Anda di halaman 1dari 26

http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.

pdf

FARMAKOLOGI KARDIOVASKULER
Diposkan oleh FARMAKOLOGI di 08.48 on Selasa, 11 Januari 2011

PENDAHULUAN

Di Negara-negara industri penyakit jantung dan pembuluh (PJP) seperti gagal jantung,
aritmia jantung, angina pectoris dan hipertensi, merupakan penyebab kematian terbesar,
disusul kanker dan CARA. Kematian selama masa 25 tahun terakhir akibat PJP di AS dan
Eropa Utara adalah 2-3 kali lebih tinggi ketimbang di Jepang dan negara-negara sekitar
lautan tengah (antara lain Portugal, Spanyol, Italia dan Yunani). Keadaan ini terutama ada
hubungannya dengan kebiasaan dan susunan makanannya. Mediterranian diet sehari-hari di
negara-negara terakhir mengandung lebih sedikit daging dan lemak hewan serta lebih banyak
ikan, lemak nabati tak jenuh, buah-buahan, sayur-mayur dengan antioksidansia dan
flavonoida. Sebaliknya, di negara-negara maju makanannya terutama kaya kalori, protein dan
lemak (jenuh), serta miskin akan serat-serat nabati.

Keadaan di Indonesia dapat disamakan dengan di negara-negara Laut Tengah dan Jepang.
Karena PJP terutama menghinggapi Negara kaya, maka ganggguan ini sering kali dinamakan
penyakit kemakmuran. Sistem sirkulasi terdiri atas jantung dan pembuluh darah sehingga
disebut juga sistem kardiovaskuler. Banyak obat yang memengaruhi fungsi fisiologis dan
biokimia kardiovaskular seperti stimulansia SSP, depresansia SSP, dan obat otonom. Yang
dimaksudkan dengan obat kardiovaskular ialah obat yang mempunyai efek utama pada
jantung dan pembuluh darah. Obat yang termasuk dalam golongan obat-obat kardiovaskular
ialah :
I. Obat Gagal Jantung.

II. Antiaritmia.

III. Antiangina.

IV. Antihipertensi.

I. OBAT GAGAL JANTUNG

PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG BENDUNGAN

Gagal jantung bendungan atau payah jantung bendungan (congestive heart failure =
decompensatio cordis) adalah suatu keadaan saat terjadi pengurangan kontraktilitas otot
jantung yang menimbulkan bendungan sirkulasi sehingga jantung gagal untuk mengalirkan
darah ke jaringan dan kebutuhan oksigen di berbagai jaringan tidak terpenuhi. Hal ini terjadi
karena berbagai sebab, antara lain hipertensi, kelainan katup jantung, anemia berat, defisiensi
vitamin B1, sirosis hepatitis, gagal ginjal dan penyakit paru kronis.

Pengobatan payah jantung bendungan ialah dengan mengusahakan untuk menghilangkan


bendungan sirkulasi, yaitu dengan:

1. Mengurangi beban jantung (istirahat, menurunkan berat badan, menghilangkan penyebab,


pembatasan asupan garam [<1500 mg Natrium/hari], dll.).

2. Meningkatkan kontraktilitas miokard dengan senyawa yang berefek inotropik positif


(glikosid jantung, dlll).

3. Menekan preload (beban sebelum kerja jantung) dan afterload (beban sesudah kerja
jantung), yaitu dengan diuretik untuk mengurangi volume darah, dan vasodilator untuk
menurunkan tahanan pembuluh darah perifer.
4. Menggunakan antiaritmia untuk memperbaiki frekuensi dan kelainan irama jantung.

Dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, pengosongan ventrikel akan lebih baik,


tekanan vena menurun, frekuensi denyut jantung akn lebih baik, masa diastol akan lebih
panjang, dan aliran darah ke otot jantung diperbaiki. Aliran darah ke ginjal juga diperbaiki,
dieresis meningkat, dan udema akan hilang.

Pada gagal jantung, bendungan yang disebabkan oleh kerusakan otot jantung (infark
miokard) tidak mungkin untuk memberikan obat inotropik positif. Dengan demikian, agar
kerja jantung efisien, digunakan diuretic dan vasodilator.

Obat-obat gagal jantung dapat dibedakan atas 3 golongan, yaitu :

1. Inotropik, yang meningkatkan kekuatan kontraksi miokard, yaitu glikosida jantung,


misalnya digitalis, digoksin, digitoksin, ouabain, strophantin K, dan inotropik lain (agonis -
adrenergik dan inhibitor fosfodiesterase).

2. Diuretik, yang menurunkan volume cairan ekstraseluler sehingga mengurangi beban


jantung.

3. Vasodilator, yang mengurangi beban jantung.

Pemberian obat-obat tersebut dapat meningkatkan curah jantung sehingga dapat mengurangi
gejala dan memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan; namun tidak
dapat mengembalikan keadaan patologik ke keadaan semula.

1. INOTROPIK

a. Glikosida Jantung

Glikosida jantung mempunyai efek inotropik positif, yaitu memperkuat kontraksi otot jantung
sehingga meningkatkan curah jantung. Efek inotropik positif terjadi melalui peningkatan
konsentrasi ion Ca sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung.

Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, yaitu:

Folia digitalis purpurea menghasilkan digitoksin, gitoksin, dan gitalin.


Folia digitalis lanata menghasilkan lanatosid A (hidrolisisnya menghasilkan digitoksin)
lanatosid B (hidrolisisnya menghasilkan gitoksin) dan lanatosid C (hidrolisisnya
menghasilkan digoksin)

Strofantus gratus menghasilkan glikosid ouabain dan Strofantus kombe menghasilkan


glikosid strofantin.

Urginea maritime (ganggang laut) menghasilkan skilaren, yakni zat aktif yang memacu
kerja jantung.

Farmakodinamik, semua glikosida jantung mempunyai farmakodinamika yang sama, dan


hanya berbeda dalam farmakokinetiknya, Glikosida jantung mempunyai efek :

Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif).

Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif).

Menekan hantaran rangsang (kerja dromotropik negatif).

Menurunkan nilai ambang rangsang. Hal ini akan mempermudah timbulnya rangsangan
heterotropik, yang kemudian menyebabkan ekstrasistol.

Mekanisme Kerja, glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-Kalium ATP-ase


pada reseptor di membran sel. Kemudian di miokardium, khususnya pertukaran ion-ion Na+-
K+, diubah menjadi pertukaran ion-ion Na+ - Ca++ meningkatkan influx Ca++ menjadi
protein kontraktil tergantung-Ca2+ pada sel otot jantung. Pada nodus AV, glikosida bekerja
memperpanjang periode refrakter dan menurunkan kecepatan impuls supraventrikel yang
ditransmisikan ke ventrikel. Mekanisme efek ini kurang dimengerti, tetapi tampaknya
melibatkan peningkatan aktivitas vagal dan pengurangan sensitivitas nodus AV terhadap
impuls simpatik; kedua hal ini menyebabkan penekanan konduksi yang melewati nodus.

