukaan;
b. Interaksi material dan proses-proses dengan lingkungan geologi sehingga
factor-faktor geologi mempengaruhi perencanaan, desain, kontruksi, operasi
dan pemeliharaan struktur teknik (pekerjaan-pekerjaan keteknikan) dan
pengembangan, perlindungan dan remediasi air tanah.
Sedangkan geoteknik adalah salah satu cabang dari ilmu teknik sipil yang
membahas permasalahan kekuatan tanah dan batuan serta hubungannya dengan
kemampuan menahan beban bangunan yang berdiri diatasnya. Menurut
petropedia, geoteknik merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari perilaku
tanah sehingga dapat diperoleh informasi mengenai interaksi air dengan tanah
serta hubungan antara tanah dengan pembebanan diatasnya. Ruang lingkup kajian
dalam geoteknik berhubungan dengan studi : 1) batuan dan/atau tanah sebagai
material bangunan (construction material), 2) massa batuan (rock mass), 3) massa
batuan yang tidak berkaitan langsung dengan tubuh bangunan tetapi sebagai
penyusun bangunan alami di lingkungan sekitarnya. Aplikasi geoteknik
berdasarkan runang lingkup kajian yaitu :
a. Sebagai material bangunan dana tau tanah digunakan untuk mengisi atau
menyusun bangunan, contohnya batuan untuk menyusun mansory, beton dan
sebagainya, tanah untuk menyusun tanggul dan lain sebagainya.
b. Sebagai massa batuan yang terkait langsung dengan bangunan. Batuan
berfungsi sebagai landasan atau fondasi ataupun tumpuan bangunan, misalnya:
massa batuan sebagai tumpuan bendungan, baik di bawah maupun di kiri-kanan
tubuh bendungan yang bersangkuan (right and/or left abutment).
c. Sebagai massa batuan penyusun bangunan alami di lingkungan bangunan,
misalnya lereng rawan longsor, lembah rawan banjir dan sebagainya.

II.2 Bendungan
II.2.1 Pengertian
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Pasal 1 Tahun 2010 tentang
Bendungan, bahwa bendungan adalah bangunan yang berupa urugan tanah,
urugan batu, beton, dan atau pasangan batu yang dibangun selain untuk
menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan
menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga
terbentuk waduk. Bendungan atau waduk merupakan wadah buatan yang
terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan.
Menurut Peraturan Menteri Nomor 72/PRT/1997, bendungan adalah
setiap bangunan penahan air buatan, jenis urugan atau jenis lainnya yang
menampung air atau dapat menampung air, termasuk pondasi, bukit/tebing
tumpuan, serta bangunan pelengkap dan peralatannya, termasuk juga
bendungan limbah galian, tetapi tidak termasuk bendung dan tanggul.
Bendungan (menurut SNI 03-1731), adalah setiap penahan buatan, jenis
urugan atau jenis lainnya, yang menampung air baik secara alamiah maupun
buatan, termasuk fondasi, ebatmen, bangunan pelengkap dan peralatannya.
Sedangkan tubuh bendungan merupakan bagian bendungan yang menahan,
menampung dan meninggikan air yang berdiri di atas fondasi bendungan.
II.2.2 Tipe bendungan menurut Direktorat Jendral Sumber Daya Air, 2003 :
a. Berdasarkan Fungsi
Berdasarkan fungsinya, tipe bendungan dapat dibedakan
menjadi bendungan : penampung air, pengalih aliran dan pengendali
banjir, dan lebih jauh lagi dapat dibedakan berdasarkan fungsi
khususnya.
1. Bendungan penampung air
Bendungan ini dibangun untuk menampung air di saat
kelebihan dan digunakan di saat kekurangan. Pada umumnya fungsi
menampung terjadi pada saat musim penghujan kemudian digunakan
pada musim kemarau.
Bendungan penampung air berdasarkan tujuan
penampungannya dapat dibedakan yaitu untuk menampung air baku,
pembangkit listrik, perikanan, rekreasi, dan lain sebagainya. Tujuan
dan tujuan khusus pembangunan bendungan, sering berpengaruh
pada desain struktur dan mungkin perllu ditentukan kriteria fluktuasi
muka air waduk dan besar debit rembesan yang diizinkan.
2. Bendungan pengalih aliran
Dibangun untuk meninggikan muka air agar diperoleh tinggi
jatuh yang cukup atau agar dapat dialihkan aliran sungainya masuk
kesaluran atau system pembawa lainnya. Beberapa bendungan tipe
ini digunakan untuk pengembangan irigasi, pengalihan aliran dari
sungai ke waduk diluar sungai yang bersankutan, untuk air baku dan
industry, atau untuk kombinasi berbagai keperluan.
3. Bendungan pengendali banjir
Bendungan tipe ini dapat disebut sebaga bendungan detensi
atau retensi banjir, dibangun untuk memperlambat atau menyimpan
sementara aliran banjir dan mengurangi terjadinya banjir besar.
Bendungan pengendali banjir dibedakan atas duamacam tipe, yaitu :
tipr umum adalah untuk menyimpan sementara dan melepas aliran
banjir dengan debit yang tidak melampaui kapasitas sungai di hilir.
Tipe yang lain adalah untuk menahan air selama mungkin agar
meresap ke tebing-tebing atau pondasi yang lulus air. Bendungan tipe
ini kadang-kadang juga dibangun untuk menangkap sedimen,
sehingga kadang-kadang disebut pula sebagai bendungan penangkap
sedimen (debris dams).
4. Bendungan serbaguna
Umumnya pembangunan bendungan tidak hanya bertujuan
untuk memperoleh manfaat tungal, tapi untuk lebih dari satu manfaat
seperti : penyedia air irigasi, tenaga listrik, air baku, pengendali
banjir, perikanan, rekreasi dan lain sebagainya.

