Anda di halaman 1dari 86

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga mulut dapatmenjadi jendela tubuh kita karena banyak
manifestasi pada rongga mulut yang menyertai penyakit sistemik salah
satunya penyakit akibat kelainan perdarahan. Kelainan darah adalah kondisi
yang memengaruhi salah satu atau beberapa bagian dari darah dan mencegah
darah untuk bisa bekerja secara normal.Kelainan darah bisa bersifat akut
maupun kronis, keganasan dan kebanyakan dari kondisi ini merupakan
penyakit turunan. Beberapa penyakit akibat kelainan pada darah, antara lain:
anemia, thalasemia, leukimia, dan hemofilia.
Penyakit kelainan darah sering mempengaruhi jaringan keras dan lunak
mulut dengan berbagai karakteristik. Manifestasi penyakit darah pada rongga
mulut mempengaruhi warna mukosa hipertrofi gingiva; kerusakan mukosa
dalam bentuk ulserasi, dan perdarahan. Tidak jarang manifestasi tersebut
muncul sebagai tanda awal dari penyakit. Dengan demikian diharapkan peran
dokter dapat mewaspadai setiap penemuan lesi di dalam mulut yang dapat
dicurigai sebagaigejala dini suatu kelainan darah.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penyakit akibat kelainan perdarahan yang bermanifestasi


pada rongga mulut
2. Mengetahui lebih lanjut tentang laporan kasus tentang kelainan perdarahan
yang bermanifestasi pada rongga mulut

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut


Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah
bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum
(palatumkeras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal,
alveolar ridge, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian
tulang yang membatasi rongga mulut (Yousemet al., 1998).
1. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara
anatomisoleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi
membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut.
Pada bagian eksternal dar ipipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada
bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari
epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang
menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun diantara kulit dan
membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir (Tortoraet al., 2009).

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Mulut (Tortoraet al., 2009).

2
2. Bibir dan Palatum
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot
orbikularis orisdan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran
mukosa pada bagianinternal (Seeleyet al., 2008 ; Jahan-Parwaret al.,
2011).
Secara anatomi,bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian
atasdan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari
hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian
lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir
bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian
komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian
inferior (Jahan-Parwaret al., 2011).
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari
epidermis,jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran
mukosa yang tersusundari bagian superfisial sampai ke bagian paling
dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih
yang tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada bagianini melapisi banyak
pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada bagian
tersebut.Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya
banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga
terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak
ditemukan pada bagian vermilion (Tortorraet al., 2009; Jahan-Parwaret
al.,2011).
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah
berlekatan dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah
lipatan yang berada dibagian tengah dari membran mukosa yang disebut
frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-
otot businator di pipi dan otot-otot orbikularis oris di bibir akan membantu
untuk memosisikan agar makanan berada diantara gigi bagian atas dan gigi
bagian bawah. Otot-otot tersebut jugam emiliki fungsi untuk membantu
proses berbicara. Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang

3
membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga
membentuk atap bagi rongga mulut. Struktur palatum sangat penting untuk
dapat melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama.
Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum durum
(palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak). Palatum durum
terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum
merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara
rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang
maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian
posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum
mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi antara
bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot
yang sama halnya dengan palatum durum, juga dilapisi oleh membran
mukosa (Marieb and Hoehn, 2010; Jahan-Parwaret al., 2011).
3. Lidah
Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem
pencernaan. Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu
kehamilan. Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran
mukosa. Lidah beserta otot-otot yang berhubungan dengan lidah
merupakan bagian yang menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi
menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum median yang berada
di sepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid padabagian
inferior, prosesus styloiddari tulang temporal dan mandibula (Tortorraetal.,
2009; Marieb and Hoehn, 2010 ; Adilet al., 2011).
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot
ekstrinsik dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot
hyoglossus, otot genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut
berasal dari luar lidah (menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian
tersebut) dan masuk kedalam jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot
eksternal lidah berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke
sisi yang berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam.
Pergerakan lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk

4
memosisikan makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar,
dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulutuntuk proses penelanan.
Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan
mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Otot-otot intrisik
lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah.Otot ini
mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot
tersebut terdiri atas : otot longitudinalis superior, otot longitudinalis
inferior, otot transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk
menjaga agar pergerakan lidah terbatas ke arah posterior dan menjaga agar
lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan langsung dengan frenulum
lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang berada pada bagian tengah
sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang
menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga mulut
(Tortorraet al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010).
Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan
lateral lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina
propria yang ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila
memiliki kuncup perasa,reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang
lainnya tidak. Namun,papilla yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki
reseptor untuk sentuhan dan berfungsi untuk menambah gaya gesekan
antara lidah dan makanan, sehingga mempermudah lidah untuk
menggerakkan makanan di dalam rongga mulut. Secara histologi
(Mescher, 2010), terdapat empat jenis papila yang dapat dikenali sampai
saat ini, yaitu :
1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang sangat banyak
dilidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi, hal tersebut
menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah. Papila jenis ini
tidak mengandung kuncup perasa.
2. Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang lebih
sedikit dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit terkeratinasi
dan berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya adalah jaringan ikat.

5
Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian permukaan
luarnya. Papila ini tersebar di antara papila filiformis.
3. Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi
mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepidari lidah dan mengandung
kuncup perasa.
4. Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah
paling sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling besar dan
mengandung lebih dari setengah jumlah keseluruhan papila di lidah
manusia.

Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai
duabelas buah dalam satu lidah, papila ini umumnya membentuk garis berbentuk
menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus terminalis. Pada bagian akhir
dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkusterminalis. Sulkus terminalis
merupakan sebuah lekukan melintang yang membagi lidah menjadi dua bagian,
yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga anterior lidah) dan lidah yang
terletak pada orofaring (satu pertigaposterior lidah).Mukosa dari lidah yang
terletak pada orofaring tidak memiliki papila, namun tetap berstruktur
bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil lingualis yang terletak di dalam
mukosa lidah posterior tersebut (Saladin, 2008; Marieb and Hoehn, 2010).

Gambar 2.2.Penampang Lidah (Marieb and Hoehn, 2010).

6
4. Gigi

Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak


padaperiode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak
pertama pada anak-anak disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat
kedua yang muncul setelah perangkat pertama tanggal dan akan terus
digunakan sepanjang hidup, disebut sebagai gigi permanen. Gigi susu
berjumlah dua puluh empat buah yaitu : empat buah gigi seri (insisivus),
dua buah gigi taring (caninum) dan empat buah geraham (molar) pada
setiap rahang. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua buah yaitu :empat
buah gigi seri, dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam
buah gigi geraham pada setiap rahang (Seeleyet al., 2008).Gigi susu mulai
tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan, dan biasanya mencapai satu
perangkat lengkap pada usia sekitar 2 tahun. Gigi susu akan secara
bertahap tanggal selama masa kanak-kanak dan akan digantikan oleh gigi
permanen.

Gambar 2.3. Gigi Susu dan Gigi Permanen (Tortoraet al., 2009).

Gigi melekat pada gusi (gingiva), dan yang tampak dari luar adalah bagian
mahkota dari gigi. Menurut Kerret al.(2011), mahkota gigi mempunyai lima buah
permukaan pada setiap gigi. Kelima permukaan tersebut adalah bukal (menghadap
kearah pipi atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap
kearah gigi), distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah (oklusal
untuk gigi molar dan premolar, insisal untuk insisivus, dan caninus).

7
Bagian yang berada dalam gingiva dan tertanam pada rahang dinamakan
bagian akar gigi. Gigi insisivus, caninus, dan premolar masing-masing memiliki
satu buah akar, walaupun gigi premolar pertama bagian atas rahang biasanya
memiliki dua buah akar. Dua buah molar pertama rahang atas memiliki tiga buah
akar, sedangkan molar yang berada dibawahnya hanya memiliki dua buah akar.

Bagian mahkota dan akar dihubungkan oleh leher gigi. Bagian terluar dariakar
dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut cementum, yang melekat langsung dengan
ligamen periodontal. Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebutdentin.
Dentin mengandung banyak material kaya protein yang menyerupai tulang.
Dentin dilapisi oleh enamel pada bagian mahkota, dan mengelilingi sebuahkavitas
pulpa pusat yang mengandung banyak struktur jaringan lunak (jaringan ikat,
pembuluh darah, dan jaringan saraf) yang secara kolektif disebut pulpa.Kavitas
pulpa akan menyebar hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar. Pada
bagian akhir proksimal dari setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang
memberikan jalan bagi pembuluh darah, saraf, dan struktur lainnya masuk ke
dalam kavitas pulpa (Seeleyet al.,2008)

2.2 Kelainan Perdarahan yang Bermanifestasi pada Rongga Mulut


2.2.1 ANEMIA
A. DEFINISI
Secara fungsional, anemia diartikan sebagai penurunan jumlah
eritrosit sehingga eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan. Anemia dapat
didefinisikan pula sebagai berkurangnya hingga di bawah nilai normal
jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan volume hematokrit per 100 ml
darah. Namun, kadar normal hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi
sesuai dengan usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari
permukaan laut, serta keadaan tertentu seperti kehamilan. Anemia
bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu gambaran perubahan
patofisiologi yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang (Sudoyo and Aru W, 2009).Karena sulitnya
menentukan kadar hemoglobin normal akibat variasi usia, jenis kelamin,

8
tempat tinggal, dan lain-lain, maka anemia telah didefinisikan oleh WHO
berdasarkan kadar hemoglobin berikut ini :

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)


Anak 6-59 bulan < 11 g/dl
Anak 5-11 tahun < 11,5 g/dl
Anak 12-14 tahun < 12 g/dl
Laki-laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
Wanita hamil < 11 g/dl

B. EPIDEMIOLOGI ANEMIA
Berdasarkan data WHO sejak tahun 1993 hingga 2005, anemia diderita
oleh 1,62 milyar orang di dunia. Prevalensi tertinggi terjadi pada anak
usia belum sekolah, dan prevalensi terendah pada laki-laki dewasa.
Asia tenggara merupakan salah satu daerah yang dikategorikan berat
dalam prevalensi anemia, termasuk Indonesia, yang tergambar pada
gambar di bawah ini dengan warna merah tua :

Gambar 2.4. Gambaran Prevalensi Anemia pada Anak Usia Belum Sekolah
Di Dunia (Benoist B,2008).

9
Anemia terjadi pada 58% populasi di Asia, dimana prevalensi tertinggi
terjadi pada anak usia belum sekolah (47,7%), wanita hamil (41,6%), dan
wanita dewasa tidak hamil (33,0%). Di Indonesia, sekitar 44,5% populasi
diperkirakan mengalami anemia dengan kadar Hb <11,0 g/dl, sehingga
Indonesia masuk ke dalam kategori berat dalam prevalensi anemia (Benoist
B,2008).
C. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI ANEMIA
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan :

I. Etiopatogenesis
A. Gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a) Anemia defisiensi besi
b) Anemia defisiensi asam folat
c) Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a) Anemia akibat penyakit kronik
b) Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a) Anemia aplastik
b) Anemia mieloplastik
c) Anemia pada keganasan hematologi
d) Anemia diseritropoietik
e) Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin
B. Anemia hemoragik
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a) Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati)
Anemia akibat defisiensi G6PD

10
c) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
Thalassemia
Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a) Anemia hemolitik autoimun
b) Anemia hemolitik mikroangiopati
c) Lainnya
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis
yang kompleks.

II. Gambaran morfologik (melalui indeks eritrosit atau hapusan darah tepi)
A. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV<80fl dan MCH <27pg
B. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34
pg
C. Anemia makrositer bila MVC > 95 fl
Penggabungan penggunaan klasifikasi etiopatogenesis dan morfologi akan sangat
menolong dalam mengetahui penyebab anemia. Berikut ini klasifikasi anemia
berdasarkan morfologi dan etiologi :
I. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia Defisiensi Besi
b. Thalasemia Mayor
c. Anemia akibat Penyakit Kronik
d. Anemia Sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologic

11
III. Anemia makrositer
a) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

D.PATOGENESIS

1. Anemia Defisiensi Besi

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau


kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga
cadangan besi makin menurun (Bakta, 2006).

Gambar 2.5 Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (Bakta, 2006).


Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat
besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state).
Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan
absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang

12
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai
iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai adalah peningkatan kadarfree protophorphyrin atau zinc
protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan
kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC)
meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila
penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2).
Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai
anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).

2. Anemia Aplastik

Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan anemia dengan karakteristik adanya
pansitopenia disertai hipoplasia / aplasia sumsum tulang tanpa adanya
penyakit primer yang mensupresi atau menginfiltrasi jaringan
hematopoietik. Etiologi anemia aplastik adalah sebagai berikut :3

1. Didapat
Zat kimia dan Fisika
o Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada dosis tertentu :
radiasi, bensen, arsen, sulfur, nitrogen mustard, antimetabolit,
antimitotik : kolsisin, daunorubisin, adriamisin
o Zat yang kadang-kadang mnyebabkan hipoplasia:
kloramfenicol, kuinakrin, metilfenil, hidantoin, trimetadion,
fenilbutazon, senyawa emas
Infeksi virus : hepatitis, Epstein Barr, HIV, Dengue
Infeksi mikobakterium
Idiopatik

13
2. Familial : Sindroma Fanconi
Kegagalan produksi eritrosit, leukosit, dan trombosit merupakan
kelainan dasar pada anemia aplastik, yang menurut penelitian
disebabkan oleh sel T sitotoksik yang teraktivasi. Sel T tersebut akan
menghasilkan interferon gamma (IFN-) dan tumor necrosis factor
(TNF) yang bersifat menginhibisi langsung sel-sel hematopoietic
(Adamson W.J, 2005).
Supresi hematopoietik oleh IFN- dan TNF juga merangsang
reseptor Fas pada sel hematopoietik CD34 sehingga menghasilkan 3
proses :
1. Perangsangan reseptor Fas akan menginduksi terjadinya
apoptosis.
2. Terjadi induksi produksi nitric oxide synthetase dan nitrit
oksida oleh sumsum tulang sehingga terjadi sitotoksisitas yang
diperantarai system imun.
3. Perangsang reseptor Fas akan mengaktivasi jalur intraseluler
yang menyebabkan penghentian siklus sel.

Sel T sitotoksik juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang berfungsi


mengaktifkan klon-klon sel T yang kemudian juga akan mengeluarkan
TNF dan IFN- dan menginhibisi hematopoietic (Adamson W.J, 2005).

E.Manifestasi Klinis

1. Gejala Umum Anemia


Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin
kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging.Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila
kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia
akan jelas.

14
2. Manifestasi anemia pada rongga mulut
a. Anemia Defisiensi Besi
Membran mukosa tampak pucat
Atrofi Glossitis (atrofi papil lidah), yaitu permukaan lidah menjadi
licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Gambar 2.6 A: Atrofi glositis, B: Stomatitis Angularis (Bakta, 2006)

b. Fanconi Anemia
Gingivitis dan periodontitis adalah manifestasi oral yang paling
sering pada individu dengan AF.
Perdarahan gusi dan hiperemia dapat juga ditemukan pada pasien
dengan AF
Reccurent aphtous ulcer
Kelainan pada lidah : atrofi papiler, lidah saburral, macroglossia dan
pigmentasi melanic, yang dapat memperpanjang ke dasar dari mulut
dan gingiva. Selain itu, lesi ini berpotensi untuk menjadi ganas,
seperti leukoplasias, erythroplasias, lichen planus, dan karsinoma sel
skuamosa sendiri harus diperhatikan.

15
Gambar 2.7 A: Reccurent aphtous ulcer, B: Gingivitis pada fanconi Anemia

c. Diamond-Blackfan Anemia
Maloklusi skeletal kelas III
Scar pada cleft palate dengan sudut maxilla yang sempit

Gambar 2.8 Maloklusi pada Diamond-Blackfan Anemia

Gambar 2.9 Scar Pada Celah Palatum Dan Sudut Maxilla Yang Sempit

16
d. Anemia Aplastik
Perdarahan gingiva setelah dimanipulasi
Hematoma pada cavum oral
Resesi Gingiva

Gambar 2.10 Hematoma Pada Mukosa Bukal Kanan

Gambar 2.11 Resesi Gingiva Pada Anemia Aplastik

Gambar 2.12 Perdarahan Pada Gingiva Setelah Gingiva Dimanipulasi

17
Pemeriksaan Laboratorium

1. Sediaan hapusan darah tepi


Ukuran sel
Anisositosis
Poikilositosis
Polikromasia
Sediaan apusan darah tepi akan memberikan informasi yang penting
apakah ada gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah
anisositosis menunjukkan ukuran eritrositnya bervariasi, sedangkan
poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka
ragam.
2. Hitung retikulosit
Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi
anemia.Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas
dari sumsum tulang. Retikulosit mengandung residual RNA yang akan
dimetabolisme dalam waktu 24 -36 jam (waktu hidup retikulosit dalam
sirkulasi). Kadar normal retijulosit 1 2% yang menunjukkan penggantian
harian sekitar 0,8 1% dari jumlah sel darah merah isirkulasi.
Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah.
Nilai retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan
hematrokit pasien berdasarkan usia, gender, serta koreksi lain bila
ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini
disebabkan karena waktu dari retikulosit premature lebih panjang sehingga
dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah olah tinggi. Faktor
koreksi HT 35% : 1,5 HT 25%:2,0 HT 15% : 2,5.
3. Persediaan dan penyimpanan besi
Kadar Fe serum (N: 9 -27 mol/liter)
Total iron binding capacity (N: 54 64 mol/liter)
Feritin serum (N: perempuan : 30 mol/liter, laki laki : 100
mol/liter)
Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan
TIBC dikali 100 ( N: 25 50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan

18
persen saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya
pada pukul 09.00 dan pukul 10.00.
Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun,
feritin jga merupakan suatu rekatan fase akut, dan pada keadaan inflamasi
baik akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.
4. Pemeriksaan sumsung tulang
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada
gangguan pada sumsum tulang misalnya yelofibrosis, gangguan
pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau penurunan
perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat
ditemukan dan dihitung jenis sel sel berarti pada sumsum tulang ( ratio
eritroit dan granuloid).
Pemeriksaan sumsung tulang dibagi menjadi 2 cara:
Aspirasi : EG ratio, Morfologi sel, Pewarnaan Fe
Biopsi : Selularitas, Morfologi
5. Pemeriksaan complete blood count (CBC )
Selain dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokrit, indeks
eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan
defek sintesa hemoglobin. Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan
bila >100 dapat disebut sebagai makrositosis.Sedangkan MCH dan MCHC
dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia).