Farmakokinetik, Bioavailabilitas sediaan oral sangat bervariasi sehingga perlu memantau


kadarnya dalam serum. Absorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam saluran cerna,
perlambatan pengosongan lambung, malabsorbsi, dan antibiotika. Ekskresi digitalis berbeda
menurut jenisnya masing-masing. Ekskresi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan
sebagian dalam bentuk yang telah diubah. Sediaan yang paling lambat diekskresikan adalah
digitoksin dan yang paling cepat adalah ouabain.
Digitalis, dalam darah digitalis berikatan dengan albumin plasma. Ikatan ini berbeda untuk
tiap sediaan digitalis. Metabolismenya terutama terjadi dalam hepar, sehingga pada penderita
payah jantung dengan fungsi hepar terganggu kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis
lebih besar.

Digoksin, obat ini terikat dengan protein plasma sebanyak 25%; sebagian besar ekskresi
melalui urine dalam bentuk utuh. Pada keadaan gagal ginjal dosisnya harus diturunkan.
Waktu paruh sekitar 1,6 hari (40 jam).

Digitoksin, sebanyak 90% digitoksin diikat oleh protein plasma. Senyawa ini dimetabolisasi
oleh enzim mikrosom hati (salah satu hasil metabolismenya adalah digoksin). Digitoksin
mengalami sirkulasi enterohepatik yang nyata, dan waktu paruhnya 4-7 hari. Metabolit
hepatik diekskresikan dalam urine.

Oubain, walaupun kerjanya cepat, obat ini jarang digunakan di klinik.

Indikasi Klinik Glikosida Digitalis, diindikasikan untuk (1) lemah jantung kongestif, dan (2)
depresi nodus AV. Tujuan pemberian glikosida pada depresi nodus AV ialah untuk
mengontrol respons ventrikel terhadap takikardi supraventrikel paroksimal, flutter atrial atau
fibrilasi atrial.

Efek Samping

Gejala saluran cerna, hilangnya nafsu makan dan mual/muntah merupakan gejala paling
dini yang timbul pada keracunan digitalis.

Efek pada jantung, antara lain ekstrasistol, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel (gangguan
pembentukan rangsangan), serta dapat terjadi blok SA dan blok AV.

Susunan saraf, sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah, disorientasi, afasia, delirium,
konvulsi dan halusinasi.

Gangguan penglihatan, kromatopsia (buta warna sebagian atau seluruhnya); penglihatan


kabur, diplopia dan skotomata (adanya daerah buta/sebagian buta dalam visus). Kromatopsia
yang sering terjadi adalah warna hijau dan kuning (xantopsia).

Gejala lain: (1) pada laki-laki ada kalanya terjadi ginaekomastia (menyerupai efek
estrogen), (2) kelainan kulit dapat berupa urtikaria (jarang sekali), (3) eosinofilia yang nyata
dalam darah, dan (4) koagulasi darah, belum ada data-data yang jelas dari klinik.
Interaksi Obat

Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan predisposisi untuk intoksikasi digitalis.

Kalsium dan digitalis mempunyai efek yang sama pada miokard. Efek inotropik digitalis
yang positif kemungkinan besar melalui efek Kalsium.

Barbiturat, rifampisin, fenilbutazon, dan fenitoin menginduksi enzim mikrosomal hati


sehingga meningkatkan metabolisme digitoksin (metabolitnya digoksin).

Diuretik (potassium loosing diuretic), klortalidon, etakrinik, furosemid, dan golongan


diuretik tiazid saling memperkuat efek glikosida jantung.

Obat simpatomimetik memudahkan terjadinya ectopic pacemaker.

Neomisin mengganggu absorbsi digitalis.

Verapamil, nifedipin, amiodaron, kuinidin, tetrasiklin, diazepam, eritromisin, dan hipotiroid


dapat meningkatkan efek digoksin. Antasid, prednisone, rifampisin, dan hipertiroid dapat
menurunkan efek digoksin.

b. Dobutamin

Dobutamin adalah suatu agonis -adrenergik yang bekerja sebagai inotropik positif pada
jantung. Dalam dosis sedang, dopamine meningkatkan kontraktilitas miokard tanpa
meningkatkan frekuensi denyut jantung, sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Hal ini agaknya menunjukkan kerja yang relatif
selektif pada otot ventrikel. Jadi, secara relatif, dobutamin lebih menonjol dalam hal
meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan kontraktilitas otot jantung
daripada meningkatkan frekuensi denyut janyung sehingga obat tersebut menghasilkan
inotropik positif.

Secara kimia, dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus aromatik sebagai
pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama bekerja pada 1-adrenoreseptor,
sedikit memenuhi 2-reseptor dan serta tidak memengaruhi reseptor dopamin. Selain itu,
dobutamin juga menambah otomatisitas sinus pada manusia;aksi ini tidak menonjol, seperti
pada isoproterenol. Efek yang kontras dengan dopamin, dopamin tidak mempunyai efek
reseptor dopaminergik dalam pembuluh darah ginjal sehingga tidak menyebabkan
vasodilatasi ginjal.

Efek Samping :

Takikardia dan hipertensi, dalam hal ini dosis diturunkan.

Mual, sakit kepala, palpitasi, nyeri angina, sesak nafas, dan aritmia ventrikel kadang-kadang
terjadi.

Fibrilasi atrium. Pada penderits dengan penyakit jantung koroner tanpa gagal jantung,
dopamin dapat menyebabkan iskemik miokard.

Toksisitas, karena efek elektrofisiologi yang disebabkan oleh dobutamin tidak jauh berbeda
dengan isoproterenol dan dopamin, aritmia kordis dapat terjadi. Dobutamin menambah
konduksi AV dan dibarengi dengan fibrilasi atrial. 5 10% pasien memakai dobutamin,
irama jantung dan tekanan sistoliknya meningkat. Efek tersebut segera berkurang bila dosis
diturunkan.

c. Inhibitor Fosfodiesterase

Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah amrinon dan milrinon sebagai inhibitor
fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi siklik-AMP intrasel, dan
meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil
uji klinis menunjukkan bahwa obat-obat ini tidak dapat menurunkan angka kematian
mendadak dan tidak dapat memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan.

2. DIURETIK

Ginjal memegang peranan penting dalam pathogenesis gagal jantung sebab pengurangan
volume cairan ekstrasel dengan diuretik akan menurunkan preload, mengurangi bendungan
paru, dan edema di perifer. Oleh karena itu, dewasa ini diuretik sering dipakai sebagai obat
pertama pada gagal jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang normal. Pada
fungsi ginjal yang normal, golongan tiazid adalah obat pilihan untuk gagal jantung.

