Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Limbah pabrik kelapa sawit yang
mengandung sejumlah padatan tersuspensi, terlarut dan mengambang merupakan bahan-
bahan organic dengan konsentrasi tinggi.

Definisi limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab
pencemaran terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat.
Limbah industri kebanyakan menghasilkan limbah yang bersifat cair atau padat yang masih
kaya dengan zat organik yang mudah mengalami peruraian. Kebanyakan industri yang ada
membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan
terjadi bau busuk sebagai akibat terjadinya fermentasi limbah.

Dalam 10 tahun terakhir ini Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia berkembang
dengan sangat pesat. Sebagian besar lahan-lahan perkebunan non kelapa sawit di seluruh
Indonesia berangsur-angsur beralih atau diubah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Dengan meningkatnya pabrik pabrik pengolahan kelapa sawit, tidak dipungkiri maka
akan menyebabkan peningkatan produksi CPO (Crude Palm Oil). Hal ini berarti Indonesia
telah menjadi negara dengan volume eksport CPO yang tinggi. Menurut Kurniawan (2007),
pada tahun 2006, Indonesia memproduksi 15,9 juta ton CPO, dan 11,6 juta ton diantaranya
diekspor. Sampai Oktober 2007, produksi CPO sudah mencapai 16,9 juta ton, dan diprediksi
bisa mencapai 17,2 ton tahun ini. Dengan lahan tanaman 6 juta hektar, Indonesia melaju
melewati angka produksi Malaysia.

Dengan meningkatnya jumlah ekspor CPO Indonesia, maka timbul permasalahan


lain mengenai CPO, yaitu permasalahan limbah PKS. Pada umumnya, hampir semua PKS
memiliki permasalahan mengenai pengelolaan limbah PKS, baik limbah padat maupun
limbah cairnya. Pada umumnya, Effluent (hasil akhir yang dibuang ke alam) oleh PKS yang
terdapat di Indonesia belum memenuhi kriteria yang berlaku.

Seiring dengan bertambahnya laju pertumbuhan tanaman kelapa sawit maka industri
pengolahan kelapa sawit juga mengalami peningkatan. Selain menghasilkan minyak kelapa

1
sawit yang tinggi maka juga menghasilkan limbah yang terdiri atas limbah padat dan limbah
cair. Limbah padat pabrik kelapa sawit berasal dari proses pengolahan tandan kosong kelapa
sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, lumpur dan bungkil. Sedangkan
limbah cair dari pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses
klarifikasi dan buangan hidrosiklon.

Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit ini berpotensi mencemari air tanah
dan badan air. Namun, limbah ini masih banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan
oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya digunakan sebagai alternatif pupuk di
lahan perkebunan kelapa sawit. Namun, sebelumnya limbah cair perlu diolah terlebih dahulu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan limbah dari pabrik kelapa sawit?
2. Bagaimana cara mengelola limbah di pabrik kelapa sawit?
3. Bagaimana dampak positif dan negative dari limbah pabrik kelapa sawit?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu limbah dari pabrik kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui cara mengelola limbah di PKS.
3. Untuk mengetahui dampak positif dan dampak negative dari limbah kelapa sawit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Karakteristik limbah yaitu :

1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
5. Limbah industry

Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian,


yaitu:

1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran
air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan
bahan buangan anorganik,
2. Limbah padat,
3. Limbah gas dan,
4. Limbah partikel.

Secara umum limbah kelapa sawit terbagi atas dua jenis yaitu limbah padat dan
limbah cair. Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang
terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain. Sedangkan limbah cair terjadi
pada in house keeping. Limbah padat dan limbah cair pada generasi berikutnya terdapat pada
Gambar 2.1 berikut;

3
Gambar 2.1 Pohon Industri Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit

2.2 Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit

Industri kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat secara signifikan.
Harga minyak sawit di pasaran internasional juga cederung membaik. Hal ini menyebabkan
industri minyak sawit dapat menjadi andalan devisa di masa mendatang. Berdasarkan data
dari Direktorat Jendral Perkebunan (2006), terbukti dalam 20 tahun terakhir (1985-2005),
pertambahan kebun kelapa sawit mencapai 5 juta hektar atau sekitar 837 %. Hal itu juga
dibuktikan dengan kontribusi minyak sawit yang terhadap ekspor nasional yang mencapai 6
%. Minyak sawit telah menjadi komoditas nomor satu dari produksi Indonesia.

Dari data-data tersebut diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi produksi kelapa
sawit maka semakin banyak limbah kelapa sawit nya. Karena itu diperlukan suatu teknologi
tepat guna yang dapat mengolah limbah kelapa sawit ini menjadi sesuatu yang berguna atau
bermanfaat dan memiliki nilai komersil.