G. Diagnosis Anemia
I. Anemia defisiensi besi menurut WHO
Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% ( normal 32-35%)
Kadar Fe serum < 50 g/dL (normal 80 180 g/dL)
Saturasi transferin < 15% (normal 20 50%)
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit nomor 1,3, dan 4. Tes yang
paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu feritin serum.
Bila sarana terbatas, diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan: anemia tanpa
perdarahan, tanpa organomegali, gambaran darah tepi, mikrositik,

19
hipokromik, anisositosis, sel target, respons terhadap pemberian terapi
besi.
II.Anemia Aplastik
Diagnosa anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia
atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta
dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atay supresi pada sumsum tulang.
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut international agranulocytosis
and aplastic anemia study group (IAASG) adalah satu dari tiga sebagai
berikut :
Hemoglobin kurang dari 10 gd/dL atau hematokrit kurang dari 30%
Trombosit kurang dari 50x109//L
Leukosit kurang dari 3,5 x 109/L atau netrofil kurang dari 1,5 x 10
dengan retikulosit <30x109/l (<1%).
Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) :
penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel
hematopoietik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal
dengan depleso seri granulosit atau infiltrasi neoplastik. Tidak adanya
fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik.
Pansitopeni karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus diesklusi.
Setelah diagnosa ditegakkan, perlu dilakukan penentuan derajat
penyakit dari anemia apalstik yang berguna untuk menentukan strategi
terapi. Kriteria yang diapakai pada umumnya ialah kriteria Camitta et al.
Yang tergolong anemia apalstik berat (severe aplastic anemia) bial
memenuhi kriteria paling sedikit dua dari tiga :
Granulosit < 0,5 x 109 /L
Trombosit < 20 x 109 /L
Corrected reticulocte <1%
Selularitas sumsum tulang tulang < 25% atau selularitas < 50%
dengan < 30% sel sel hematopoietik. Tergolong anemia aplastik sangat
berat bila netrofil < 0,2 x 109 /L.

20
III. Fanconi Anemia
Malformasi jantung, kelainan pada jantung, pencernaan dan ginjal,
perubahan skeletal (bertubuh rendah, anomali dari ibu jari dan tulang radial,
mikrosefali, dan anomali mandibula), strabism, tuli dan epicanthal fold.
Selain itu, mungkin ada pansitopenia progresif, anemia, trombositopenia,
leukopenia, macrocytosis dan eritropoiesis janin.

IV.Diamond-Blackfan
Secara khas, diagnosis dari DBA dibuat melalui pemeriksaan darah sederhana
dan biopsi sumsum tulang.Diagnosis dari DBA dibuat pada dasar dari anemia,
jumlah-jumlah reticulocyte (sel-sel darah merah yang belum dewasa) yang
rendah, dan pelopor-pelopor erythroid pada sumsum tulang yang
berkurang.Ciri-ciri yang mendukung diagnosis dari DBA termasuk kehadiran
dari kelainan-kelainan bawaan (congenital), macrocytosis, hemoglobin fetal
yang meningkat, dan tingkat-tingkat adenosine deaminase yang meningkat
pada sel-sel darah merah.Kebanyakan pasien-pasien terdiagnosa pada dua
tahun pertama kehidupan.Bagaimanapun, beberapa individu-individu yang
terpengaruh secara ringan hanya menerima perhatian setelah anggota keluarga
yang terpengaruh secara lebih parah teridentifikasi. Kira-kira 20-25% dari
pasien-pasien DBA mungkin diidentifikasi dengan pengujian genetik untuk
mutasi-mutasi pada gen RPS19.

2.2.2 THALASSEMIA:
Thalassemia merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh
defisiensi rantai atau globin dari molekul hemoglobin.Kelainan ini
menyebabkan sel darah merah microcytic dan hypochromic dengan
morfologi yang menyimpang atau abnormal. Talasemia dikaitkan dengan
anemia hipoproliferasi, hemolitik dan anemia karena kelainan hemoglobin
Hasil pemeriksaan menunjukkan adannya sel darah merah
hypochromic microcytic, jumlah hemoglobin bervariasi dan terkadang
normal.Sebagian besar tidak mendapatkan terapi oleh karena tingkat
keparahannya masih ringan.Kalau membutuhkan terapi, biasanya
dilakukan transfusi darah.

21
a. Gambaran klinis:
Jika penyakit ini terbentuk pada tahap awal, dapat sampai kepada tahap
yang fatal. Anak akan mengalami kepucatan dan warna kekuningan
pada kulit, demam, menggigil dan malaise. Dapat pula muncul
splenomegali dan hepatomegali.
b. Manifestasi rongga mulut
Berupa protrusi bimaxiler dan kelainan oklusi. Abnormalitas gigi
dan wajah berupa diastema gigi yang parah, open bite, tulang molar
yang menonjol, saddle dan perubahan skeletal, bibir atas terangkat
(chipmunk facies).

Gambar 2.13 Maloklusi pada Pasien Dengan Thalassemia


(Dr Sakshi, 2014)

Gambar 2.14 Gambaran Chipmunk Facies (Dr Sakshi, 2014)


Hasil gambaran rontgen menunjukkan penipisan tulang alveolar, tulang
kortikal, pembesaran ruang sumsum, trabekula kasar, dan palsi pada syaraf
cranial. Tidak ada penatalaksaan khusus di bidang kedokteran gigi selama tidak
ada gejala hipoksia serebral dan jantung, serta anemia.

22
Perawatan: injeksi B12, B6 dengan ekstrak hati

2.2.3 LEUKIMIA
Leukemia merupakan keganasan yang mempengaruhi SDP di
sumsum tulang,dimana terjadi diferensiasi dan proliferasi system
hemopoisis di sumsum tulang dan menekan sel darah normal. Hal ini
menyebabkan anemia, thrombocytopenia, dan defisiensi fungsi normal
leukosit.Penyebabnya tidak diketahui.Leukemia dibagi menjadi akut dan
kronis.
a. Leukemia akut
Leukemia akut merupakan malignansi sel progenitor hemopoisis,
dimana terjadi kegagalan sel untuk berdiferensiasi dan matur.Kelainan
ini dibagi menjadi acute lymphocytic leukemia (ALL) dan acute
myelogenous leukemia (AML). ALL terjadi pada 65% kasus, berupa
gangguan pada limfosit B dan prekursornya, 20 % kasus berupa sel T,
dan 15% berasal dari sel B dan T. AML merupakan kelanjutan dari
preleukemia atau sindrom myelodysplastic dengan abnormalitas
sumsum tulang, yang mempengaruhi SDP, SDM, dan platelet. ALL
banyak ditemukan pada anak-anak, AML pada dewasa muda.Gejala
dan tanda dikaitkan dengan anemia, thrombocytopenia, dan penurunan
fungsi netrofil.Anemia berupa kepucatan, nafas pendek, dan mudah
lelah.Trombositopenia berupa perdarahan spontan (petechiae,
ecchymoses, epistaxis, melena, perdarahan menstruasi spontan, dan
perdarahan gingival), purpura bleeding, dan jumlah platelet kurang dari
25,000/mm3, dan terkadang seperti DIC, sehingga terjadi koagulasi dan
perdarahan.
b. Chronic Leukemia
Chronic leukemia ditandai dengan adanya sel yang berdiferensiasi
pada sumsum tulang, pembuluh darah perifer dan jaringan dalam
jumlah yang banyak.Jumlah sel imatur lebih dominan dibanding sel
yang matur.Ada dua jenis leukemia kronis yaitu chronic granulocytic
leukemia (CGL, atau chronic myelocytic leukemia [CML]) dan

23
chronic lymphocytic leukemia (CLL).CGL sebagian besar disebabkan
oleh radiasi sinar X dan bahan toksis yang ditandai CML. Biasanya
terjadi pada kelainan kromosom philadelpia yaitu translokasi 22 ke 9.
Manifestasi klinis yaitu terjadi pada usia 30 dan 50 tahun, tidak ada
gejala, splenomegali, peningkatan jumlah SDP. Gejala dikaitkan
dengan adanya anemia berupa lemah, lelah, sesak nafas, nyeri tulang
dan perut pada kuadran atas kiri.Trombositopenia menyebabkan
petechiae, ecchymoses, dan perdarahan.Terapi transpantasi sumsum
tulang.
CLL merupakan keganasan yang berjalan lambat dengan
melibatkan proliferasi limfosit. 90 % kasus melibatkan sel limfosit B,
dan 5 % limfosit T. manifestasi klinis banyak terjadi pada laki-laki usia
40 tahun, asimtomatis, gejala dikaitkan anemia dan trombositopenia,
lymphadenopathy, splenomegaly, hepatomegaly, infiltrasi ke kulit atau
mukosa, hypogammaglobulinemia,
a. Manifestasi Rongga Mulut
Manifestasi pada rongga mulut meliputi limfadenopati servikal,
perdarahan rongga mulut, petechie, ekimosis, hipertrofi gingiva,
infiltrasi gingival, infeksi rongga mulut dan ulser rongga mulut.
Bentuk ulser yaitu lebar, irregular, bau busuk, dikelilingi mukosa yang
pucat.Yang perlu diperhatikan oleh adalah resiko infeksi rongga mulut
dan perdarahan.

Gambar 2.15 Hipertrofi Gingiva pada Pasien Leukimia (Elitsa, 2014)

- Terapi yang diberikan obat kumur, dan antibiotik.

24
2.2.4 HEMOFILIA
Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang
diturunkan secara X-linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik
mekanisme hemostasis herediter, di mana terjadidefisiensi atau defek dari
faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B).

Sampai saat ini dikenal dua macam hemofilia, yaitu :

1. Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :


Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekuranganfaktor pembekuan pada darah.Hemofilia kekurangan Factor
VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII)protein pada darah
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama :
Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang
bernamaSteven Christmas asal KanadaHemofilia kekurangan Factor IX;
terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX)protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
a. Diagnosis Hemofilia
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat keluarga, riwayat
perdarahan, gambaranklinik dan pemeriksaan laboratorium. Hemofilia
dicurigai pada pasien dengan adanya riwayat
Mudah berdarah pada usia kanak-kanak awal
Perdarahan spontan (umumnya pada sendi-sendi dan jaringan lunak
Perdarahan masif setelah trauma atau tindakan bedah

b. Manifestasi Klinis Hemofilia


Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa perdarahan
yang dapat terjadisetelah trauma maupun spontan. Perdarahan setelah
trauma bersifat delayed bleeding, karena timbulnya perdarahan
terlambat. Gambaran yang khas adalah hematoma dan hemartrosis
ataup erdarahan dalam rongga sendi.

25
Manifestasi di rongga mulut yaitu adanya perdarahan spontan pada
gingival, dan hemarthosis pada sendi TMJ walapun hal ini jarang
terjadi.

Gambar 2.15 A. Pemeriksaan Ekstra Oral Tampak Depan ;


B. Pemeriksaan Intraoral Pasien Hemofilia (Sonia, 2014)

26
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus HEMOFILIA


Hemophilia A. Considerations for Dental Management of Pediatric
Patients.(Lpez-Villarreal S, Rodrguez-Luis O & Cruz-Fierro N.)

Abstrak:
Seorang anak laki laki (usia 9 tahun 10 bulan), dengan perkiraan diagnosis
hemofilia dengan perdarahan persisten setelah pemasangan mahkota buatan
datang untuk berkonsultasi ke fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Autnoma de Nuevo Len. Pasien ini juga dikonsulkan pada hematologis
yang menyatakan adanya penurunan faktor VIII pada pemeriksaan
laboratorium sehingga memastikan diagnosis hemofilia A. Perawatan Gigi
secara lengkap di rencanakan bersama-sama hematologis untuk
mempersiapkan pasien dengan mengganti faktor pembekuan dengan
cryoprecipitates atau dengan concentrat faktor VIII secara intravena
sebelum dan setelah intervensi gigi di rumah sakit. Tujuan artikel ini
menunjukan bahwa hemofilia adalah penyakit yang dapat di deteksi selama
konsultasi gigi pada beberapa pasiem danbisa di terapi dengan baik, dan
diperlukan manajemen multidisiplin yakni baik dokter gigi dengan
hematologist.

PENDAHULUAN
Hemostasis adalah mekanisme pertahanan yang melindungi tubuh dari
kehilangan darah setelah trauma vaskular. Hemostasis diklasifikasikan menjadi
: hemostasis primer, melibatkan platelet, dan fase koagulasi atau hemostasis
sekunder.
Hemophilia A and B merupakan kelainan perdarahan utama yang
dihubungkan dengan kromosom X akibat mutasi gen utntuk faktor VIII dan IX
yang menyebabkan defisiensi atau penurunan fungsi protein dalam plasma.
Frekuensi ny 1 dari 5,000 and 1 dari 30,000 kelahiran laki-laki.

27
Laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, jadi jika terjadi kecacatan
genfaktor VIII maka ia akan memiliki penyakit hemofilia A. Sehingga paling
banyak yang mengalami hemofilia adalah laki-laki.
Manifestasi penyakit ini meliputi : hemarthrosis, perdarahan dalam
sendi dan terlokalisasi dalm bentuk hematoma. Gejala penyakit ini tergantung
tingkat defisiensi faktor pembekuan dan termasuk pada klasifikasi yang berat,
factor level <1%, moderate factor level 1-5%, dan ringan dengan factor level
>5%.Manifestasi klinis dari klasifikasi berat biasanya ditandai dengan
perdarahan spontan. Klasifikasi moderate jarang ada perdarahan spontan dan
hanya pada klasifikasi ringan yang bisa dihubungkan dengan trauma atau
prosedur invasif tanpa terapi replacement sebelumnya.
Pada kasus yang berat, dapat terjadi perdaran spontan atau perdarahan
yang berlangsung lama selama trauma, ekstraksi gigi dan
pembedahan.Diagnosis penyakit ini didapatkan mulai dari riwayat klinis dan
riwayat keluarga; penyakit ini bisa ditemukan juga selama perawatan gigi jika
ada perdarahan yang berlangsung lama. Diagnosis definitif dengan perkiraan
hemofilia harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium untuk level
factor pembekuan daran diantaranya : flow cytometri, waktu pembekuan (BT),
activated partial thromboplastin time (APTT),prothrombin time (PT) and
thrombin time (TT). Semua hasil sebaiknya normal kecuali APTT akn
menunjukkan pemanjangan lebih dari 2 standar deviasi. Disamping itu, jumlah
platelet, retraksi clot, agregasi platelet dan jumlah faktor VIII dan IX
diperlukan untuk memastikan diagnosis.Pengobatan penyakit ini melibatkan
penggantian hilangnya faktor pembekuan darag.Perkiraan jumlah konsentrat
faktor VIII yang diperlukan tergantung banyaknya perdarahan.

28
Gambar 3.1

Tabel : klasifikasi keparahan penyakit

Kadang-kadang, orang dengan hemofilia A atau B dapat membuat inhibitor


yang ditujukan terhadap faktor VIII atau IX, antibodi menempel pada faktor
VIII atau IX dan menetralkan kapasitasnya untuk menghentikan bleeding.
Rata-rata, sekitar tujuh ribu orang Meksiko memiliki hemofilia dan sekitar
sepertiga tidak tahu mereka memilikinya.Hal ini relevan karena risiko yang
terlibat dalam prosedur gigi dan mungkin terjadi komplikasi pasca operasi.Pada
artikel ini, laporan kasus seorang pasien hemofilia ditampilkan dengan tujuan
utama adalah untuk pertimbangan bagi manajemen.

29
KASUS
Seorang anak laki laki (usia 9 tahun 10 bulan), dikonsulkan ke fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Autnoma de Nuevo Len karena menunjukkan
perdarahan setelah setelah pemasangan mahkota buatan. Pada anamnesis
keluarga setelah ditanyakan pada ibu pasien, keluarga dengan tidak ada riwayat
dengan hemofilia. Dari riwayat perawatan gigi, pernah perawatan ditunjukkan
apeksifikasi pada gigi 46 dan perbaikan pada rahang bagian atas dan bawah
kanan termasuk 2 mahkota buatan, tetapi terjadi perdarahan abnormal dan
terlepas dan pasien akhirnya dirujuk. Darikonsultasi antara dokter spesialis
anak dan hematologis didapatkan penurunan dari faktor VIII, dan peningkatan
APTT pada pemeriksaan laboratorium dan terdiagnosis sebagai moderate
hemofilia A.

