TETANUS
Oleh :
Preseptor :
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga laporan kasus yang berjudul Tetanus ini dapat
penulis selesaikan. Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan,
serta sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada staf pengajar yang telah membimbing
penulis dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Anak,
serta kepada dr. Eva Chundrayetti, Sp.A (K) sebagai preseptor dalam penulisan
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala saran dan
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Batasan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................5
1.4 Metode Penulisan ...5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Definisi........................................................................................................6
2.2 Etiologi ..... .6
2.3 Epidemiologi.............................................................................................. 7
2.4 Patogenesis................................................................................................ 8
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................... 9
2.6 Diagnosis.................................................................................................. 10
2.7 Diagnosis Banding11
2.8 Tatalaksana.............................................................................................11
2.9 Komplikasi..............................................................................................13
2.10 Prognosis.................................................................................................13
BAB 3. ILUSTRASI KASUS................................................................................14
BAB 4. DISKUSI ..........................................................................................24
Daftar Pustaka
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya riwayat kekakuan otot
yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostrodium tetani.1
Tetanus masih menjadi masalah global meskipun penyakit ini dapat dicegah dengan
mengeredikasi penyakit ini. Sebagian besar penyakit ini ditemukan pada negara
berkembang.2
bakteri penyebab tetanus pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
neuro muscular junction, dan saraf otonom. Gejala dapat diawali dengan kekakuan
pada otot setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai
tetanus lokal, tetanus sefalik, dan general tetanus.2 Prinsip pengobatan tetanus adalah
Laporan kasus ini membahas tentang salah satu kasus tetanus yang ditemukan di
4
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami definisi,
Metode penulisan laporan kasus ini dengan tinjauan kepustakaan yang merujuk
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya riwayat kekakuan otot
yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostrodium tetani.1
Gejala terutama disebabkan oleh tetanospasmin yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, neuro muscular junction, dan
saraf otonom.3 Tetanus merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat dicegah
2.2 Etiologi
berbentuk batang ( basil Gram-positif) yang dapat hidup dan bertahan di tanah dan
6
2. Mampu membentuk spora yang berbentuk seperti raket tenis yang bisa nertahan
dalam suhu tinggi, kekeringan, dan desinfektan. Spora dapat ditemukan di tanah,
kotoran hewan, air yang kotor, dan peralatan operasi yang tidak steril.
susunan saraf pusat dan akan menimbulkan gejala klinis dari tetanus..
2.3 Epidemiologi
pada daerah panas yang padat penduduk, daerah dengan kelembapan tinggi dan tanah
yang mengandung banyak bahan organik. Penyakit ini merupakan penyakit endemik
neonatorum) yang diperkirakan menjadi penyebab kematian pada 500.000 bayi baru
lahir setiap tahun, dengan sekitar 80% kematian terjadi di 12 negara tropis di Asia dan
Afrika. Kematian yang disebabkan oleh tetanus neonatorum sebagian besar terjadi
Tetanus yang terjadi pada anak juga tersebar di seluruh dunia, terutama pada
daerah risiko tinggi yang memiliki angka cakupan imunisasi DTP rendah. Angka
kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh tingkat aktivitas
anak laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.3 Berdasarkan data
rekam medis yang tercatat pada Departemen Ilmu Kesehatan Anak di RS Cipto
7
8 pasien. Khusus pada tahun 2009, didapatkan 9 kasus tetanus, dan pada tahun 2010
Port dentre penyakit ini sering tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi diduga
1. Luka tusuk, patah tulang akibat komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pemberian punting tali pusat dengan
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak,
kuda, dan hewan lainnya, sehingga risiko angka kejadian tetanus tinggi pada daerah
peternakan. Spora kuman ini dapat tahan terhadap kekeringan dan bisa bertebaran
dimana-mana, seperti pada debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik (dermatol),
atau pada alat suntik dan alat operasi. 3 Penyakit ini tidak ditularkan dari manusia ke
manusia dan dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Infeksi terjadi apabila spora C.
