Anda di halaman 1dari 4

Pruritus pada Pasien Hemodialisis

Pruritus merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada pasien hemodialisis. Hampir
60-80% pasien yang menjalani dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal)
mengeluhkan pruritus. Pruritus didefinisikan sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu
2 minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan secara
teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya makin
meningkat dengan lamanya pasien menjalani dialisis.
Kejadian pruritus tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin, suku atau penyakit
penyerta. Pruritus bisa dikeluhkan setiap saat (konstan), atau hilang timbul (episodik). Beberapa
pasien mengeluhkan pruritus di bagian tubuh tertentu (terlokalisasi), sementara yang lain di
seluruh tubuh (menyeluruh). Bila terlokalisasi, biasanya di lengan atas dan punggung bagian atas.
Meskipun telah dilakukan penelitian, penyebab yang jelas ataupun terapi yang tepat belum
diketahui. Kondisi kulit lain yang juga sering timbul pada pasien hemodialisis antara lain kulit
kering (xerosis) dan diskolorasi kulit (hiperpigmentasi).

ETIOLOGI
Uremia merupakan penyebab metabolik pruritus yang paling sering. Faktor yang
mengeksaserbasi pruritus termasuk panas, waktu malam hari (nighttime), kulit kering dan keringat.
Penyebab pruritus pada penyakit ginjal tidak jelas dan dapat multifaktorial. Sejumlah faktor
diketahui menyebabkan pruritus uremik namun etiologi spesifik pada umumnya belum diketahui
pasti. Beberapa kasus pruritus lebih berat selama atau setelah dialisis dan dapat berupa reaksi alergi
terhadap heparin, eritropoietin, formaldehid, atau asetat. Pada pasien tersebut, penggunaan gamma
raysterilized dialiser, diskontinuasi penggunaan formaldehid, mengganti cairan dialisat
bikarbonat dan penggunaan dialisat rendah kalsium dan magnesium dapat menghilangkan rasa
gatal. Reaksi eksematosa terhadap cairan antiseptik, sarung tangan karet atau komponen jarum
punksi, jarum punksi atau cellophane sebaiknya juga dipertimbangkan.
Penyebab pruritus lain termasuk di antaranya adalah hiperparatiroid sekunder, dry skin
(disebabkan atrofi kelenjar keringat), hiperfosfatemia dengan meningkatnya deposit kalsium-
fosfat di kulit dan peningkatan produk kalsium-fosfat, dialisis inadekuat, meningkatnya kadar 2-
mikroglobulin, anemia (atau manifestasi de siensi eritropoietin), neuropati perifer, kadar
alumunium dan magnesium yang tinggi, peningkatan sel mast, xerosis, anemia defisiensi besi,
hipervitaminosis A dan disfungsi imun.
Berikut ini beberapa mekanisme yang menyebabkan pruritus:
Xerosis
Xerosis merupakan masalah kulit yang sering terjadi (60% - 90%) pada pasien dialisis yang
memicu terjadinya pruritus uremia. Xerosis atau dry skin akibat atrofi kelenjar sebasea,
gangguan fungsi sekresi eksternal, dan gangguan hidrasi stratum korneum. Skin dryness
pada pasien dialisis yang pruritus mempunyai hidrasi lebih rendah dibandingkan pasien
dialisis tanpa keluhan pruritus.
Berkurangnya eliminasi transepidermal faktor pruritogenik
Secara teori, akumulasi senyawa pruritogenik yang tidak terdialisis dapat menimbulkan
efek sensasi gatal di saraf pusat ataupun di reseptor. Senyawa pruritogenik di antaranya
vitamin A, hormon paratiroid dan histamin yang berpotensi menimbulkan pruritus. Namun
tidak ada bukti yang mendukung bahwa senyawa-senyawa tersebut menyebabkan pruritus
uremik.
Senyawa pruritogenik lain adalah interleukin-1, yang dikeluarkan setelah kontak antara
plasma dengan membran hemodialisis yang bioinkompatibel. Interleukin-1 mempunyai
efek proinflamasi di kulit dan secara teori dapat menyebabkan rasa gatal. Stale-Backdahl
menyatakan hipotesa bahwa pruritus uremik dapat disebabkan oleh proliferasi abnormal
serabut saraf sensorik yang dikenal sebagai neuropati uremik.
Neuropati sensorik uremik
Pruritus uremik merupakan sensasi gatal dari neuropati dan neurogenik. Pruritus
ditransmisikan melalui serabut C di kulit. Stimulan serabut C meliputi sitokin, histamin,
serotonin, prostaglandin, neuropeptida, dan enzim. Sensasi gatal neuropati dapat berasal
dari kerusakan sistem saraf di sepanjang jalur adheren, contohnya neuralgia post-herpetik
dan infeksi HIV.
Hiperparatiroid
Hiperparatiroid dapat menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan dapat
menyebabkan mikropresipitasi garam kalsium dan magnesium di kulit. Namun, tidak
semua pasien hiperparatiroid berat mengalami pruritus. Suatu studi pernah melaporkan
pruritus dapat hilang sama sekali setelah tindakan paratiroidektomi. Lebih lanjut diketahui
tidak ada hubungan antara kadar PTH (parathyroid hormone) plasma dengan proliferasi
sel dermal, juga tidak ada perbedaan jumlah sel mast atau kadar PTH antara pasien dengan
atau tanpa pruritus.

