Anda di halaman 1dari 17

Tuberkulosis - HIV 2014

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Tuberkulosis (TB) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar
selama berabad-abad. Pelaksanaan intervensi kesehatan masyarakat yang efektif untuk
pencegahan dan pengendalian TB secara bermakna telah banyak menurunkan beban penyakit
secara global. Tetapi, munculnya epidemi HIV merupakan tantangan besar dalam upaya
pengendalian TB secara global.1
Peningkatan prevalensi HIV di Regional Asia Tenggara yang 40 persen dari populasinya
telah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis (MTB), jika tidak segera ditanggulangi
dapat mengancam upaya pengendalian TB. HIV meningkatkan epidemi TB dengan beberapa
cara. Telah diketahui bahwa HIV merupakan faktor risiko yang paling potensial untuk terjadinya
TB aktif baik pada orang yang baru terinfeksi maupun mereka dengan infeksi TB laten. Risiko
terjadinya TB pada orang dengan ko-infeksi HIV/TB berkisar antara 5 10% per tahun.1
Peningkatan kasus TB pada ODHA akan meningkatkan risiko penularan TB pada
masyarakat umum dengan atau tanpa terinfeksi HIV. Pencegahan HIV terkait TB melebihi
pelaksanaan sepenuhnya dari DOTS, karena juga mencakup pencegahan infeksi HIV sejak awal,
pencegahan berkembangnya infeksi TB laten menjadi penyakit aktif serta ketentuan dan
penyediaan pengobatan dan perawatan HIV/AIDS.1

Ilmu Penyakit Paru 1


Tuberkulosis - HIV 2014

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TUBERKULOSIS-HIV
2.1.1 DEFINISI

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium


tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya. Klasifikasi: Tuberkulosis Paru (Tuberkulosis paru adalah
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura) & TB
Ekstrapulmonal (tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-
lain).2,3
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang T helper atau CD4, terutama dari
limfosit T, yang dapat mengakibatkan penurunan imunitas seluler dan peningkatan
terjadinya infeksi oportunistik. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
adalah tahap akhir dari infeksi HIV yang memiliki satu atau lebih infeksi oportunistik
dan keganasan dengan jumlah CD4 sel T kurang dari 200 sel per mm3.3
Berdasarkan pengertian TB Paru dan HIV diatas, dapat dikatakan bahwa TB
Paru dengan HIV adalah infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada penderita
HIV.3
2.1.2 EPIDEMIOLOGI

Perkembangan epidemi HIV di Indonesia, termasuk yang tercepat di kawasan


Asia meskipun secara nasional angka prevalensinya masih termasuk rendah,
diperkirakan pada tahun 2006 sekitar 0,16% pada orang dewasa. Dengan estimasi ini,
maka pada tahun 2006 di Indonesia diperkirakan ada 193.000 ODHA (169.000 -
216.000). Penggunaan jarum suntik merupakan cara transmisi HIV yang terbanyak
(53%) diikuti dengan transmisi heteroseksual (42%). Salah satu faktor yang
berpengaruh dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah, baik
dalam hal besarnya masalah maupun faktor-faktor yang berpengaruh. Epidemi HIV

Ilmu Penyakit Paru 2


Tuberkulosis - HIV 2014

di Indonesia berada pada kondisi epidemi terkonsentrasi dengan kecenderungan


menjadi epidemi meluas pada beberapa propinsi.4
Pada tahun 2010, Indonesia berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000
dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian
akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara
dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara
di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic),
dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai
2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada
populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah
prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di
Indonesia sekitar 190.000-400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB
baru adalah 2.8%.5
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Infeksi TB terjadi ketika orang dengan karier basil TB dalam tubuhnya, tetapi
bakteri yang ada dalam jumlah kecil dan dorman. Dorman bakteri ini diatur oleh
mekanisme pertahanan tubuh, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Pada pasien
dengan HIV terjadi penurunan imunitas tubuh sehingga bakteri TB dengan mudah
dapat menyerang. Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa TB menyebabkan
peningkatan replikasi virus HIV di dalam tubuh, sehingga adanya infeksi
oportunistik TB pada pasien HIV akan memperparah HIV itu sendiri. 6
2.1.4 DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis TB pada umumnya didasarkan pada pemeriksaan