b. Berdasarkan desain hidrolik


Terdapat dua tipe yaitu bendungan yang boleh dilimpasi air dan
bendungan yang tidak boleh dilimpasi air.
1. Bendungan yang boleh dilimpasi air (overflows dams)
Bendungan yang didesain boleh dilimpasi air di puncaknya.
Bendungan seperti ini ummnya hanya memiliki tinggi beberapa
meter, bendungan dibuat dari material yang tahan terhadap erosi,
seperti beton, pasangan batu, baja, kayu dan lain-lain.
2. Bendungan yang tidak boleh dilimpasi air (nonoverflow dams)
Bendungan yang didesain tidak boleh dilimpasi air pada
bagian puncak atau tidak boleh meluap. Tipe ini lazimnya dibuat dari
material urugan tanah dan urugan batu, dan sering pula berupa
bendungan beton yang dikombinasikan dengan pelimpah serta
urugan tanah atau batu disisi-sisinya sehingga membentuk bangunan
komposit.
3. Berdasarkan material yang digunakan
Pengelompokan bendungan yang paling lazim digunakan adalah
berdasarkan material pembentuk bendungan. Tipe bendungan
berdasar material pembentuk bendungan ini, juga dikenal sebagai
tipe dasar didalam pembuatan desain bendungan, seperti : bendungan
beton gaya berat (concrete gravity dams) bendungan beton dengan
penyangga (buttress dams), bendungan beton pelengkung (arch
dams), bendungan urugan tanah dan urugan batu.
a. Bendungan urugan
Bendungan yang paling lazim dibangun, karena
kontruksinya menggunakan material galian setempat yang
tersedia yang tidak perlu banyak pemrosesan. Disbanding dengan
tipe lain, tipe ini dapat dibanun hamper pada segala jenis tanah
pondasi dan pada topografi yang kurang baik, dan umumnya lebih
sering dibangun untuk tujuan penampung air.
Gambar 2.1 Tipe-tipe Bendungan Urugan (Sudarsono dan Takeda, 1989)
Bendungan ini dapat dibagi menjadi:
1. Bendungan urugan berlapis-lapis (zone dams, rockfill dams),
yaitu bendungan urugan yang terdiri atas beberapa lapisan,
yaitu lapisan kedap air (water tight layer), lapisan batu (rock
zones, shell), lapisan batu teratur (rip rap), dan lapisan
pengering (filter zones). Pembuatan zona-zona pada tubuh
bendungan adalah bertujuan untuk meningkatkan keamanan
bendungan, yaitu dalam rangka mendapatkan kekuatan
(strength) yang cukup, serta pengendalian rembesan dan
retakan. Untuk mendapatkan desain yang aman, dapat dibuat
berbagai kemungkinan tipe zona, yaitu apabila material yang
digunakan memiliki tingkat lulus air yang rendah atau perlu
diperlukan adanya ketahanan terhadap retakan, dihilir
bendungan perlu dipasang lapisan drainasi horizontal yang
dikombinasikan dengan drainasi tegak atau miring.;
2. Bendungan urugan serba sama (homogeneous dams), yaitu
bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas
bahan bangunan yang seragam;
3. Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka
(impermeable face rockfill dams, decked rockfill dams), yaitu
bendungan urugan batu berlapis-lapis yang lapisan kedap
airnya diletakkan di sebelah hulu bendungan. Lapisan kedap
air yang sering dipasang adalah aspal dan beton bertulang.
Bendungan urugan tanah arus dilengkapi dengan
bangunan pelimpah dengan kapasitas yang memadai. Kelemahan
