Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

KEGAWATDARURATAN SISTEM INTEGUMEN DAN SENSORI


PERAWATAN LUKA

A. PENGERTIAN
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain
(Kozier, 1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau
gigitan hewan (R. Sjamsu Hidayat, 1997).
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang menyebabkan
infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatif sebelum pembedahan. Hal ini
mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan
luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi.
Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %. (Potter and Perry, 2005).
Dampak yang terjadi apabila luka kotor dibiarkan atau tidak ditanggulangi dengan
tepat maka akan berdampak pada pembusukan pada daerah luka, selain daripada itu
terjadinya penambahan daerah luka atau pelebaran akan menimbulkan masalah yang serius,
dan juga dapat menimbulkan infeksi secara sistemik.
Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi
mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler
setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-
antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam
rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau
cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang
muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang
dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk
rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada
dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh.
Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam
tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection,
sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal
dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya

Luka bersih adalah luka tidak terinfeksi yang memiliki inflamasi minimal dan tidak
sampai mengenai saluran pernapasan, pencernaan, genital atau perkemihan.
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau
jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak
permukaan kulit.
1. Perawatan Luka Bersih
Prosedur perawatan yang dilakukan pada luka bersih (tanpa ada pus dan necrose),
termasuk di dalamnya mengganti balutan. Adapun tujuan dari perawatan luka bersih
yaitu:
a. Mencegah timbulnya infeksi.
b. Observasi perkembangan luka.
c. Mengabsorbsi drainase.
d. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.
2. Perawatan Luka Kotor
Perawatan pada luka yang terjadi karena tekanan terus menerus pada bagian tubuh
tertentu sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu. Adapun tujuan dari
perawatan luka kotor yaitu:
a. Mempercepat penyembuhan luka.
b. Mencegah meluasnya infeksi.
c. Mengurangi gangguan rasa nyaman bagi pasien maupun orang lain.

B. TANDA DAN GEJALA


1. Indikasi
a. Luka bersih
1) Luka bersih tak terkontaminasi dan luka steril.
2) Balutan kotor dan basah akibat eksternal ada rembesan/ eksudat.
3) Ingin mengkaji keadaan luka.
4) Mempercepat debredemen jaringan nekrotik
b. Luka kotor
1) Klien yang luka dekubitus
2) Klien yang luka gangrene
3) Luka venous
2. Kontra Indikasi
a. Luka bersih
1) Pada luka dengan ditandai adanya pus, necrose, dan serum.
2) Balutan tidak kotor dan tidak ada rembesan/eksudat
b. Luka kotor
1) Pada pasien yang tidak mengalami decubitus.
2) Pada pasien yang mobilisasi

Menurut Black, tahun 1993, tanda dan gejala vulnus atau luka yaitu:
1. 1.Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan tulang,
penekanan tulang.
2. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi.

Adapun tanda-tanda infeksi pada luka yaitu :

1. Calor (panas)

Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih

banyak darah yang disalurkan ke area terkena infksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-

jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan

perubahan.

2. Dolor (rasa sakit)

Dolor dapatditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu

dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentuseperti histamin atau zat kimia

bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang

meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.

3. Rubor (Kemerahan)

Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi

peradangan mulai timbulmaka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan

demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler
yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.

Keadaan iniyang dinamakan hiperemia atau kongesti.

4. Tumor (pembengkakan)

Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah

kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut

eksudat.

5. Functiolaesa

Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi

dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam

menjalankan fungsinya secara normal.


Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.
b. Cleancontamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (NonBlanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka
a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.

C. POHON MASALAH
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa disebabkan oleh
traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan atau
binatang. Vulnus yang terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak,
krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius.
Tanda dan gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus.
F.DAMPAK PADA SISTEM TUBUH
1.Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.

2.Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan
kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3.Sistem respirasi.
a.Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b.Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c.Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

4.Sistem Kardiovaskuler
a.Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b.Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c.Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.

5.Sistem Muskuloskeletal
a.Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b.Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.
Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c.Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d.Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

6.Sistem Pencernaan
a.Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b.Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.

7.Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk
batu ginjal dan tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.

8.Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
Mekanisme terjadinya luka :
1 Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah
seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2 Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3 Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4 Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5 Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
6 Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
7 Luka Bakar (Combustio)

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang berupa data laboratorium yang menunjukan adanya infeksi

meliputi: peningkatan leukosit (normalnya 4500-11000/ ml), peningkatan laju endap

darah (LED), leukositosis : leukositosis dapat terjadi dengan adanya infeksi atau

inflamasi, serta kultur urine, darah dan sekret yang menunjukan adanya mikroorganisme

patogen. Penurunan Hemoglobin (Hb) menunjukan adanya pengeluaran darah yang

banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengidikasikan adanya cidera, pada Ht