Obat golongan ini meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- melalui urine. Secara sekunder terjdi
pengeluaran K+ akan membahayakan penderita yang juga mendapat digitalis sebab bila
terjadi hipokalemia, jantung akan lebih rentan terhadap digitalis sehingga mudah terjadi
keracunan digitalis. Dalam hal ini, perlu pemeriksaan elektrolit secara berkala. Pasien juga
harus diberikan sediaan yang mengandung Kalium (KCl) atau banyak makan buah-buahan.

Selain itu, dapat pula diberikan diuretik hemat kalium, seperti aldosteron antagonis
(spironolakton), triamteren, dan amilorid. Dibanding dengan furosemid, efek diuretik hemat
kalium kurang kuat.

Cara kerja diuretik adalah penghambatan secara kompetitif. Hiperaldosterinisme terjadi


karena peningkatan ekskresi aldosteron oleh korteks bertambah. Hal ini disebabkan oleh
sekresi glikokortikoid yang meningkat.

Peningkatan sekresi glikokortikoid tersebut terjadi karena pembedahan, rasa takut, stress,
trauma fisik, perdarahan, asupan kalium meningkat, asupan natrium menurun, bendungan
vena kava inferior, sirosis hepatitis, nefrosis, dan gagal jantung.

4. VASODILATOR

Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagl jantung berat, terutama yang
disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, insufisiensi mitral, dan insufiensi aorta.

Vasodiltor akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskular. Pada gagal jantung bendungan,


gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh peningkatan kompensasi pada preload dan
afterload. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole. Afterload
adalah tekanan yang harus diatasi jantung pada saat memompa darah ke sistem arterial.
Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan. Peningkatan afterload
menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa darah ke sistem arterial. Pemberian
vasodilator berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan. Dilatasi
pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena; vasodilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan
afterload.

Pemilihan vasodilator untuk penderita gagal jantung dilakukan berdasarkan gejala gagal
jantung dan parameter yang ada. Pada penderita yang tekanan pengisiannya (filling pressure)
tinggi sehingga sesak nafas yang menonjol, vasodilator akan membantu mengurangi gejala.
Sebaliknya, penderita dengan curah jantung rendah yang ditandai dengan kelelahan umum
(fatique) akan tertolong dengan arteriole dilator. Namun, pada penderita gagal jantung kronis
yang kurang responsif terhadap pengobatan, biasanya kedua faktor di atas berperan sehingga
diperlukan vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol dan vena.

Vasodilator parenteral misalnya natrium nitroprusid atau nitrogliserin i.v, digunakan untuk
mengobati gagal jantung kronis dan eksaserbasi akut yang berat.

Inhibitor ACE dan vasodilator oral jangka panjang, ditujukan untuk gagal jantung kronik
yang berat refrakter. Nitrogliserin yang digunakan untuk angina pektoris dapat pula
digunakan untuk mengurangi preload sehingga akan mengurangi edema paru.

a. Natrium Nitroprusid

Karena berefek arteriodilator dan vasodilator, obat ini mengurangi tekanan pengisian dan
meningkatkan curah jantung pada penderita gagal jantung dengan gangguan pompa yang
berat

Obat ini lebih efektif dan lebih cepat kerjanya. Isi sekuncup yang ditimbulkan dapat
mengimbangi turunnya resistensi perifer sehingga tekanan darah biasanya tidak banyak
berubah. Kombinasi dengan zat inotropik, misalnya dobutamin akan meningkatkan
efektivitasnya, terutama pada penderita dengan komplikasi hipotensi. Dosis yang biasa
diberikan adalah 15-20 g/menit pada orang dewasa dan 0,1-8 g/kg BB/menit pada anak-
anak.
b. Nitrogliserin

Indikasi utama obat ini ialah untuk angina pectoris, tetapi karena dapat mengurangi preload,
obat ini bermanfaat untuk menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri dan mengurangi
edema paru akut.

Hidralazin

Merupakan arteriodilator. Dalam penggunaan jangka panjang pada gagal jantung bendungan
akan memperbaiki hemodinamik walaupun efeknya terhadap kebertahanan hidup masih
belum jelas. Refleks takikardi yang sering timbul pada penderita hipertensi jarang terjadi
pada pengobatan gagal jantung.

Cara kerja, hidralazin merelaksasi otot polos arteriol secara langsung dan vasodilatasi yang
terjadi dapat menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan denyut dan
kontraktilitas jantung, serta peningkatan renin plasma dan retensi cairan yang akan melawan
efek hipotensi obat. Penurunan tekanan diastolik lebih besar daripada tekanan sistolik.
Absorbsinya melalui saluran cerna dan hampir sempurna.

Efek samping, dapat berupa :

1. Retensi natrium dan air. Untuk mengatasinya, berikan diuretic.

2. Sakit kepala dan takikardi, dapat diatasi dengan menurunkan dosis.

3. Iskemik otot jantung, gangguan saluran cerna, kulit dan muka memerah, nyeri otot, nyeri
sendi, pembesaran limfa, edema, dan toksik hepar. Semuanya dapat pulih kembali bila obat
dihentikan.
c. Inhibitor ACE (kaptopril, enalapril)

Kaptopril adalah suatu medilator yang bekerja menghambat enzim konversi angiotensin
(angitensin Converting Enzyme, ACE). Inhibitor ACE merupakan obat pilihan untuk gagal
jantung bendungan, dan lebih baik daripada vasodilator lain. Efek farmakologi inhibitor ACE
adalah pada sistem renin-angiotensin, yaitu menghambat perubahan angiotensin I inaktif
menjadi angiotensin II yang aktif. Inhibitor ACE ini sangat spesifik. Obat ini tidak
berinteraksi secara langsung dengan komponen lain dari sistem renin-angiotensin termasuk
reseptor peptide. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat dan merupakan salah satu
perangsang kuat terhadap kelenjar adrenal untuk sekresi aldosteron yang merangsang
reabsorbsi Na+ dan Cl- dalam ginjal. Karena sistem arteriolar mengalami dilatasi, inhibitor
ACE akan mengurangi afterload dan jantung curah meningkat (inotropik positif). Inhibitor
ACE bukan hanya menyebabkan dilatasi arteriol sehingga mengurangi afterload melainkan
juga menyebabkan venodilatasi sehingga mengurangi retensi cairan dan mengurangi preload.
Frekuensi jantung umumnya berkurang, inhibitor ACE ini juga mengurangi tahanan
pembuluh darah paru dan tahanan atrial kiri dan ventrikel kiri (preload). Aliran darah otak
dan jantung tidak berubah walaupun tekanan darah menurun. Pada pemberian oral,
absorbsinya cepat.

Bioavailabilitas rata-rata 60% dan berkurang karena makanan. Obat diberikan 1 jam sebelum
makan. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruhnya kira-kira
2 jam. Kurang lebih 95% obat ini dikeluarkan melalui urine. 50% sebagai kaptopril dan
sisanya sebagai metabolit. Ekskresi obat ini lambat pada pasien ginjal.