utama bendungan tipe ini adalah rawan terhadap erosi yang dapat
berakibat kerusakan atau keruntuhan bendungan.
b. Bendungan beton (concrete dam)
Bendungan yang dibuat dengan konstruksi beton dengan
tulang maupun tidak. Ada 4 tipe bendungan beton:
1. Bendungan beton berdasarkan berat sendiri (concrete gravity
dam)
Bendungan beton yang direncanakan untuk menahan beban
dan gaya yang bekerja padanya hanya berdasar atas berat
sendiri;
2. Bendungan beton dengan penyangga (concrete buttress dam)
Bendungan beton yang mempunyai penyangga untuk
menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya. Banyak dipakai
apabila sungainya sangat lebar dan geologinya baik;
3. Bendungan beton berbentuk lengkung atau busur (concrete
arch dam)
Bendungan beton yang direncanakan untuk menyalurkan gaya
yang bekerja padanya melalui pangkal tebing (abutment) kiri
dan kanan bendungan;
4. Bendungan beton kombinasi (combination concrete dam atau
mixed type concrete dam)
Merupakan kombinasi lebih dari satu tipe bendungan. Apabila
suatu bendungan beton berdasar berat sendiri berbentuk
lengkung disebut concretearch gravity dam dan kemudian
apabila bendungan beton merupakan gabungan beberapa
lengkung, maka disebut concrete multiple arch dam.
c. Bendungan lainnya, misalnya bendungan kayu (timber dams),
bendungan besi (steel dams), bendungan pasangan batas (bricks
dams), dan bendungan pasangan batu (masonry dams).

Gambar 2.1 Tipe Bendungan berdasarkan kontruksinya (Wikipedia, 2017)

II.2.3 Instrumentasi Bendungan


Intrumentasi Bendungan digunakan untuk memantau sifat-sifat,
perubahan, gerakan, dari bendungan agar apabila terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin sehingga
keamanan bendungan dapat dipertahankan. Jenis-jenis intrumentasi :
a. Titik tetap (surface monument)
Digunakan untuk memantau perubahan tinggi (penurunan) dan
gerakan tanah di permukaan bendungan dengan alat waterpass. Titik
tetap dipasang di beberapa tempat di lereng dan puncak bendungan.
Tinggi dan posisi dari titik-titik ini diukur dengan teliti dari beberapa
titik tetap (benchmark) yang sudah dipasang sejak awal dari tahap
penelitian, penyelidikan dan perencanaan. Dengan membandingkan
elevasi pengukuran baru dengan elevasi tetap awal dapat dicari
penurunannya.
b. Piezometer (pengukur tegangan air pori)
Digunakan untuk memantau tegangan air pori dan gaya tekan
keatas yang bekerja pada bendungan.
c. Seismograf
Digunakan untuk memantau terjadinya gempa bumi yang
sangat besar pengaruhnya terhadap perhitungan stabilitas konstruksi
bendungan.
d. Multiple extensometer of the rock type
Digunakan untuk memantau perubahan vertikal dan horizontal
pondasi bendungan dan dipasang didaerah pondasi bendungan tersebut.
e. Inclinometer
Alat untuk memantau deformasi sejajar, dan normal pada sumbu
pipa fleksibel dengan cara memasukan alat duga melewati pipa. Pipa
dapat dipasang dalam lubang bor atau urugan, dan biasanya dipasang
dalam alinyemen hamper vertical sehingga inclinometer menghasilkan
data untuk menentukan deformasi horizontal lapisan bawah permukaan.
`
BAB III
PEMANTAUAN