Gambar 3.2 Pemeriksaan Ekstra Oral Tampak Depan ; Gambar Pemeriksaan


Intraoral

Pada pemeriksaan Ekstra Oral kulit dan jaringan tampak warna alami.
Pada pemeriksaan intraoral, menunjukkan pembengkakan ceneral
mengindikasikan oral hygiene yang buruk, terdapat tumpatan amalgam pada
gigi 16,55,54; fraktur incisal pada gigi 21; moderate karies pada gigi
64,65,26,36; Karies Profunda pada gigi 75, 74; persiapan untuk mahkota
buatan pada gigi 84, 85; apeksifikasi pada gigi 46; dan gigi pada posisi
yangsalah. Diagnosis juga perlu dikonfirmasi dengan penujang diagnostik
berupa foto radiografi.

30
PERAWATAN.
Perawatan gigi yang lengkap dan terencana dengan hematologis yang
mempersiapkan pasien dengan pergantian faktor pembekuan dengan
cryoprecipitatatan dengan konsentrat faktor VIII secara intravena sebelum dan
setelah intervensi gigi untuk mencegah komplikasi post operatif di rumah sakit.
Untuk tiap tingkatan, 700U dari factor VIII disiapkan. Perawatan gigi akan
diselesaikan dengan dalam 2 tahap. Tahap pertama berikan anastesi lokal dan
bersihkan kalkulus kemudiandilakukan ekstraksi.setelah satu minggu dilakukan
foto terlihat perbaikan dan proses penyembuhan luka. Pada diskusi antar
konsultan, seorang endodontist and orthodontist pemeriksaan gigi 46, yang
menunjukkan apeksifikasi dan trauma radiografical pada daerah furcasi dan
karena prognosisnya juga, ekstraksi dan perawatan ortodonti posterior
diindikasikan.
Selama tahap kedua dan persiapan di rumah sakit oleh hematologis, anastesi
lokal diberikan untuk perbaikan serta ekstraksi kelainan pada kuadran kanan.
Setelah satu mingguperbaikan dan proses penyembuhan diamati.
Pemeriksaan klinis dengan foto radiografi dilakukan setelah 2 minggu, 3
bulan dan 6 bulan dengan mengamati proses erupsi. Direkomendasikan tiap 6
bulan dilakukan pemeriksaan rutin untuk plak gigi dan pemberian fluoride.

Gambar 3.3 Kontrol setelah 6 intervensi


DISKUSI
Protokol utnuk pasien dengan kelainan peradrahan menurut Clinical Practice
Guideline for Diagnosis and Treatment of Pediatric Hemophilia in Mexico
merekomendasikan pasien dengan hemofilia diterapi dengan recombinant atau

31
plasma-derived konsentrat faktor pembekuan dan diperlukan multidisiplin
antara dokter gigi dan hematologi khususnya.
Penting unuk mengikuti guideline manajemen untuk pasienyang akan
melakukan perawatan gigi dengan riwayat hemofilia. Dosis faktor VIII
dihitung berdasarkan kilogram/beratbadan dan multiplying factor level
dikalikan 0.5. hasilya akan mengindikasikan berapa faktor unit yang
diperlukan terutama pada prosedur invasif untuk hemofilia dengan defisiensi
faktor 100%. Untuk pasien dengan defisiensi 40 to 60% diberikan satujan
sebelum prosedur dimulai.Umumnya perawatan pada molar di mandibula
memerlukan blocking pada sraf alveolar.Tipe anastesi tersebut dapat diberikan
setelah tingkat faktor koagulasi mencapai 50% menggunakan terapi pengganti
karena memiliki risiko perdarahan diikuti pembentukan hematoma pada
retromolar atau pterygoid space.Sehingga sebaiknya diberikan tambahan lokal
hemostasis.

KESIMPULAN
Pasien dengan kelainan perdarahan memerlukan perhatian lebih dalam hal
keparahan dan komplikasi.Tidak semua pasien mengetahui penyakit
mereka.Dan penting utnuk dokter gigi menanyakan riwayat pasien.Diperlukan
kerjasama multidisiplin dengan hematologis untuk menegakkan diagnosis
penyakit ini dan menentukan terapi yang tepat sebelum dlakukan perawatan
gigi.Sehingga pencegahan berupa regular check up, edukasi dini untuk anak-
anak, penggunaan fluoride dan kontrol erupsi gigi pengganti.

32
3.2 Laporan Kasus Kedua Atrophic Glossitis; An Indicator of Iron
Deficiency Anemia: Report of Three Cases
(Vena Raju, Anjana Arora, Shweta Saddu)

Laporan Kasus 1

Seorang wanita berusia 20 tahun dilaporkan ke departemen Kedokteran


dan Radiologi Oral dan Maksilofasial dengan keluhan utama nyeri di area lidah
bagian kanan belakang selama dua minggu terakhir yang disertai dengan
kesulitan menelan akibat adanya sensasi terbakar saat menelan. Dari evaluasi
klinis ditemukan chelitis angularis, sklera berwarna kuning pucat, dan kuku
yang menyerupai sendok pada tangan dan kaki.Pasien juga menunjukkan
intoleransi pada makanan pedas dan kelelahan setelah melakukan kegiatan
sehari-hari yang bersifat sederhana/ringan.Pemeriksaan oral menunjukkan
mukosa mulut yang pucat dan glositis dengan area depapilasi dorsum lidah
yang terlihat jelas di sisi kiri (Gambar 1).Tes hematologi juga sudah dilakukan.
Serum besi 27,1 mg/dl, serum feritin 2,44 ng/ml dan TIBC 453 g/dl telah
mengkonfirmasi diagnosis yaitu anemia defisiensi besi.Pasien diberikan
suplemen zat besi dan dirujuk ke rumah sakit untuk penatalaksanaan sistemik.
Pada follow up kedua, gejala sudah mulai berkurang dan terjadi peningkatan
pada kondisi pasien secara keseluruhan.

Laporan Kasus 2
Seorang wanita berusia 20 tahun dilaporkan ke departemen oral
medicine dengan keluhan utama sensitif terhadap dingin dan jus jeruk di area
gigi depan atas, yang sudah dirasakan selama dua bulan terakhir. Dari riwayat
didapatkan bahwa pasien memiliki kebiasaan sering memakan pastiles lemon
(mirip dengan strepsil dihisap untuk melegakan tenggorokan).Pasien juga
melaporkan sensasi terbakar pada dorsum lidah saat memakan makanan
pedas.Riwayat medis pasien bersifat non-kontributif.
Pada pemeriksaan intra-oral, erosi gigi ditemukan pada area permukaan
labial yang terlibat yaitu 11, 21 dan 22. Sebuah area depapilasi bediameter
sekitar 1 cm dengan margin ireguler terdapat pada 1/3 anterior dan margin

33
lateral kanan dari dorsum lidah (Gambar 2). Papila filiformis tidak terlihat,
dengan papila fungiformis yang menonjol dan tersebar
disekitarnya.Berdasarkan temuan ini, diagnosis sementara pun dibuat yaitu
hipersensitivitas dentin pada 11, 21, 22 yang timbul akibat erosi dan glositis
atrofi.Adanya keterlibatan penyakit lambung dikesampingkan karena tidak
terdapat riwayat regurgitasi makanan atau erosi gigi pada permukaan palatal
dari gigi anterior atas.Diagnosis banding seperti anemia akibat defisiensi
nutrisi, glositis romboidal media, lidah geografis juga
dipertimbangkan.Kemudian, pasien juga ditanyakan mengenai adanya riwayat
lesu, penurunan atau kenaikan berat badan, polidipsia, polifagi, poliuri dan
asupan obat-obatan seperti antibiotik untuk menyingkirkan penyebab sistemik
lainnya dari glositis atrofi.Pasien disarankan untuk menjalani pemeriksaan
hematologi meliputi hemogram lengkap dengan apusan darah tepi. Kadar
hemoglobin pada pasien ini ditemukan sebesar 6,4 gm%. Apusan darah tepi
menunjukkan adanya eritrosit hipokromik mikrositer.Diagnosis akhir berupa
glositis anemia akibat anemia hipokromik mikrositer (kekurangan zat besi) pun
ditegakkan.Pasien diberikan kombinasi ferric ammonium citrate, asam folat
dan sianokobalamin.Pada follow-up setelah satu bulan terapi, pasien
mengatakan sensasi terbakar yang dirasakan sebelumnya telah benar-benar
hilang.Pada pemeriksaan lidah, area yang sebelumnya terjadi depapilasi telah
terisi dengan papila filiformis (Gambar 3) dan hemoglobin pasien naik menjadi
6,8 gm%. Pasien disarankan untuk melakukan kontrol secara rutin.

Laporan Kasus 3
Seorang wanita berusia 30 tahun dilaporkan ke departemen oral
medicine dengan keluhan utama nyeri di area gigi belakang kanan bawah yang
dirasakan sejak empat hari terakhir.Pada pemeriksaan ekstra oral ditemukan
warna pucat pada kuku dan konjungtiva palpebra.Fisura juga terlihat menjalar
dari kedua sudut bibir.Pada pemeriksaan intra oral ditemukan warna pucat pada
mukosa labia, mukosa bukal dan palatum lunak.Dorsum lidah memperlihatkan
area depapilasi dengan beberapa fisura yang dalam (Gambar 4).Diagnosis
sementara yang diberikan untuk pasien ini adalah anemia defisiensi besi.

34
Pemeriksaan hematologi menunjukkan kadar hemoglobin sebesar 6,2 gm% dan
eritrosit yang hipokromik mikrositer. Suplemen zat besi diberikan selama dua
bulan. Follow-up dilakukan setelah 1 bulan, hasilnya adalah terjadi kenaikan
kadar hemoglobin menjadi 7,8 gm% dengan adanya repapilasi sepenuhnya
pada lidah (Gambar 5).

DISKUSI
Penyakit pada lidah bisa saja merupakan tanda dari dari kondisi
sistemik tubuh yang berubah, atau, bisa juga merupakan bentuk awal dari
patologi lokal yang seringnya bersifat parah.Kekurangan zat besi adalah salah
satu gangguan yang paling umum terjadi pada manusia, dan anemia defisiensi
besi terus menjadi masalah kesehatan utama pada masyarakat di seluruh
dunia.Penyakit ini terutama umum di kalangan wanita usia subur yang
diakibatkan karena kehamilan dan kehilangan darah saat haid. Faktor
predisposisi dari glositis atrofi utamanya dibagi menjadi faktor lokal dan faktor
sistemik.

Gambar 3.4. Kasus 1: Depapilasi Area Dorsum Lidah, Gambar 2-Kasus 2-


Depapilasi Pada Dorsum Lidah, Gambar 3-Kasus 2- Papilasi Lengkap setelah
Terapi, Gambar 4-Kasus 3- Depapilasi Fissure, Gambar 5-Kasus 3- Papilasi
Lengkap pada Dorsum Lidah

Etiologi lokal meliputi trauma pada mukosa mulut akibat penggunaan


tembakau yang berlebihan, lidah geografis, glositis romboidal media,
kandidiasis atrofi kronis, lidah berfisur, lichen planus erosiva, dan lain-lain.

35
Etiologi sistemik meliputi defisiensi vitamin B12 atau defisiensi besi atau
defisiensi folat yang kemudian menyebabkan anemia, obat-obatan seperti
inhibitor ACE, inhibitor protease, antibiotik, aspirin, obat imunosupresif,
inhaler kortikosteroid, kondisi pasca menopause pada wanita, diabetes,
penyakit iritasi usus, gangguan lambung yang menyebabkan
hiperasiditas/keasaman lambung yang tinggi, hipotiroidisme, hilangnya papila
akibat epidermolisis bulosa, diskeratosis kongenita, kandidosis endokrin,
sindrom hyalinosis cutis et mucosae, mukositis yang diinduksi oleh radiasi, dan
lain-lain.
Dokter gigi dapat menyingkirkan berbagai penyakit sistemik yang
berhubungan dengan glositis atrofi dengan cara melihat tanda dan gejala klinis
klasik dan kemudian merujuk pasien yang bersangkutan untuk penatalaksanaan
lanjut.Pada kasus yang dilaporkan dalam tulisan ini, glositis atrofi adalah
manifestasi klinis utama yang membantu mengarahkan kami kepada anemia
defisiensi besi dan diagnosis ini didukung oleh hasil hemogram dan apusan
darah tepi.Konfirmasi diagnosis dari anemia defisiensi besi dilakukan dengan
melihat estimasi penurunan serum besi dan kadar feritin, serta peningkatan
kadar TIBC dan kadar transferrin. Namun, untuk kasus 2 dan kasus 3 tes
konfirmasi tidak dilakukan karena alasan ekonomi.

Kesimpulan
Kesimpulannya, dokter gigi memiliki peran penting dalam mendiagnosis
anemia defisiensi besi yang bersifat asimtomatik, yaitu dengan cara
mengidentifikasi tanda dan gejala yang muncul pada mulut seperti mukosa
mulut yang pucat dan glositis atrofi, kemudian mengkonfirmasinya dengan
melakukan pemeriksaan hematologi.

36
3.3 Laporan Kasus Ketiga : Oral and Dental Manifestastions of Diamond-
Blackfan Anemia
(Feyza Otan Ozden, Kaan Gunduz, Bora Ozden, K.Devrim Isci, Tunc
Fisgin)

ABSTRAK

Berlian-Blackfan Anemia (DBA) adalah aplasia sel darah merah ditandai


dengan kelainan fisik. Insiden penyakit ini dilaporkan 5-7 (5-7) kasus per juta
kelahiran di Eropa dan 4-5 per juta kelahiran hidup di Inggris dan Belanda
dengan rasio jenis kelamin yang sama. Ini pertama kali diakui pada tahun
1938 tapi patofisiologi pasti penyakit ini belum dapat dijelaskan.kelainan ini
sangat terkenal, namun, kondisi gigi dan mulut rinci terkait dengan penyakit
belum dijelaskan sebelumnya. Kami di sini disajikan dua kasus DBA
bersama-sama dengan temuan gigi dan mulut. Studi kami adalah yang
pertama melaporkan status gingiva pasien dengan penyelidikan lengkap
kelainan ortodontik atau gigi di pasien semacam ini

PENDAHULUAN

Berlian-Blackfan Anemia (DBA) adalah kronis, murni aplasia eritrosit


ditandai dengan kelainan bawaan. Insiden penyakit ini dilaporkan menjadi 5-
7 kasus per juta kelahiran di Eropa dan 4-5 per juta kelahiran hidup di Inggris
dan Netherlands dengan rasio jenis kelamin yang sama. Ini pertama kali
diakui pada tahun 1938 tapi patofisiologi yang tepat untuk penyakit ini belum
dijelaskan.

Meskipun sebagian besar kasus sporadis, dominasi autosomal dan pola


inhereted resesif juga dilaporkan pada 10% sampai 20% dari mutasi
heterozigot pasien. dari geneencoding S19 protein ribosom pada kromosom
19q13.2 terdeteksi pada 25% pasien. Gejala klinis utama adalah anemia. Hal
ini sering hadir pada saat lahir, dan dalam hal apapun muncul pada tahun
pertama kehidupan di lebih dari 90% pasien. Fitur hematologi lainnya dari
DBA adalah normocellular marrow dengan defisiensi spesifik sel darah

37
merah, anemia makrositik normokromik, reticulocytopenia, jumlah leukosit
normal atau sedikit menurun, dan jumlah trombosit normal atau menurun.

Celah pada bibir dan langit-langit telah dilaporkan pada 3-10% dari
kasus DBA . celah orofacial yang terlihat di DBA berhubungan dengan
mutasi non-RPS 19 . Hal ini masih belum diketahui apakah ada korelasi
antara langit-langit dengan fenotip microtia dan sumbing dan genotipe DBA
tertentu. Sering dilaporkan pasien memiliki ciri sangat pirang, rambut hampir
putih, suara kurang jelas, jarak antara kedua mata lebar, bibir atas yang tebal,
mata berbentuk almond, kepala kecil, dan dagu yang runcing.

DBA dikaitkan dengan tingginya insiden keganasan. Sebagian besar


keganasan dilaporkan adalah leukemia myeloid akut (AML). Beberapa
kombinasi terapi yang digunakan untuk anak-anak dengan DBA. pendekatan
terapi meliputi transfusi darah, kortikosteroid, terapi kelasi besi, terapi
interleukin, dan transplantasi sumsum tulang. Lebih dari 50% dari pasien
yang responsif terhadap steroid. transfusi sel darah merah kronis dalam
kombinasi dengan terapi besi kelat atau sumsum tulang transplantasi alogenik
(BMT) dari dan HLA saudara identik adalah satu-satunya pilihan pengobatan
untuk pasien yang tahan steroid. Tindak lanjut jangka panjang diperlukan
selama mengikuti perjalanan penyakit.

Kurangnya informasi dalam literatur tentang manifestasi klinis gigi dan


mulut yang berhubungan dengan DBA. Manajemen dan temuan unik gigi
dari pasien berusia 15 tahun dengan anemia hipoplastik kongenital
digambarkan pada tahun 1984. Kami menyajikan laporan rinci dari
penampilan periodontal gigi, dan ortodontik dari dua anak dengan DBAcjuga
hadir dalam dua keponakan dari pasien kami.