Pengelolaan limbah industri kelapa sawit sebaiknya menggunakan konsep zero


emissions. Konsep zero emissions adalah konsep yang menerapkan sistem bahwa proses
industri seharusnya tidak menghasilkan limbah dalam bentuk apapun karena limbah tersebut

4
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri lain. Melalui proses penerapankonsep
ini maka proses-proses industri akan menghemat sumber daya alam, memperbanyak jenis
produk, menciptakan lapangan kerja lebih banyak serta mencegah pencemaran dan kerusakan
lingkungan.
Konsep zero emissions merupakan konsep yang harus mengeliminasi limbah agar
industri menjadi zero waste. Hal ini merupakan perubahan revolusioner konsep industri yang
dapat menjaga ekosistem. Dari sudut lingkungan, konsep zero emissions merupakan solusi
akhir dari permasalahan pencemaran yang mengancam ekosistem baik skala kecil maupun
skala besar. Selain itu, penggunaan maksimal bahan mentah yang dipakai dan sumber-
sumber yang terperbaharui (renewable) menghasilkan keberlanjutan (sustainable)
penggunaan sumber daya alam dan penghematan (efisiensi) terutama bagi limbah yang
mempunyai nilai ekonomi. Berikut adalah perubahan konsep industri dari model linier
menjadi konsep zero emissions.

Gambar 2.2 Model Linier Konvensional Sumber:Departemen Pertanian (2006)

5
Gambar 2.3 Model Zero Emissions Sumber:Departemen Pertanian (2006)

Dengan menggunakan konsep zero emissions pada industri kelapa sawit


meningkatkan daya saing dan efisiensi karena sumber daya digunakan secara maksimal yaitu
memproduksi lebih banyak dengan bahan baku yang lebih sedikit.Salah satu pemanfaatan
limbah cair pada industri kelapa sawit adalah pemanfaatan limbah sebagai land application.

Land application atau aplikasi lahan adalah pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk
atau bahan penyubur tanah bagi tanaman kelapa sawit itu sendiri. Hal ini dikarenakan limbah
cair tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah seperti nitrogen,
phosphor, dan kalium. Jumlah kalium dan nitrogen dalam limbah tersebut sangat besar
sehingga dapat digunakan sebagai nutrisi bagi tanaman kelapa sawit.

Limbah cair yang digunakan sebagai land application adalah limbah cair yang telah
diproses sedemikian rupa sehingga kadar BODnya berkisar antara 3500 mg/l hingga 5000
mg/l. Limbah cair yang kaya akan unsur N, P dan K tersebut akan dapat menggantikan peran
pupuk anorganik yang selama ini digunakan. Secara tidak langsung akan menghemat
pengeluaran perusahaan dalam proses pemupukan tanaman. Selain itu, biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan pengolahan limbah cair akan menurun sekitar 50-60%.

2.3 Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit

2.3.1 Limbah Cair


Limbah cair PKS yang akan keluar dari proses pengolahan harus memiliki
kualitas dan standar yang ditentukan keputusan menteri lingkungan hidup (22
oktober 1995) seperti berikut:

6
KADAR BEBAN
PARAMETER MAKSIMUM PENCEMARAN

(mg/L) MAKSIMUM (kg/ton)

BOD 250 1,5

COD 500 3,0

TSS 300 1,8

Minyak dan Lemak 30 0,18

Amonia Total (sebagai 20 0,12

pH 6,0 9,0

Debit Limbah Maksimum 6 ton bahan baku

Gambar 2.4 Kualitas dan standar limbah cair PKS

Limbah cair industri pengolahan kelapa sawit yang akan ditinjau lebih lanjut
mempunyai potensi untuk mencemarkan lingkungan karena mengandung parameter
bermakna yang cukup tinggi. Dimana golongan parameter yang dapat digunakan sebagai
tolok ukur penilaian kualitas air adalah sebagai berikut:
1. BOD (Biological Oxygen Demand) yang merupakan kadar senyawa organik yang
dapat dibiodegradasi dalam limbah cair.
2. COD (Chemical Oxygen Demand) yang merupakan ukuran untuk senyawa organik
yang dapat dibiodegradasi atau tidak.
3. Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksima l2

7
m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid ,yang termasuk TSS adalah
lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur.
4. pH adalah keasaman air atau limbah cair yang menenukan tingkat gangguan
atau kehidupan dalam air.

Limbah cair yang dihasilkan oleh PKS ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
mengingat kandungan hara yang terkandung di dalamnya dapat digunakan oleh
tanaman sebagai sumber hara. Limbah cair ini mengandung unsur nitrogen, fosfor,
kalium, magnesium dan calsium.