III.1 Piezometer
Piezometer adalah suatu alat yang berguna untuk mengukur beberapa
parameter penting didalam system hidrolik tanah. Salah satu parameter tersebut
adalah tinggi hidrolik (hydrolic head), digunakan sebagai konsep mekanika
fluida yang mengandung pengertian status energy air didalam system pergerakan
aliran air. Pengukuran tinggi hidrolik secara spesifik berguna untuk menentukan
arah alira air dari dalam tanah (ground water). Umumnya, pengukuran tinggi
hidrolik berada di atas permukaan air tanah, dimana tekanan air yang diukur sama
(ekuivalen) atau kurang dari tekanan atmosfer. Apabila pengukuran berada
dibawah permukaan air tanah, karena tekanan hidrolik air tanah ikut berperan.
Rumus yang digunakan untuk mencari tekanan air pori atau tinggi
hidrolik yaitu:

uw = w . hw....(1)
hw = ht d...(2)
Dimana :
uw : besarnya tekanan air pori (kPa)

w : berat isi air ( kN/m3)

d : kedalaman air tanah di dalam pipa dari ujung atas pipa terbuka (m)
hw : tinggi air didalam pipa diukur dari ujung bawah pipa tip pisometer (m)
ht : kedalaman ujung bawah tip piezometer dari ujung atas pipa PVC (m)

Ditinjau dari mekanisme kerja dan cara pengukurannya, terdapat beberapa


jenis pisometer yaitu pisometer terbuka, pisometer tertutup dan pisometer multi
titik. Ketiga jenis pisometer dibedakan atas tingkat kepekaan terhadap perubahan
tenakan pori ada kondisi permeabilitas yang berbeda-beda.

Gambar 3.1 Tingkat Kepekaan beberapa jenis pisometer dengan berbagai kondisi
permeabilitas

a. Pisometer terbuka
Selain untuk mengukur tekanan air posi, pisometer jenis ini dapat
digunakan untuk menentukan angka permeabilitas material di sekitarnya.
Terdiri atas serangkaian pipa PVC dengan diameter 0,5 inci yang dimasukkan
kedalam lubang bor. Bagian bawah rangkaian pipa dapat berupa pipa bercelah
(jenis pipa-celah), berpori (jenis pipa-pori) atau dilengkapi dengan TIP dari
bahan filter.
Pada lapisan kedap air, respon pengukuran pada awal pembacaan
biasanya dipercepat dengan cara mengisi rangkaian pipa dengan air sampai ke
elevasi tertentu, kemudian dilakukan pembacaan penurunan muka air pada
selang-selang waktu yang sdah ditentukan atau pada elevasi saat terjadi
keseimbangan. Perawatan pisometer jenis ini dengan pembersihan probe (alat
ukur) dan penggantian baterai.
b. Pisometer tertutup
Prinsip kerja pisometer jenis ini yaitu mengukur besarnya tekanan
hidrolik secara langsung dari formasi yang hendak diukur/dipantau, melalui
kontak elektrik atau dengan perantaraan gas. Terdapat beberapa jenis pisometer
tertutup, yaitu:
1. Pisometer Pneumatic
Pisometer ini mengguanakan difragma yang ditempatkan diujung
TIP dan berfungsi sebagai klep yang dapat menutup sendiri akibat defleksi
yang disebabkan oleh tekanan air pori disekitarnya. Untuk membuka klep
ini, digunakan aliran gas (biasanya Nitrogen) atau sejenis minyak encer
(Pisometer Gloetzel). Ketika klep terbuka, gas akan terbuang lewat lubang
ventilasi dan suplai gas harus segera ditutup secara elektrik atau manual.
Selanjutnya tekanan gas secara perlahan akan menurun sampai akhirnya
seimbang, atau sama dengan tekanan air pori yang menekan diafragma,
hingga akhirnya klep tertutup kembali. Data yang diperoleh harus terlebih
dahulu dikoreksi.