Efek samping
1. Hipotensi, terutama bila diberikan bersama dengan diuretik. Berikan dosis awal sekecil
mungkin, lalu lanjutkan sesuai kebutuhan.

2. Insufisiensi ginjal pada pasien stenosis ginjal bilateral. Hal ini disebabkan oleh
pengurangan angiotensin II yang diperlukan dalam keadaan tersebut untuk mengonstriksi
pembuluh arterial eferens glomerulus sehingga filtrasi memadai.

3. Kulit memerah, indra pengecap terganggu/hilang sama sekali, vertigo, sakit kepala, dan
berbagai gejala saluran cerna, proteinemia, dan batuk kering mengendap.

4. Kaptopril tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

Indikasi, pasien gagal ventrikel kiri (semua tingkat), termasuk infark miokard. Saat infark
miokard terjadi, pengobatan harus dimulai sendiri, mungkin setelah infark miokard.

II. OBAT ANTIARITMIA

PATOFISIOLOGI ARITMIA

Obat-obat antiaritmia terdiri atas golongan molekul heterogen yang memengaruhi fungsi
elektrofisiologi jantung dengan jalan memblok kanal ion (kanal natrium, kalsium, dan
kalium) atau dengan mengurangi efek simpatik.

Rangsangan jantung secara normal disalurkan dari sentrum impuls pacu nodus SA (sinoatrial)
melalui atrium, sistem hambatan hantaran atriventrikuler (AV), berkas serabut Purkinje, dan
otot ventrikel.

Dalam keadaan normal, pacu untuk denyut jantung dimulai di denyut nodus SA (Nodus
Keith-Flack). Jadi, ada irama sinus dengan 70-80 kali per menit, di nodus AV (Nodus
Tawara) dengan 50 kali per menit.
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan, dan sentrum yang
memimpinini disebut Pacemaker. Dalam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah pun
dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :

1. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk pacu
lebih besar.

2. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan ke Bundel His akibat
adanya kerusakan pada sistem hantaran atau penekanan oleh obat.

Aritmia terjadi karena gangguan pembentukan impuls (otomatisasi abnormal atau gangguan
konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu, antara lain :

1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus, dan aritmia sinus.

2. Debar ektopik dan irama ektopik :

a. Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makanan di cerna.

b. Takikardi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti demam,
hipotiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis, dan neurosis jantung.

Dalam keadaan normal, kontraksi jantung diawali oleh rangsangan -adrenoseptor yang
menyebabkan pertukaran ion Na+ dan K+ disertai influks ion Ca2+. Depolarisasi terjadi
melalui interaksi aktin dengan myosin yang menghasilkan kontraksi miokard. Jantung
sebagai organ otonomik dapat berkontraksi sendiri oleh rangsangan yang masuk dari luar
simpul SA, misalnya rangsangan psikis, racun, perdarahan, dan obat. Sistem saraf pada
jantung dipengaruhi oleh nervus vagus (parasimpatik) dan saraf simpatik.

Aritmia atau disritmia adalah irama jantung yang tidak termasuk dalam irama sinus normal
dan frekuensinya tidak normal. Irama sinus normal diatur oleh simpul SA dan kecepatannya
bergantung pada faktor pengontrol otomatis. Dalam keadaan istirahat, frekuensi denyut
jantung biasanya 60-80x/menit. Impuls ini segera disalurkan melalui jaringan atrium dan
masuk ke dalam simpul AV.

JENIS-JENIS ARITMIA

Aritmia yang paling sering ditemukan adalah :


1. Flutter Atrium. Pada keadaan ini, kecepatan irama regular yang dikeluarkan oleh jaringan
atrium adalah 220-350/menit. Fokus penyebabnya mungkin dari pacemaker atau re-entry
circuit. Curah darah atrium tetap bertahan, tetapi kemudian berkurang secara bermakna dan
progresif sesuai dengan meningkatnya frekuensi.

2. Fibrilasi Atrium. Dalam hal ini, terdapat irama yang cepat dan tidak teratur (frekuensi
atrium 350-1000/menit atau lebih); dan frekuensi irama ventrikel bergantung pada derajat
blok AV, biasanya 50-250/menit). Tidak lama kemudian, atrium berkontraksi dalam ragam
yang sinkron dan darah mengalami penumpukan kemudian berkumpul di sekitar trabekula
dinding atrium.

3. Blok AV. Penekanan konduksi impuls nodus AV dapat memperlambat frekuensi impuls
dengan perbandingan konduksi 1:1 (derajat blok I), blok 1 atau lebih impuls atrium merambat
secara intermiten sehingga rasio antara denyut atrium terhadap ventrikel menjadi 2:1, 3:2 dan
seterusnya (derajat blok xII) atau blok sempurna (derajat blok III). Pada kasus terakhir
pacemaker, ventricular (baik natural maupun elektris) harus ada untuk mempertahankan
fungsi ventrikel.

4. Ritme hubungan antarventrikular. Iramanya cepat diatur dalam nodus AV atau dalam saraf.
Hal ini sering disebabkan oleh digitalis tetapi dapat pula hilang sendiri.

5. Takikardi Supraventrikular. Iramanya cepat yang melibatkan nodus AV dan bagian


jaringan trium, serta ventrikel dalam sirkuit re-entry. Berkas penghantar yang ganjil berada di
antara atrium dan ventrikel.

6. Debar ventrikel premature. Irama ini terdiri atas debar sinus yang teratur dengan diselingi
debar Purkinje atau dari sumber sel ventrikel. Berbagai macam mekanisme menggarisbawahi
aritmia ini. Debar ventrikular prematur dapat memacu aritmia ventrikular yang lebih
berbahaya. Irama bigeminus merupakan variasi antara gabungan irama sinus yang teratur dan
debar ventrikular premature, biasanya dalam rasio 1:1.

7. Takikardi ventrikuler. Irama ini sering diikuti oleh suatu focus jantung atau keracunan
digitalis yang berat. Hal ini disebabkan oleh fokus (baik pacemaker maupun re-entry) yang
mendominasi ventrikel. Debar sinus dapat berada atau tidak ada di dalam atrium. Takikardi
ventrikuler yang cepat, biasanya secara mekanik tidak efisien dan mengurangi curah jantung.
Aritmia ini juga merupakan predisposisi berkembangnya fibrilasi ventrikular.
8. Fibrilasi ventrikular. Aritmia ini merupakan kelainan irama yang paling berbahaya dari
semua jenis aritmia karena tidak lagi ada curah jantung. Sirkulasi harus segera diatasi dengan
defibrilasi atau dengan memijit jantung dari luar dalam sekejap untuk mencegah kerusakan
otak atau jantung secara permanen.