tetani masuk melalui luka atau trauma, proses operasi atau injeksi, atau dari lesi kulit
2.4 Patogenesis
Spora dari C. tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan spora dan setelah beberapa lama mengalami inkubasi, spora
akan berubah menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan toksin tetanolisin dan
8
tetanospasmin. Selanjutnya toksin ini akan berikatan pada neuro muscular junction
Toksin yang telah masuk ke saraf motoric akan ditransport secara retrograd
synaptobrevin) pada suatu ikatan peptide tunggal. Molekul ini penting untuk
pelepasan
Toksin awalnya mempengaruhi jalur inhibisi dengan cara mencegah pelepasan glisin
dan -amino butyric acid (GABA). Pada saat interneuron melakukan inhibisi, maka
motor neuron alpha juga terkena pengaruhnya, sehingga terjadi kegagalan dalam
menghambat refleks motorik sehingga muncul aktivitas saraf motorik tak terkendali,
mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa spasme otot yang tiba-
tiba. 1,2,7
1. Tetanus general
Gejala yang sering tampak pada sebagian besar kasus adalah trismus (spasme
otot masseter). Gejala awal lainnya adalah sakit kepala, mudah lelah, dan iritabilitas,
yang sering diikuti dengam kekakuan, sulit mengunyah, dan spasme dari otot leher.
Spasme pada wajah dan otot bukal akan menunjukkan gambaran wajah risus
sardonicus, yaitu dahi dapat mengerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik
ke luar bawah. Apabila paralisis sampai ke abdominal, lumbal, bokong, dan otot paha,
9
maka pasien akan menunjukkan posisi tubuh yang hiperketensi atau membentuk
Apabila spasme mengenai laring dam otot pernapasan, maka dapat menyebabkan
timbulnya obstruksi dan asfiksia. Anak akan tetap sadar karena toksin yang dihasilkan
oleh bakteri penyebabnya tidak dapat mempengaruhi saraf sensoris dan fungsi
kortikal. Jika kekakuan makin berat, maka akan timbul kejang yang terjadi tiba-tiba
dan bersifat tonik, dengan tangan mengepal, lengan fleksi dan adduksi, sedangkan
beberapa menit. Kejang dapat terjadi karena adanya rangsangan cahaya, suara, dan
sentuhan. 1,3
2. Tetanus lokal
Tetanus lokal ditandai dengan spasme otot yang nyeri di daerah luka dan bisa
3. Tetanus Cephalic
Tetanus cephalic merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal yang
melibatkan otot bulbar yang terjadi akibat adanya luka atau benda asing di kepala,
hidung, atau wajah. Tetanus cephalic juga berhubungan dengan otitis media kronis
dan ditandai dengan retraksi alis mata, pandangan yang deviasi, trismus, risus,
2.6 Diagnosis
Penemuan dari agen penyebab tidak dapat memastikan diagnosis dan apabila tidak
10
Seorang anak akan dicurigai menderita tetanus jika tidak mendapatkan imunisasi, ada
riwayat terluka, terdapat gejala trismus atau gejala kekakuan otot lainnya dan tidak
Pemeriksaan dari laboratorium biasanya tidak khas dan sering ditemukan dengan
hasil normal. Adanya peningkatan dari leukosit, dapat disebabkan oleh infeksi
sekunder pada luka. Pemeriksaan cairan serebrospinal akan normal. Penemuan dari
bentuk basil dan spora terminal C. tetani dari pemeriksaan kultur kuman dari swab
1,2,5
luka akan mengarahkan pada kemungkinan diagnosis adalah tetanus.
Pada kasus tetanus general tidak dapat disamakan dengan jenis penyakit yang
lain. Pada kasus yang samar perlu dipikirkan diagnosis banding berupa :2
tetanus, pada ketiga diagnosis tersebut tidak ditemukan adanya trismus, risus
serebrospinal.
2. Rabies. Pada rabies akan dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan,
terjadinya epidemic.