Gambar 3.2 Skematik dan prinsip kerja Pisometer Pneumatik


2. Pisometer Kawat Getar
Pisometer ini umumnya digunakan untuk mengukur/memantau
bidang pisometrik dan muka air tanah. Didalam system ini, seutas kawat
getar direntangkan pada pusat diafragma didalam TIP yang dibagian
tengah ditempatkan sebuah massa kecil. Besar kecilnya defleksi yang
terjadi pada diafragma akibaat tekanan air pori menyebabkan perubahan
resonansi getaran pada kawat getar. Getaran kawat aka menimbulkan
medan magnet dengan frekuensi tertentu dan menghasilkan suatu arus
didalam kumaran pada frekuensi yang sama. Frekuensi inilah yang
diukur/dibaca pada alat pembacaan yang ditempatkan pada suatu terminal
pembacaan, kemudian dihitung menggunakan tabel kalibrasi.

Gambar 3.3 TIP diafragma Pisometer Kawat Getar

3. Pisometer tahanan elektrik


Didalam pisometer ini, defleksi yang terjadi pada diafragma diukur
dengan menggunakan pengukuran-regangan-terpadu atau terpisah yang
dikenal dengan jenis Kyowa.
4. Pisometer Hidrolik
Peralatannya terdiri atas TIP yang ditanam didalam timbunana serta
dihubungkan dengan selang ke terminal pembacaan, dimana terletak alat
pengukur tekanan jenis Bourdon. Pengukuran mencakup besarnya tekanan
serta selisih tinggi tekanan dan yang bekerja pada TIP itu sendiri.
c. Pisometer multititik
Pisometer ini merupakan gabungan dari berbagai pisometer yang
diinstal bersama-sama di dalam satu lubang bor. Penggunaannya tertama untuk
pengukuran muka air tanah, tekanan air pori atau rembesan yang dilakukan
pada kedalamn tertentu di batuan pondasi yang berlapis-lapis. Dengan
demikian, pengukuran bias dilakukan secara langsung, serentak dan berurutan
dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa jenis misalnya push ini
piezometer, piezofor, wetsbay, multipacker, selimut grout.

Aplikasi penggunaan Piezometer dalam pemantauan Bendungan yaitu


mengukur ketinggian permukaan air di dalam tanah atau batuan pada:
a. Pemantauan pengendalian stabilitas konstruksi pada timbunan, dam dan
reservoir.
b. Pengedalian operasi drainase
c. Investigasi hidrologi dan suplai air
d. Studi polusi lingkungan
e. Pengukuran permeabilitas tanah

III.1.1 Cara pemasangan


1. Proses pengeboran sesuai kedalaman yang diinginkan
2. Pemasangan kontruksi piezometer dengan pizometer tip
disambungkan dengan pipa PCV kemudian dimasukkan ke dalam
lubang bor
3. Dimasukan Pasir dengan ukuran seragam kedalam lubang bor hingga
setebal 100 cm
4. Dimasukan Pelet bentonit hingga setebal 50 cm
5. Semen bentonit yang kemudian dicampur dengan air dimasukkan ke
dalam lubang bor hingga kedalaman 80 cm sebelum permukaan
tanah
6. Dimasukkan pipa pelindung galvanis hingga bagian pipa tersisa 20
cm di atas permukaan tanah, kemudian pipa ditutup dengan cap ulir
dan digembok
7. Pemasangan box pelindung untuk melindungi instrumen agar tidak
mudah rusak maka dipasang box

III.1.2 Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan deepmeter, data
yang dicatat berupa kedalaman muka air pisometer dan suhu air.
Terdapat indikator suhu dan alarm penanda kedalaman air.

Foto 3.1 Deepmeter untuk pembacaan pisometer

III.2 Patok Geser


Patok Geser merupakan instrumen yang biasa dipasang di bendungan guna
mengukur pergerakan eksternal horizontal dan vertikal, termasuk salah satu
instrumen standar keselamatan bendungan. Patok geser umumnya dipasang pada
lokasi-lokasi yang dianggap rawan ditinjau dari stabilitas bendungan secara
keseluruhan. Pada lereng bendungan,patok geser umumnya terbuat dari batang
atau pipa baja tahan arat yang ditanam di dalam blok beton, atau jenis batang baja
di dalam pipa . Apabila lereng bendungan tertutup rip-rap yag terlalu besar maka
dapat dilakukan penggalian secara manual, dan patok geser dapat menggunakan
baut survei berupa batang tembaga, baja tahan karat atau dari perunggu.
Pengukuran lereng menggunakan patok geser biasanya dilakukan dengan
pemetaan gerakan tanah dan pengukuran posisi patok geser.