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS


Pruritus sering dirasakan di seluruh tubuh paling dominan di punggung. Pruritus biasanya
makin dikeluhkan selama dialisis dan seperempat pasien mempunyai keluhan saat dan pada akhir
dialisis. Pruritus uremik merupakan diagnosis eksklusi sehingga penyebab pruritus lain pada
pasien yang menjalani dialisis harus dieksklusi terlebih dahulu. Ekskoriasi akibat garukan berulang
dapat menyebabkan kondisi dermatologi lain seperti likhen simpleks, prurigo nodularis dan papula
keratotik (folikulitis perforatif) dan hiperkeratosis folikular.

TERAPI
Penyebab pruritus uremik pada pasien penyakit ginjal kronik dan dialisis yang mirip
kelainan kulit primer (seperti urtikaria, psoriasis, dermatitis atopik), penyakit hepar (seperti
hepatitis), dan kelainan endokrin (seperti hipotiroid, diabetes mellitus) sebaiknya dieksklusi
terlebih dahulu. Pruritus biasanya mempengaruhi pola tidur pasien dan status psikologis, sehingga
sebaiknya diterapi dengan adekuat.
Terapi definitif pasien dialisis dengan pruritus uremik yang berat adalah transplantasi
ginjal. Penelitian sebelumnya melaporkan pruritus umum hilang setelah transplantasi ginjal. Bagi
pasien yang tidak dapat melakukan transplantasi atau masih menunggu, pengobatan yang
berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan prosedur dialisis dapat meringankan keluhan
pruritus. Pengobatan tersebut di antaranya :
Mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi hemodialisis):Terapi dialisis yang optimal akan
memperbaiki efikasi dialisis dan status nutrisi pasien yang selanjutnya akan mengurangi
prevalensi dan derajat keparahan pruritus uremik. Penggunaan membran hemodialisis yang
biokompatibel juga mempunyai efek menguntungkan. Kontrol konsentrasi plasma kalsium dan
fosfor yang adekuat dengan penggunaan konsentrasi dialisat rendah kalsium dan magnesium
dalam jangka pendek akan mengurangi keluhan keluhan pruritus di beberapa studi kecil.
Mengobati anemia penyakit kronik
Perbaikan kadar mineral, terutama mempertahankan serum kalsium dan fosfat <55mg/dl.
Selain itu dapat diberikan antihistamin, emolient dan capsaicin topikal.

Berikut akan dibahas mengenai efikasi masing-masing obat.


Antihistamin
Antihistamin mempunyai efikasi yang terbatas dan tidak berbeda dibandingkan emolien.
Antihistamin generasi terbaru belum pernah diujicobakan pada pruritus uremik. Ketotifen (2-
4 mg/hari), suatu penstabil sel mast dilaporkan bermanfaat mengurangi keluhan pruritus
uremik dari suatu studi kecil.
Emolien
Emolien efektif pada pruritus uremik. Dari penelitian terhadap 21 pasien pruritus uremik,
pemberian emolien regular mengurangi keluhan pada 9 pasien (43%). Terapi bath oil yang
mengandung polidokanol, suatu campuran komponen monoeter laurilalkohol dan makrogol,
nampaknya bermanfaat bagi beberapa pasien.
Capsaicin Topikal
Capsaicin adalah suatu alkaloid alami yang terdapat di berbagai spesies Solanacea, diekstraksi
dari red chili pepper dan telah banyak digunakan untuk terapi pruritus. Capsaicin efektif
menghilangkan pruritus uremik melalui inhibisi neuropeptida, substansi P. Substansi P
merupakan neuropeptida yang berfungsi sebagai mediator nyeri dan impuls rasa gatal dari
perifer ke sistem saraf pusat. Efek farmakologik terutama deplesi substansi P dari neuron
sensorik.

Sumber : Cermin Dunia Kedokteran 203, 2013


Editor : Tim Humas RS Kasih Ibu

Anda mungkin juga menyukai