(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan kehilangan cairan sedangkan Ht menurun

dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang di akibatkan dengan panas terhadap

pembuluh darah.
-

Benda asing misalnya rumput, tanah, kayu, baju, harus disingkirkan dari luka karenamerupakan

sumber infeksi.
Terdapat pengecualian jika terdapat jarum atau peluru terletak di dalam jaringan.
Dalam kondisi tidak ditemukannya cedera penyerta atau tidak ada indikasi
untukmengeksplorasi luka di ruang operasi, benda asing tersebut dapat tetap dibiarkanberada
di tempatnya semula - berusaha untuk membuang benda asing tersebuthanya akan
mengakibatkan cedera lebih lanjut. Benda asing tersebut terkadang sulituntuk ditentukan
lokasinya tanpa bantuan X-ray. Biasanya yang terjadi adalah tubuh akan membentuk selaput
yang yang melapisi benda asing ini dan benda asingtersebut akan tetap di tempat
sebelumnya tanpa ada reaksi radang atau akanberusaha bergerak keluar dari tubuh atau akan
terjadi reaksi infeksi lokal. Jikaadanya benda asing sangat mengganggu, maka diperlukan
tindakan medis untukmembuangnya.
Jaringan yang sudah pasti mati: lemak, kulit yang sudah berubah warna (keunguan),jaringan
yang penuh dengan kotoran (tanah) harus didebridemen. Debridemen Tajam

Ketika luka tertutup oleh jaringan mati, kehitaman atau debris tebal berwarna abu-abu atau
hijau, pembalutan saja mungkin tidak akan cukup. Pembuangan jaringan dengan
pembedahan debridemen tajam diperlukan untuk membantu penyembuhan. Sedasi
atau anestesia total mungkin diperlukan. Bagaimanapun juga, biasanya jaringan mati tidak
memiliki sensasi, jadi debridemen dapat dilakukan di ruangan biasa dan ditangani sebagai
kasus rawat jalan. Dengan memakai forsep, jepit tepi jaringan yang telah mati dan gunakan
gunting untuk memotong jaringan mati tersebut. Perdarahan jaringan adalah sehat, jadi
potonglah jaringan mati sampai terjadi perdarahan. Pasien mungkin hanya dapat
mentoleransi ini dalam rentang waktu yang pendek. Anda tidak ingin memotong jaringan
yang mungkin masih sehat. Jadi, harus dilakukan pembuangan sedikit demi sedikit dan
mengulang prosedur ini sampai semua jaringan nekrotik telah berhasil dibuang.

Pengkajian
Anamnesa :
Tanggal dan waktu pengkajian ( mengetahui perkembangan penyakit )
Biodata ( nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat )
Keluhan utama ( lama luka, keadaan luka, kondisi )
Riwayat kesehatan atau keperawatan ( riwayat penyakit sekarang( PQRST ), riwayat penyakit dahulu,
status kesehatan keluarga dan status perkembangan )

Pada pengkajan riwayat keperawatan, perawat mengkaji segala keluhan klien yang menunjukan

adanya infeksi serta menilai sejauh mana klien beresiko mengalami infeksi. Pengkajian tersebut

meliputi:

1. Riwayat imunisasi

2. Riwayat infeksi akut atau kronis: gambaran spesifik, kaitan antara tanda dan gejala infeksi,

frekuensi dan durasi infeksi.

3. Terapi yang sedang dijalani (misal: kortikosteroid, terapi neoplasma)

4. Stresor emosional: ekspresi verbal dan nonverbal, gaya hidup.

5. Proses penyakit yang terlihat pada klien dan keluhan fisik


6. Status nutrisi: gizi tidak seimbang (malnutrisi atau kelebihan berat badan)

Aktivitas sehari-hari
Riwayat psikososial
Faktor-faktor umum pasien yang dapat memperlambat penyembuhan
Sebab-sebab dari luka dan segala patofisiologi yang mendasarinya
Kondisi lokal pada tempat luka
Kemungkinan konsekuensi luka bagi seseorang
b. Pemeriksaan Kulit :
Menurut Bursaids ( 1998 ), teknik pemeriksaan kulit dapat dilakukan melalui metode inspeksi dan
palpasi.
Melihat penampilan luka ( tanda penyembuhan luka) seperti :
1. Adanya perdarahan
2. Proses inflamasi ( kemerahan dan pembengkakan )
3. Proses granulasi jaringan ( yaitu menurunnya reaksi inflamasi pada saat pembekuan berkurang )
4. Adanya parut atau bekas luka ( scar ) akibat fibroblas dalam jaringan granulasi mengeluarkan kolagen
yang membentuknya serta berkurangnya ukuran parut yang merupakan indikasi terbentuknya keloid
Melihat adanya benda asing atau bahan-bahan pengontaminasi pada luka, misalnya : tanah, pecahan
kaca atau benda asing lain
Melihat ukuran, kedalaman dan lokasi luka
Adanya drainase, pembengkakan, bau yang kurang sedap dan nyeri pada daerah luka

Anda mungkin juga menyukai