KASUS 1

Seorang gadis Kaukasia berusia 13 tahun dirujuk ke Fakultas Kedokteran Gigi


Ondokuz Mayis University untuk profilaksis gigi pra operasi sebelum
transplantasi sumsum tulang dan untuk mencegah peradangan sekunder pasca
operasi. Dia adalah anak pertama dari orangtua yang bukan kerabat. Saudara

38
lainnya dari keluarga ini sehat. Kelainan prenatal pada jantung dan masalah
makan karena terdapat celah pada palatum, yang sudah dilakukan pembedahan
perbaikan ketika dia berusia satu tahun dan diulang satu tahun kemudian.
Keluarga melaporkan bahwa sumbing langit-langit itu juga ada pada kedua
keponakannya

Dia punya sifat fisik karakteristik DBA. Pada pemeriksaan fisik, kami
mencatat perawakan nya pendek dan beberapa kelainan skeletal: jempol
hipoplasia dengan penyimpangan medial (Gambar 1), tenar bilateral dan atrofi
hipotenar, lengan pendek, dan hemangioma di pipi kiri sekitar 1x1 cm dengan
diameter (Gambar 2).
Pada penerimaan, konsentrasi hemoglobin nya 9,5 g / dl; mean corpuscular
volume adalah 86 fL; dan platelet dan jumlah sel darah putih normal. Dia
menggunakan sistemik prednisolon 1 mg / kg setiap hari dan diberikan eritrosit
transfusi suspensi bulanan.
Bekas luka dari langit-langit dan maloklusi dari seluruh mulut yang
diamati selama pemeriksaan intraoral rinci. Dia memiliki rahang sempit dan
melingkar pada lintas-gigitan pada lengkung rahang atas (Gambar 3 dan 4).
Dilakukan pemeriksaan panoramic, postero-anterior, dan radiografi sefalometrik
lateral yang dengan radiografi intraoral rinci (Gambar 5). Radiografi
mengungkapkan karies dentin yang mendalam pada molar pertama mandibular
kiri dan molar pertama maxillary kiri serta gigi molar ketiga yang impaksi.
Rahang kanan atas premolar kedua, premolar pertama kiri, mandibula kiri
premolar kedua, dan gigi molar pertama kanan yang hilang. kondisi gigi nya juga
dirangkum dalam Tabel 1. Kesehatan periodontal diketahui melalui indeks plak
gingiva dan kedalaman saku periodontal. WHO periodontal probe (Leibinger,
Jerman) digunakan untuk menilai peradangan (skor gingiva; skala: 0 = tidak ada
untuk 3 = parah) dan akumulasi plak gigi (dental skor plak; skala: 0 = tidak ada
untuk 3 = berlimpah). Sarana dari 4 skor gingiva dan plak gigi daerah dihitung
untuk setiap gigi, dan gingiva dan plak gigi indeks pada pasien dihitung sebagai
nilai rata-rata dari semua gigi. kedalaman saku, didefinisikan sebagai jarak antara
pangkal saku dan gingiva, diukur sekitar setiap gigi, dan kedalaman rata-rata
dihitung. kantong periodontal merupakan hasil dari destruksi jaringan periodontal,

39
ukuran 2 sampai 3 mm pada individu dengan periodontal yang sehat. Pada pasien
ini, kedalaman poket periodontal yang dalam karena bibir sumbing di situs
anterior rahang atas dicatat. Hasil tes menunjukkan akumulasi plak yang tinggi.
The Ozden, Gunduz, Ozden, ISCI, Fisgin European Journal of Dentistry 346
kondisi periodontal lainnya berada dalam keterbatasan normal (Tabel 2).
Pemeriksaan memperlihatkan adanya maloklusi skeletal Kelas III karena
retardasi pada pertumbuhan rahang atas diikuti oleh pembentukan sumbing.
keterbelakangan ini ditunjukkan oleh sudut sella-nasion anterior nasal spina
(SNA) , yang digunakan untuk menentukan posisi rahang dengan tengkorak.
Dalam hal ini, jumlah penurunan 10 memberi gambaran rahang atas lebih mundur
bila dibandingkan dengan tempurung kepala. Jenis maloklusi skeletal kelas III
disebut micrognathie superior. pengukuran ortodontik ditunjukkan dalam
radiograf cephalometri lateral pada (Gambar 6).
Setelah konsultasi dengan ahli hematologi, profilaksis oral dan
pengobatan fluoride topikal dilakukan. perawatan lebih lanjut yang ditunda
setelah transplantasi sumsum tulang dilakukan.

Gambar 3.5

40
Gambar 3.6

Gambar 3.7

Gambar 3.7

41
KASUS 2

Seorang gadis Kaukasia berusia 3 tahun datang ke Departemen Periodontologi ,


Samsun, Turki, untuk konsultasi mengenai kesehatan umum gigi nya. dan
penyelidikan dari anomali yang mungkin terkait dengan DBA. Dia adalah saudara
kedua dari orang tua bukan saudara. Saudara pertama sehat secara sistematis dan
hematologi.pasien tampak sehat, dan pemeriksaan fisiknya menunjukkan tidak
ada kelainan fisik yang signifikan selain kulit sedikit pucat. Dia menerima dosis
harian deltacortil (0,5 mg / kg / hari) karena anemia

Pemeriksaan intraoral memberikan gambaran penampilan gigi normal ,


jaringan periodontal yang sehat, dan tidak ada karies gigi terdeteksi. Semua gigi
permanen telah erupsi dan ortodontik diatur di tempat yang tepat di kedua rahang
atas dan rahang bawah. Seorang dokter umum mengkonfirmasi bahwa parameter
laboratorium rutin masih dalam batas normal (hemaglobulin 11,7 g / dl).
Pemeriksaan intraoral dan ekstraoral dilakukan secara hati-hati, keluarga juga
diberitahu tentang pentingnya perawatan kebersihan mulut. Instruksi yang
diberikan untuk menyikat gigi yang benar, dan pasien diminta untuk melakukan
pemeriksaan lanjut.

DISKUSI

Anemia hipoplastik kongenital adalah penyakit langka yang ditandai dengan


anemia makrositik, neutropenia atau trombositosis, dan kekurangan erythroblasts
di sumsum tulang.DBA biasanya diketahui pada masa bayi, dan telah terdeteksi
sebelum usia 6 bulan. Faktor yang mendasari yang tepat tidak jelas, dan
kebanyakan anak-anak dengan penyakit ini memiliki kelangsungan hidup jangka
panjang sementara remisi spontan dapat diamati. Freedman menyatakan kelainan
fenotip terdiri dari kategori berikut: a) kraniofasial dysmorphism, termasuk
hypertelorism, mikrosefali, microphtalmos, katarak kongenital atau glaukoma,
strabismus, microretrognathism, dan high-arched palate atau cleft palate; b)
kelainan pertumbuhan prenatal atau postnatal; c) anomali leher; d) malformasi
pada ibu jari seperti jempol bifida, duplikasi, subluksasi, hipoplasia, atau tidak
adanya jempol.

42
Penyakit ini biasanya berhasil diobati dengan terapi kortikosteroid; Namun,
pasien yang mengalami refraktori terhadap kortikosteroid biasanya mengalami
ketergantungan terhadap transfusi. kelainan kraniofasial telah dijelaskan. Gripp et
al melaporkan microtia bilateral,hipoplasia midfasial, bibir sumbing, downslating
pada palpebra fissure, dan mikrognathia pada dua sepupu dengan DBA. Dalam
kasus pertama terlihat, bibir sumbing dilaporkan pada sepupu pasien yang tidak
menderita DBA. Oleh karena itu, malformasi tersebut mungkin bukan merupakan
gejala dari DBA. Dalam kasus kedua, tak satu pun dari anggota keluarga memiliki
malformasi kraniofasial atau riwayat medis konsisten dengan anemia. Dalam
literatur, malformasi kraniofasial, termasuk sumbing, microtia bilateral,
downslating pada palpebra fissure dan mikrognathia, dan temuan hematologi dari
DBA dikaitkan dengan sindrom Treacher-Collins, yang dibahas sebagai sindrom
yang berbeda. Meskipun kedua kondisi memiliki kesamaan, DBA bisa dibedakan
berdasarkan kelainan hematologi, tidak adanya lower lid koloboma , dan tidak
adanya mutasi TCOF1. DBA dapat terjadi tanpa malformasi kraniofasial. Tidak
ada kasus yang diperiksa dari DBA dengan sumbing langit-langit dan malformasi
pendengaran telah dilaporkan pada mutasi dari RPS19 atau TCOF1. mutasi
genetik ini dapat menjelaskan perbedaan wajah pada pasien kami. Tapi itu masih
belum jelas apakah ada hubungan antara microtia dan sumbing langit-langit
fenotipe dan genotipe dari DBA tertentu.
Kurangnya informasi dalam literatur tentang temuan gigi dan mulut yang
berhubungan dengan DBA. Temuan gigi dan mulut dilaporkan memiliki klinis
gingivitis yang parah , beberapa lesi karies, penyembuhan yang lama dari situs
gigi yang diekstraksi, gigi melebihi jumlah normal, impaksi geraham ketiga,
obliterasi pada hampir seluruh ruang koronal pulpa dari gigi yang erupsi.
Hasil pemeriksaan kami untuk pasien pertama menunjukkan akumulasi
plak yang tinggi karena oral hyegene yang kurang dan malformasi berupa
pengerasan dan mencapai ke seluruh mulut pasien. Kondisi periodontal lainnya
berada dalam batas normal. Laporan dalam literatur menggambarkan penemuan
oral dikaitkan dengan DBA belum termasuk rincian mengenai status periodontal
atau gigi yang hilang dan impaksi. Oleh karena itu, penelitian kami adalah yang
pertama untuk melaporkan status gingiva pasien dan investigasi lengkap dari

43
setiap kelainan ortodontik atau gigi. Kondisi ini terlihat hanya pada kasus pertama
kami, dan mungkin untuk menghubungkannya dengan keadaan cleft palate pada
pasien tersebut.

44
3.4 Laporan Kasus Keempat :
Fanconis Anemia in Dentistry: A Case Report and Brief Literature
Review
(Saulo Gabriel Moreira Falci, Patricia Correa-Faria, Juliana Tataounoff,
Cassio Roberto Racha dos Santos, Leandro Silva Marques)

ABSTRAK
Tujuan: Untuk menyajikan analisis kritis dari literatur gigi tentang
manifestasi oral, skeletal dan perkembangan yang terkait dengan anemia
Fanconi (FA) dan untuk menggambarkan kasus klinis.
Deskripsi kasus: Pasien: laki-laki, Kaukasia, 18 tahun. Pada pemeriksaan
fisik, penampilan pasien seperti anak usia 12 tahun. Pemeriksaan klinis
didapatkan lesi karies, gingivitis, crossbite bilateral dan gigitan anterior
terbuka.Beberapa gigi tidak ada dan beberapa gigi primer yang telah ada.
Kesimpulan: tinjauan literatur mengungkapkan pola heterogen untuk
manifestasi oral dari FA, seperti yang diamati dalam kasus yang dijelaskan
dalam laporan ini. manifestasi oral yang paling umum dari penyakit ini adalah
gingivitis, periodontitis, agenesis gigi dan karsinoma sel skuamosa.

PENDAHULUAN

Anemia Fanconi (FA) adalah penyakit autosomal resesif yang jarang


terjadi dengan prevalensi sekitar 1: 350.000 kelahiran dan mempengaruhi laki-
laki dua kali lipat lebih banyak dari perempuan. FA dapat menyebabkan kelainan
darah, seperti kerusakan sumsum tulang yang progresif, fibrosis dari sumsum
tulang, leukopenia dan trombositopenia, serta beberapa kelainan bawaan,
gangguan perkembangan dan kecenderungan meningkat menjadi tumor ganas.
sekitar satu sepertiga dari individu yang terkena menunjukkan tanda-tanda
bawaan dari penyakit; diagnosis dalam kasus tersebut umumnya ditentukan
setelah dekade pertama kehidupan, ketika kelainan menjadi jelas.

Manifestasi oral FA adalah pigmentasi melanin dari mukosa mulut,


hematoma pada bibir atas dan bawah, aphthous ulcer, luka traumatika, cheilitis
angular, lesi herpes simplex, perdarahan gingiva, penyakit periodontal, gigi

45
supernumerary, agenesis gigi, taurodontia, dilacerations akar dan karsinoma sel
skuamosa. Diagnosis FA dalam praktek klinis gigi ini penting karena penyakit ini
dapat membahayakan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem
stomatognatik . Namun, literatur menunjukkan bahwa setiap kasus memiliki
kekhasan sendiri, yang mempersulit untuk mengetahui pola khas dari penyakit ini.

Gambar 3.8

DESKRIPSI KASUS
Pasien adalah laki-laki, Kaukasia, 18 tahun. riwayat medis dan keluarganya
menunjukkan bahwa orang tuanya tidak terkait hubungan darah; anak pertama
mereka didiagnosis dengan anemia Fanconi di usia 7 tahun lalu meninggal pada
usia 11 tahun karena kurangnya donor sumsum tulang yang kompatibel. Pasien
menjalani transplantasi sumsum tulang pada umur 4 tahun ; adiknya tidak terkena
penyakit ini dan merupakan pendonor sumsum tulang. Pasien menjalani
pemeriksaan darah periodik setiap dua bulan, yang dilaporkan berada dalam
kisaran normal.
Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien pendek dan kurus untuk anak
seusianya, dengan cacat bawaan dari lengannya dan pigmentasi kulit. Penampilan
pasien seperti seorang anak usia 12 tahun (Gambar. 1A dan B) Satu-satunya
prosedur gigi yang dilakukan adalah ekstraksi gigi primer dengan anestesi lokal.
Pada pemeriksaan mengungkapkan tidak ada lesi jaringan lunak, tetapi terdapat

46
karies di beberapa gigi, gingivitis, crossbite bilateral dan gigitan anterior terbuka .
Beberapa gigi tidak ada dan banyak gigi primer sudah ada, bersama dengan
anatomi cacat gigi 16 (Gbr. 2A, B dan C). radiografi panoramik (Gambar. 3A)
menunjukkan gigi yang impaksi, mikrodonsia dan agenesis dari beberapa gigi.
Lateral teleradiography (Gambar. 3B) menunjukkan rahang atas gigi insisivus
sentralis kanan mengalami impaksi, dengan kelengkungan akar yang menonjol
dan rotasi berlawanan arah jarum jam dari mahkota, sudut gonial terbuka dan
tidak adanya sisi oklusal. perawatan gigi ditujukan untuk estetika dan kebutuhan
fungsional pasien, yang secara signifikan memberikan kontribusi untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.

Gambar 3.9

Gambar 3.10

TINJAUAN PUSTAKA dan DISKUSI


Sebuah tinjauan literatur dilakukan dengan informasi yang dikumpulkan
dari database Medline (www. Ncbi.nim.nih.gov) antara Januari 1965 dan April
2010, dengan referensi silang menggunakan istilah "anemia dan Fanconi dan
kedokteran gigi". Dua puluh delapan karya ilmiah yang dipilih:

47
20 laporan kasus , lima ditujukan untuk patogenesis dan manifestasi
sistemik dari penyakit dan tiga penelitian khusus terkait dengan manifestasi oral
dari FA. Data dikumpulkan pada ukuran sampel, usia, jenis kelamin, kelompok
etnis, tahun publikasi, manifestasi oral, manifestasi skeletal dan gangguan
perkembangan (Tabel 1). Manifestasi klinis FA utama yang dilaporkan dalam
literatur adalah gingivitis (41,5%), periodontitis (22,3%), gigi rotasi (22,3%) dan
agenesis (20,2%). kelainan ini juga terjadi pada pasien yang dijelaskan dalam
kasus ini, dengan pengecualian periodontitis. Di sisi lain, pasien yang dijelaskan
di sini memiliki kesehatan mulut yang berbahaya, dengan beberapa karies dan
plak gigi, yang bisa menjadi predisposisi periodontitis jika tidak ada intervensi
yang dilakukan.
Kecenderungan tinggi untuk penyakit periodontal dan gingivitis pada pasien
dengan FA mungkin berhubungan dengan seringnya terjadi defisiensi sistem
imun, anemia dan leukopenia pada individu yang terkena. Selain itu, pengobatan
FA dengan agen imunosupresan, seperti kortikosteroid, dapat mengurangi
pertahanan imunologi yang menyebabkan risiko lebih tinggi untuk terjadnya
penyakit periodontal.Jumlah trombosit yang rendah juga dapat dikaitkan dengan
perdarahan gingiva. Namun, pada 33 pasien dengan FA, menurut Arajo et al.
bahwa kebersihan mulut yang kurang merupakan hal utama yang terkait dengan
penyakit periodontal dan radang gusi, dan tidak ada hubungan yang signifikan
dari jumlah trombosit ditemukan pada penyakit periodontal atau gingivitis
Di samping perubahan gigi, FA menyebabkan kelainan bawaan, seperti
jempol bifida, malformasi dari tangan dan lengan, bercak-bercak pada kulit,
gangguan pencernaan dan kelamin. gangguan perkembangan juga dapat terjadi,
seperti mikrosefali dan defisiensi pertumbuhan. Tubuh pendek pada pasien ini
adalah terkait dengan defisiensi hormon pertumbuhan, yang mempengaruhi
sekitar 81% dari individu yang mengalami FA. Koubik et al. menemukan bahwa
usia tulang dan gigi pada pasien dengan FA lebih rendah dari usia kronologis
mereka. Pasien yang dijelaskan dalam laporan kasus ini juga pendek dan memiliki
pigmentasi kulit dan malformasi lengan dan tangan, dengan tulang dan gigi
berusia lebih rendah dari usia kronologis. Literatur hanya menyajikan data
prevalensi gangguan perkembangan gigi dan aspek genetik yang dikaitkan dengan

48
malformasi gigi pada pasien dengan FA, seperti agenesis dan taurodontia, masih
belum jelas. Dalam kasus yang dijelaskan di sini pasien memiliki agenesis,
mikrodonsia, gigi yang impaksi dan rotasi gigi. perubahan gigi-skeletal lainnya
juga hadir, seperti crowding, crossbite bilateral, gigitan terbuka anterior dan sudut
gonial terbuka. Penurunan faktor pertumbuhan mungkin menjelaskan masalah ini.
Pada pasien dengan FA ada risiko tinggi (11,7%) untuk pengembangan karsinoma
sel skuamosa oral. kszoglu dan Yaln menemukan bahwa 14 dari 40 kasus FA
dengan karsinoma sel skuamosa memiliki lesi di lidah. Dalam kasus ini
dilaporkan , tidak ada lesi yang menunjukkan karsinoma sel skuamosa atau lesi
jelas lainnya.
Pasien dengan FA memiliki harapan hidup yang pendek, umumnya tiga
dekade, karena terjadinya masalah kesehatan yang parah, seperti gagal sumsum
tulang , leukemia dan tumor. Transplantasi adalah pengobatan definitif ketika
kegagalan sumsum tulang yang progresif terjadi, tetapi prosedur yang diperlukan,
seperti kemoterapi, penggunaan agen imunosupresan dan radioterapi merupakan
predisposisi untuk pengembangan lebih lanjut dari karsinoma, terutama di daerah
kepala dan leher. Pasien dengan FA membutuhkan tindak lanjut dari tim
interdisipliner, termasuk endocrinologist untuk penilaian dan pengobatan
gangguan perkembangan, ahli hematologi untuk kontrol anemia dan onkolog
untuk diagnosis dan pengobatan tumor. tinjauan kritis pada literatur ini
mengungkapkan pola heterogen mengenai manifestasi oral dari FA, yang
mensyaratkan bahwa dokter gigi memiliki peran penting dan berpartisipasi dalam
tim interdisipliner yang bertanggung jawab untuk diagnosis dan pengobatan dari
individu-individu dengan FA.