Jadi, aritmia adalah hasil otomatisasi yang tidak normal (aktivitas pacemaker ektopik)
atau konduksi yang tidak normal (blok atau re-entry). Hasil abnormalitas ini pada gilirannya,
berasal dari perubahan pada saluran membran, terutama permeabilitas saluran natrium,
kalsium, dan kalium.

OBAT-OBAT ANTIARITMIA

Obat antiaritmia memengaruhi aksi potensial dan konduksinya dengan beberapa cara. Secara
klinis, hal ini direfleksasikan dalam denyut nadi dan tekanan darah yang sama baiknya,
seperti pada EKG.

Obat antiaritmia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas menurut efek


elektrofisiologiknya, penggolongan ini tidak selalu dapat dipakai dalam klinik karena tiap
obat dapat menunjukkan lebih dari 1 efek elektrofisiologik.

1. Kuinidin

Farmakologi, merupakan dekstroisomer dari kuinin, absorbsinya cepat pada pemberian oral,
dimetabolisasi oleh hati dan diekskresi dengan cepat oleh ginjal.

Efek Elektrofisiologik, (1) Meningkatkan konduksi nodus AV (vagolitik), dan (2)


Menurunkan otomatisitas dan memperpanjang aksi potensial pada otot ventrikel, serabut
Purkinje, dan otot atrium.

Indikasi Klinik, (1) Aritmia ventrikel dan ektopik ventrikel, (2) Menghilangkan flutter atau
fibrilasi atrial. Sebelumnya, penderita harus diobati dulu dengan digitalis atau -blocker
untuk menghindari efek vagolitik pada nodus AV dengan mengakibatkan peningkatan
respons pada ventrikel sehingga terjadi disritmia atrial, dan (3) Kontraksi prematur atrial.

Efek samping dan Toksisitas, (1) Pada EKG, tampak QT dan QRS sangat memanjang, nodus
SA terhenti, blok AV tingkat tinggi, takiaritmia ventrikel, asistol, perlambatan/pemendekan
nodus AV, dan dapat mengubah fibrilasi atrium menjadi fibrilasi ventrikel. (2) Hipotensi
disebabkan oleh vasodilatasi perifer dan efek inotropik negatif. (3) Gejala saluran cerna
berupa mual, muntah, dan diare. (4) Reaksi imunologik berupa drug fever, reaksi anafilaksis,
trombositopenia. (5) Sinkonisme, dengan gejala tinnitus, pandangan kabur, gangguan saluran
cerna, dan delirium. (6) Sinkop.

Interaksi Obat, (1) Barbiturat, fenitoin, primidon, dan rifampisin dapat meningkatkan
metabolisme kuinidin. (2) Simetidin dapat menurunkan metabolisme kuinidin. (3) Amiodaron
dapat meningkatkan efek kuinidin. (4) Kuinidin dapat meningkatkan efek digoksin,
digitoksin, dan dapat menghambat neuromuscular.

2. Prokainamid

Sifat Farmakologis. Struktur kimia prokainamid mirip dengan prokain. Obat ini dapat
diberikan per oral atau parenteral.

Indikasi Klinik, hampir sama dengan kuinidin. Prokainamid atau kuinidin dapat dipakai salah
satu jika yang lain tidak efektif. Prokainamid juga merupakan obat yang baik untuk disritmia
ventrikular.

Efek samping dan Toksisitas, dapat berupa; (1) Bradikardi dan blok AV, tingkat blok dan
bradikardia pada prokainamid tinggi, (2) Dapat terjadi perubahan fibrilasi atrial menjadi
fibrilasi ventrikular, (3) Hipotensi, (4) Delirium, (5) Reaksi imunologik: drug fever,
agranulositosis, sindrom mirip-lupus (terutama atralgia dan perikarditis). Berbeda dengan
SLE sebenarnya, kecendrungan (predileksi) kurang pada wanita; melibatkan otak dan ginjal,
leucopenia, anemia, trombositopenia. Asetilator lambat lebih mudah dipengaruhi (lebih
sensitif).

3. Disopiramid

Sifat Farmakoligi, Absorbsinya baik pada pemberian oral. Senyawa induk dan metabolitnya
diekskresikan melalui ginjal. Kira-kira separuh dari obat mengalami metabolisme lintas-
pertama dihati.

Indikasi klinik, Pemberian per oral berperanan penting dalam pengobatan dan pencegahan
takikardia ventrikel dan kontraksi ektopik ventrikel.

Toksisitas, Obat ini memberikan efek inotropik negatif terbesar, dapat memperberat payah
jantung kongestif. Sifat parasimpatolegiknya menimbulkan retensi urin, konstipasi, dan
glaucoma sudut tertutup. Seperti kuinidin dan prokainamid, disopiramid obat ini dapat
mengeksaserbasi disritmia ventrikel (jarang).

4. Lidokain

Sifat Farmakologi, lidokain adalah obat yang banyak digunakan sebagai obat anestesi lokal.
Metabolisme terjadi di hati (mengalami de-etilasi), dan diekskresi melalui ginjal.

Indikasi klinik, lidokain merupakan terapi primer untuk disritmia ventrikel (diberikan secara
i.v) dan juga digunakan untuk pencegahan disritmia ventricular pada keadaan infark miocard
akut (pemberian i.v dan i.m).

Efek samping dan Toksisitas, efek samping yang menonjol pada lidokain adalah : (1) gejala
SSP berupa mengantuk, disorientasi, kejang, dan psikosis (terutama pada pasien lanjut usia
dan penderita payah jantung kronis); dan (2) Hipotensi.

Interaksi obat, Simetidin dan propranolol dapat meningkatkan toksisitas lidokain.

5. Fenitoin

Sifat Farmakologis, Fenitoin merupakan derivat hidantoin. Obat ini diabsorbsi dengan baik
pada pemberian oral, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Fenitoin dalam darah
terikat dengan protein sebesar 90%. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk metabolit
terkonjugasi.

6. Bretelium

Farmakokinetik, metabolismenya tidak jelas, dan ekskresi melalui ginjal.

Indikasi klinik, aritmia ventrikularnya di unit perawatan intensif (ICU) atau keadaan henti
jantung.

Toksisitas, dapat berupa: (1) Hipotensi (akibat blockade cabang aferen refleks baroreseptor),
(2) mual dan muntah, (3) vertigo dan pusing, dan (4) hipertensi dengan golongan
simpatomimetik.

7. -Blocker

Farmakokinetik, -blocker memiliki ikatan protein yang tinggi, dimetabolisasi di hati dan
diekskresikan dalam urine.
Indikasi klinik, -blocker digunakan untuk: (1) Takiaritmia supraventrikular paroksimal, (2)
Infark pascamiocard, untuk menurunkan resiko re-infark dan kematian mendadak, dan (3)
Pada keadaan tertentu dari miokard infark akut.

