Anda di halaman 1dari 8

GANGGUAN DISOSIATIF (DISSOCIATIVE DISORDERS)

Disosiasi psikologis adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi


memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak
mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat
lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru.

Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai


adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (di bawah kendali
sadar) yang meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-nderaanan
segera (awareness of identity and immediate sensations), serta control terhadap
gerak tubuh.

Dalam penegakan diagnosis Gangguan Disosiatif harus ada gangguan yang


menyebabkan kegagalan mengoordinasikan identitas, memori persepsi ataupun
kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial,
pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.

Gejala utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh dari
integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain:

ingatan masa lalu


kesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate
sensations)
kontrol terhadap gerakan tubuh

PENGERTIAN DAN GEJALA

1. Amnesia Disosiatif

Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres.
Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi
yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres.

Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi
tetap memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki
bakat dan pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.

Perkembangan Klinis amnesia disosiatif:


Hilangnya daya ingat (sebagian / seluruh), biasanya mengenai kejadian-
kejadian penting (stressful, traumatik) yang baru terjadi, tidak disebabkan
gangguan mental organic, kelupaan, kelelahan, intoksikasi.
Individu tiba-tiba menjadi tidak dapat mengingat kembali informasi personal
yang penting (biasanya setelah mengalami beberapa peristiwa stressful).
Selama periode amnesia, perilaku atau kemampuan individu mungkin tidak
berubah, kecuali bahwa hilangnya memori menyebabkan beberapa
disorientasi, tidak mengenali identitas (asal, teman, keluarga, dll)
Hilangnya memori
Bisa hanya untuk peristiwa tertentu atau seluruh peristiwa kehidupan
Biasanya berlangsung dalam periode waktu tertentu, bisa beberapa jam
sampai dengan beberapa tahun
Memori biasanya kembali muncul secara tiba-tiba juga, lengkap seperti
sebelumnya (hanya sedikit kemungkinan untuk kambuh)
Hilangnya memori tidak sama dengan yang disebabkan oleh kerusakan otak
atau karena ketergantungan obat.

2. Fugue Disosiatif

Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan


rumah dan menciptakan identitas baru. Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori
lebih besar dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue
disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan
rumah dan beraktivitas dengan menggunakan identitas baru.

Perkembangan klinis Fugue Disosiatif:

Gangguan di mana individu melupakan informasi personal yang penting dan


membentuk identitas baru, juga pindah ke tempat baru.
Individu tidak hanya mengalami amnesia secara total, namun juga tiba-tiba
pindah (melarikan diri) dari rumah dan pekerjaan, serta membentuk identitas
baru.
Biasanya terjadi setelah seseorang mengalami beberapa stress yang berat
(konflik dengan pasangan, kehilangan pekerjaan, penderitaan karena
bencana alam).
Identitas baru sering berkaitan dengan nama, rumah, pekerjaan bahkan
karakteristik personality yang baru. Di kehidupan yang baru, individu bisa
sukses walaupun tidak mampu untuk mengingat masa lalu.
Recovery biasanya lengkap dan individu biasanya tidak ingat apa yang terjadi
selama fugue.

3. Gangguan Depersonalisasi

Gangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman


seseorang terhadap diri sendiri berubah. Dalam episode depersonalisasi, yang
umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka.
Para penderita gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa,
misalnya ukuran tangan dan kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka
terdengar asing bagi mereka sendiri. Penderita juga merasa berada di luar tubuh
mereka, menatap diri mereka sendiri dari kejauhan, terkadang mereka merasa
seperti robot, atau mereka seolah bergerak di dunia nyata.

Perkembangan klinis gangguan Dipersonalisasi:

Gangguan di mana adanya perubahan dalam persepsi atau pengalaman


individu mengenai dirinya.
Individu merasa tidak riil dan merasa asing terhadap diri dan sekelilingnya,
cukup mengganggu fungsi dirinya.
Memori tidak berubah, tapi individu kehilangan sense of self.
Gangguan ini menyebabkan stress dan menimbulkan hambatan dalam
berbagai fungsi kehidupan.
Biasanya terjadi setelah mengalami stress berat, seperti kecelakaan atau
situasi yang berbahaya.
Biasanya berawal pada masa remaja dan perjalanannya bersifat kronis
(dalam waktu yang lama).

4. Gangguan Identitas Disosiatif

Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua
atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas.
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila
seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau
berubah-ubah, kondisi yang berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan
yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang
kendali pada waktu yang berbeda.

Perkembangan Gangguan Indentitas Disosiatif:

Individu memiliki setidaknya dua kepribadian yang berbeda (adanya


perbedaan dalam keberadaan, feeling, perilaku), bahkan ada yang bertolak
belakang.
Adanya dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan berbeda pada
seseorang. Setiap kepribadian memiliki pola perilaku, hubungan dan memori
masing-masing.
Kepribadian yang asli dan pecahannya kadang dapat menyadari adanya
periode waktu yang hilang, adanya kepribadian yang lain. Suara dari
kepribadian yang lain sering bergema, masuk ke kesadaran mereka tapi tidak
diketahui milik siapa.
Gap dalam memori mungkin terjadi jika suatu kepribadian tidak berkaitan
dengan kepribadian yang lain.
Keberadaan pribadi-pribadiyang berbeda menyebabkan gangguan dalam
kehidupan seseorang dan tidak dapat disembuhkan seketika oleh obat-
obatan.
Biasanya muncul di awal masa kanak-kanak (adanya trauma berat di masa
kanak-kanak), namun jarang didiagnosis sampai masa remaja. Lebih berat
dari bentuk gangguan disosiatif lainnya
Wanita > pria

Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan identitas disosiatif ialah:

a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas

b. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang

c. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting.