49
3.5 Laporan Kasus Kelima : Aplastic Anemia Presenting as Bleeding of
gingiva : Case Report and Dental Considerations
(Arpita Rai, Vanita Vaishali, Venkatesh G. Naikmasur, Ansul Kumar,
Atul Sattur)

Abstract : Artikel ini mendiskripsikan kasus anemia aplastik pada laki-laki


usia 44 tahun dengan gejala klinis berupa perdarahan spontan pada gusi.
Perdarahan pada gusi merupakan keluhan yang paling sering membuat orang
ke klinik gigi. Perdarahan pada gusi akibat dari penyakit sistemik jarang
ditemukan. Pasien dengan dyscrasias blood dapat terlihat pada klinik dokter
gigi dengan keluhan awal perdarahan pada gusi.

Pendahuluan
Anemia aplastik merupakan kelainan hematologi yang serius dan fatal
yang memiliki ciri hipoplastik bone marrow dan pansitopenia perifer. Anemia
aplastik merupakan penyakit langka, tidak menular dan kelainan yang dapat
mengancam nyawa yang disebabkan oleh destruksi pluripotent dari stem cells
pada bone marrow dengan insiden tahunan 2-6/1.000.000. Erythropoetic cell
sepression disarankan untuk penyakit ini. Semua bentuk sel pada kelainan ini
terkena. Berdasarkan dari bentuk sel yang terserang, anemia aplastik
dihubungkan tidak hanya dengan kelemahan tapi juga perdarahan akibat dari
trombocytopenia dan infeksi berulang karena neutropeni. Diagnosis dari
anemia aplastik dikonfirmasi oleh bone marrow yang hiposeluler.
Anemia aplastik diklasifikasikan menjadi acquired atau kongenital. Tipe
yang kongenital merupakan tipe yang langka dan selalu dihubungkan dengan
fanconi anemia dan dyskeratosis kongenital. Lebih dari 50% kasus anemia
aplastik yang acquired penyebabnya tidak diketahui. Pemicu potensial untuk
onset dari anemia aplastik yaitu T-Cell mediated autoimmune dissease,
iatrogenic agents, infeksi virus dan kehamilan. Hal ini didukung oleh insiden
yang sama dari anemia aplastik pada laki-laki dan perempuan.
Kelainan ini sering terjadi di negara-negara Asia daripada United States
maupun Eropa dengan sekitar 6000-7000 diagnosis baru telah dilaporkan.
Kelainan ini dapat muncul pada berbagai umur tapi paling sering terdiagnosa
pada anak umur 2-5 tahun, dewasa muda antara 20-25 tahun dan dewasa umur
55-60 tahun.
Berbagai kelainan dari sel darah merah dan hemostasis memiliki
manifestasi klinis pada rongga mulut dan wajah. Manifestasi kelainan ini
harus dikenali dengan tepat jika pasien harus mendapatkan diagnosis yang
tepat dan pengobatan yang tepat. Perdarahan pada gusi merupakan keluhan
paling sering membawa pasien ke klinik gigi, perdaragan pada gusi akibat dari
penyakit sistemik jarang ditemukan. Pasien dengan dyscriasis blood dapat
terlihat dengan gejala perdarahan pada gusi.

50
Laporan Kasus

Pasien dengan umur 44 tahun dilaporkan ke departemen pengobatan mulut


dan radiologi dengan keluhan gusi berdarah selama 1 bulan. Gusi berdarah
spontan dan berkelanjutan. Perdarahan sering terjadi pagi hari. Perdarahan terlihat
pada semua kuadran dari mulut dan perdarahan dilaporkan keluar dari gusi sekitar
1 gelas perhari. Pasien dilaporkan tidak memiliki riwayat rectal bleeding,
hemoptisis atau hematemesis. Pasien pernah berobat ke dokter 20 hari yang dan
diberikan antibiotik (metronidazole, albendazole), suplement vitamin C dan
multivitamin. Pasien memiliki riwayat penyakit asam lambung sejak 25 tahun
yang lalu. Pasien memiliki riwayat mudah memar dan dilaporkan terdapat
ekimosis dan ptechiae pada lengan, kaki dan betis. Pada pemeriksaan terdapat
extreme pallor pada konjungtiva di palpebra bawah (gambar 1) , bantalan kuku
(Gambar 2) dan telapak tangan. Ekimosis terlihat pada ekstremitas bawah kiri,
lengan kanan dan kedua bokong. Pemeriksaan intraoral ditemukan oral mukosa
yang pucat. Ditemukan juga multiple hematom pada mukosa mulut, satu pada
mukosa bukal kanan (gambar 3) bukal kiri dan 2 pada mukosa bukal kiri dan 2
pada mukosa labial atas (Gambar 4). Hematoma tersebut berwarna merah
kebiruan, kira-kira 2-3 mm dan kasar. Lidah terlihat pucat dan terdapat 3
hematom pada permukaan dorsal lidah (gambar 5). Resesi gingiva general yang
diikuti dengan darah mengalir dari gingiva dimana sering terjadi pada regio
anterior (gambar 5). Terdapat kumpulan darah pada vestibula bawah. Jika
dimanipulasi akan menghasilkan perdarahan gingiva.

Radiograf Panoramik memberikan gambaran alveolar bone lossyang luas.


Hemogram pada pasien didapatkan pansitopenia dan RBC count 1,92 juta /mm3
dan hemoglobin 6.69%, Leukosit total memiliki jumlah 1100 cell/mm3 (P-40%,L
-60%, M-0%,E-0%,B-0%). ESR meningkat menjadi 92 mm dalam 1 jam. Waktu
perdarahan lebih dari 15 menit dan Clotting time menjadi 4.30 menit. Jumlah
platelet berkurang menjadi 19.000 cell/mm3. Smear perifer dilakukan untuk
menunjukkan anisopoikilocytosis menurut hubungannya dengan sel darah putih.
Disini terjadi penurunan jumlah sel darah putih dengan shift to the left.
Pemeriksaan bone marrow aspiration cytologi disarankan pada pasien dengan
bone marrow aplasia (Gambar 8). Edukasi tentang pentingnya oral hyegene perlu
diberikan pada pasien. Pasien juga disarankan menggunakam acid tranexamic
moutwash untuk mengontrol perdarahan spontan pada gingiva.

51
Gambar 3.11

Gambar 3.12

52
Gambar 3.13

Disuksi

Anemia aplastik merupakan kelainan hematologi yang langka dan memiliki


karakteristik sebagai bone marrow hypoplastik dan peripheral pancytopenia.
Pancytopenia didiagnosis ketika 2 dari kriteria terpenuhi : jumlah neutrofil kurang
dari 0,5-109 cells/L, jumlah platelet kurang dari 20x109 cells/L dan retikulosit
kurang dari 1%, ketika jumlah neutrofil kurang dari 0,2 x 109, kelainan ini
termasuk yang berat.

Manifestasi oral yang paling sering pada anemia aplastik dan berhubungan dengan
pansitopenia. Manifestasi ini termasuk petechial hemorrhage, gingival swelling
dan perdarahan spontan, ulcer, pallor dan penyakit periodontal yang berat.
Gingivitis dan periodontitis dilaporkan terjadi 36,36% pada pasien dengan fanconi
anemia yang tidak berhubungan dengan jumlah platelet yang rendah. Tapi lebih
mengarah ke oral hyegene. Periodontitis progressive berulang telah dilaporkan
terjadi dengan neutropenia berkepanjangan dan dapat menyebabkan neutropenia
defect yang berat secara kualitatif maupun kuantitatif, termasuk neutropenia,
agranulocytosis, dan leukosit adhesion deficiency. Sebagai tambahan
tromobocytopenia dapat menginduksi penurunan fungsi clotting sehingga
tindakan operatif harus ditunda sampai pasien diberikan penatalaksanaan dan
dikontrol platelet.

Perdarahan gingiva merupakan kelainan lain yang sering terjadi yang


berhubungan dengan penurunan platelet level. Brennan mendiskripsikan faktor
resiko yang berhubungan dengan manifestasi oral pada anemia aplastik dan
menunjukkan tingkat trombositopenia bukan merupakan indikasi dari tingkat

53
keparahan ptechial hemmoraghe. Lesi ini merupakan hasil dari trombocytopenia
induced clotting disorder yang menyebabkan terjadinya execessive beleeding
setelah trauma minor yang berhubungan dengan fungsi oral normal.

Pada pasien terapi pertama untuk anemia aplastik adalah allogenic stem cell
transplantation dengan waktu survival 5 tahun sebanyak 70-80%. Graft rejection
dan graft-versus host dissease merupakan resiko serius. Terapi suportif dengan
eritrosit dan transfusi platelet. Keuntungan dari transfusi adalah mencegah
perdarahan. Harus juga dipertimbangkan terhadap kemungkinan antibodi HLA
dan hemocrhomatosis.

Agen ini mungkin dapat mengurangi perdarahan, terutama perdarahan mukosa


mulut, pada pasien dengan trombositopenia oleh stabilisasi trombus. Jones et al
telah melaporkan kasus anemia aplastik idiopatik yang diobati dengan kombinasi
modalitas termasuk transfusi trombosit awal, instruksi kebersihan mulut,
profilaksis gigi dan asam aminokaproat sistemik. pasien dengan anemia aplastik
lebih rentan terhadap infeksi; karena itu,
perawatan gigi harus ditunda sampai Jumlah sel darah putih pasien naik ke
tingkat normal. Dokter gigi harus mempertimbangkan resep obat kumur
antibakteri dan antibiotik oral sebelum prosedur gigi. Sejak periodontitis kronis
menjadi fokus infeksi dan dianggap sebagai risiko potensial untuk infeksi sistemik
pada pasien dengan anemia aplastik, maka akan lebih bijaksana untuk mengobati
kondisi ini dengan berkonsultasi dengan seorang hematologis

Gambar 3.14

54
Gambar 3.15

55
3.6 Jurnal Pertama : LEUKIMIA
Oral Signs Of Leukemia And Dental Management Literature Data
(Elitsa G. Deliverska & Assya Krasteva)

ABSTRAK
Tanda dan gejala pada rongga mulut bisa merefleksikan penyakit
sistemik serius yang tidak terdeteksi.Tergantung pada manifestasi oral dari
dokter ggi yang menjadi perhatian dan difokuskan untuk diagnosis yang
spesifik.Pada beberapa kasus seringkali manifestasi pada oral merupakan
permulaan dari suatu penyakit sehingga dokter gigi sebaiknya dapat
mengetahui bila terjadi perubahan pada rongga mulut. Pada rongga mulut
dapat ditemukan tanda lokal yang meliputi pucat pada mukosa dengan
perdarahan pada gingiva yang akan yang akan berkembang menjadi
hiperplasia gingiva yang tidak terasa nyeri, petechiae, perdarahan,dan lesi
ulceratif nekrosis. Tujuan dari laporn kasus ini adalah untuk mengevaluasi
secara rinci komplikasi oral dari permulaaan manifestasi leukimia dengan
kasus dari seorang wanita dengan manifestasi rongga mulut sebagai tanda
awal penyakit ini.

PENDAHULUAN:
Terdapat tiga kelompok keganasan dalam hematologi : lukimia,
lympjoma dan tumor cell plasma. Leukimia adalah kelainan hematologi yang
disebbkan oleh proliferasi sel darah putih ditandai dengan peningkatan sel
darah putih yang imatur atau sel darah putih yang abnormal di
sirkulasi.Leukimia muncul dari stem cell hematopoietic dengan karakteristik
kelainan diferensiasi dan proliferasi dari sel neoplastic. Leukimia merupakan
hasil dari proliferasi klon abnormal sel hematopoietic dengan kerusakan
differensiasi, regulasi, dan kematian sel yang terprogram (apoptosis). Sel
leukemic akan bermultiplikasi menyebabkan kegagalan sumsum tulang
belakang untuk mengatur sistem hematopoietic norml, sehingga akan
menekan jumlah sel darah (cytopenia), dan berakibat akanlebih mudah terjadi
infeksi, perdarahan, ataupun keduanya. Penyebab leukimia tidak

56
diketahui.Risiko terkena penyakit ini meningkat dan sering berhubungan
dengan paparan radiasi dalam dosis yang tinggi, selain itu bahan kimia seperti
benzena dan infeksi virus
(e.g.,Epstein-Barr virus, human lymphotropic virus), dan orang dengan
kebiasaan merokok dapat menjadi penyebab. Leukimia diklasifikasikan
berdasarkan klinis (acute maupun chronic) dan hematopoietic primer yang
terkena (myeloid or lymphoid). Terdapat empat kategori diagnosis untuk
leukimia yaitu:
1. acute myelogenous leukemia (AML),
2. acute lymphocytic leukemia (ALL),
3. chronic myelogenous leukemia (CML) dan
4. chronic lymphocytic leukemia (CLL).

Gejala Klinis
Leukemia kronis, dengan sedikit kegagalan sumsum tulang belakang
yang jelas, biasanya sudah berlangsung beberapa.Gejalanya berupaflu dengan
nyeri pada tulang, nyeri sendi ataupun keduanya akibat perluasan keganasan
sumsum tulang belakang.
Gejala Acute myelogeous leukemia meliputi demam, lemas, pucat,
perdarahan mukosa, Dan infeksi lokal; manifestasi klinis acute lymphocytic
leukemia sama dengan acute myelogeous leukemia, namun memiliki insiden
yang lebih tinggi pada penyakit sistem saraf sentral.

Temuan pada Pemeriksaan Laboratorium


Pada pasien dengan leukimia terjadi pertumbuhan berlebihan dari sel
hematopoietic pada sumsum tulang belakang ditandai dengan penurunan
jumlah sel darah pada sirkulasi. Pasien menunjukkan gejala yang
berhubungan dengan anemia, neutropenia, dan trombositopenia.Jumlah
granulosit perifer yang mngalami peningkatan menunjukkan leukimia kronis,
tetapi dapat meningkat (bentuk blast), menurun, ataupun normal pada
leukimia akut.acute leukemia.Diagnosis leukimia didaptdari identifikasi
hematopoietic abnormal pada pemeriksaan darah tepi maupun sumsum tulang

57
belakang.Pemeriksaan lebih lanjut bisa dengan cytochemical staining
(myeloperoxidase, Sudan black B), immunophenotyping (cell surface
markers, cytoplasmic immunoglobulin, terminal deoxynucleotide
transferasedetection), dan abnormalitas analisis cytogenik kromosom.