Toksisitas, toksisitas yang berhubungan dengan blokade beta pada daerah nonvascular,
berupa bronkospasme; eksaserbasi penyakit hipoglikemia; terselubungnya respons simpatik
terhadap hipoglikemia;efek inotropik negatif, eksaserbasi dan presipitasi payah jantung
kongestif; dan blokade jantung. Toksisitas pada SSP berupa halusinasi, mimpi buruk, dan
depresi.

8. Verapamil dan Inhibitor Kanal Kalsium Lainnya

Sifat Farmakologis, (1) Obat ini dapat diabsorbsi secara sempurna pada pemberian per oral,
tetapi mengalami metabolisme lintas pertama substansia oleh hati dan lebih dari 70%
diekskresikan melalui ginjal.

Indikasi klinik, Obat ini akan mengakibatkan takikardia supraventrikular paroksimal


(termasuk sindrom Wolf-Parkinson-White) dan fibrilasi atrial.

Toksisitas, efeknya dapat berupa hipotensi, asistolik, dan blok AV.

9. Amiodaron

Sifat Farmakologis, pada pemberian amiodaron secara i.v atau per oral, dibutuhkan waktu 2-4
minggu untuk mencapai keadaan yang mantap. Metabolismenya terjadi di hati, dan waktu
paruhnya berkisar antara 10-50 hari.

Indikasi klinik, disritmia atrial dan ventricular yang resisten terhadap obat.

Toksisitas, amiodaron dapat menimbulkan efek samping mikrodeposit pada kornea; hiper-dan
hipotiroidisme; hepatotoksik; alveolitis dan/atau fibrosis paru; meningkatnya kadar digitalis
dan aktivitas obat golongan warfarin, menurunnya fungsi ventrikel kiri; fotosensitivitas;
deposit pada kulit sehingga berwarna kebiruan.

10. Obat-obat baru (oral)

a. Meksiletin dan Tokainid

Obat-obat ini adalah analog lidokain, dan diberikan per oral dengan efek dan indikasi yang
sama dengan lidokain, tetapi tidak seefektif lidokain untuk pencegahan fibrilasi/takiaritmia
ventrikular rekuren. Meksiletin digunakan untuk pengobatan jangka panjang aritmia
ventrikular yang disebabkan oleh infark miocard sebelumnya. Tokainid digunakan untuk
pengobatan takiaritmia ventrikular. Tokainid mempunyai toksisitas paru yang dapat
menyebabkan fibrosis paru.

b. Flekainid

Obat ini berdisosiasi secara lambat dari kanal natrium istirahat dan menunjukkan efek yang
jelas, walaupun dengan kecepatan denyut jantung normal. Efeknya mirip kuinidin dan
prokainamid. Obat ini digunakan untuk kontraksi ventrikular premature dan takikardi
ventrikel.

Efek Farmakologik, flekainid menekan upstroke fase 0 dari serabut purkinje dan miocard.
Hal ini menyebabkan konduksi yang sangat lambat pada semua jaringan jantung, dengan efek
minor pada lama potensial aksi dan refrakter. Otomatisasi berkurang dengan peningkatan
nilai ambang potensial, dan bukan menurunkan slope depolarisasi fase 4.

Penggunaan klinik, bermanfaat untuk pengobatan aritmia ventrikular refrakter, terutama


berguna untuk menekan kontraksi ventrikular prematur. Flekainid mempunyai efek inotropik
negatif pada jantung dan dapat memperberat gagal jantung bendungan.

Efek samping, dapat berupa pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, dan mual. Flekainid
dapat memperberat aritmia yang sudah ada, yang akan timbul atau menimbulkan takikardi
ventrikular yang berbahaya, dan yang resisten terhadap pengobatan.

c. Propafenon

Seperti halnya dengan Flekainid, propafenon memperlambat konduksi dalam seluruh jaringan
otot jantung, dan dianggap sebagai obat antiaritmia berspektrum luas.

III. OBAT ANTIANGINA


PENDAHULUAN

Angina pectoris adalah gejala utama penyakit jantung iskemik, berupa rasa nyeri hebat di
dalam dada (retrosternal) yang menjalar ke lengan kiri, leher, atau rahang; dicetuskan oleh
kerja fisik, ketegangan mental, hawa dingin, atau pada waktu makan. Nyeri angina dapat
terjadi bila aliran darah koroner tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik jantung.
Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan obat yang memperbaiki perfusi darah ke
miocard atau yang mengurangi kebutuhan metabolik jantung atau obat yang bekerja dengan
kedua cara ini. Gejala angina pectoris timbul ketika suatu ketidakseimbangan akut antara
kebutuhan oksigen miokard dan jumlah oksigen yang ada untuk keperluan tersebut terjadi.
Hal ini terjadi ketika terdapat peningkatan kebutuhan oksigen yang tiba-tiba pada suatu
jantung iskemik yang kronis, atau ketika terdapat spasme dari suatu arteri koroner (disebut
varian=atipikal=angina Prinzmetal). Selain itu, terdapat juga angina tak stabil yang biasanya
disebabkan oleh ruptur suatu plak ateromatous dalam suatu arteri koroner yang selanjutnya
bisa berkembang menjadi serangan infark miocard.

Obat-obat yang digunakan pada pengobatan angina antara lain, Vasodilatator koroner (terdiri
dari Nitrat Organik dan Antagonis Kalsium) dan -Blockers yang berfungsi mengurangi
kebutuhan oksigen miocard.

OBAT-OBAT ANGINA PECTORIS

A. Vasodilator Koroner

Zat-zat ini memperlebar arteri jantung, memperlancar pemasukan darah serta oksigen, dan
dengan demikian meringankan beban jantung. Pada serangan akut, obat pilihan utama adalah
nitrogliserin sublingual dengan kerja pesat tetapi singkat. Sebagai terapi interval guna
mengurangi frekuensi serangan tersedia nitrat long acting (isosorbide-nitrat), Antagonis
Calcium (Diltiazem, Verapamil), dan Dipiridamol.

1. Nitrogliserin

Farmakologi, trinitrat dari gliserol berkhasiat relaksasi otot pembuluh, bronchia, saluran
empedu, lambung usus, dan kemih. Berkhasiat vasodilatasi berdasarkan terbentuknya
nitrogenoksida (NO) dari nitrat di sel-sel dinding pembuluh. NO bekerja mengendurkan sel-
sel ototnya, sehingga pembuluh terutama vena mendilatasi dengan langsung. Akibatnya,
tekanan darah turun dengan pesan dan aliran darah vena yang kembali ke jantung berkurang.
Penggunaan oksigen jantung menurun dan bebannya dikurangi. Arteri koroner juga
diperlebar, tetapi tanpa efek langsung terhadap miocard.

