I. PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2000 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 68.9% diantara penderita
rawat jalan adalah kasus infeksi dan 12.07% diantaranya kasus nontuberkulosis. Pada rawat inap
didapatkan sebesar 21.99%.1
Di Amerika dengan cara invasif penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. 2 Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi saluran napas bawah adalah :
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup partikel debu dan
bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Mekanisme ini antara lain adalah bentuk
anatomis saluran napas, refleks batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan
oleh sel-sel tertentu dengan memfagosit pertikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli. Bila
fungsi ini berjalan baik maka bahan yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari slauran napas,
sehingga pada orang sehat tidak akan teradi infeksi serius. Infeksi saluran napas berulang terjadi
akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
Di dalam saluran napas atas banyak bakteri yang bersifat komensal. Bila jumlah mereka
semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke
saluran napas bawah dan paru. Akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas,
keadaan ini akan bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak dapat menempel
pada permukaan mukosa saluran napas akan ikut dengan sekresi saluran napas dan terbawa
bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses menempelnya
mikroorganisme pada permukaan mukosa saluran napas tergantung dari sistem pengenalan
mikroorganisme tersebut oleh sel epitel.
3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dari
saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini menunjukkan terdapatnya suatu
mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme
sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan-
bahan berbahaya dan infeksius berupa refleks batuk, penyempitan saluran napas dengan
konstraksi otot polos bronkus pada awal proses peradangan dan juga dibantu oleh responss
imunitas humoral.
Definisi pneumonia
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain). Biasanya pneumonia yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dimasukkan.3
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Pneumonia yang terdapat di masyarakat banyak disebabkan bakteri gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif dan pneumonia
aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.3
Cara pegambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dengan cara dibatukkan
Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Terdapat bakteri di dalam paru merupakan akibat
ketidakseimbang antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara yaitu : 4
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring ,orofaring dan isi lambung
3. Perluasan langsung dari tempat-tampet lain
Untuk memudahkan penatalaksanaan maka secara klinsi pneumonia dapat dibagi atas :
Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun1992 yang dilakukan
DepKes, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut saluran napas, merupakan penyakit
terbanyak yang dijumpai dan sebagai penyebab kematian urutan ke tiga.5
Definisi
Adalah pneumonia yang didapat di masyarakat, yaitu terjadi infeksinya di luar rumah sakit.
Etiologi
Untuk mendapatkan penyebab pneumonia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 6
a. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan dari
darah, cairan pleura, transtrakeal aspirasi atau transtorakal aspirasi, kecuali
ditemukan kuman yang bukan koloni di saluran napas atas seperti
M.tuberculosis, Legionella, P.carinii
Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya digunakan pada
kasus tertentu. IDSA menganjurkan pemeriksaan rutin kultur sputum dan kultur darah. Pemeriksaan
gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. Kriteria sputum bila ditemukan PMN > 25/LPB
dan sel epitel < 10/LPB
Penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan kuman gram positif dan dapat pula kuman
atipik. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di Bagian Pulmonologi RSUP Persahabatan
dengan berbagai cara , kuman yang ditemukan antara lain: S. viridans , S. pneumoniae, S . aureus,