Gambar 2.5 Kandungan dalam Limbah Cair

Teknik aplikasi lahan telah banyak dikembangkan di beberapa negara. Pemilihan


teknik aplikasi tergantung kepada kondisi topografi areal kebun. Ditjen PPHP, Dit.
Pengolahan hasil Pertanian subdit Pengelolaan lingkungan menganjurkan teknik aplikasi
sebagai berikut:

8
1. Teknik penyemprotan/ sprinkler.

Limbah cair yang sudah diolah dengan PBAn dengan WPH selama 75-80 hari
diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit dengan penyemprotan/ sprinklerberputar atau
dengan arah penyemprotan yang tetap. Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit
bergelombang, untuk mengurangi aliran permukaan dari limbah cair yang digunakan. Setelah
penyaringan limbah kemudian dialirkan ke dalam bak air yang dilengkapi dengan pompa
setrifugal yang dapat memompakan lumpur dan mengalirkannya ke areal melalui pipa PVC
diameter 3. Kelemahan sistem ini adalah sering tersumbatnya nozzle sprinkler oeh lumpur
yang dikandung limbah cair tersebut. Disampping itu biaya pembangunan instalasi sistem
sprinkler relatif mahal.

2. Sistem Flatbed atau teknik parit dan teras

Sistem ini digunakan di lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi


diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah
dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Sistem ini dibangun mengikuti kemiringan
tanah. Teknik aplikasi limbah adalah dengan mengalirkan limbah (kadar BOD 3.500-5.000
mg/l), dari kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi, berukuran 4m x 4m x 1m, ke
parit sekunder (flatbed) berukuran 2,5m x 1,5m x 0,25m, yang dibuat setiap 2 baris tanaman.

Gambar 2.6 Bak Distribusi 4m x 4m x 1m

9
Gambar 2.7 Parit Sekunder (flatbed) 2,5m x 1,5m x 0,25m
Sistem ini dapat dibangun secara manual atau dengan mekanis menggunakan back-
hoe. Flatbed dibangun dengan kedalaman yang cukup dangkal. Limbah cair yang akan
diaplikasi dipompakan melalui pipa ke atas atau ke dalam bak distribusi. Setelah penuh, lalu
dibiarkan mengalir ke bawah dan masing-masing teras atau flatbed diisi sampai ke tempat
yang paling rendah. Seperti pada gambar dibawah ini aplikasi tergantung kepada kecepatan
alir, dan dapat dialirkan secara simultan melalui beberapa baris flatbed dalam areal tanaman.
Dengan teknik pengaliran ini, secara periodik lumpur yang tertinggal pada flatbed dikuras
agar tidak tertutup lumpur.

10
2.4 Dampak Positif dan Negatif dari limbah sawit terhadap lingkungan

2.4.1 Dampak negative

Limbah yang dihasilkan dalam pengolahan buah sawit berupa : tandan buah kosong,
serat buah perasan, lumpur sawit (solid decanter), cangkang sawit, dan bungkil sawit. Limbah
sawit yang dihasilkan pabrik pengolahan sawit yang cukup besar tersebut akan menjadi
masalah besar yang dapat merupakan ancaman pencemaran lingkungan, apabila tidak
dikelola dengan baik.
Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa
sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor
Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya
pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi,
melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di
kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai
keanekaragaman hayati yang tinggi.

2.4.2 Dampak Positif

Limbah hasil industri kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan menjadi:


1. Pakan ternak sapi => Biogas
Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak,
seperti bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong, dan solid.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga).

2. Secara umum limbah kelapa sawit terbagi atas dua jenis yaitu limbah padat dan
limbah cair. Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat
yang terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain. Sedangkan limbah
cair terjadi pada in house keeping. Limbah padat dan limbah cair pada generasi
berikutnya terdapat pada Gambar 2.1 berikut;
3. Dampak yang terjadi pada lingkungan di PKS yaitu dampak negative dan dampak
positif. Adapun dampak negative nya yaitu dapat mengancam terjadinya pencemaran
lingkungan. Dan dampak positifnya yaitu dapak dijadikan sebagai pakan ternak sapi.

3.2 Saran

Dalam pemanfaatan limbah cair kelapa sawit perlu diadakannya kajian dan penelitian
lebih detail agar dalam pemanfaatannya lebih optimal. Selain itu meningkatnya permintaan
produk yang ramah lingkungan seharusnya memacu perusahaan untuk berupaya
meningkatkan kuantitas serta kualitas produk. Oleh karena itu, kepedulian pelaku usaha
untuk tetap menaati Undang-undang serta peraturan yang berlaku menjadi modal penting
selain tetap mengupayakan juga teknologi tepat guna dalam pengelolaan limbah cair kelapa
sawit demi kelestarian lingkungan.

12

Anda mungkin juga menyukai