Penggunaan, per oral untuk menanggulangi serangan angina akut secara efektif, begitupula
sebagai profilaksis jangka pendek, misalnya langsung sebelum melakukan aktivitas bertenaga
(exertion) atau menghadapi situasi lain yang dapat menginduksi serangan. Secara intravena
digunakan pada dekompensasi tertentu setelah infark jantung, jika digoksin dan diuretika
kurang meberikan hasil.

Efek samping, yang terpenting berupa nyeri kepala dan refleks takikardia, juga hipotensi
ortostatis, pusing, nausea, flushing, disusul dengan muka pucat. Bila efek terakhir timbul,
maka pasien harus mengeluarkan sisa tablet dari mulut dan segera berbaring. Plester dapat
menimbulkan iritasi kulit (merah) dengan rasa terbakar dan gatal-gatal.

2. Isosorbida-5-mononitrat

Farmakologis, Derivat nitrat siklis sama kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-
acting. Di dinding pembuluh zat ini diubah menjadi nitrogenoksida (NO), yang mengaktivasi
enzim tertentu. Karena itu, kadar cGMP (cyclo Guanyl-Mono-Phosphate) di sel otot polos
naik dengan akibat vasodilatasi.

Penggunaan, Isosorbida-5-mononitrat terutama digunakan oral sebagai profilaksis untuk


mengurangi frekuensi serangan, juga secara oromukosal (tablet retard). Adakalanya juga oral
pada dekompensasi yang dengan obat-obat lazim kurang berhasil.

3. Isosorbida-dinitrat
Farmakologi, Isosorbida-dinitrat adalah derivate dengan khasiat dan penggunaan sama.
Secara sublingual mulai kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam, secara spray
masing-masing 1 menit dan 1 jam, sedangkan oral masing-masing 20 menit dan 4 jam (tablet
retard 8-10 jam).

4. Dipiridamol

Farmakologi, sebagai penghambat fosfodiesterase, derivat dipiperidino ini berdaya inotrop


positif lemah tanpa menikkan penggunaan oksigen dan vasodilatasi, juga terhadap arteri
jantung. Penggunaannya pada angina kini dianggap obsolet, karena kurang efektif. Begitu
pula sebagai obat pencegah infark kedua (bersama asetosal), berdasarkan kerja
antitrombotiknya. Khusus digunakan sebagai obat tambahan antikoagulansia pada bedah
penggantian katup jantung untuk mencegah penyumbatan karena penggumpalan darah
(tromboemboli).

Efek samping, gangguan lambung usus, nyeri kepala, pusing, dan palpitasi yang bersifat
sementara.
B. -Blockers

Farmakologi, -blockers memperlambat pukulan jantung (bradycardia, efek kronotrop


negatif), sehingga mengurangi kebutuhan oksigen miocard. Juga digunakan pada terapi
interval. Zat-zat ini mengikat diri secara reversibel pada reseptor -adrenoreseptor dan
dengan demikian memblok reaksi atas impuls saraf simpatik atau katekolamin (nor/adrenalin,
serotonin, dan sebagainya) dari sirkulasi.

Blokade reseptor 1 menurunkan frekuensi jantung (efek kronotrop negatif), daya kontraksi
(efek inotrop negatif), dan volume-menit jantung. Kecepatan penyaluran AV diperlambat dan
tekanan darah diturunkan.

Blokade reseptor 2 dapat antara lain menimbulkan bronchokonstriksi dan meniadakan efek
vasodilatasi dari katekolamin terhadap pembuluh perifer.

Penggunaan, selain pada pada hipertensi juga pada :

a. Angina Stabil Kronis, berdasarkan efek kronotrop negatifnya yang menyebabkan


dikuranginya kebutuhan oksigen jantung exertion, hawa dingin, dan emosi. Secara sekunder
juga penyaluran darah melalui pembuluh koroner berkurang. Pada angina variant, kerjanya
tak konstan, yaitu dapat positif dan negatif, maka umumnya lebih disukai antagonis kalsium.

b. Gangguaan Ritme, antara lain fibrilasi dan flutter serambi, juga takikardia
supraventrikuler. Terutama sebagai obat tambahan, bila glikosida jantung tunggal kurang
menghasilkan efek.

C. Antagonis Ca2+

Calcium entry-blockers mengurangi penggunaan oksigen selama exertion, karena tekanan


darah arteri umumnya turun akibat vasodilatasi perifer dan turunnya frekuensi jantung (efek
kronotrop negatif). Selain itu, pemasukan darah diperbesar karena vasodilatasi miocard, efek
inotrop negatifnya hanya ringan atau hilang sama sekali.

1. Nifedipin

Farmakologi, Dihidropiridin terutama berkhasiat vasodilatasi kuat dengan hanya kerja ringan
terhadap jantung. Efek inotrop negatifnya ditiadakan oleh vasodilatasi, bahkan frekuensi
jantung serta cardiac output justru dinaikkan sedikit akibat antara lain turunnya afterload
(volume darah yang dipompa keluar jantung ke arteri)

2. Verapamil

Farmakologi, Rumus kimia senyawa amin ini mirip papaverin. Khasiat vasodilatasinya tidak
sekuat nifedipin dan derivatnya, tetapi efek inotrop negatifnya lebih besar. Bekerja kronotrop
ringan dan memperlambat penyaluran impuls AV.

Penggunaan, digunakan pada angina variant/stabil, hipertensi dan aritmia tertentu (antara lain
takikardia supraventrikuler, fibrilasi serambi)

3. Diltiazem

Farmakologi, derivat benzothiazin ini berkhasiat vasodilatasi lebih kuat dar verapamil, tetapi
efek inotrop negatifnya lebih ringan.

Penggunaan, sama dengan verapamil pada angina variant/stabil, hipertensi, dan aritmia
tertentu.
IV. OBAT ANTIHIPERTENSI

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya tekanan diastolic lebih
dari 90 mmHg pada saat istirahat, kecuali pada isolated systolic hypertension, dengan adanya
peningkatan tekanan sistolik tanpa disertai peningkatan tekanan diastolik. Ada hipertensi
yang tidak diketahui sebabnya (hipertensi esensial) atau hipertensi sekunder dengan sebab
yang jelas, misalnya penyakit ginjal, penyakit renovaskuler, berbagai penyakit endokrin,
coarcttion of the orta, dan obat-obatan.

Hipertensi biasanya asimptomatik (tidak ada gejala). Tetapi hipertensi kronis menyebabkan
komplikasi tertentu (gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan iskemia miocard). Walaupun
sulit untuk memberikan definisi yang persis mengenai derajat keparahan hipertensi, patokan
kerja yang dapat digunakan, antara lain :

1. Hipertensi ringan (135/85-140/90 mmHg).

2. Hipertensi sedang (140/90-160/100 mmHg).

3. Hipertensi berat (> 160/100 mmHg).

4. Hipertensi Emergensi (tekanan diastolik > 120 mmHg, atau jika ada ensefalopati dengan
tekanan darah berapa pun).

Terapi hipertensi umumnya merupakan terapi obat seumur hidup, dan karena itu harus hati-
hati memastikan bahwa diagnosis adalah benar.

