Dilakukan oleh Josef Mengele, yang dari tahun 1943 sampai 1944 pada hampir 1.500 anak kembar yang dipenjarakan di Auschwitz. Mereka melakukan santi warna retina yang berujung cacat. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan persamaan perbedaan genetika pada anak kembar, dan juga untuk melihat apakah tubuh manusia dapat dimanipulasi dengan cara yang tidak wajar. 2. Eksperimen transplantasi tulang, otot dan saraf Dari sekitar bulan September 1942 sampai sekitar bulan Desember 1943, percobaan dilakukan untuk mempelajari regenerasi tulang, otot, dan saraf, dan transplantasi tulang dari satu orang ke orang lain. Pemeriksaan tulang, otot , dan saraf dikeluarkan dari partisipan tanpa menggunakan anestesi. Sebagai hasil dari operasi ini, banyak korban mengalami penderitaan yang hebat, mutilasi, dan cacat tetap. 3. Head-Injury Experiment Pada pertengahan tahun 1942 di Baranowicze, dilakukan eksperimen dimana "seorang anak laki-laki berusia sebelas atau dua belas tahun diikat ke sebuah kursi sehingga dia Dia tidak bisa bergerak. Di atasnya ada palu mekanik yang setiap beberapa detik turun di atas kepalanya. Pada akhirnya, anak laki-laki itu menjadi gila. 4. Freezing Experiment Pada tahun 1941, Luftwaffe melakukan eksperimen untuk melihat ketahanan manusia terhadap suhu dingin. Narapidana akan dilepaskan di udara dengan suhu serendah -6 C (21 F) bahkan kadang tanpa pakaian selama beberapa jam. "Seorang asisten kemudian memberi kesaksian bahwa beberapa korban dilemparkan ke dalam air mendidih untuk rewarming." 5. Malaria Experiment Dari sekitar bulan Februari 1942 sampai sekitar bulan April 1945, percobaan untuk mengetahui imunisasi untuk pengobatan malaria. 1200 Narapidana sehat disuntik virus malaria (kelenjar mukosa nyamuk betina) , setelah terinfeksi baru diujicobakan obat untuk mereka. Dan separunya meninggal dunia. 6. Eksperimen gas mustard Pada berbagai waktu antara bulan September 1939 dan April 1945, banyak percobaan dilakukan untuk menyelidiki pengobatan luka paling efektif yang disebabkan oleh gas mustard. Subjek uji sengaja dikenai gas mustard dan vesikan lainnya (misalnya Lewisite) yang menyebabkan luka bakar kimiawi parah. Luka korban kemudian diuji untuk menemukan pengobatan yang paling efektif untuk luka bakar gas mustard. 7. Sulfonamide Experiment Dari sekitar bulan Juli 1942 sampai sekitar bulan September 1943, percobaan untuk menyelidiki keefektifan sulfonamida, di Ravensbrck. Partisipan disuntikkan bakteri seperti Streptococcus, Clostridium perfringens dan Clostridium tetani. Sirkulasi darah dibuat terganggu dengan mematikan fungsi pembuluh darah pada kedua ujung luka untuk menciptakan kondisi yang serupa dengan luka di medan perang. Infeksi diperparah dengan memasukkan serutan kayu dan pecahan kaca ke dalam luka. Infeksi tersebut diobati dengan sulfonamide untuk menentukan keefektifannya. 8. Sea Water Experiment Dari sekitar bulan Juli 1944 sampai sekitar bulan September 1944, dilakukan percobaan untuk memperoleh berbagai metode pembuatan air laut yang dapat diminum. Pada suatu titik, partisipan kekurangan makanan dan tidak diberi apapun selain air laut untuk diminum sehingga mereka terluka parah. Mereka begitu mengalami dehidrasi bahkan menjilati lantai yang baru saja dipel untuk memperoleh air. 9. Eksperimen dengan racun Di suatu tempat antara bulan Desember 1943 dan Oktober 1944, eksperimen dilakukan di Buchenwald untuk menyelidiki efek berbagai racun. Racun tersebut diam-diam diberikan pada subyek eksperimental dalam makanan mereka. Korban meninggal akibat racun atau dibunuh segera untuk mengizinkan otopsi. Pada bulan September 1944, subyek eksperimen ditembak dengan peluru beracun, mengalami penyiksaan dan bahkan meninggal. 