K. pneumoniae, P. aeruginosa, dapat dilihat pada tabel 1
n (%)
1. Sunarya N 34 17 Transtorakal S.pneumoniae 5 (30%)
aspirasi
1987 (50%) S.albus 3 (18%)
Citrobacter 1 (5%)
Diversus
K.pneumoniae 1 (5%)
Pseudomonas sp 1 (5%)
Peptostreptococcus 1 (5%)
S.viridans 1 (5%)
S.anhemolyticus 1 (5%)
Diplococcus 1 (5%)
S.epidermidis 1 (3,3%)
Tetraden 1 (3,3%)
K.pneumoniae 2 (6,7%)
Pseudomonas sp 2 (6,7%)
Diphteroids 1 (3,3%)
3. Rasmin M 16 16 Sikatan S.anhemolyticus 9 (39,1%)
bronkus
1990 (100%) S.pneumoniae 2 (8.7%)
terlindung
(9) S.viridans 2 (8.7%)
Peptococcus 2 (8.7%)
P.aeruginosa 3 (13%)
E.cloaceae 1 (4.3%)
K.pneumoniae 1 (4.3%)
P.putida 1 (4.3%)
P.vulgaris 1 (4.3%)
B.melaninogenicus 1 (4.3%)
4. Soepandi P 14 14 Pencucian K.pneumoniae 6 (42,85%)
dahak
1997 (100%) Enterobacter 3 (21.42%)
K.ozaenae 1 (7.14%)
S.aureus 1 (7.14%)
Serratia K 1 (7.14%)
5. Jabang M 14 11 Pencucian K.pneumoniae 4 (36.36%)
dahak
1997/98 (78.57%) Non enterocoecus 3 (27.27%)
(11) grup D
K.gxytoce 1 ( 9.09%)
S.aureus 2 (18.18%)
Pseudomonas sp 1 ( 9.09%)
6. Hadiarto M 10 9 Dahak K.pneumoniae 4 (44.4%)
E.Aerugenosa 1 (11%)
B.Cattarhalis 1 (11%)
7. Hadiarto M 24 16 Dahak Klebsiella sp 5 (20%)
Acinotobacter sp 3 (12.5%)
Pseudomonas sp 3 (12.5%)
S.Pyogenes 1 ( 4.2%)
8. Hadiarto M 19 19 Dahak S.viridans 18 (72%)
B.catarrhalis 1 (4%)
Aspergillus sp 1 (4%)
S.epidermedis 1 (4%)
S.unhaemolyticus 1 (4%)
Kuman penyebab pneumonia menurut NAS dan BTS dapat dilihat pada tabel 2.
Prevalensi (%)
Kuman penyebab NAS BTS
Kuman
Streptoccoccus pneumonia 20 - 60 60 75
Haemophilus infuenzae 3 - 10 45
Staphylococcus aureus 3-5 15
Basil gram negatif 3 - 10 Rare
Miscellaneous 3-5 -
Kuman atipik 10 - 20 -
Legionella 2-8 25
Mycoplasma pneumoniae 1-6 5 18
Clamydia pneumonia 4-6 -
Virus 2 - 15 8 16
Aspirasi 6 - 10 -
NAS : North American Studies, BTS : British Thoracic Society. Dikutip dari (6)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas dengan
suara napas bronkial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis lekosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak
diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin masih
dalam batas normal. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.
Gambaran radiologik
Foto toraks, merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak
dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis
etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan kuman
klebsiela sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang-kadang dapat
mengenai beberapa lobus. Gambaran lainnya dapat berupa bercak-bercak dan kaviti. Kelainan
radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura interlobar. Pneumonia yang disebabkan
kuman pseudomonas sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia.
Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis,
foto toraks dan laboratorium.
Diagnosis pneumonia komuniti ditegakkan jika ditemukan pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau
infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
Penatalaksanaan3,16
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik
dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah.
b. Minum banyak
d. Antibiotika
Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita sangat muda atau tua, keadaan klinis
berat (misalnya sesak napas, kesadaran menurun. gambaran kelainan foto toraks cukup luas),
ada penyakit lain yang mendasari (seperti bronkiektasis, bronkitis kronik), ada komplikasi dan
tidak ada respons terhadap pengobatan yang diberikan atau sesuai sistim skor yang dapat
dilihat paa tabel 2. Pada penderita yang dirawat penatalaksanaan dibagi atas :
penatalaksanaan umum dan pengobatan kausal.
a. Penatalaksanaan umum
- pemberian oksigen
- obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi
atau terjadi kelainan jantung
b. Pengobatan kausal
2. kuman patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh
karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empirik. Pewarnaan gram
sebaiknya dilakukan pada semua sediaan yang dicurigai sebagai sumber infeksi dan
sebagai petunjuk pilihan pada pengobatan pendahuluan
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka pemberian antibiotika untuk pneumonia diberikan
secara empirik. Untuk mengetahui derajat risiko penderita pneumonia dapat dilihat pada
tabel 3 dan 4.