Manifestasi pada Rongga Mulut Pasien dengan Leukimia


65% pasien dengan leukimia menunjukkan tanda pada rongga mulut
berupa perdarahan gingiva, petechiae, dqn ecchymosis akibat
trombocytopenia yang terjadi.Ekimosis termasuk diagnosis banding
Ecchymosis untuk kelainan perdarahan atau diatesis hemoragik.Pasien yang
mengkonsumsi obat antikoagulan juga bisa menunjukkan ekimosis terutama
pada mkosa bukal dan lidah.Selainitu bisa juga terjadi ekimosis trauma ketika
mengunyah.Ekimosis mukosa oral bisa ditemukan pada pasien dengan sirosis
hati dan penyakit ginjal stadium akhir yang masih dalam pengobatan cuci
darah.
- Enlargement Gingiva
Pembesaran atau pertumbuhan yang berlebih gingiva biasanya
disebabkan kaena inflamasi lokal seperti higiene oral yang buruk,
makanan yang tersangkut, atau orang yang bernafas lewat mulut.Kondisi
sistemik seperti perubahan hormonal, terapi obat, maupun infiltrasi tumor
dapat juga mengakibatkan pembesaran gingiva bertambah parah.
Hiperplasi gingiva dapat ditemukan pada penyakit in von
Recklinghausens neurofibromatosis (neurofibromatosis 1), Wegeners
granulomatosis, sarcoidosis, Crohns disease, primary amyloidosis,
sarcoma Kaposis, acromegaly, lymphoma and pasien dengan leukimia.
Hiperplasi gingiva sekunder menginfiltrasi jaringan gingiva bersama sel
leukimia dijelaskan pada beberapa literatur.Hal ini ditandai dengan
pembesaran interdental papila pada tepi dan perlekatan dari gingiva. Pada
kondisi ini bentuk yang terlihat adalah mahkota gigi akan tertutup.
Gingiva tampak membengkak, tidak tambak bentuk stippling dan
warnanya menjadi merah pucat sampai keunguan.infiltrasi gingiva oleh
sel leukimia akan mempermudah terjadinya perdarahan pada pasien

58
leukimia. Hiperplasi gingiva lebih sering terjadi pada leukimia akut
sampai kronis menetap; perkembangan gingiva tidak dapat diprediksi
pada masing-masing individu pasien. Umumnya, hiperplasi gingiva akan
sembuh seluruhnya maupun sebagian dengan kemoterapi leukimia yang
efektif.
- Ulcerasi Gingiva dan Infeksi Mulut
Tanda dan gejala mulut pada leukimia dapat terdiri dari kepucatan
mukosaoral dan ulkus pada mukosa.Infeksi pada mulut sering atipikal,
sebgai contoh abses gigi yang tampak sebagai jaringan lunak nekrosis
tanpa pembengkakan dan menimbulkan HSV, menunjukkan lesi yang
meluas pada mukosa keratin dan nonkeratin serta kolonisasi oral oleh
Candida albicans.

TUJUAN :
Tujuan dari artikel ini untuk mengevaluasi komplikasi pada mulut secara rinci
pada pasien dengan leukimia.Sebuah kasus seorang perempuan 54 tahun
mengalami manifestasi oral sebagai tanda awal dari pemyakit.Dihubungkan
dengan penatalaksanaannya.

LAPORAN KASUS:
Seorang wanita 54 tahun datang Fakultas Kedokteran Gigi, Departmen Bedah
Mulut dan Maxillofacial, dengan keluhan hiperplasi gingiva yang parah yang
berkembang cepat berlangsung selama 4 minggu. Pemeriksaan extra oral
menunjukkan pembengkakan, kelenjar getah bening pada leher
teraba.Pemeriksaan gigi menunjukkan seluruh gingiva hiperplasi di maksila
dan mandibula tanpa disertai perdarahan.Hiperplasi gingiva juga melibatkan
daerah bukal, lingual, dan palatal.

59
Gambar 3.16 : Tampilan Intra Oral Pasien

Dari anamnesis pasien menunjukkan gejala seperti lemas, mual, muntah,


tidak nafsu makan, dan penurunan berat badan dalam satu bulan.Pemeriksaan
darah lengkap dan hpusan darah tepi dilakukan pada pasien. Dari
pemeriksaan darah lengkap menunjukan hematokrit dan hemoglobin yang
rendah (anemia); dan jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia),
tingkat sel darah putih 99,210/9/ l dan jumlah neutrofil menurun
(neutropenia). Hasil ini mengkonfirmasi diagnosis leukimia akut dan pasien
dirujuk ke bagian onkologi rumah sakit untuk dilakukan biopsi sumsum
tulang belakang dan pengobatan.

DISKUSI:
Manifestasi oral leukimia tergantung keadaan umum
pasien.Manifestasi oral pada leukimia akut meliputi pembengkakan gingiva,
ulkus mulut, perdarahan spontan, mukosa yang pucat, infeksi herpetic, dan
candicosis. Limfadenopati cervical disebabkan oleh infiltrasi sel leukimic
pada kelenjar limfe regional dan hiperplasi limfatik pada cincin Waldeyers
ring. Pembesaran tonsil dan faringitis biasanya dikeluhkan pada awalnya.
Tanda orofasial lain yang jarang dari leukimia adalah kepucatan, pembesaran
parotisdaan pigmentasi pada palatal. Pada radiografi infiltrasi leukimic dapat
mengakibatkan destruksi radiolusen akibat hilangnya lamina dura dan erosi
tulang crestal alveolar. Selanjutnya manifestasi leukimia akan tergantikan
karena efek yang ditimbulkan dari kemoterapi dan radiasi karena agen toksik

60
dengan cepat mengenai sel kanker dan sel yang sel normal juga. Komplikasi
dari kemoterapi dan iradiasi meliputi mucositis, perdarahan, xerostomia,
inflamasi periodontal, infeksi herpes simpleks virus berulang dan infeksi
jamur dan bakteri.Sehingga diperlukan monitoring komplikasi passien dengan
leukimia.

Manajemen Dental pada Pasien dengan Keganasan Hematologi


Tabel Pengobatan Dental Pasien dengan Keganasan Hematologi

Yang Diutamakan pada Perawatan Gigi Selama Perawatan Gigi

1. Pengobatan dental sebaiknya dilakukan setelah 1. Kecenderungan perdarahan


berkonsultasi dengan spesialis 2. Peningkatan risiko infeksi
2. Sangat penting untuk menganamnesis dengan 3. Risiko perkembangan
rinci riwayat pasien disertai evaluasi dental dan osteonecrosis pada rahang
dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi 4. Anemia
3. Perawatan Gigi sebaiknya diberikan sebelum 5. Terapi kortikosteroid
memulai kemoterapi/iradiasi 6. Keganasan sekunder
4. Pasien dengan remisi jangka panjang dapat 7. Pertimbangan spesifik
diberikan Perawatan Gigi, namun pada pasien
dengan penyakit yang berlanjut atau prognosis
yang buruk hanya bisa menerima perawatan
paliatif dan pengobatan lain jika dalam keadaan
yang mendesak

Setelah diagnosis dibuat, konsultasikan pasien pada onkologis sebelum


dilakukan perawatan gigi. Permasalahan utama perawatan gigi pada pasien
dengan keganasan hematologi dari sel darah putih adalah :
Kecenderungan perdarahan
Peningkatan risiko infeksi-infeksi odontogen dan oportunistik
Risiko perkembangan osteonecrosis pada rahang
Anemia
Terapi kortikosteroid dapat menimbulkan insufisiensi adrenal sekunder

61
Keganasan sekunder
Pertimbangan spesifik
- Pasien dengan disfungsi ginjal dapatdiberikan dosis yang dimodifikasi selama
pengobatan
- Pasien dengan multiple myeloma, penting untuk mengevaluasi tampilan
massa jaringan keras dan lunak yang terindikasi deposisi sel plasma dengan
atau tanpa light chain berhubungan dengan amyloid, dan biopsi dapat
dilakukan jika diperlukan. Pasien dengan multiple myeloma dan nyeri tulang
yang signifikan, khususnya pada punggung memerlukan reposisi dan waktu
untuk beristirahat dan penundaan untuk perawatan ortodonti. Dan perawatan
ortodonti dapat dilanjutkan apabila pasien selesai menerima terapi
imunosupresan.

KESIMPULAN:
Profesional dalam bidang kesehatan mulut harus menyadari pentingnya
untuk mengenali penyakit sistemik yang bermanifestasi pada rongga mulut.
Dokter gigi, dan terutama periodontist dan Patologist rongga mulut,
memainkan peranan penting dalam diagnosis dini
leukemia dengan mengetahui gejala penyakit, perubahan pada rongga mulut
dan tes laboratorium awal. Dan bila penyakit tersebut dapat teridentiifikasi
diperlukan pemeriksaan tambahan untuk melengkapi pemeriksaan dan pasien
dapat dirujuk ke spesialis yang lebih berkompeten.

62
3.7 Jurnal Kedua : THALASSEMIA
Dental Considerations In Thalassemic Patients
(Dr Sakshi Madhok, Dr Saksham Madhok)

ABSTRAK:
Thalassemia merupakan salah satu hemoglobinopathies yang
membingungkan.Thalasemia adalah salah satu jenis anemia mikrositik kronis
yang diturukan mengakibatkan kecacatan pada sintesis hemoglobin dan
inefektivitas eritropoesis.Hal ini bisa menjadi masalah bila dihubungkan
dengan perawatan gigi.Profesional kedokteran gigi sebaiknya lebih
mewaspadai penyakit ini baik terutama dalam perawatan gigi.Tingkat
keparahan thalasemia bervariasi mulai dari ketergantungan terhadap tranfusi
darah yang minimal.Selama dua puluh tahun terakhir, manajemen untuk
thalassemia mayor telah meningkat ke titik di mana kita memprediksi harapan
hidup pasien hampir normal, sehingga pemberian perawatan gigi paliatif harus
dipertimbangkan. Pada artikel orofasial ini akan didiskusikan manifestasi
talasemia dari klinis pada rongga mulut maupun radiografinya. Variasi
kelainan anemia padzpasien, penyerapan zat besi yang berlebihan serta ada nya
massa hiperplasi eritroid mengakibatkan komplikasi ketika melakukan
perawatan gigi rutin pada pasien dengan thalasemia.

PENDAHULUAN
Thalassemia dijelaskan pada tahun 1927 oleh Cooley et al., Adalah jenis
anemia berat terkait dengan splenomegali dan kelainan
tulang..Homozygousbeta thalassemia, juga dikenal sebagai anemia Cooley atau
anemia Mediterania terutama terlihat pada populasi Mediterania.Diperkirakan
15 juta orang menderita gangguan thalassemic. Di India hampir 12.000 bayi
lahir setiap tahun dengan hemoglobinopati a. Rata-tara satu dari setiap 25
Indianis pembawa thalassemia.Kurangnya kemudahan dalam tes diagnostik,
dan kesamaannya dengan anemia kekurangan zat besi anemiamembuat
thalassemia menjadi salah satu hemoglobinopati yang paling membingungkan.
Baik talasemia maupun anemia defisiensi besi sama-sama ditandai dengan

63
anemia hipokromik, pengobatan anemia defisiensi besi adalah dengan
pemberian suplemen besi, namun suplemen besi tidak dapat memperbaiki
anemia karena thalassemia.
Thalassemia dapat diklasifikasikan menurut rantai yang terlibat yaitu beta
thalassemia yakni kekurangan dari beta globin, sedangkan pada alpha
thalassemia ada sintesis kekurangan alpha globin.Berkurangnya sintesis salah
satu dari dua polipeptida globin menyebabkan kekurangan hemoglobin,
sehingga sel darah merah pada hapusan darah tepi memilikigambaran
hipokrom dan mikrositik.
Thalassemia trait, juga dikenal sebagai talasemia minor, ditemukan dalam
individu heterozigot gangguan alpha dan produksi rantai beta.Thalasssemia
jarang memiliki tanda-tanda klinis, dan splenomegali juga jarang ditemukan.
Pada thalassemia beta, kurangnya produksi normal rantai beta
menyebabkan relatif rantai alpha, yang terakhir tidak larut dan cenderung
mengendap, membentuk inklusi intraseluler yang merusak struktur eritrosit dan
menyebabkan kerusakan dini dalam sumsum tulang dan limpa.
Thalassemia mayor Beta, atau yang sebelumnya disebut anemia Cooley,
terjadi ketika kedua gen yang diperlukan untuk beta globin dipengaruhi
produksinya oleh thalasemia. Hb Beta diproduksi pada usia enam bulan bila
hemoglobin dewasa telah menggantikan hemoglobin janin. anemia perifer,
ketika terjadi penyakit ini, akan terkirim sinyal ke sumsum tulang untuk
meningkatkan produksi eritrosit, namun produksi eritrosit yang abnormal. Pada
pasien yang tidak diobati, kematian biasanya terjadi pada akhir dekade kedua
kehidupan dari anemia dan gagal jantung kongestif.Sehingga pasien
membutuhkan transfusi rutin untuk bertahan hidup (setiap dua sampai empat
minggu).
Thalassemia intermedia adalah bentuk lain dari keparahan thalassemia
beta. Pasien-pasien ini perlu transfusi darah tetapi tidak teratur. Prognosis
kasus tersebut lebih baik dibandingkan pada pasien dengan thalassemia
Diagnostic untuk sindrom versesthe intermedia sebagian besar didasarkan pada
tingkat hemoglobin tanpa transfuse.

64
Alpha-thalassemimerupakan hasil dari hilangnya salah satu dari empat gen
yang diperlukan untuk membuat rantai alpha globin. Anemia hemolitik dan
eritropoiesis yang tidak efektif cenderung tidak parah dibandingkan dengan
beta.

II. Diagnosis Of Thalassemia


Diagnosis thalassemia melibatkan tiga tingkat pendekatan:
1. tes hematologi lengkap memberikan gambaran umum tentang sel dalam
aliran darah. Jika corpuscular Volume dancorpuscular Haemoglobin
rendah dan defisiensi besi dapat dikesampingkan, dan talasemia harus
dipertimbangkan. Dalam sel darah merah thalassemia dapat menunjukkan
anisocytosis, poikilocytosis, dan memiliki distribusi hemoglobin
(memproduksi sel target yang tidak rata
2. Tes orhaemoglobinopathy. Tes ini mengukur jenis dan jumlah relatif
hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah. Tes ini dilakukan untuk
hemoglobinopati yang dicurigai berdasarkan hitung darah adanya riwayat
keluarga. HbA (22) adalah tipe normal dari Hb ditemukan pada orang
dewasa. Hb A2 (22) adalah parameter kunci yang mengindikasikan
keberadaan beta thalassemia. Hb F (22) juga digunakan untuk deteksi
thalassemia beta.Hb H inklusi (4 tetramer) adalah tes definitive untuk
mengkonfirmasi thalassemia alpha pada orang dewasa.
3. Analisis-ini mutasi DNA
tes ini digunakan untuk menyelidiki delesi dan mutasi pada gen yang
memproduksi alpha dan beta globin. .

Gambar 3.17 : Maloklusi pada Pasien Dengan Thalassemia

65
III. Manifestations Orofacial
Manifestasi orofasial yang paling sering adalah kompensasi dari hiperplasi
sumsum tulang belakang. Pasien dengan Thalassemia major akan
berkembang maloklusi skeletal kelas II yakni pertumbuhan berlebih yang
berakibat protrusi pada maksila dan atrofi mandibula. Fusi awal sutura
oksipital yang bersamaan dengan hiperplasia meduler dari struktur
maksilofasial anterior, menyebabkan tonjolan pada tulang rahang atas.
Maloklusi yang terjadi meliputi : protrusi maxilla, peningkatan overjet dan
anterior open bite, malarprominence, saddle nose dan frontal bossing yang
akanmemberikangambaran chip-munk facies atau rodent facies. Mandibula
ini umumnya kurang menonjol dibandingkan rahang karena mandibular
lapisan korteks padat dan tidak bisa ekspansi. Pertumbuhan yang berlebihn
dari sumsum tulang frontal, temporal dan wajah secara konsisten
menghambat pneumatisasi sinus paranasal.
Tampilan mulut berbentuk runcing dan pendek, taurodontism, beberapa
diastemas, splayed incisors,attenuated laminadura, hilangnya kanal alveolar
inferior, dan korteks mandibula yang tipis.
Indeks karies tinggi di thalassemics tidak hanya karena kebersihan tetapi
juga karena konsentrasi air liur median dari fosfor dan Ig A secara signifikan
lebih rendah pada pasien dengan thalassemia. Mukosa yang pucat dan glositis
atrofik adalah temuan yang pasti dijumpai terutama ketika hemoglobin turun
di bawah 8mg / dl. Terjadi gingivitis yang parah jika pasien mengalami
splenektomi. Penumpukan zat besi dapat menyebabkan peradangan dari
kelenjar saliva yang menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Warna gingiva
terkadang cenderung gelap karena kadar feritin yang tinggi dalam darah.
Macroglossia juga dapat timbul karena rongga mulut besar.Jika transfusi
darah telah dilakukan sejak lahir, lebih dari 50% pasien manifestasi pada
rongga mult bisa tidak muncul dan bila muncul hanya gejala ringan saja.

66
Gambar 3.18 : Gambaran Chipmunk Facies

III. Gambaran Roentgenografi


Hal ini merupakan hasil dari hiperplasia sumsum tulang sebagai respon
anemia kronis. Respon tulang akibat proliferasi sumsum tulang terdiri dari
ekspansi medulla, penipisan korteks tulang dan resorpsi yang menghasilkan
densitas general. Tubercle tulang rahang pada foto panoramic tampak
gambaran radiografi berupa honeycomb appearance. Perubahan pada tulang
kepala yang terdiridari perluasan diploic space dan penggantian denga
jaringan yang lebih tipis. Terkadang trabekula diploic memproduksi
perpendicular sendiri yang akan membentuk pola hair-on-end appearance.
Tulang frontal berubah paling awal dan parah, dimana tulang inferior
biasanya tidak berubah. Hypertrofi sumsum tulang mengakibatkan perforasi
korteksmeluas ke periosteum menghasilkan gambaran rib-within-rib
appearance. Fusi Premature pada daerah pertumbuhan di tulang tubular
ekstremitas yakni pada proximal humerus dan distal femur sering ditemukan
pada anak thalassemia mayor.