10. Percobaan Bom Api Dari sekitar bulan November 1943 sampai sekitar bulan Januari 1944, percobaan dilakukan di Buchenwald untuk menguji pengaruh berbagai persediaan farmasi pada luka bakar fosfor. Luka bakar ini ditimbulkan pada tahanan menggunakan bahan fosfor yang diambil dari bom api. 11. Eksperimen koagulasi darah Sigmund Rascher bereksperimen untuk mengetahui efek zat Polygal yang membantu pembekuan darah. Dia memperkirakan bahwa penggunaan tablet Polygal secara preventif akan mengurangi pendarahan dari luka tembak yang bertahan selama pertempuran atau selama operasi. Subjek diberikan tablet Polygal, dan ditembak melalui leher atau dada, atau anggota badan mereka diamputasi tanpa anestesi. Rascher menerbitkan sebuah artikel tentang pengalamannya menggunakan Polygal, tanpa merinci sifat percobaan manusia dan juga mendirikan perusahaan untuk memproduksi zat tersebut. 12. High Attitude Experiment Pada awal 1942, Sigmund Rascher menggunakan para tahanan untuk mengetahui ketahanan manusia di ketinggian. Sebuah ruang bertekanan rendah yang berisi tahanan ini digunakan untuk mensimulasikan kondisi pada ketinggian hingga 20.000 m (66.000 kaki). Dikabarkan bahwa Rascher melakukan pembedahan terhadap otak korban yang selamat dari percobaan awal. Dari 200 subjek, 80 meninggal secara langsung, dan yang lainnya dieksekusi. 13. Sterilization and fertility experiment Dari sekitar bulan Maret 1941 sampai sekitar bulan Januari 1945, percobaan sterilisasi dilakukan di Auschwitz, Ravensbrck, dan tempat-tempat lain oleh Dr. Carl Clauberg.Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengembangkan metode sterilisasi yang sesuai untuk mensterilkan jutaan orang dengan waktu dan tenaga minimum. Percobaan ini dilakukan dengan cara sinar-X, operasi dan berbagai obat-obatan. Ribuan korban disterilkan. Selain eksperimennya, pemerintah Nazi telah mensterilkan sekitar 400.000 orang sebagai bagian dari program sterilisasi wajib. Suntikan larutan intravena yang berspekulasi mengandung yodium dan perak nitrat berhasil dilakukan, namun memiliki efek samping yang tidak diinginkan seperti pendarahan vagina, sakit perut parah, dan kanker serviks. Karena itu, pengobatan radiasi menjadi pilihan sterilisasi yang disukai. Jumlah eksposur radiasi tertentu menghancurkan kemampuan seseorang untuk menghasilkan ova atau sperma, terkadang diberikan melalui penipuan. Banyak yang menderita luka bakar radiasi parah. M.D. William E. Seidelman adalah seorang profesor dari University of Toronto yang bekerja sama dengan Dr. Howard Israel dari Columbia University menerbitkan sebuah laporan tentang penyelidikan tentang eksperimen Medis yang dilakukan di Austria di bawah rezim Nazi. Dalam laporan itu dia menyebutkan seorang Dokter Hermann Stieve, yang menggunakan perang untuk bereksperimen pada manusia hidup. Dr Stieve secara khusus memusatkan perhatian pada sistem reproduksi wanita. Dia akan memberitahu wanita tanggal eksekusi mereka akan dimajukan, dan dia akan mengevaluasi bagaimana tekanan psikologis mereka akan mempengaruhi siklus menstruasi mereka. Setelah mereka dibunuh, dia akan membedah dan memeriksa organ reproduksi mereka. Beberapa wanita bahkan diperkosa setelah mereka diberitahu kapan mereka akan dibunuh, sehingga Dr. Stieve bisa mempelajari jalur sperma melalui sistem reproduksi mereka.