Jumlah poin
Karakteristik penderita
Faktor demografi
Perawatan di rumah + 10
Penyakit penyerta
Keganasan + 30
Penyakit hati + 20
Penyakit cerebrovaskular + 10
Penyakit ginjal + 10
Pemeriksaan fisik
Hasil laboratorium/Radiologik
+ 20
BUN > 30 mg/dL
+ 20
Natrium < 130 mEq/liter
+ 10
Glukosa > 250 mg/dL
+ 10
Hematokrit < 30%
+ 10
PO2 < 60 mmHg
+ 10
Efusi pleura
Rawat inap
Rawat inap
Pneumonia komuniti yang berat dapat diartikan sebagai pneumonia yang perlu perawatan di
ICU, karena pneumonia berat dapat mengancam kehidupan. Berdasarkan modifikasi kriteria
pneumonia berat menurut ATS dibagi menjadi :17
b. Kriteria mayor (data yang ditemukan pada waktu masuk atau pada pengamatan selanjutnya)
4. Serum kreatin > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dl, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Pada pengobatan pneumonia perlu ditentukan apakah penderita perlu dirawat atau berobat
jalan. Jika perlu dirawat maka masa perawatan dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral
dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk megurangi biaya perawatan, mencegah infeksi
nosokomial. Pada waktu perubahan obat suntik ke oral harus diperhatikan kemanjurannya,
keamanan, waktu yang tepat dan biaya. Terdapat berbagai pendapat mengenai lama pemberian
obat suntik yaitu 2-3 hari. Paling aman 3 hari, kemudian setelah hari ke 4 penderita dapat berobat
jalan.
Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :18
1. Obat yang sama jenis dan potensinya (metronidazol, Siprofloksasin, Klindamysin, ofloksasin,
koamoksilin clav, amoksilin dll)
3. Obat yang berbeda kelasnya tetapi potensinya berkurang (sefotaksim suntik ke sefiksim oral)
4. Obat yang berbeda kelas dan tanpa kehilangan potensinya (seftazidim suntik ke siprofloksasin
oral)
Perubahan obat suntikan ke oral untuk pneumonia komuniti yang direkomendasi ATS dan BTS lihat
gambar 1.
Gambar 1. Rekomendasi ATS dan BTS untuk perubahan obat suntikan ke oral pada pneumonia
komuniti.18
Keterangan :
Pada tabel 5 dapat dilihat pemilihan antibiotika untuk alih terapi pada pneumonia kominiti.
-Lactam
Amoxicillin/clavulanate 74 - 92
Cefaclor > 90
Cefprozil > 95
Cefadroxil > 90
Amoxicillin/clavulanate 74 92
2G or 3G > 88
fluoroquinolone
> 90
TMP/SMZ
Ceftriaxone Cefuroxime 37 52 > 88
3G fluoroquinolone
Cefotaxime 40 - 50
Cefixime
50
Cefpodoxime
70 90
Ceftibuten
Ceftazidime,
imipenem, or
piperacillin/
Macrolides
Macrolide > 88
Lincomycin 3G fluoroquinolone
Metronidazol + - > 88
lactam
Sulfonamide
4G fluoroquinolone
TMP/SMZ TMP/SMZ 70 100
variable
-lactam
> 88
2G fluoroquinolone
Kuman penyebab pneumonia komuniti sulit ditemukan maka pengobatan awal yang diberikan adalah
antibiotika secara empiris. Untuk hal tersebut maka antibiotika golongan betalaktam sering
digunakan. Akhir-akhir ini antibiotika golongan betalaktam banyak yang resisten terhadap sebagian
besar kuman patogen, maka diperlukan antibiotika yang dapat mengatasi hal tersebut. Kesepakatan
dari infectious diseases society of America (IDSA) merekomendasikan makrolid baru atau
fluorokuinolon baru untuk dipakai mengatasi infeksi saluran napas bawah. Pada tabel 6 dapat dilihat
klasifikasi dari fluorokuinolon baru.