mikroskopis dahak namun pada ODHA dengan TB seringkali diperoleh hasil sputum
BTA negatif. Di samping itu, pada ODHA sering dijumpai TB ekstraparu di mana
diagnosisnya sulit ditegakkan karena harus didasarkan pada hasil pemeriksaan klinis,
bakteriologi dan atau histologi spesimen yang didapat dari tempat lesi. Oleh karena
itu, untuk mendiagnosis TB pada ODHA perlu menggunakan alur diagnosis TB pada
ODHA.
2.1.4.1 Manifestasi Klinis

Ilmu Penyakit Paru 3


Tuberkulosis - HIV 2014

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu


atau lebih.
Di samping itu, dapat juga diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, berkeringat pada malam hari tanpa aktifitas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise dan badan terasa lemas. Gejala sesak
napas dan nyeri dada dapat ditemukan bila terdapat komplikasi (efusi pleura,
pneumotoraks dan pneumonia).
Gejala klinis TB paru pada ODHA sering kali tidak spesifik. Gejala klinis
yang sering ditemukan adalah demam dan penurunan berat badan yang signifikan
(lebih dari 10%). Di samping itu, dapat ditemukan gejala lain terkait TB
ekstraparu (TB pleura, TB perikard, TB milier, TB susunan saraf pusat dan TB
abdomen) seperti diare terus menerus lebih dari satu bulan, pembesaran kelenjar
limfe di leher, sesak napas.
Table 1. Identify TB suspects

2.1.4.2 Pemeriksaan Laboratorium Dahak


Table 2. TB diagnosed based on sputum smear microscopy examination

Ilmu Penyakit Paru 4


Tuberkulosis - HIV 2014


Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dahak cukup dilakukan dengan dua spesimen
dahak (Sewaktu dan Pagi = SP) dan bila minimal salah satu spesimen dahak
hasilnya BTA positif maka diagnosis TB dapat ditegakkan.

Biakan
Pemeriksaan biakan dahak merupakan baku emas untuk mendiagnosis
TB. Namun, kuman TB merupakan kuman yang lambat dalam pertumbuhan
sehingga biakan memerlukan waktu sekitar 6 8 minggu.
Pemeriksaan biakan memerlukan waktu cukup lama sehingga bila
penegakan diagnosis TB pada ODHA hanya mengandalkan pada
pemeriksaan biakan maka dapat mengakibatkan angka kematian TB pada
ODHA meningkat.

Ilmu Penyakit Paru 5


Tuberkulosis - HIV 2014

Catatan:

Pada saat ini untuk mendiagnosis TB pada ODHA, WHO
merekomendasikan pemeriksaan Uji Cepat/Rapid Test, yang memerlukan
waktu lebih singkat dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk mengetahui
lebih awal kemungkinan ODHA resisten terhadap Rifampisin. Namun
ketersediaan alat ini masih terbatas hanya pada beberapa Fasyankes dan
belum menjadi kebijakan nasional.6
2.1.4.3 Pemeriksaan Penunjang Radiologis

Pemeriksaan foto toraks pada ODHA memegang peranan penting dalam


penegakan diagnosis TB paru khususnya BTA negatif.
1. Indikasi pemeriksaan foto toraks pada ODHA:
a. BTA positif
Foto toraks diperlukan pada:
pasien hemoptisis.
pasien yang dicurigai terdapat infeksi paru lainnya.
b. BTA negatif
Lakukan foto toraks pada pasien TB paru BTA negatif.6

Table 3. Diagnosis TB

Ilmu Penyakit Paru 6


Tuberkulosis - HIV 2014

Table 4. Ringkasan petunjuk untuk suspek TB ekstraparu & tanda utama

Ilmu Penyakit Paru 7


Tuberkulosis - HIV 2014

TB ekstraparu untuk membantu diagnosis

2.1.5 DIAGNOSA BANDING

Penyakit TB Paru maupun TB ekstraparu pada ODHA mempunyai kemiripan


dengan penyakit lain yang mempunyai gejala seperti batuk, demam dan kadang nyeri dada
serta kemiripan gambaran foto toraks.
Berikut ini adalah beberapa penyakit paru yang sering ditemukan pada ODHA:
1. Pneumonia Bakterial
Bakteri penyebab pneumonia merupakan flora normal pada saluran napas atas. Pada
saat daya tahan tubuh menurun maka bakteri akan bermultiplikasi dan merusak parenkim
paru. Jika terjadi infeksi, sebagian besar parenkim paru terisi cairan dan infeksi dapat
dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Pneumokokus adalah
penyebab tersering pneumonia bakterial tersebut. Pneumonia bakterial didahului dengan
infeksi saluran napas atas kemudian terjadi aspirasi lendir ke saluran napas bagian bawah
sehingga menyebabkan bakteri saluran napas atas menginfeksi parenkim paru.

Ilmu Penyakit Paru 8


Tuberkulosis - HIV 2014

Gejala klinis pada pneumonia berupa batuk produktif, demam yang dapat disertai
menggigil, takikardia, takipneu sampai sianosis. Pada keadaan imunokompeten, tubuh
mampu mengadakan perlawanan tetapi tidak pada keadaan imunokompro-mais sehingga
gejala klinis yang terjadi tidak spesifik.
2. Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi ditandai oleh lesi tipikal pada kulit dan membran mukosa berwarna
biru kehitaman. Sarkoma kaposi pada membran mukosa saluran napas menimbulkan
gejala batuk, demam, hemoptisis dan dispnea disertai lesi kulit di tempat lain. Foto toraks
menunjukkan infiltrat nodular difus menyebar dari hilus atau gambaran efusi pleura.
Pemeriksaan sitologi cairan pleura dapat membantu penegakan diagnosis sarkoma kaposi.
3. Pneumonia Pneumocystis jirovecii (PCP)
Pneumonia Pneumocystis jirovecii pada orang dewasa sering terjadi pada ODHA
dengan stadium klinis (AIDS). Gejala klinis berupa batuk tidak produktif, demam dan
sesak napas progresif. Penyakit ini dapat dibedakan dengan TB paru berdasarkan gejala
klinis dan foto toraks seperti tertera pada tabel.
Table 5. Manifestasi Klinis & Gambaran Foto Toraks PCP & TB Paru

4. Mycobacterium Avium Complex (MAC)

Ilmu Penyakit Paru 9


Tuberkulosis - HIV 2014

Manifestasi klinis MAC umumnya berupa demam, keringat malam, penurunan berat
badan, lemah / fatique dan nyeri abdomen. Manifestasi yang terlokalisir berupa gejala-
gejala limfadenitis servikal atau mesenterikal, pneumonitis, perikarditis, osteomielitis dan
infeksi SSP.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan hepatomegali, splenomegali atau
limfadenopati (di paratrakeal, retroperitoneal dan paraaorta).
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan anemia, peningkatan alkali fosfatase.
5. Infeksi parasit
Infeksi parasit yang sering ditemukan pada ODHA Cryptococcus sp. dan Nocardia sp.
Gejala klinis Cryptococcosis sulit dibedakan dengan gejala klinis TB paru. Diagnosis
Cryptococcosis paru ditegakkan dengan ditemukannya spora fungi pada apusan dahak.
Gejala klinis Nocardiosis mirip TB paru seperti batuk produktif dapat disertai darah,
demam, mual, malaise, sesak napas, keringat malam tanpa aktifitas, penurunan nafsu
makan dan berat badan, nyeri sendi dan nyeri dada. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan ronki basah, suara napas melemah, limfadenopati, skin rash dan
hepatosplenomegali.
Kelainan pada foto toraks sering ditemukan pada lobus atas berupa kavitas. Organisme
penyebab dapat ditemukan secara positif lemah pada pewarnaan tahan asam. Kecurigaan
klinis meningkat dengan ditemukannya abses otak. Diagnosis ditegakkan dengan
ditemukannya batang pada sediaan dengan pewarnaan gram positif.6

2.1.6 PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya, pemberian OAT pada ODHA tidak berbeda dengan pasien HIV
negatif. Interaksi antar OAT dan ARV terutama dengan hepatotoksiknya. Pada ODHA
yang belum mendapat terapi ARV, waktu pemberian OAT harus disesuaikan dengan
kondisinya.
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan
pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah
dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai
berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO.8

Ilmu Penyakit Paru 10


Tuberkulosis - HIV 2014

Ilmu Penyakit Paru 11


Tuberkulosis - HIV 2014

Pada ODHA yang sedang dalam pengobatan ARV yang kemudian sakit TB maka
pilihan paduan pengobatan ARV adalah seperti pada tabel di bawah ini:6

Table 6. Pilihan Panduan ARV pada ODHA dengan TB

Ilmu Penyakit Paru 12


Tuberkulosis - HIV 2014

Table 7. Mulai pengobatan ARV segera setelah pengobatan TB ditoleransi.

Ilmu Penyakit Paru 13


Tuberkulosis - HIV 2014

2.1.7 INTERAKSI OBAT & EFEK SAMPING (ARV DAN OAT)

Table 8. Tatalaksana efek samping ringan untuk pasien TB


yang tidak dalam pengobatan ARV

Ilmu Penyakit Paru 14


Tuberkulosis - HIV 2014

2.1.8 PENCEGAHAN

Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK)


Beberapa IO pada ODHA dapat dicegah dengan pemberian pengobatan
profilaksis. Terdapat dua macam pengobatan pencegahan yaitu profilaksis primer dan
profilaksis sekunder.
Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan untuk mencegah suatu
infeksi yang belum pernah diderita.
Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan pencegahan yang ditujukan
untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya
Berbagai penelitian telah membuktikan efektifitas PPK dalam menurunkan angka
kematian dan kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal tersebut dikaitkan dengan
penurunan insidens infeksi oportunistik.7
Table 9. Pemberian Kotrimoksazol untuk profilaksis primer

Ilmu Penyakit Paru 15


Tuberkulosis - HIV 2014

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium


tuberculosis. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang T helper atau CD4, terutama dari limfosit T,
yang dapat mengakibatkan penurunan imunitas seluler dan peningkatan terjadinya infeksi
oportunistik. Jadi pengertian TB Paru - HIV adalah infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis pada penderita HIV.
Penegakan diagnosis TB-HIV ditegakkan dari Gejala Klinis, Pemeriksaan Radiologis,
Kultur Sputum, dan Pemeriksaan Laboratorium Dahak.
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan
pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah
dengan mendahulukan pengobatan TB.

Ilmu Penyakit Paru 16


Tuberkulosis - HIV 2014

DAFTAR PUSTAKA

1. Lubis, Rahayu. Ko-Infeksi HIV/AIDS dan TB. Departemen Epidemiologi FKM USU:
Medan. Available on: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19101/1/ikm-
jun2007-11%20(11).pdf
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV.
2012. Available on: http://spiritia.or.id/Dok/juknistbhiv2013.pdf
3. Trisna Widiany, Annisa. 2011. TB Paru dengan HIV. Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti: Jakarta
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan Nasional Kolaborasi TB/HIV.
2007. Available on: http://www.spiritia.or.id/Dok/bijaknasTBHIV.pdf
5. World Health Organization (WHO). Tuberculosis Global Facts. 2010/2011. Available on:
http://www.who.int/tb/publications/2010/factsheet_tb_2010_rev21feb11.pdf
6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi
TB-HIV.
7. Pratiwi, Lina. 2013. TB-Paru pada Orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti: Jakarta
8. Ressa, dkk. 2013. Tuberkulosis Paru-HIV. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas:
Padang

Ilmu Penyakit Paru 17

Anda mungkin juga menyukai