Anda di halaman 1dari 2

SUNDA KELAPA

Dari Kelapa Menjadi Jayakarta

Jayakarta pada 22 Juni 1527 merupakan suatu simbol kemenangan dari semangat
kerajaan dalam menghadapi penjajahan dan mempertahankan kekuasaan. Kerajaan Pakuan
Pajajaran, kerajaan berumur 222 tahun (1357-1579), diduga berpusat di Batutulis, Bogor sejak
masa pemerintahan Prabu Siliwangi selama hampir 4 dasawarsa (1482-1521). Prabu Siliwangi
merupakan raja yang sangat mahsyur dan bijaksana, pemerintahannya meganut paham
menoleransi antara satu sama lain. Prabu Siliwangi menikah dengan 2 orang, yang pertama
dengan Mayang sunda, dan yang kedua dengan Putri Subanglarang yang ia nikahi pada 1422 di
Singapura.

Dari pernikahannya dengan Mayang Sunda lahirlah Prabu Surawisesa (1521-1535) yang
dipuji-puji karena kemahsyurannya mempertahankan Pajajaran dari gempuran serangan selama
14 tahun. Prabu Surawisesa memiliki kepandaian dalam bidang berpolitik, dan berdiplomasi.
Pada tahun 1512 dan 1521 ia mengunjungi Malaka, dan menemui portugis yang kala itu masih
dibawah komando Alfonso d'Albuquerque. Kunjungan pertama adalah sebagai penjajakan
terhadap pihak Portugis dengan 4 buah kapal, yang nantinya akan diikuti oleh Tome Pires
(1513). Kunjungan kedua menghasilkan kedatangan utusan Portugis yang dipimpin oleh Hendrik
de Leme (ipar Alfonso) ke ibu kota Pakuan yang berjarak "dua hari berjalan kaki dari Kalapa".
Kunjungan ini menghasilkan perjanjian dagang dan keamanan yang menjadi perjanjian
internasional pertama di nusantara.

Dari Pernikahannnya dengan Subanglarang lahirlah 3 orang anak, yang pertama bernama
Walasungsang (Pangeran Cakrabuana) yang lahir pada 1423. Larasantang pada 1426, dan
Rajasanegara pada 1428. Ketika Subanglarang meninggal maka Walasungsang pun pergi dari
istana ketika umurnya 19 tahun pada tahun 1442. Diikuti oleh adiknya Larasantang yang juga
pergi dari kerajaan Pakuan Padjajaran. Hal tersebut dikarenakan Agama yang dianut oleh
anaknya (Islam) dan Ayahnya Prabu Siliwangi.

Walasungsang atau Pangeran Cakrabuana pun mendiami suatu daerah dan menyebarkan
dakawahnya ke daerah Cirebon kemudian mendirikan Kerajaan Cirebon, sehingga akhirnya
Walasungsang pun menjadi penguasa Cirebon dan lebih dikenal dengan sebutan Pangeran
Cakrabuana.

Belakangan, terjadi ketegangan-ketegangan antara kerajaan Pakuan Pajajaran dan


Cirebon. Hal tersebut dikarenakan tekanan dari perluasan wilayah Demak dan Banten serta
penyebaran agama Islam, hal tersebut menjadi salah satu pemicu Prabu Siliwangi untuk
mengutus puteranya, Prabu Surawisesa menemui Portugis. Dari sini terjadilah perjanjian dagang
dan keamanan antara dua belah pihak.

Perjanjian ini membuat Sultan Trenggana (1504-1546) dari Demak sangat gelisah.
Kegelisahan Sultan Trenggana yang masa hidupnya sezaman dengan Prabu Surawisesa ini
sangat beralasan. Jika Portugis menguasai Selat Malaka dan Pakuan Pajajaran menguasai Selat
Sunda, dibantu oleh Portugis, maka nasib Demak yang bergantung pada perdagangan laut sama
saja dengan di ujung tanduk.

Anda mungkin juga menyukai