Gambar 3.4 Jenis-jenis Patok Pengukuran, (a) dan (b) jenis batang baja, (c) jenis
batang baja dalam pipa
III.2.1 Cara pemasangan
1. Pembuatan lubang sedalam 130 cm menggunakan bor tangan
2. Penggalian pada sekitar lubang dengan ukuran 40x40x40 cm
3. Pembuatan kerangka besi untuk cor beton disekitar pipa patok geser
4. Memasukkan pipa galvanis 6, panjang 150 cm kedalam lubang
bor
5. Pengisian pipa galvanis dengan cor beton setara K175
6. Saat semen agak kering, dimasukkan besi patok geser 13
mm,panjang 30 cm kedalam pipa galvanis tepat di tengah lubang
7. Pembuatan pedestal cor beton setara K175 disekitar pipa galvanis
dengan ukuran 40x40x40 cm
8. Buat cetakan papan nama patok geser pada pedestal cor beton dengan
ukuran 10x5 cm
9. Pasang papan nama patok geser

Gambar 3.5 Bagian Patok geser (kiri), pemasangan patok Geser (kanan)

III.2.2 Pengukuran
Pengukuran patok geser meliputi:
a. Nilai kedudukan Patok Geser diukur menggunakan total station
dalam kurun waktu tertentu (umumnya perbulan) untuk mengetahui
pergerakan material pada tubuh bendungan.
b. Hasil pengukuran dicatat dan dianalisa dalam bentuk grafik
perbandingan pergerakan patok geser terhadap waktu.

III.3 V-Notch
Cara yang umum dilakukan dengan mencatat tinggi permukaan air
melalui suatu tanda atau batas air yang dipasang pada saluran pembuangan air
rembesan bendungan. Data yang didapat bisa digunakan untuk mengukur debit
air pada saluran tersebut. V-notch adalah salah satu bentuk bangunan pada
saluran irigasi yang bebentuk huruf V. V-notch umumnya terbuat dari baja tahan
karat (Comsteel 316) atau pelat tembaga dengan ketebalan 1-2 mm. apabila laju
rembesan berkisar antara 5-10 lt/detik umumnya menggunakan V-notch dengan
sudut 90o , apabila relative kecil <5lt/detik menggunakan V-notch dengan sudut
22,5o-45o. Rancangan V-Notch dapat juga menghitung debit air dengan
parameter ketinggian permukaan air. V-Notch merupakan bendung dengan
ambang tajam yang digunakan untuk mengukur debit rembesan di bendungan.
3.3.1 Pemasangan
1. Pastikanlah saluran dalam posisi mendatar dengan pintu air di dasar
yang akan dilaluinya.
2. Pasanglah pintu air V- Notch dan alirkanlah air sampai aliran
melampaui pintu air.
3. Hentikan aliran air dan saat air berhenti melampaui pintu air, mengatur
alat ukur pada aliran diatas dari pintu air dan menentukan datumnya.
4. Aturlah aliran air ke dalam saluran sampai ketinggian H,penambahan
sekitar 10 mm setiap tahap.
5. Ukurlah nilai Q pada masing masing tahap, dan tinggi H.
3.3.2 Pengukuran
Dalam pengukuran, titik nol padamstar ukur untuk berbagai system di
set pada dasar ambang. Dimensi V-notch, ketebalan dan ketajaman ambang
serta tata letak alat-alat ukur harus benar-benar sesuai standar agar besar
limpasan air yang terbaca dan dihitung sesuai. Ketinggian muka air pada
kolam v-notch dicatat secara berkala dan dihitung menggunakan rumus
untuk mengetahui besar debit rembesan pada tubun bendungan.
2,5
= 4,39( )
10

Gambar 3.6 Skema pengukuran ambang batas dengan V-notch

Anda mungkin juga menyukai