IV. Terapi Thalassemia


Standar terapi untuk thalassemia majorbeta adalah tranfusi seumur hidup
yang diberikan setiap 2 sampai 4 minggu. Tranfusi diberikan untuk menjaga
hemoglobin diatas 9-10gm/dl. Oleh karena tidak efektiknya eritropoiesis pada
pasien dengan thalasemia.pasien juga diberikan asupan besi oral .5mg/kg

67
bw/day.Besi relatif sulit untuk diserap, juga tidak mudah diekskresi.selain itu,
pasien dengan transfusi juga mengalami penumpukan besi dalam tubuh.
Kelebihanzat besi dalam tubuh dapat menjadi fatal bila tidak diobati,
sehingga hemosiderosis transfusional mengakibatkan komplikasi pada
jantung, kelenjar endokrin dan hati. Infeksi bakteri terutama Yersinia dan
Klebsiella lebih sering terjadi pada individu yang memiliki kelebihan zat besi
dalam tubuh.jadi perlu di waspadai komplikasi multi organ yang dapat terjadi,
dan kerentanan terhadap adanya infeksi yang dapat muncul pada pasien
thalassemia.
- Penilaian kelebihan zat besi:
Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk menilai zat besi
bebas atau besi yang tidak terikat transferrin di sirkulasi atau bebas dalam
sel dan tidakferitin. Zat Besi dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan
dapat dideteksi dengan tes tertentu.Feritin adalah metalloprotein
ditemukan pada cells.Normal feritin serum yang 12-300ng / ml. Pasien
thalassemic dengan nilai feritin serum yang secara konsisten kurang dari
1000ng / ml memiliki prognosis yang lebih baik.
Labil plasma besi (LPI) adalah penanda yang lebih baik untuk status
besi tubuh dari ferritin. Ketika saturasi transferrinlebih dari 70% -80%
labil plasma muncul. Komponen LPI menunjukkan besi non transferrin
yang aktif. Hal ini akan masuk ke organ pada waktunya dan mengganggu
fungsi organ.
Pada pasien yang ketergantungan terhadap transfusi, besi dalam hati
merupakan beban besi tubuh total, karena menyimpan 70% -80% dari besi.
Pasien dengan tingkat tinggi ofLiver konsentrasi besi (LIC) akan
meningkatkan risiko besi pada jantung dibandingkan dengan pasien
denganLIC yang rendah.Jadi meskipun pasien thalassemia dengan
transfusi darah secara teratur tidak bebas dari masalah. Meningkatnya
simpanan zat besi setiap kali transfusi merupakan ancaman bagi
berfungsinya organ vital pasien.

68
- Kelasi Besi:
pasien yang secara teratur ditransfusi harus diterapi juga dengan terapi
khelasi jangka panjang untuk membantu tubuh mengeluarkan kelebihan
besi.With kombinasi transfusi dan terapi khelasi, harapan hidup bisa
normal. Saat ini ada tiga chelators besi yang tersedia untuk digunakan baik
sebagai monoterapi atau kombinasi.
1. Kelasi Deferoxamine-Besi diperkenalkan sebagai deferoxamine
parentral. Ia mengikat besi dalamratio 1: 1. Diberikan secara infus
subkutan lambat dengan pompa portabel kecil. Dosisnya adalah 20-
60mg / kg bb / infus 5-7 hari seminggu tergantung pada tingkat beban
besi.
2. Deferprone Diperkenalkan pada tahun 1999, diberikan secara oral
deferiprone mengikat zat besi dalam rasio 3: 1. Dosis yang disetujui
adalah 75-99mg / kgbb / 24 jam, biasanya tiap 8 jam. Sangat efektif
dalam menghilangkan zat besi dari jantung.
3. Kelasi Deferasirox diperkenalkan pada tahun 2006 mengikat besi
dalam rasio 2: 1. Karena paruh relatif panjang, dapat diberikan dalam
dosis sekali sehari, berkisar antara 10-40mg / kg bb.
- Splenektomi:
Adanya hipersplenisme diakibatkan kebutuhan akantransfusi darah.
Masalah terburuk ini ditimbulkan oleh akumulasi zat besi. Akan muncul
leukopenia dan thrombocytopenia yang bisa menjadi indikasi untuk
dilakukan keputusan membuang limpa. Namun, splenectomyi akan
meningkatkan risiko sepsis mendadak yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Sehingga pasien tersebut harus menerima profilaksis
terus setiap hari.
- Terapi Alternatif:
Terapi alternatif yang dapat dilakukan untuk penyakit ini
adalah dengan transplantasi sumsum tulang dan stem cell, tetapi memiliki
keterbatasan sendiri seperti HLA histocompatibility. Yang diperlukan saat
ini adalah pencegahan thalassemia denganskrining prenatal.

69
V. Perawatan Gigi bagi Pasien dengan Thalassemia
Ketika pasien dengan thalassemia memerlukan perawatangigi yang perlu
diperhatikan sebelum dilakukan perawatan adalah:
- Tipe dari Thalassemia
- Jumlah hemoglobin pasien
- Jumlah zat besi pada tubuh pasien
- Keterlibatan organ yang terkena yang dikaitkan dengan jumlah zat besi
- Kelasi yang diberikan pada pasien
- Ada tidaknya splenomegali
- Riwayat splenektomi
- Prognosis secara keseluruhan
Rencana perawatan didasarkan pada pasien mengalami thalassemia minor,
mayor atau intermedia. Diagnosis thalassemia intermedia sebaiknya dapat
dibedakan dengan kelainan perdarahan lain oleh karena itu tes Hb diperlukan
sebelum dilakukan tindakan.Pada thalssemia mayor dengan tranfusi serial
diperlukan cadangan trnfusi platelet atau fraksi koagulan. Tapi hal ini tidak
diperlukan pada kasus intermedia. Beberapa prosedur invasif dilakukan setelah
pasien selesai melakukan tranfusi dan sebelumnya telah diberikan profilaksis
antibiotik dan pemeriksaan profil pembekuan darah. Jumlah Hb harus lebih dari
10mg% sebelum semua prosedur klinis.Terapi bedah yang komplek merupakan
kontraindikasi untuk pasien dengan thalassemia mayor jika tranfusi darah dan
terapi kelasi tidak efektif.
Yang paling dikeluhkan dari pasien dengan thalassemia adalah deformitas
orofasial dan maloklusi sehingga seringkali diperlukan tindakan pembedahan
termasuk remodeling dari tonjolan maksila diikuti oleh perawatan orthodonti
untuk menyelaraskan gigi seri. Osteotomy maksilaris untuk reposisi rahang atas
juga dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil estetika. Biasanya maloklusi akan
berkembang mnjadi maloklusi skeletal Kelas II, sehingga dianjurkan perawatan
ortodontik dimulai sedini mungkin.
Kelebihan zat besi dalam tubuh meningkatkan risiko fibrosis, sirosis dan
kanker hati. Tes fungsi hati dan tes koagulasi harus dilakukan sebelum prosedur
gigi dilakukan. Hal ini untuk menyingkirkan setiap kelainan hati dyang mungkin

70
telah disebabkan oleh kelebihan zat besi. faktor-faktor pembekuan berkurang juga
bisa disebabkan oleh kekurangan penyerapan vitamin K intens karena penggunaan
antibiotik berkepanjangan atau akibat hepatitis sebelumnya.obat-obatan
hepatotoksik seperti Tetracycline, metronidazole dan eritromisin estolate harus
dihindari sepenuhnya. Parasetamol merupakan alternatif yang aman untuk
NSAIDS dan aspirin.
Kemungkinan munculnya diabetes akibat hemochromatosis sekunder
memerlukan langkah-langkah pencegahan yang ketat oleh dokter gigi yang
meliputi penilaian kadar gula dan profilaksis antibiotik sebelum melakukan
prosedur gigi. Periodontitis, gingivitis, dll dapat menjadi sangat berbahaya karena
dapat menjadi fokus infeksi.
Dalam hal ini fungsi kekebalan tubuh juga memburuk apabila sudah dilakukan
splenektomi. Seperti disebutkan diatas splenektomi merupakan salah satu
modalitas pengobatan pada pasien thalassemic. Ada atau tidak adanya organ ini
memodifikasi pendekatan dalam rencana perawatan gigi. Dalam konteks ini, tidak
adanya hipersplenisme, tanpa leukopenia dan trombositopenia, memfasilitasi
perawatan gigi. Sebaliknya, adanya hipersplenisme dengan leukopenia dan
trombositopenia membutuhkan penyediaan antibiotik dan platelet konsentrat
sebelum prosedur perawatan gigi.
Pada individu dengan splenectomi dapat terjadi peningkatan trombosit dalam
sirkulasi dan kerentanan terhadap sepsis oleh bakteri dan protozoa meningkat.
Rongga mulut harus dicegah dari sumber penyebaran bakteri, sehingga perlu
sangat hati-hati dalam praktek ortodontik. Peningkatan jumlah trombosit yang
dihasilkan dari splenektomi menyiratkan risiko yang lebih besar dari trombosis,
pemberian obat antiplatelet dalam kasus seperti itu memerlukan monitoring waktu
atau konsultasi perdarahan dengan hematologi. Jika pasien menggunakan penisilin
teratur diperlukan perubahan antibiotik yang direkomendasikan selamaperawatan
gigi, untuk menghindari resistensi bakteri terhadap antibiotik yang mungkin
terjadi.
Kelasi umum digunakan oleh pasien thalassemic. Efek samping dari
deferiprone antara lain hepatitis, agranulocytosis dan neutropenia.Deferasirox
mempengaruhi fungsi ginjal dan juga menyebabkan hepatitis, perdarahan

71
gastrointestinal dan sitopenia. Kemungkinan keterlibatan sistem kekebalan tubuh
sebagai efek samping dari obat ini memberikan satu lagi alasan mengapa
antibiotik wajib diberikan pada pasien thalassemic. Kehati-hatian diperlukan
untuk pemilihan jenis obat dan dosis seperti obat anti-inflammatory dan antibiotik
agar tetap bisa menjaga fungsi hati dan ginjal serta kemungkinan adanya
perdarahan gastrointestinal.
Manajemen gigi dari pasien thalassemic memerlukan perhatian khusus karena
pasien ini dapat menjadi pasien jantung, diabetes, atau pasien dengan fungsi
kekebalan yang buruk. Diperlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan
seorang ahli bedah gigi, hematologi dan ortodontis untuk memberikan perawatan
gigi yang aman untuk pasien dengan Thalassemia.

72
3.8 Jurnal Ketiga : FANCONI ANEMIA
Fanconi Anemia: Main Oral Manifestations
(Anna Clara Duszczak, Cassiano Lima CHAIBEN, Antonio Adilson
Soares de Lima, Cassius Carvalho Torres-Pereira, Maria Angela Naval
Machado)

ABSTRAK
Fanconi Anemia adalah kelainan genetik resesif yang langka, yang
ditandai dengan ketidakstabilan kromosom yang menyebabkan perubahan
bawaan pada individu.anemia aplastik karena kegagalan progresif dari
sumsum tulang, neoplasias ganas seperti leukemia myeloid akut, tumor hati
dan karsinoma sel skuamosa adalah beberapa evolusi kemungkinan dari
Fanconi Anemia. Beberapa penyakit ini berkembang terutama setelah
transplantasi sumsum tulang.Temuan klinis yang dijelaskan dalam literatur
yaitu perubahan periodontal, seperti gingivitis dan periodontitis agresif, ulkus
aphthous berulang dan lesi traumatik.atrofi papiler, macroglossia, pigmentasi
melanin dan karsinoma sel skuamosa adalah manifestasi oral yang paling
umum di lidah. Peningkatan risiko untuk pengembangan neoplasias ganas
pada individu dengan Fanconi Anemia telah dilaporkan, dan kejadian ini
meningkat progresif setelah dilakukan transplantasi sumsum tulang.Pada
pemeriksaan radiografi, anomali gigi seperti kehadiran gigi supernumerary,
agenesis gigi, rotasi gigi dan transposisi gigi yang diamati.aliran saliva dan
beberapa komponen saliva juga diubah. Karena peningkatan kerentanan
terhadap perkembangan kanker pada populasi tertentu, penting bagi dokter
gigi untuk mengetahui manifestasi oral umum dan lesi yang berpotensi
kanker, dalam rangka untuk membuat diagnosis dini pada individu dengan
Fanconi Anemia.

PENDAHULUAN

Fanconi Anemia (FA) adalah kelainan genetik resesif, di mana terdapat


perubahan kongenital yang berhubungan dengan keturunan. Hal itu dijelaskan
untuk pertama kalinya oleh Fanconi pada tahun 1927, dalam sebuah laporan kasus

73
dari tiga bersaudara dengan kondisi anemia progresif, pansitopenia, anomali fisik
dan hiperpigmentasi kulit.

Penyakit ini ditandai dengan gangguan fungsi mekanisme perbaikan DNA,


sehingga tingkat kerusakan spontan meningkat, di antara ketidakstabilan
kromosom spontan, dan hipersensitivitas sel dengan efek kerusakan pada sel
kromosom disebabkan oleh agen clastogenic .Perubahan sistemik dimulai pada
dekade pertama kehidupan, dan termasuk hiperpigmentasi warna kulit (Caf au
lait spot); malformasi jantung; kelainan pada jantung, pencernaan dan ginjal ;
perubahan skeletal (bertubuh rendah, anomali dari ibu jari dan tulang radial,
mikrosefali, dan anomali mandibula); strabism, tuli dan epicanthal fold. Selain itu,
mungkin ada pansitopenia progresif, anemia, trombositopenia, leukopenia,
macrocytosis dan eritropoiesis janin.

Usia rata-rata dapat didiagnosis adalah pada umur 7 tahun, dan harapan hidup
adalah 25 tahun, dan bisa mencapai antara 30-40 tahun. Studi pada frekuensi FA
di dunia adalah langka. Penelitian terbaru telah menunjukkan frekuensi rata-rata 1:
181 individu dengan Fanconi Anemia di Amerika Serikat. Perkiraan tahun 2010
adalah 550-975 individu dengan FA tinggal di Amerika Serikat, dan bahwa 31
anak per tahun dilahirkan dengan Fanconi Anemia. Di Brazil, tidak ada penelitian
yang menunjukkan prevalensi frekuensi Fanconi Anemia

Studi yang paling lazim menunjukkan manifestasi pada individu dengan


Fanconi Anemia sangat penting agar dokter gigi dapat membuat diagnosis dini
dan pengobatan yang benar. Dalam literatur, ada beberapa laporan dari
manifestasi oral pada individu dengan Fanconi Anemia. Itu terkait manifestasi
utama pada individu dengan Fanconi Anemia direpresentasikan sebagai berikut
(Chart1). Dengan maksud untuk memberikan perawatan multidisiplin,
pencegahan perubahan oral dan pengembangan karsinoma sel skuamosa, tujuan
ulasan ini adalah membahas tentang manifestasi oral yang utama dan
keterlibatannya dalam pasien dengan FA.

74
EVOLUSI FANCONI ANEMIA

Evolusi Fanconi Anemia dapat menjadi anemia aplastik oleh kerusakan


progresif sumsum tulang, neoplasia ganas, seperti leukemia akut myeloid (AML),
tumor hati dan karsinoma sel skuamosa (SCC), yang biasanya mempengaruhi
daerah mulut , orofaring dan daerah anogenital.
Tujuan pengobatan Fanconi Anemia adalah untuk meningkatkan
kelangsungan hidup individu, dan membangun kualitas hidup yang lebih baik.
Tujuannya adalah untuk mengontrol perubahan fisik (jempol bifida, tidak adanya
tulang radial, displasia kongenital dari pinggul, scoliosis dan sindaktili),
memperbaiki kondisi hematologi (medullary aplasia) dan memberikan
penatalaksaanaan pada keganasan yang berkembang di populasi ini.
Dalam pengobatan aplasia medula,efek samping yang paling parah pada
keadaan ini dapat dikendalikan dengan cara terapi androgen pengganti (ART),
faktor pertumbuhan sintetis, transplantasi sumsum tulang (BMT) dan terapi gen.
transplantasi sumsum tulang adalah alternatif pengobatan yang baik untuk koreksi
perubahan hematologi di Fanconi Anemia. transplantasi sumsum tulang untuk
menghilangkan risiko kematian awal dari insufisiensi hematopoietik. Di sisi lain,

75
hal itu meningkatkan risiko untuk pengembangan neoplasias, seperti sel-sel induk
yang ditransplantasikan tidak menghilangkan risiko leukemia residual, karena
beberapa sel inang dengan Fanconi Anemia dapat bertahan dan menjaga risiko
transformasi ganas.
Selama BMT, seseorang dengan Fanconi Anemia menjalani terapi dengan
obat imunosupresan dan radiasi tubuh total. Prosedur ini terkait dengan
mielosupresi dan komplikasi yang timbul dari pos-BMT, seperti penyakit graft-
versus-host (GVHD) dan infeksi, faktor-faktor yang signifikan meningkatkan
risiko untuk pengembangan neoplasias, terutama squamosa cell carcinoma di
wilayah kepala dan leher. perubahan sistemik seperti kerentanan tinggi untuk
pengembangan neoplasias terkait dengan perubahan hematologi, endokrin dan
ginjal fungsi akan mencerminkan langsung kondisi mulut pada pasien dengan
AF, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Manifestasi Periodontal
Gingivitis dan periodontitis adalah manifestasi oral yang paling sering pada
individu dengan AF. perdarahan gusi dan hiperemia dapat juga ditemukan pada
pasien dengan AF (Gambar 1). kebersihan mulut yang buruk ditambahkan dengan
kondisi sistemik sehingga terjadi gingivitis dan periodontitis.
Penting untuk diingat bahwa biofilm adalah agen etiologi dari gingivitis dan
perdarahan gingiva adalah salah satu tanda-tanda klinis utama peradangan ini.
Oleh karena itu, trombositopenia bertindak sebagai agen memodifikasi kondisi
sistemik, dan kami menyarankan bahwa ini dapat memperparah perdarahan
gingiva pada pasien. Perubahan hematologi lain yang umum pada individu dengan
FA adalah anemia kronis, yang karakteristik klinis utamanya adalah pucat pada
mukosa dan gingiva.
Di sisi lain, De Araujo et al. menganggap bahwa kondisi hematologi tidak
ikut campur dalam ada atau tidak adanya penyakit periodontal, karena mereka
tidak menemukan hubungan langsung antara jumlah trombosit pada individu
dengan inflamasi gingiva dan kesehatan periodontal pada individu dengan AF.
Namun, penelitian yang sama menunjukkan bahwa 68,75% dari individu dengan
kebersihan mulut yang buruk memberikan gambaran inflamasi pada gingiva.