Ciprofloxacin,pefloxacin,norfloxacin,
ofloxacin, lomefloxacin
Second Enhanced,but mainly against gram-
negative bacteria; limited against
gram-positive bacteria
Levofloxacin,sparfloxacin, temaflo-
xacin,grepafloxacin Enhanced broad-spectrum activity
against both gram-positive and gram
Third negative bacteria
Pemilihan antibiotika secara empiris untuk pneumonia komuniti dari berbagai rekomendasi antara lain
ATS 2001, IDSA 2000 & Canada 2000 dapat dilihat pada tabel 7. ATS 2001 membagi penderita
pneumonia komuniti adanya penyakit jantung dan paru misalnya gagal jantung atau PPOK dan
faktor-faktor lain, misalnya :
iv
fluoroquinolone alone (anti
pneumococcol)
Without cardiopulmonary
diseases or modifying faktors
:
iv
azithromycin alone if allergic
: doxycycline, lactam or
fluoro-quinolone alone (anti
pneumococcol)
ICU ICU ICU
3G or 4G No risk for pseudomonas No risk for pseudomonas
cephalosporin or
lactam inhibitor + iv respiratory fluoroquino-lone + iv
fluoro quinolone or cefotoxime, ceftriaxone or lactam lactam +
macrolide inhibitor
iv
Risk for pseudomonas macrolide azithromycin or iv
fluoroquinolone
Anti
pseudomonasl fluoro-quinolone + anti
pseudo-monal lactam or amino-
glycoside Risk for pseudomonas
iv anti pseudomonas
lactam + iv anti
pseudomonal quinolon or iv
anti pseudomonal lactam +
aminogly-coside + iv
macrolide (azithromycin) or
iv non pseudomonal fluoro-
quinolone
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan, kita harus
meninjau kembali apakah diagnosisnya salah atau jika sudah benar diagnosisnya
maka harus dilihat faktor faktor lainnya seperti penyakit penyerta, obat-obat yang
telah diberikan dan kuman penyebabnya, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Patients fall to respond or their condition deteriorate after initial therapy
Pseudomonas aeruginosa :
Aminoglikosida
Fluorokuinolon : siprofloksasin
Sefalosporin
Cerbapeneme : meropenem
imipenem
Makrolid baru
respiratory quinolone
MRSA
Vancomycin
Teicoplanin
Beratnya penyakit
Penyakit penyerta
Riwayat penyakit
Pneumonia
Makrolid + sefalosporin III aktif pseudomonas atau makrolid + kuinolon atau sefalosporin III +
aminoglikosid
Pneumonia atipik
Kuman penyebab tersering adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,
Legionella spp dan influenza virus tipe A dan B. Penyebab lain Chlamydia psittasi, Coxiella burnetti,
Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.
P.atipik P.tipik
Tanda dan
gejala
Onset gradual akut
Sering
Gejala di luar paru lebih jarang
flora normal atau
spesifik kokus gram (+) atau (-)
Pewarnaan gram
patchy
jarang
Antibiotika masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik
walaupun salah satu penyebabnya visru, namun karena infeksi virus dianggap selflimiting, perhatian
ditujukan pada kuman penyebab. Antibiotika terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh
M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Doksisiklin: 2 x 100 mg
spiramisin : 2 x 1 gram
kuinolon
Lama pengobatan antara 10-14 hari kadang-kadang hingga 3-4 minggu. Makrolid
generasi baru roksitromisin, klaritromisin dan azithromisin efektif untuk penyakit ini.
Komplikasi Pneumonia
Abses paru
Empiema
Perikarditis
Meningitis
Prognosis
Secara umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan
antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi
prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5 % pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20 % . Menurut Infectious Disease Society
Of America ( IDSA ) Angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu
kelas I 0,1 % dan kelas II 0,6 % dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8 % , kelas IV 8,2 % dan
kelas V 29, 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia
komuniti dengan peningkatan risiko kelas..
Pencegahan
1. Pola hidup sehat
Pendahuluan
Definisi
Pneumonia nosokomial adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru
dan terjadi setelah 48 jam masa perawatan di rumah sakit. 22,25
- sekret purulen
- lekositosis
Pemeriksaan tambahan/penunjang
Jika memungkinkan pemeriksaan tambahan ini dikerjakan untuk membantu diagnosis dan klasifikasi
beratnya pneumonia nosokomial. Beberapa pemeriksaan tambahan ini memerlukan fasilitas
speasialitik dan mahal harganya.
Pemeriksaan tambahan tersebut adalah :
Kultur semi kuantitatif atau tidak kuantitatif. Hasil dari kesepakatan lokakarya di Bangkok 1998
kultur semi kuantitatif dipandang sudah cukup
Dua set kultur darah dari tempat yang berbeda, kultur darah dapat mengisolasi kuman
patogen pada > 20% penderita. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk
menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada lokakarya di Bangkok 1998 disepakati semua
penderita pneumonia nosokomial dilakukan pemeriksaan kultur darah, jika dipandang harganya
mahal maka hanya dilakukan untuk kasus berat atau tidak ada respons pada pengobatan
Analisis kimia darah (darah lengkap, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal, fungsi hati) dapat
menjadi data terdapatnya disfungsi multi organ
Aspirasi endotrakeal dengan pewarnaan Gram bukan merupakan standar tetapi merupakan
cara yang mudah dan tidak membutuhkan tenaga professional. Komplikasi yang terjadi hanya
penurunan saturasi oksigen selama berlangsungnya aspirasi
Pewarnaan Gram dan kultur tidak dari dahak yang dibatukkan pada penderita yang tidak
memakai selang endotrakeal. Jika sulit mengeluarkan dahak dapat dilakukan dengan induksi
dahak
Bahan kultur juga dapat berasal dari sikatan bronkus kateter ganda melalui bronkoskop, BAL,
bilasan bronkus tetapi cara ini sangat mahal dan memerlukan tenaga professional. Cara ini
tidak rutin dikerjakan hanya pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita yang tidak
respons pada pengobatan awal.