3. Trismus karena proses lokal, seperti mastoiditis, OMSK, abses tonsillar. Pada
2.8 Tatalaksana
tetani, kontrol pernapasan dan kejang, dan pencegahan agar tetanus tidak berulang.1
11
2.8.1. Netralisasi toksin
untuk mencegah toksin menyebar luas ke otot-otot lain. Dosis optimal dari TIG
belum ditentukan. Pemberian injeksi TIG intramuskular dosis tunggal sebanyak 500U
dapat menetralisir toksin tetanus di sistemik, akan tetapi pemberian dosis total
toksin yang telah menyebar hingga ke tulang belakang, oleh karena itu harus segera
Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal. Sebagian dosis
diberikan secara infiltrasi di tempat sekitar luka karena hanya dibutuhkan sekali
pengobatan karena waktu paruhnya 25-30 hari. Kontraindikasi TIG adalah riwayat
Apabila TIG tidak ditemukan, berikan anti tetanus serum (ATS) dengan dosis
yang dianjurkan 100.000 IU, dengan 50.000 IU diberikan intramuskular dan 50.000
12
6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurami jumlah C. tetani
100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari. Jika terdapat alergi terhadap penisilin dapat
interval pemberian 2-4 jam. Untuk anak usia <2 tahun dosis uang direkomendasikan
adalah 8 mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg per 3 jam. Setelah kejang
berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan klinis
pasien. Tanda klinis dikatakan membaik jika tidak dijumpai lagi kejang spontan,
badan masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan
klinis, maka dosis dipertahankan selama 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis
2.9 Komplikasi
Kejang dan kekakuan otot yang parah dapat menjadi predisposisi munculnya
13
3. Trombosis vena, emboli paru, ulkus lambung dengan atau tanpa perdarahan,
2.10 Prognosis
Prognosis tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, waktu munculnya onset, jenis
lukan, dan status imun pasien. Semakin pendek masa inkubasi, semakin buruk
prognosis, semakin pendek waktu munculnya onset, maka prognosis semakin buruk. 3
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RF
Nama ibu kandung : Ny. DS
Umur/ Tanggal Lahir : 6 tahun / 11 Februari 2011
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Jorong Ladang Kapeh, Padang Sibusuk Kupitan,
Sinjunjung
Tanggal masuk : 18 Februari 2017
No. RM : 97.07.92
ANAMNESIS
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun dirawat di bangsal Akut Anak RSUP Dr.
14
KELUHAN UTAMA
Tampak kaku pada hampir seluruh tubuh (tangan, kaki, dan leher) sejak 3
menguap.
Kejang berulang sejak 1 minggu yang lalu, awalnya 1x, lama 5 menit.
Kemudian kejang berulang, seluruh tubuh, frekuensi 10x, lama kejang 10-
20 detik, anak sadar setelah kejang dan menangis. Kejang timbul apabila ada
karena terjatuh.
Riwayat gigi berlubang tidak ada.
Riwayat tergigit binatang tidak ada.
Riwayat terkena luka tusuk tidak ada.
Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.
Anak tidak pernah diberikan imunisasi, termasuk imunisasi tetanus.
Riwayat demam, batuk, pilek, dan sesak nafas tidak ada.
Buang air kecil jumlah dan warna biasa.
Buang air besar jumlah dan konsistensi biasa.
Sebelumnya anak telah dirawat selama 4 hari di RSUD Solok, telah dilakukan
pemeriksaan darah dengan hasil : Hb 12,2 g/dl, leukosit 11.130 mm3, Ht 35%,
15
2x500mg IV selama 2 hari dan oksigen 2L/menit. Dalam rawatan anak sudah
dikonsulkan ke bagian THT dengan hasil OMA ADS, kemudian anak dirujuk
Berat badan saat lahir 2.900 gram, panjang badan 49 cm, anak langsung
menangis kuat.
Anak tidak pernah diberikan imunisasi.
Pasien mendapatkan ASI hingga usia 24 bulan dan diberikan susu formula
pembuangan sampah.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 96x / menit
Nafas : 20x / menit
Suhu : 36,5o C
Berat Badan : 16,5 kg
Tinggi Badan : 115 cm
16
BB/U : 83,3%
TB/U : 99,6%
BB/TB : 85,4%
Status Gizi : Gizi kurang
Edema : Tidak Ada
Ikterus : Tidak Ada
Anemia : Tidak Ada
Sianosis : Tidak Ada
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : kulit teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak ada teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : Simetris, bulat, wajah Risus Sardonicus tidak ada
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva pucat -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor, diameter
2mm/2mm
Telinga : Aurikula Dekstra : liang telinga lapang, tidak hiperemis,
ada.
tidak ada.
hiperemis
17
Leher : 5-2 cmH2o
Thoraks : retraksi dinding dada tidak ada
Paru :
Inspeksi : simetris kiri = kanan (statis dan
dinamis)
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba di LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung atas : RIC II
batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : LMCS RIC V
Auskultasi : irama teratur, bising (-), murmur (-)
Hati :
Inspeksi : distensi abdomen tidak ada
Palpasi : spasme otot abdomen tidak ada, hepar
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia : A1P1G1
18
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < detik, refleks fisiologis +/+, refleks
HASIL LABORATORIUM
Hb : 12,4 gr/dl
Leukosit : 7.100 /mm3
Hitung jenis : 0/1/3/68/24/4
Hematokrit : 38%
Trombosit : 481.000 /mm3
Kesan : Trombositosis
DIAGNOSIS KERJA
Tetanus dalam pengobatan
Susp. OMA AS dalam pengobatan
TATALAKSANA
Tatalaksana Nutrisi / Dietetik
MC 8x150 cc (hari pertama)
ML 500 kkal
KaEN 1B 4 tpm (makro)
Tatalaksana Medikamentosa
Metronidazol 4x125 mg IV
Paracetamol 200 mg (jika suhu > 38,50C)
Diazepam 4x2 mg IV
Edukasi
Menjelaskan kepada keluarga mengenai penyebab penyakit, tatalaksana, dan
19
S/ Kaku masih ada, namun sudah berkurang. Trismus (+) 3cm. Opistotonus tidak ada.
Demam tidak ada. Sesak nafas tidak ada, batuk ada sekali-sekali, batuk berdahak.
Kesadaran : sadar
Nafas : 24x/menit
Suhu : 36,5o C
Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas
normal
P/ MC 8x150 cc
Metronidazole 4x125 mg IV
Diazepam 4x2 mg IV
20
S/ Kaku tidak ada Trismus (+) 3cm.. Demam tidak ada. Sesak nafas tidak ada, batuk
ada sekali-sekali, batuk berdahak. Intake makanan baik. Nyeri saat menelan tidak
ada.
Kesadaran : sadar
Nafas : 24x/menit
Suhu : 37o C
Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas
normal
P/ terapi lanjut
S/ Kaku tidak ada. Kejang tidak ada. Trismus tidak ada Demam tidak ada. Sesak
nafas tidak ada, batuk ada sekali-sekali, batuk berdahak. Intake makanan baik.
Anak sudah mulai bisa berbicara dan makan seperi biasa. Nyeri saat menelan tidak
ada.
21
Kesadaran : sadar
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,8o C
Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas
normal
P/ terapi lanjut
BAB 4
DISKUSI
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun dirawat di bangsal akut Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Dr. M Djamil Padang hari rawatan ke tiga dengan diagnosis tetanus
dalam pengobatan dengan keluhan utama kejang berulang sejak 1 minggu sebelum
22
Diagnosis tetanus pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, karena sesuai dengan teori bahwa penegakkan diagnosis dari
tetanus pada dasarnya berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
pasien ini berdasarkan anamnesis yang dilakukan kepada ibu kandung pasien
didapatkan data yang dapat mengarahkan diagnosis kearah tetanus, yaitu anak
Sebelumnya anak tampak kaku hampir pada seluruh tubuh, anak tampak susah
berjalan, dan tubuh tampak melengkung seperti busur. Selain itu, pada anak juga
ditemukan keluhan sukar membuka mulut yang disertai dengan sulit menelan dan
menguap.
(spasme) tanpa disertai adanya gangguan kesadaran. Kekakuan dimulai pada otot
setempat (trismus) yang kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Selain itu, kekakuan
pada tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pda kedua
tungkai, dan fleksi pada telapak kaki, dan tubuh kaku melengkung seperti busur
kekakuan otot yang menunjang tubuh, seperti otot punggung, otot leher, otot
badan, dan otot anggota gerak. Apabila kekakuan yang terjadi sangat berat, maka
dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.3 Pada pasien ini ditemukan
gejala trismus dan opistotonus yang dapat mengarahkan diagnosis kepada tetanus.
23
sinaps jalur antagonis, sehingga akan mengubah keseimbangan dan koordinasi dari
impuls yang berdampak kepada terjadinya peningkatan tonus otot dan otot menjadi
kaku.3
Selain hal diatas, pada pasien ini juga didapatkan adanya riwayat kejang
kejang berulang dengan frekuensi 10x, dengan lama kejang 10-20 detik. Kejang
terjadi pada seluruh tubuh dan timbul jika adanya rangsangan cahaya atau suara.