ETIOLOGI
Istilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga
menjadi penyebabnya. Pemikiran dasarnya adalah kesadaran biasanya merupakan
kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi. Namun dalam kondisi
stres, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari
tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang
yang bersangkutan, sehingga kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.

Pandangan behavioral mengenai gangguan disosiatif agak mirip dengan berbagai


spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap
dissosiasi sebagai respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut.

Etiologi GID. Terdapat dua teori besar mengenai GID. Salah satu teori berasumsi
bahwa GID berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan
secara fisik atau seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan
terbentuknya berbagai kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma
(Gleaves, 1996).

Teori lain beranggapan bahwa GID merupakan pelaksanaan peran sosial yang
dipelajari. Berbagai kepribadian yang muncul pada masa dewasa umumnya karena
berbagai sugesti yang diberikan terapis (Lilienfel dkk, 1999; Spanos, 1994). Dalam
teori ini GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran; masalahnya tidak
terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun bagaimana GID
terjadi dan menetap.

SINDROM DISOSIATIF YANG TERKAIT DENGAN BUDAYA

Ada kesamaan antara konsep barat akan gangguan disosiatif dengn sindrom
sindrom tertentu yang terkait dengan budaya yang di temukan di lain dunia.
Contohnya, zar-Istilah yang di gunakan negara Negara Afrika Utara dan Timur
Tengah menggambarkan penguasaan roh roh dalam diri orang yang mengalami
tahap disosiatif. Saat tahap ini terjadi individu terlibat dalam perilaku yang tidak
biasa, mulai dari berteriak teriak hingga membenturkan kepalanya ke dinding.
Perilaku ini di sebut abnormal. Karena di percaya bahwa hal tersebut di control oleh
roh roh.

PANDANGAN-PANDANGAN TEORITIS
Gangguan disosiatif merupakan fenomena yang sangat mengagumkan dan menarik.
Bagaimana perasaan seseorang akan identitas dirinya bias menjadi sangat
terdistorsi hingga orang tersebut membangun kepribadian ganda, kehilangan banyak
potongan dari ingatan pribadi, atau membentuk sebuah identitas baru.

Pandangan Psikodinamika

Amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi adaptif dengan cara memutus atau
mendisosiasi alam sadar seseorang dari kesadAran akan pengalaman yang
traumatis. Gangguan disosiatif melibatkan pengguna represi srcara besar besaran
yang menghasilkan terpisahnya impuls yang tidak dapat diterima dan ingatan yang
menyakitkan dari ingatan seseorang. Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego
melindungi dirinya sendiri dari kebanjiran kecemasan dengan mengeluarkan ingatan
yang menggangu atau dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat
bIseksual atau agresif. Pada kepribadian ganda, orang mungkin mengekspresikan
impuls impuls yang tidak dapt di terima ini melalui pengembangan kepribadian
pengganti. Pada depersonalisasi orang berada di luar dirinya sendiri aman dengan
cara menjauhi dari pertarungan emosional di dalam dirinya.

Pandangan Kognitif & Budaya

Teoritikus belajar dan kognitif memandang disosiasi sebagai suatu respons yang
dipelajari, meliputi proses tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang
menggangu dalam rangka menghindari rasa bersalah dan malu yang di timbulkan
pleh pengalaman. Kebiasaan tidak berpikir tentang masalah masalah tersebut
secara negative dikuatkan dengan adanya perasaan terbebas dari kecemasan atau
dengan memindahkan perasaan bersalah atau malu.

Disfungsi Otak

Perbedaan dari aktivitas metabolisme otak antara orang dengan gangguan


depersonalisasi dan subjek yang sehat. Penemuan ini yang menekankan pada
kemungkinan adanya disfungsi di bagian otak yang terlibat dalam persepsi tubuh,
dapat membantu menjelaskan perasaan terpisah dari tubuh yang di asosiasikan
dengan depersonalisasi.
TERAPI

Gangguan disosiatif menunjukkan, mungkin lebih baik dibanding semua gangguan


lain, kemungkinan relevansi teori psikoanalisis. Dalam tiga gangguan disosiatif,
amnesia, fugue dan GID, para penderita menunjukkan perilaku yang secara sangat
meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengakses berbagai bagian
kehidupan pada masa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis
bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres.

Terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk gangguan disosiatif dibanding


masalah-masalah psikologis lain. Tujuan untuk mengangkat represi menjadi hukum
sehari-hari, dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar.

Terapi GID. Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum,
pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan
difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan
dialami oleh pasien. Umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar
mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa masa kecil. Harapannya adalah
dengan mengakses kenangan traumatik tersebut akan memungkinkan orang yang
bersangkutan menyadari bahwa bahaya dari masa kecilnya saat ini sudah tidak ada
dan bahwa kehidupannya yang sekarang tidak perlu dikendalikan oleh kejadian
masa lalu tersebut.

Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penganganan GID,
terlepas dari orientasi klinis (Bower dkk, 1971; Cady, 1985; Kluft, 1985, 1999; Ross,
1989). Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian. Setiap kepribadian harus
dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian-
kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.

Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyaman,


bukan sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan
otonom. Seluruh kepribadian harus diperlakukan secara adil. Terapis harus
mendorong empati dan kerjasama diantara berbagai kepribadian. Diperlukan
kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak-kanak yang
mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
Tujuan setiap pendekatan terhadap GID haruslah untuk meyakinkan penderita
bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi
diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang
memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan
datang.

DAFTAR PUSTAKA

V. Mark Durank & Dvid H.Barlow.2006.Psikologi Abnormal. Jilid 1 dan


2.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Nevid S.Jeffrey dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT.Gelora Aksara

Davidson, Gerald, dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada Press

Tomb, David. A. 2000. Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai