Tabel 2
Karakteristik intrapartum pada partisipan dan kejadian dalam kelompok
pengobatan
Karakteristik Bolus (n = 99) Infus ( n = 102)
Induksi oksitosin atau augmentasi62 (62,6) 77 (75.5)
dengan oksitosin
Magnesium sulfat 5 (5.51) 5 (4,9)
Antibiotik 22 (22,2) 30 (29,4)
Anastesi epidural 82 (82,8) 87 (85,3)
Tipe persalinan
Spontan 73 (73.7) 69 (67,6)
Vakum 16 (16,2) 18 (17,6)
Forceps 10 (10,1) 15 (14,7)
Kala satu persalinan (min) 519.1 251,6 484.8 274,9
Kala dua persalinan (min) 84,8 68,2 87,9 73,6
Rata-rata baseline TD (mmHg) 91,6 13,2 90,4 10,2
Rata rata baseline nadi (x/menit) 97.4 22,9 99,8 21,1
Nilai dirata-ratakan SD atau menggunakan angka dan persentase
Fig 1. Rata rata maternal MAP (+ standard error dari rata-rata) setelah pemberian
bolus intravena atau drip infuse oksitosin. Waktu 0 mengacu pada pengukuran
baseline selama persalinan kala dua.
Fig 2. Rata rata nadi ibu (+ standard error dari rata-rata) ) setelah pemberian bolus
intravena atau drip infuse oksitosin. Waktu 0 mengacu pada pengukuran baseline
selama persalinan kala dua. Bpm. Beats per minute.
HASIL
Antara Januari 1998 dan Agustus 1999, 201 wanita secara acak
diberikan oksitosin baik secara bolus (n 99) ataupun drip infus (n 102).
Karakteristik dasar peserta dari kelompok perlakuan ditunjukkan pada Tabel 1,
dan karakteristik intrapartum dan kejadiannya disajikan pada Tabel 2. Dua subjek
penilitian dari kelompok drip infuse yang nilai MAP atau Pengukuran HR nya
kurang dari 4 dari 15 dikeluarkan dari penilaian ANOVA. Secara kebetulan,
12,9% lebih subyek pada kelompok drip infus menerima induksi oksitosin atau
augmentasi. Seperti dijelaskan di bawah ini, hal ini berpotensi sebagai perancu
untuk analisis penyesuaian dan analisis sub kelompok lebih lanjut.
Nilai rata-rata MAP (+ standard error dari rata-rata) setelah bolus
intravena atau drip infus oksitosin ditunjukkan pada Gambar 1. Waktu signifikan x
interaksi kelompok (P= 0.002) menunjukkan bahwa nilai MAP serial bervariasi
antar kelompok satu dengan lainnya. Nilai terendah dari MAP (standar deviasi)
diperoleh setelah 10 menit, 80,9 (11.0) mm Hg pada kelompok bolus
dibandingkan dengan 77,0 (12.1) mm Hg pada kelompok drip infus. Selisih rata-
rata (dengan tingkat kepercayaan 95% [CI]) setelah sepuluh menit antar kelompok
ini adalah 4.0 (0,7-7,2) mm Hg. Nilai MAP kemudian meningkat dan diperoleh
tingkat yang sama pada 30 menit.
Nilai rata-rata denyut jantung (standard error rata-rata) setelah bolus
intravena atau drip infus oksitosin ditunjukkan pada Gambar 2. Waktu signifikan x
interaksi kelompok (P<0,001) menunjukkan bahwa penilaian HR serial bervariasi
antar kelompok. Rata-rata denyut jantung (standar deviasi) mencapai puncaknya 1
menit setelah infus oksitosin, 115 (27) kali per menit (bpm) pada kelompok bolus
dibandingkan dengan 109 (21) bpm pada kelompok drip infus. Selisih rata-rata
(95% CI) setelah 1 menit antar kelompok adalah 6,6 kali per menit (-0,1-13,3).
Pada rata-rata, denyut jantung kembali ke baseline dalam waktu 4 menit pada
mereka yang menerima drip infus oksitosin. Denyut jantung untuk kelompok ini
tetap stabil dan kemudian menurun sedikit antara 15 dan 30 menit. Demikian pula,
denyut jantung kembali ke dasar dalam waktu 4 menit pada mereka yang
menerima infus bolus oksitosin. Setelah itu, detak jantung untuk kelompok ini
berlanjut menjadi sedikit menurun, dan stabil setelah 10 menit dan tidak
sepenuhnya meningkat dalam 30 menit.
Tidak ada responden dari kedua grup yang mengeluhkan efek samping
yang berhubugan dengan pemberian oksitosin secara infus. Tidak ada responden
yang dicurigai dan mengeluhkan serta diterapi dengan keluhan aritmia.
Hasil outcome dari tindakan bisa dilihat di tabel 3. Berat lahir bayi dalam
batas normal dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan sekitar 133.9 g.
Panjang kala 3 dan kasus retensio plasenta antara kedua grup adalah sama. Lebih
banyak responden dengan drip oksitosin yang memerlukan tambahan pemberian
oksitosin (13,1 %). Jumlah perdarahan pada grup drip oksitosin lebih banyak 65.6
ml (6.7-124.6 ml). Jumlah responden dengan perdarahan 500 ml lebih banyak
ditemukan pada grup drip oksitosin dan ditemukan 1 responden dengan
perdarahan 1000 ml pada grup ini. Didapatkan lebih banyak 2 responden pada
grup drip oksitosin yang memerlukan transfusi pasca tindakan.
Pada penelitian ini, didapatkan lebih banyak 12,9% responden pada grup
drip oksitosin yang mendapatkan oksitosin induksi atau augmentasi. Untuk
menganalisa apakah perubahan pada MAP berhubungan dengan pemberian
oksitosin sebelumnya, dilakukan analisa ANOVA dengan menambahkan faktor
ketiga yaitu pemberian oksitosin sebelumnya dan didapatkan hasil yang tidak
terlalu signifikan antara kedua grup dengan P= 0.553 dan P= 0.738
mengambarkan bahwa dengan pemberian oksitosin sebelumnya tidak
mempengaruhi MAP.
Hasil outcome juga tidak dipengaruhi oleh pemberian oksitosin
sebelumnya secara induksi maupun augmentasi seperti yang ditampilkan pada
tebel 4 dan tabel 5. Tidak ada perbedaan yang signitikan yang ditemukan.
DISKUSI
Ilmu kebidanan saat ini memberikan peringatan terhadap penggunaan
bolus oksitosin intravena untuk profilaksis pada perdarahan post partum yang
mungkin dapat menyebabkan hipotensi. Laporan kasus dan penelitian yang tidak
terkontrol telah membuktikan pembenaran terhadap hal tersebut namun tidak bisa
diterapkan secara umum pada suatu populasi post partum dibawah pengaruh
anastesi umum. Penelitian Weis et al pada 26 perempuan hamil yang
kehamilannya berakhir pada trimester pertama dibawah anastesi unum tercatat
bahwa penurunan sementara pada tekanan darah arteri rata-rata dan resistensi
vaskular sistemik, tapi dengan pemberian 5-10 IU bolus oksitosin meningkatkan
kardiak output. Andersen et al mencatat temuan yang hampir sama pada 22 wanita
yang diberikan 10 IU bolus oksitosin pada kelahiran seksio cesarean, 13 dari
subjek pada penelitian tersebut menerima anastesi umum. Tercatat terdapat
sedikit pengaruh terhadap tekanan darah arteri rata-rata pada sampel dengan
anastesi epidural atau spinal. Dengan kontras, Sorbe menggambarkan penggunaan
bolus 10 IU pada 506 wanita untuk profilaksis perdarahan post partum. Meskipun
tekanan darah tidak dicatat, tidak ada pasien yang menunjukkan gejala ataupun
tanda klinis hipotensi.
Penelitian sebelumnya mengenai respon terhadap pemberian bolus
oksitosin telah dijelaskan pada perempuan hamil, pada perempuan yang tidak
hamil dan pada perempuan hamil trimester pertama dibawah pengaruh anastesi
umum, pada penelitian ini, bolus oksitosin 10 IU menurunkan resistensi vaskular
dan MAP yang dikompensasi melalui peningkatan Heart rate untuk meningkatkan
cardiak output. Penurunan MAP ini sedikit pada wanita yang tidak hamil yang
diposisikan pada posisi litotomi. Diduga berhubungan dengan peningkatan aliran
balik vena. Respon yang berbeda pada subjek mungkin berhubungan dengan 3-L
yang meningkatkan volume darah dan penurunan 25% pada resistensi vaskular
sistemik pada kehamilan lanjut. Setelah pemberian bolus oksitosin pada resistensi
vaskular sistemik yang telah menurun, mungkin tidak berpengaruh lebih lanjut
atau menjadi lebih cepat dikompensasi oleh peningkatan volume darah.
Autotransfusi berhubungan dengan kontraksis miometrium segara setelah lahir
meningkatkan volume preload yang mengatur MAP. Perbedaan temuan ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Andeson et al, mungkin telah dijelaskan oleh fakta
bahwa sebagian besar pasien yang diposisikan dalam posisi litotomi dan yang
tidak menerima anastesi umum. Kenaikan heart rate yang diobservasi pada group
yang dibolus pada 1 menit adalah konsisten dengan temuan lain-lain yang
menggambarkan hemodinamik yang stabil dimana mungkin terdapat beberapa
perubahan yang sedikit dan singkat pada MAP sebelum 1 menit assesment yang
berhubungan dengan kompensasi peningkatan heart rate. Seperti yang
didemonstrasikan pada Figure 2, Heart rate pada kelompok yang diberikan bolus
lebih rendah dibandingan kelompok yang didrip pada menit ke 3.
Studi ini mengidentifikasikan bahwa pada wanita yang menerima oksitosin
bolus sebagai profilaksis pada perdarahan post partum memiliki MAP lebih tinggi
daripada mereka yang menerima oksitosin infus. Wanita dengan pemberian
oksitosin bolus juga dapat mengurangi perdarahan, perdarahan postpartum, dan
mengurangi penurunan kadar hemoglobin. Peneliti mengakui bahwa perkiraan
kehilangan darah sering tidak akurat dan sering diabaikan oleh beberapa dokter.
Namun, mengingat penelitian ini, tidak ada alasan untuk percaya bahwa ada di
laporan kehilangan darah dalam satu kelompok dibandingkan dengan yang lain.
Perkiraan kehilangan darah dan perubahan hemoglobin secara signifikan lebih
besar pada kelompok drip infus. Temuan ini mungkin berkaitan dengan fakta
bahwa perempuan di kelompok infuse terkena sedikit oksitosin selama 30 menit
pengamatan. Infus yang mengandung 10 IU oksitosin dalam 500 mL saline
diberikan 125 mL / jam akan memberikan hanya 1,25 IU oksitosin ke uterus
dalam 30 menit. Kehilangan darah mungkin telah berkurang karena pemberian
cairan infus bukan karena pemberian oksitosin infus. Bolus oksitosin 10 IU dapat
dengan aman diberikan kepada wanita dengan Akses intravena dalam persalinan
kala tiga untuk profilaksis perdarahan postpartum.