Berdasarkan American Thoracic Society (ATS) pneumonia nosokomial dibagi menjadi 3 grup, yaitu :
22,25
- berat
2. Faktor risiko
Kelompok I : Pneumonia ringan-sedang, onset setiap saat dan tidak ada faktor
Risiko atau pneumonia berat dengan onset dini dan tidak ada faktor risiko
Kelompok II : Pneumonia ringan-sedang, faktor risiko spesifik dan onset setiap waktu
Kelompok III : Pneumonia berat, onset setiap waktu dengan faktor risiko spesifik dan atau
pneumonia berat dengan onset lambat dan tidak ada faktor risiko
2. Gagal napas yang memerlukan alat Bantu napas mekanik atau membutuhkan O 2 > 35% untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90%
3. Perubahan radiologik secara progresif, pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
Penyakit kronik :
2. Faktor yang berhubungan dengan potensial tercemar bakteri dalam jumlah banyak
Koma dan pemakaian obat tidur, petugas rumah sakit yang tidak mencuci tangan dengan
baik, pemakaian alat-alat pernapasan, pemakaian antasid, blokers, pemakaian selang
untuk makan ke lambung
Umur > 60 tahun, koma waktu masuk, pindahan dari ruang rawat ke IPI, syok, pemakaian alat Bantu
napas yang lama, pada radiology terlihat gambaran abnormal bilateral, kreatinin < 1,5, penyakit yang
mendasarinya berat, pengobatan awal yang tidak tepat, infeksi yang disebabkan kuman yang resisten
seperti P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter spp atau MRSA, infeksi onset lanjut dengan risiko
patogen yang tinggi, gagal multi organ dan pencegahan perdarahan usus dengan menggunakan obat
yang meningkatkan pH.
Umur penderita
Kemungkinan terdapat pajanan, patogen yang potensial (lama rawat di rumah sakit)
Kelompok I :
Kelompok II :
Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E.coli,Klebsiella spp, Proteus spp, S.marcescens,
H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (Hati-hati kemungkinan ada MRSA)
Obat pilihan : sefalosporin II atau III non pseudomonas, batalaktam + Inhibitor betalaktamase.
Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin + aztreonam. Jika anaerob
diberikan klindamisin atau metronidazol atau betalaktam + inhibitor betalaktamase
Kelompok III :
Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA)
Obat pilihan : amino glukosida dikombinasi dengan salah satu dibawah ini :
imipenem
meropenem
cefepime
Harus dipikirkan kemungkinan terdapat infeksi P.aeruginosa atau acinetobacter atau MRSA.
Pada keadaan ini diperlukan agresif pengobatan antibiotika kombinasi. Jika terdapat S.maltophilia
dapat diberikan kotrimotsasol atau sefalosporin generasi IV.