76
Periodontitis yang agresif banyak ditemukan pada anak-anak, juga
ditemukan pada individu dengan AF. Kehilangan tulang alveolar diakibatkan oleh
oral hyegene yang buruk , terkait juga dengan kekurangan leukosit dan adanya
mikroorganisme. Nowzari et al., melaporkan kehadiran actinomycetemcomitans
Aggregatibacter, penting dalam pembentukan periodontitis agresif dan
sitomegalovirus , berhubungan juga dengan penyakit periodontal yang agresif,
dapat dilihat dengan patogenisitas yang tinggi pada imunosupresi suatu individu.
Selain itu, individu dengan FA yang menerima BMT, terlihat mengalami
penurunan terhadap respon imun, karena penggunaan obat imunosupresan,
meningkatkan kerentanan mereka terhadap infeksi periodontal, terutama
periodontitis agresif. Namun, Yalman et al., Menunjukkan bahwa indeks plak,
indeks gingiva, kedalaman periodontal probing dan perdarahan saat probing
dinilai secara signifikan lebih tinggi pada individu yang tidak menerima BMT.
Menurut penulis, ini disebabkan oleh perhatian yang lebih besar untuk perawatan
gigi pada orang-orang setelah BMT.

Gambar 3.19
Caries

Ada beberapa laporan dalam literatur, tentang prevalensi karies pada


populasi ini. Tekcicek et al. melaporkan prevalensinya adalah 35%. Namun, klinis
mikrobiota dari individu-individu tidak muncul untuk memberikan gambaran
perubahan dibandingkan dengan individu tanpa komplikasi hematologi. Karies

77
dikaitkan dengan akumulasi biofilm dan oral hygiene yang buruk. Konsumsi
sukrosa setiap hari dan terus menerus, kehadiran mikrobiota kariogenik tertentu,
kondisi sosial ekonomi rendah dan mengurangi akses ke perawatan gigi
merupakan faktor yang relevan untuk pengembangan karies yang
merupakansebuah penyakit multifaktorial. Penggunaan fluoride sangat membantu
dalam pengendalian karies gigi.

Anomali gigi

Dalam studi radiografi, anomali gigi beragam telah diamati pada populasi
ini. Berkenaan dengan nomor, agenesis dan gigi supernumerary adalah anomali
yang paling umum. Gigi dengan prevalensi tertinggi agenesis adalah gigi insisivus
sentral atas. Sehubungan dengan posisi, rotasi gigi permanen dan transposisi gigi
adalah anomali yang paling sering dilaporkan. Taring permanen gigi dengan
prevalensi tertinggi mengalami transposisi. Curved, akar meruncing dengan
dilacerations apikal, enamel mutiara, taurodontia, mikrodonsia, dan enamel
hipoplasia adalah perubahan dalam bentuk, dimensi dan struktur gigi yang
dijelaskan pada pasien ini. Perubahan dalam metabolisme kalsium selama
odontogenesis terkait dengan Vitamin D resistant rickets, menjelaskan terjadinya
perubahan gigi pada individu dengan FA, seperti agenesis dan kehadiran gigi
supernumerary. Perubahan lain mungkin dapat ditemukan seperti anomali cranio-
facial seperti microcephaly dan retro / micrognathia. Ketidaksesuaian antara gigi,
kronologis dan usia tulang pada individu dengan FA sangat relevan, sejak usia
gigi dan tulang yang lebih rendah dari usia kronologis. Selain itu, adalah suatu hal
umum untuk pasien ini terlihat bertubuh rendah, kekurangan hormon
pertumbuhan dan hipotiroidisme. Hal ini dapat terjadi karena hypoactivity dari
hipotalamus yang menyebabkan insufisiensi hormon pertumbuhan, resisten
terhadap reaksi dari hormon pertumbuhan dan hipotiroidisme.

Perubahan Sialochemical dan sialometric


Pengurangan aliran saliva (hiposalivasi) merupakan manifestasi klinis
penting pada individu dengan FA. Hal ini terjadi baik pada pasien yang telah
dilakukan BMT, dan pada mereka yang tidak menjalani transplantasi. Namun,

78
tidak ada yang melaporkan sensasi mulut kering (xerostomia) atau tanda klinis
yang jelas. aliran saliva berkurang ini dibenarkan oleh patogenesis dari FA, terkait
dengan perubahan endokrin dan dari sistem saraf pusat dan karena penggunaan
obat, terutama pada obat yang bekerja di pusat.
Perubahan dalam konsentrasi urea dan kalsium dalam air liur juga telah
dilaporkan pada individu dengan FA, sementara amilase dan protein total tidak
menunjukkan adanya perubahan. Perubahan aliran saliva dapat menyebabkan
peningkatan prevalensi karies, dan peningkatan kecenderungan untuk
pengembangan infeksi, namun, ini bukan faktor yang terisolasi. Terlepas dari
individu-individu ini menyajikan aliran saliva dengan tingkat yang rendah, dan
indeks tinggi urea dan kalsium dalam air liur , hal ini dapat mengurangi
jumlahnya bila dibandingkan dengan individu tanpa perubahan sistemik. Ini
terlihat terjadinya disfungsi dalam penyerapan kalsium dan urea oleh tubuh. Hal
ini berlaku untuk kalsium oleh atresia saluran cerna, dan ureum oleh perubahan
ginjal dan hati.

Manifestasi Stomatologi
Reccurent aphtous ulcer
Reccurent aphtous ulcer adalah lesi yang paling umum di jaringan lunak
pada individu dengan FA. Dengan manifestasi yang terlihat berupa nyeri pada
lesi, lesi ini bertanggung jawab untuk peningkatan frekuensi pasien ini
mengunjungi dokter gigi (Gambar 2).Otan et al mengaitkan reccurent aphtous
ulcer dengan kondisi hematologi, terutama neutropenia dan anemia, karena ada
perbaikan dalam kondisi ulkus berulang dalam minggu-minggu setelah transfusi
darah.
Pembenaran lain yang ditemukan adalah kekurangan leukosit, mengurangi
kekebalan dari individu-individu, yang mengarah ke hal yang lebih besar untuk
pengembangan lesi ini. Traumatic non ulcerated lesions dan petechiae umum
terjadi dan biasanya berhubungan dengan jumlah trombosit rendah.

79
Gambar 3.20
Lesi Lidah
Ada banyak perubahan di lidah pada individu dengan FA. Yang paling
sering digambarkan adalah: atrofi papiler, lidah saburral, macroglossia dan
pigmentasi melanic, yang dapat memperpanjang ke dasar dari mulut dan gingiva.
Selain itu, lesi ini berpotensi untuk menjadi ganas, seperti leukoplasias,
erythroplasias, lichen planus, dan karsinoma sel skuamosa sendiri harus
diperhatikan perubahan penting dalam lidah pada individu dengan FA, terutama
pasca-BMTO, karena ini adalah prevalensi untuk mengalami perubahan adalah
69%. Alveolar ridge, daerah trigonum retromolar, dasar mulut, mukosa mulut dan
gingiva adalah bidang pembentukan utama karsinoma sel skuamosa.
Squamous cell carcinoma terjadi dengan frekuensi yang lebih besar di
daerah kepala dan leher, terutama setelah transplantasi sumsum tulang, dengan
lidah menjadi situs preferensi. Secara umum, usia untuk pengembangan
neoplasias pada pasien dengan FA secara signifikan memiliki waktu lebih lambat
dibandingkan dengan kelainan yang lain menunjukkan dirinya secara general . Di
daerah kepala dan leher, usia rata-rata untuk munculnya tumor pada populasi
umum adalah sekitar 45 tahun, sedangkan pada individu dengan FA, adalah 32
tahun. Laporan dari SCC pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda, pada
individu dengan FA perubahan genetik diketahui sebagai faktor etiologi dari SCC
pada lidah.

80
Seperti dari waktu ketika BMT dilakukan, ketidakstabilan kromosom
ditambahkan ke tindakan clastgeogenic action of ionizing radiation sebelum
dilakukan BMT, penyakit graft-versus-host disease (GVHD), pengobatan
imunosupresan dan terapi kontrol postBMT. Semua faktor ini bersama-sama
meningkatkan risiko untuk pengembangan SCC sebesar 4,4 kali, pada individu
dengan FA yang telah dilakukan BMT. Tidak hanya BMTyang memiliki peranan
penting sebagai faktor predisposisi, tetapi faktor-faktor eksternal seperti radiasi
matahari, merokok, alkohol dan human papillomavirus(HPV) memberi risiko
yang lebih besar untuk pengembangan neoplasias ganas. Kutler et al.
mendiskripsikan bahwa karsinogenesis disebabkan oleh HPV pada individu
dengan FA terkait dengan inaktivasi p53 oleh HPV, dan bukan oleh mutagenesis
langsung.
Pengobatan untuk SCC lidah adalah operasi pengangkatan radikal tumor,
yang terkait dengan baik radioterapi dan kemoterapi, atau tidak. Namun pada
kasus ini,prognosisnya buruk, dan tingkat kelangsungan hidup bebas kekambuhan
dari 2 tahun lebih rendah dari 50%. Hal ini terjadi karena toleransi rendah
individu dengan FA untuk kemoterapi dan radioterapi, karena mekanisme
perbaikan DNA telah rusak. Selain itu, tumor ini sangat agresif dan memiliki
tingkat kekambuhan yang tinggi. Tingkat kelangsungan hidup pada pasien ini
rata-rata, adalah 6 bulan setelah diagnosis.
Pengetahuan tentang manifestasi oral dan pengobatannya dan perawatan
kesehatan individu dengan FA adalah ha; penting yang harus diperhatikan.
Perlu dicatat bahwa pasien dengan FA mengembangkan manifestasi yang sama
dengan mereka yang tidak menyajikan penyakit. Namun, karena kondisi
hematologi dan endocrinal , dan terutama ketidakstabilan kromosom yang terlibat
pada penyakit ini, pasien perlu perawatan yang beda. Penyakit periodontal , karies
lesi dan jaringan lunak, serta perubahan gigi seperti agenesias dan gigi
supernumerary, adalah klinis yang paling umum pada populasi ini.Dokter gigi,
sebagai anggota tim multidisiplin yang memfollow -up pasien ini, harus tahu
tentang beragam aspek yang terlibat dalam physiopathologynya.
Pemantauan kondisi dan lesi dengan potensi untuk menjadi kanker, dan
diagnosis awal mereka tampaknya menjadi faktor prognostik terbaik pada

81
individu dengan FA, sehubungan dengan SCC. pemeriksaan yang cermat dari
jaringan mukosa harus secara teratur dilakukan, juga pada individu muda.
Diagnosis dini dan evaluasi pasien dapat berkontribusi untuk analisis yang lebih
baik dari pengembangan SCC. Pemeriksaan gigi rutin menjamin motivasi pasien
untuk pembentukan kembali dan pemeliharaan kesehatan periodontal, penurunan
kejadian karies dan memantau kesehatan mulut dari individu-individu.

82
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiridari :
lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum
(palatumkeras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa
bukal, alveolar ridge, dan gingiva.
Beberapa penyakit kelainan perdarahan yang menyebabkan
munculnya manifestasi klinis pada mulut adalah Anemia baik itu akibat
defisiensi besi, anemia aplastik, anemia fanconi dan anemia diamond-
blackfan anemia selain dari anemia thalasemia, hemofilia dan leukimia
juga memberikan gambaran klinis pada rongga mulut pasien.
Anemia yang dapat menimbulkan manifestasi klinis pada rongga
mulut yaitu:
1. Anemia defisiensi besi memberikan gambaran klinik berupa Membran
mukosa tampak pucat,atrofiglossitis (atrofi papil lidah), yaitu permukaan
lidah menjadilicin dan mengkilap karena papil lidah menghilang dan
stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
2. Fanconi Anemia memberikan gambaran klinis berupa gingivitis dan
periodontitis adalah manifestasi oral yang paling sering pada individu
dengan AF, perdarahan gusi dan hiperemia dapat juga ditemukan pada
pasien dengan AF, reccurent aphtous ulcer, kelainan pada lidah : atrofi
papiler, lidah saburral, macroglossia dan pigmentasi melanic, yang dapat
memperpanjang ke dasar dari mulut dan gingiva. Selain itu, lesi ini
berpotensi untuk menjadi ganas, seperti leukoplasias, erythroplasias,
lichen planus, dan karsinoma sel skuamosa sendiri harus diperhatikan.
3. Anemia Aplastik memberikan gambaran klinis berupa perdarahan gingiva
setelah dimanipulasi,hematoma pada cavum oral dan resesi gingiva.

83
4. Diamond-Blackfan Anemia memberikan gambaran klinis berupamaloklusi
skeletal kelas III dan scar pada cleft palate dengan sudut maxilla yang
sempit

Penyakit kelainan perdarahan lainnya yang memberikan gambaran klinis


pada rongga mulut adalah hemofilia, leukimia dan thalasemia dengan gambaran
klinis berupa
Hemofilia yang memberikan gambaran klinis berupa perdarahan spontan
pada gingival, dan hemarthosis pada sendi TMJ walapun hal ini jarang
terjadi.
Leukimia memberikan gambaran klinis berupa limfadenopati servikal,
perdarahan rongga mulut, petechie, ekimosis, hipertrofi gingiva, infiltrasi
gingival, infeksi rongga mulut dan ulser rongga mulut. Bentuk ulser yaitu
lebar, irregular, bau busuk, dikelilingi mukosa yang pucat.Yang perlu
diperhatikan oleh adalah resiko infeksi rongga mulut dan perdarahan.
Thalasemia memberikan manifestasi klinis berupa protrusi bimaxiler dan
kelainan oklusi. Abnormalitas gigi dan wajah berupa diastema gigi yang
parah, open bite, tulang molar yang menonjol, saddle dan perubahan
skeletal, bibir atas terangkat (chipmunk facies). Hasil gambaran rontgen
menunjukkan penipisan tulang alveolar, tulang kortikal, pembesaran ruang
sumsum, trabekula kasar, dan palsi pada syaraf cranial.

4.2 SARAN
Perlu perhatian yang lebih untuk penanganan penyakit kelainan
perdarahan ini karena kelainan-kelainan ini meupakan kelainan yang bisa
menyebabkan kematian jika penananganannya tidak tepat dan perlu
adanya kerjasama multidisiplin yang baik antara dokter umum maupun
dokter gigi mengingat gejala klinis kelainan ini juga mencakup kelainan
pada gigi.
Literatur dan penelitian yang kurang tentang manifestasi kelainan
perdarahan pada rongga mulut juga perlu untuk diperhatikan mengingat
banyak kelainan ini pada fase awal tidak terlihat secara klinis sehingga
dapat kita ketahui melalui kelainannya pada rongga mulut.

84
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muthalib, 2009. Kelainan Hematologik. Jakarta : PT Bina Pustaka.

Bakta IM. 2006..Hematologi klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku


KedokteranEGC.

Benoist B, dkk. 2008. Worldwide Prevalence of Anaemia 1993-2005. Switzerland


: WHO

Dr Sakshi Madhok, Dr Saksham Madhok. 2014. Dental Considerations In


Thalassemic
Patients. OSR Journal of Dental and Medical Sciences Volume 13, Issue 6
Ver. IV

Duszczak A.C., Chaiben C.L., deLima A.A.S., Pereira C.C.,Machado M.A.N.


2014. Fanconi Anemia : Main Oral manifestation. Universidade Federal
do Parama.Vol.62

Elitsa G. Deliverska, Assya Krasteva. 2014. Oral Signs Of Leukemia And Dental
Management Literature Data And Case Report. Journal of IMAB-Annual
Proceeding
(Scientific Papers) 2013, vol. 19, issue 4

Falci S.G.M., Faria P.C., Tataounoff J., Marques L.S. 2011. Fanconis Anemia in
dentistry: a Case Report and Brief Literature Review. Rev Odonto Cienc.
Vol.63 issued 3

Ozden F.O., Gunduz K., Ozdeen B., Isci K.D., Fisgin T. 2011. Oral and Dental
Manifestations of Diamond-Blackfan Anemia: Case Reports. Ondokuz
Mayis University,Faculty of Dentistry

Rai A., Vaishali V., Naikmasur V.G, Kumar Ansul., and Satur A. 2015. Aplastic
Anemia Presenting as Bleeding of Gingiva: Case Report and Dental
Considerations. The Saudi Journal for Dental Research vol.7

Sonia Lpez-Villarreal, dkk. 2014.Hemophilia A. Considerations For Dental


Management Of Pediatric Patients. Journal of Oral Research:Facultad de
Odontologa, Universidad Autnomade Nuevo Len, Monterrey, Nuevo
Len. Estado de Mxico.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta :
FKUI

85
Veena Raju, Anjana Arora, Shweta Saddu. 2014.Atrophic Glossitis; An Indicator
Of Iron Deficiency Anemia: Report Of Three Cases. International Journalof
Dental Clinics.

World Health Organization. Iron Deficiency Anaemia : Assessment, Prevention,


and Control. Switzerland : WHO, 2001.

86

Anda mungkin juga menyukai