Keluhan ini juga sesuai dengan gejala dari tetanus. Kejang umum dapat terjadi
apabila kekauan yang terjadi semakin berat. Awalnya, kejang terjadi setelah
diberikan suatu rangsangan seperti dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
cahaya dan adanya suara. Perlahan masa istirahat kejang akan semakin pendek
sehingga anak akan jatuh kepada status konvulsivus. Kejang pada tetanus dapat
terjadi sebagai dampak dari toksin C. tetani pada otak. Toksin akan menempel
pada cerebral gangliosides dan hal ini diduga menjadi penyebab terjadinya
keterangan dari ibu pasien, bahwa pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi,
termasuk imunisasi tetanus. Secara teori, seorang anak akan dicurigai menderita
yang dapat dicegah dengan adanya pemberian vaksin, namun kasus tetanus asih
24
imunisasi yang masih belum berjalan dengan baik dan faktor masyarakat yang
Untuk port dentre dari pasien ini belum bisa diketahui dengan pasti. Karena
berdasakan dari hasil anamnesis, anak tidak pernah mengalami luka tusuk, digigit
oleh binatang, tidak memiliki riwayat gigi berlubang atau keluhan pada gigi, atau
riwayat keluar cairan dari telinga. Hal ini perlu ditanyakan untuk mencari sumber
manusia. Akan tetapi, infeksi terjadi apabila spora C. tetani masuk melalui luka
atau trauma, proses operasi atau injeksi, atau dari lesi kulit yang bersifat kronik.
Pada beberapa kasus, port dentre dari kuman ini memang tidak dapat diketahui
dengan pasti.3,6
Namun, pada pasien ini ditemukan adanya riwayat luka terbuka pada kuku
kelingking kanan yang terjadi 1 bulan yang lalu akibat terjatuh. Mungkin adanya
luka terbuka pada kuku ini dapat dipikirkan sebagai salah satu tempat masuknya
spora dari bakteri penyebab tetanus ini. Berdasarkan teori, tetanus pada anak
sering berhubungan dengan luka traumatik, luka dapat dipenetrasi oleh benda
kotor seperti kuku, pecahan kaca, atau tindakan penyuntikan yang tidak steril.1
Dari pemeriksaan fisik pasien ini, yang masih ditemukan adalah gejala sukar
membuka mulut (trismus) yang dijumpai sebesar 3cm. Menurut teori, pemeriksaan
fisik yang ditemukan pada tetanus adalah trismus, opistotonus, wajah risus
sardonikus, dan otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan. 1
Tidak adanya pemeriksaan fisik lainnya pada pasien ini mungkin disebabkan
25
dengan pengobatan yang telah didapatkan sebelumnya di RSUD Solok yaitu,
intravena untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani. Dosis yang diberikan adalah
sebanyak 500 mg yang dibagi menjadi 4 dosis yaitu 4x125 mg. Pemberian
RSUD Solok pasien telah mendapatkan Metronidazol selama 4 hari. Hal ini sesuai
apabila terjadi demam.3 Dalam perawatannya anak dirawat di ruangan isolasi, hal
ini dilakukan untuk menghindari rangsangan cahaya dan suara yang dapat menjadi
DAFTAR PUSTAKA
1. Arnon SS. Tetanus (Clostridium tetani) dalam Nelson Text Book of Pediatric.
Kleggman RM, Stanton BF, Schor NF, St. Geme JW, dan Behrman RE (Ed).
19th Edition. 991-4. Elsevier. 2011.
2. Ingole KV, Mundhadha SG, dan Powar RM. Tetanus in developing country : a
review and case series. International Journal of Applied Research; 2(6): 556-
60. 2016.
26
3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRG, dan Satari HI (Ed). Tetanus dalam
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Hal :322-9. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010.
4. Leman MM dan Tumbelaka AR. Penggunaan anti tetanus serum dan human
tetanus immunoglobulin pada tetanus anak. Sari Pediatri; 12(4): 283-8. 2010.
5. Gomes AP, Freitas AC,Rodrigues DC, Silveira L, Tavares W, dan Batista RS.
Clostridium tetani infections in newborn infants: a tetanus neonatorum review.
The Revista Brasileira de Terapia Intensiva; 23 (4): 484-91. 2011.
27