Lama pengobatan
Dalam penelitian prospektif tidak ada catatan mengenai lamanya pemberian antibiotika pada
penderita pneumonia nosokomial. Lama pemberian antibiotika sangat individual yaitu tergantung
beratnya penyakit, cepat atau lambatnya respons pengobatan dan adanya kuman penyebab yang
patogen. Jika disebabkan P.aeruginosa atau acinetobacter spp kemungkinan terjadinya gagal
pengobatan, relaps dan kematian akan tinggi. Terdapat gambaran foto toraks yang multilobar,
kavitas, penyakit berat dan adanya nekroting kuman gram negatif pneumonia, maka respons
pengobatan akan lambat dan penyembuhannya tidak sempurna. Pada suatu penelitian dilaporkan
bahwa angka kesembuhan pneumonia nosokomial 95% bila disebabkan metisilin sensitif
Staphyloccocus aureus atau H.influenzae, untuk kuman-kuman tersebut dibutuhkan pengobatan
antibiotika 7-10 hari. 22
Responss pengobatan dapat dilihat dari gejala klinik (suhu tubuh, jumlah dahak, oksigenasi),
leukositosis, perubahan radiologik serta perbaikan organ yang mengalami kegagalan. Responss klinik
ini belum dapat terlihat sebelum 24-72 jam setelah pemberian antibiotika. 22
Respons bakteriologik dapat terlihat pada serial kultur apakah terdapat eradikasi,
superinfeksi, persistent atau infeksi berulang. Responss radiologik pada penderita pneumonia berat,
sangat sedikit. Perburukan radiologik sering terjadi pada penderita bakterimia atau pada pneumonia
yang disebabkan oleh kuman yang sangat virulent. Penyembuhan radiologik seringkali lebih lambat
dari gejala klinik terutama pada penderita umur tua, PPOK dll.22
2. Faktor penderitanya
Pemakaian alat bantu napas yang terlalu lama
Gagal napas
3. Faktor bakteri
Kuman penyebab lainnya misal : jamur, TB dan virus atau bakteri patogen
yang tidak tercakup oleh antibiotika awal
Keadaan lain : panas yang tetap meninggi, sepsis, kegagalan multi organ
Pencegahan :
a. Nonfarmakologi
b. Farmakologi
4. Vaksinasi
2. Crompton GK. Diagnosis and Management of respiratory disease. Oxford : Black Scientific
Publications. 1980 : 73-89
4. Reynold HY. Host Defense Impairments That May Lead to Respiratory Infections dalam
Niederman MS ed. Clinic in chest Medicine, Respiratory Infections, Philadelphia, Tokyo : WB
Saunders Co, 1987 : 339-58
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 1986
6. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for
management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
7. Sunarya N. Spektrum kuman dan pola kepekaanya terhadap antimikroba pada infeksi paru
non TB didapat dari aspirasi transtrakeal. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI Jakarta, 1978
8. Supriyantoro. Perbandingan hasil pemeriksaan bakteriologis dari sputum dan sikatan bronkus
penderita infeksi saluran napas akut (ISNA). Tesis Bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta 1989
9. Rasmin M. Spectrum bakteri pada infeksi saluran napas bawah. Tesis Bagian Pulmonologi
FKUI Jakarta 1990
11. Jabang M. Pengaruh pencucian bronkus sputum terhadap pola kuman penderita infeksi
saluran napas bawah non TB. Journal Respirologi Indonesia 2000, 20:94-108
13. Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada pengobatan infeksi
saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi Indonesia 2000: 20; 156-60
14. Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International antimikrobial
survailance study in community acquired respiratory tract (Carti) pathogens.2000-2001
15. Gerberding JL, Sande MA. Infection Diseases of the lung dalam Murray JF, Nadel JA ed .
Texbook of respiratory Mdecine, Philadelphia, Tokyo : WB Saunders Co, 2000: 735-45
16. Kirby JG, New House MT. Bronchiectasis dalam Cherniak RM ed. Current Therapy of
Respiratory disease-2, Toronto, Philadelphia : BC Decker Inc, 1986 : 139-42
17. Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS. Severe
community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. Am J Respir Crit Care Med
1998; 158: 1102-08
18. Nathwani D. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections. Chest 1998;
113:211s-218s
19. Mandell LA, Marrie TJ, Grossman RF, Chow AW, Hyland RH and The Canadian-acquired
pneumonia working group. Canadian guidelines for the initial management of community
acquired pneumonia, and evidence based up date by the Canadian infectious disease society
and the Canadian thoracic society. Clin Infect Dis 2000; 31 : 383-421
20. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired
pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J
Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
21. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep baru.
dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995
23. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old
disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
24. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108 : 1S-16S
25. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia
Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.
D. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections. Chest 1998; 113:211s-
218s
19. Mandell LA, Marrie TJ, Grossman RF, Chow AW, Hyland RH and The Canadian-acquired
pneumonia working group. Canadian guidelines for the initial management of community
acquired pneumonia, and evidence based up date by the Canadian infectious disease society
and the Canadian thoracic society. Clin Infect Dis 2000; 31 : 383-421
20. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired
pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J
Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
21. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep baru.
dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995
23. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old
disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
24. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108 : 1S-16S
25. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia
Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.