MEKANISME KERJA OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI

Walaupun semua obat antihipertensi yang dibicarakan di sini menurunkan tekanan darah,
sampai sejauh ini hanya diuretik dan -blockers yang telah terbukti mencegah komplikasi
jangka panjang hipertensi. Semua obat-obat antihipertensi lainnya digunakan dengan
anggapan bahwa penurunan tekanan darah merupakan kunci dalam mencegah komplikasi-
komplikasi tersebut.

1. Diuretik,
mekanisme kerja diuretik thiazide dalam hipertensi belum jelas dan tidak dapat dihubungkan
hanya dengan efeknya pada keseimbangan garam dan air. Diuretik yang lebih efektif, seperti
furosemid, bukan merupakan obat antihipertensi yang lebih efektif. Walaupun volume cairan
intravaskular dan jumlah Na+ total dalam tubuh berkurang selama minggu pertama terapi
dengan diuretik, peningkatan renin sirkulasi terjadi, dan dalam beberapa minggu volume
intravaskular dan jumlah Na+ tubuh kembali normal, namun efek antihipertensi menetap.
Kemungkinan bahwa diuretik bekerja dengan suatu efek langsung pada otot polos vaskular
yang menyebabkan vasodilatasi. Efek tersebut dapat dihasilkan melalui suatu pengurangan
Na+ pada dinding pembuluh darah (mengubah Ca2+ dinamik) atau melalui suatu kerja pada
kanal K+. Diazoksid, suatu senyawa mirip thiazide menyebabkan retensi Na+, merupakan
suatu antihipertensi kuat, yang bekerja dengan membuka kanal K+ sehingga menyebabkan
vasodilatasi perifer.

2. -Blockers (antagonis -adrenoseptor).

Mekanisme kerja -blockers tidak dimengerti dengan jelas. Yang sekarang diketahui adalah
obat ini menyebabkan penurunan curah jantung, dengan refleks baroreseptor tidak
mengompensasi secara penuh, dan kemudian reseptor barorefleks ini diatur kembali, dan
dengan demikian resitensi perifer turun. Namun, semuanya ini menunjukkan bahwa
mekanisme kerja -blockers ini belum jelas. Hipotesis lainnya adalah obat -blockers
memiliki efek sentral, yang mengubah tonus simpatis (ini tidak cocok karena obat-obat -
blockers yang kurang menembus otak, misalnya atenolol adalah obat antihipertensi yang
sama baiknya), atau mereka menghambat pelepasan renin dari ginjal.

3. Inhibitors ACE.

Inhibitors ACE menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Senyawa ini
juga menghambat inaktivasi bradikinin. Hambatan terhdap ACE tidak hanya terjadi dalam
plasma tetapi juga didalam endothelium vaskular, menghasilkan vasodilatasi, penurunan
resistensi perifer, dan penurunan tekanan darah. Terdapat bukti bahwa inhibitor ACE
memperbaiki arteriol medial hypertrophy yang terjadi pada hipertensi dan mengurangi
hipertrofi jantung. Inhibitor ACE juga mengurangi produksi aldosterone dan retensi Na+, dan
ini juga dapat berperan dalam efek antihipertensinya.
4. Vasodilator.

Beberapa obat antihipertensi merupakan vasodilator langsung pada arterioli. Bloker kanal
kalsium (Ca-antagonis) mengurangi masuknya Ca2+ kedalam sel melalui potential-operated
Ca-chanels. Natrium Nitroprusid meniru kerja EDRF (nitrogen monoksida) pada otot polos
vaskular. Mekanisme kerja vasodilator lainnya, seperti minoksidil, hidralazin, dan diazoksid
yang bekerja langsung pada arteriol, tidak diketahui, tetapi beberapa diantaranya mungkin
bekerja dengan cara stimulasi K+-effluks dari sel-sel melalui kanal K+. Hidralazin dan Ca
antagonis menyebabkan suatu refleks takikardia, yang dapat diatasi (dan efek
antihipertensinya bertambah) dengan pemberian bersama suatu -blocker. Jika suatu
vasodilator menyebabkan retensi garam dan air, suatu diuretik dapat ditambahkan.

5. -Blocker (antagonis -adreseptor)

obat tertentu memiliki kerja vasodilatasi langsung pada otot polos vaskular dengan efek
hambatan pada -adenoseptor, khususnya 1-adrenoseptor pascasinaptik. Contoh obat-obat
ini antara lain prazosin, doksazosin, terazosin, dan indoramin. Labetalol memiliki efek
gabungan -bloker dan -bloker yang nonspesifik.

6. Antagonis reseptor angiotensin II.

Obat-obat golongan ini antara lain losartan, valsartan, irbesartan, dan kandesartan;
menghambat kerja angiotensin II pada reseptornya. Karena inhibitor ACE menghambat
hanya sebagian konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, blokade reseptor merupakan
suatu cara yang lebih efektif untuk mengurangi kerja Angiotensin II.

7. Obat-obat yang memengaruhi kontrol saraf terhadap tekanan darah.

Obat-obat ini bekerja dengan cara yang berbeda-beda. Obat yang merupakan agonis -
adrenoseptor bekerja dengan menstimulasi -adrenoseptor pada batang otak dan
menyebabkan pengurangan fungsi sistem saraf simpatik perifer. Klonidin adalah suatu agonis
langsung pada -adrenoseptor prasinaptik. -Metildopa diperkirakan bekerja dengan cara
dikonversi didalam neuron-neuron noradrenergic menjadi -metilnoradrenalin, yang
merupakan suatu agonis alfa yang kuat. Reserpin menyebabkan pengosongan simpanan
katekolamin saraf, baik yang di saraf pusat maupun yang di perifer. Bloker neuron adrenergi,
yang meliputi betanidin, debrisokuin, dan guanetidin, menghambat pelepasan noradrenalin
dari ujung-ujung saraf simpatik perifer. Selain penggunaan metildopa pada kehamilan, obat-
obat tersebut telah digantikan oleh obat lainnya dalam pengobatan hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Samping Edisi V. Jakarta: Elex Media Komputindo kelompok Gramedia.

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Samping Edisi VI. Jakarta: Elex Media Komputindo kelompok Gramedia.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah


Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC, Penerbit Buku Kedokteran.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Buku Ajar Edisi
Kelima. Bandung: Penerbit ITB.

FARMAKOLOGI KARDIOVASKULER

Diposkan oleh FARMAKOLOGI di 08.48 on Selasa, 11 Januari 2011

http://estirahayu91.blogspot.com/2011/01/normal-0-false-false-false-en-us-zh-tw.html

Anda mungkin juga menyukai