Anda di halaman 1dari 12

Albert Bandura

A. Riwayat Hidup

Albert Bandura lahir pada tanggal 4 desember 1925 di Mundare, kota kecil di
Alberta, Kanada. Dia mendapat gelar B.A. dari University Of British Colombia,
kemudian M. A. Pada 1951, dan Ph.D. Pada 1952 dari University Of Lowa. Dia ikut
magang paska doktoral di Wichita Guidance Center pada 1953 dan kemudian
bergabung di Stanford University. Pada 1969-1970 Dia sempat di Center for the
advanced study in the behavioral sciences. Bandura kini menjabat sebagai David Starr
Jordan Professor Of Social Science di Fakultas Psikologi di Universitas Stanford.
Diantara penghargaan yang pernah diterimanya adalah Guggenheim
Fellowship, 1972; Distinguished Scientist Award dari Divisi 12 American
Psychological Association, 1972; Distinguished Scientific Achievement Award dari
California Psychologycal Association, 1973; Presidency Of the American
Psychologycal Association, 1974; James McKeen Cattell Award, 1977; dan James
Mckeen Cattell Fellow Award dari American Psychologycal Society, 2003-2004.
Selain itu, Bandura menjabat berbagai posisi di beberapa masyarakat ilmiah dan
menjadi anggota dewan editor untuk sekitar 17 buah jurnal ilmiah.
Saat di University Of Lowa, Bandura dipengaruhi oleh Kenneth Spence,
Seorang teoritisi Hullian terkemuka, tetapi minat utama Bandura adalah psikologi
klinis. Pada saat itu, Bandura ingin menjelaskan gagasan yang dianggap efektif dalam
psikoterapi dan kemudian menguji dan memperbaiki gagasan itu. Pada periode ini
pula Bandura membaca buku Social Learning and Imitation karya Miller dan Dollard
(1941). Buku ini amat mempengaruhi dirinya. Miller dan Dollar menggunakan teori
belajar Hullian sebagai basis penjelasan mereka. Penjelasan tentang belajar sosial dan
imitatif Miller dan Dollard mendominasi literatur psikologi selama lebih dari dua
dekade. Baru pada 1960-an Bandura mulai menulis serangkaian artikel dan buku yang
menentang penjelasan lama tentang belajar imitatif dan perluas topik itu ke apa yang
kini di namakan Belajar Observasional. Bandura kini dianggap sebagai teoretisi dan
periset utama di area Belajar Observasional, topik yang kini sangat popular.

B. KONSEP TEORITIS
Bandura (1986) menyebutkan empat proses yang memengaruhi belajar observasional,
dan ringkasannya adalah sebagai berikut.
1. Proses Atensional
Bandura menganggap belajar adalah proses yang terus berlangsung, tetapi
dia menunjukkan bahwa hanya yang diamati sajalah yang dapat dipelajari.
Sebelum sesuatu dapat dipelajari dari model, model itu harus diperhatikan.
Misalnya, jika aktivitas yang lalu yang dipelajari lewat observasi terbukti berguna
untuk mendapatkan suatu penguatan, maka perilaku yang sama akan diperhatikan
pada situasi modelling berikutnya. Dengan kata lain, penguatan sebelumnya dapat
menciptakan tata-situasi perceptual dalam diri pengamat yang akan memengaruhi
observasi selanjutnya.
Berbagai karakteristik model juga akan memengaruhi sejauh mana mereka
akan diperhatikan. Riset telah menunjukkan bahwa model akan lebih sering
diperhatikan jika mereka sama dengan pengamat (yakni, jenis kelaminnya sama,
usianya sama, dan sebagainya), orang yang dihormati atau memiliki status tinggi,
memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat, dan atraktif. Secara umum, Bandura
(1986) mengatakan, [Orang] memerhatikan model yang dianggap efektif dan
mengabaikan model yang penampilan atau reputasinya tidak bagus ... Orang akan
lebih memilih model yang lebih mampu dalam meraih hasil yang bagus
ketimbang model yang sering gagal.
2. Proses Retensional
Bandura berpendapat bahwa ada retentional process ( proses retensional )
dimana informasi disimpan secara simbolis melalui dua cara, secara imajinal (
imajinatif ) dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan secara imajinatif
adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang dapat diambil dan
dilaksanakan lama sesudah belajar observasional terjadi. Bandura mengatakan
bahwa perilaku setidaknya sebagian ditentukan oleh citra atau gambaran mental
tentang pengalaman di masa lalu. Jenis simbolisasi kedua, dan lebih penting
menurut Bandura, adalah verbal. Bandura mengatakan walaupun simbol verbal
memuat sebagian besar pengetahuan yang diperoleh melalui modelling, seringkali
sulit untuk mengisahkan mode-mode representasi. Aktivitas representasional
biasanya menggunakan kedua sistem itu sampai tingkat tertentu ... kata-kata
cenderung membangkitkan citra yang terkait, dan citra dari suatu kejadian
seringkali disadari atau dipahami secara verbal. Ketika stimuli visual dan verbal
memberikan makna yang sama, orang mengintegrasikan informasi yang disajikan
oleh modalitas yang berbeda ini ke dalam satu representasi konseptual umum.
Menurut Bandura peningkatan kapasitas simbolisasi inilah yang
memampukan manusia untuk mempelajari banyak perilaku observasi. Simbol-
simbol yang disimpan ini memungkinkan terjadinya delayed modeling (modeling
yang ditunda)-yakni kemampuan untuk menggunakan informasi lama setelah
informasi itu diamati.
3. Proses Pembentukan Perilaku
Determinisme Resiprokal
Mungkin pertanyaan paling dasar dalam semua psikologi adalah,
Mengapa orang bertindak seperti yang mereka lakukan itu? Jawaban Bandura
untuk pertanyaan ini termasuk dalam kategori sesuatu yang lain. Jawabannya
adalah orang, lingkungan, dan perilaku orang itu semuanya berinteraksi untuk
menghasilkan perilaku selanjutnya. Dengan kata lain, ketiga komponen itu tak
bisa dipahami secara terpisah-pisah. Bandura (1986) meringkas tiga interaksi itu
sebagai berikut:

E B
Di mana P (Person) adalah orang, E (Environment) adalah lingkungan, dan
B (Behavior) adalah perilaku. Posisi ini disebut reciprocal determinism
(determinisme resiprokal). Salah satu edukasi dari konsep ini adalah bahwa kita
bisa mengatakan perilaku memengaruhi seseorang dan lingkungan, atau
lingkungan atau orang memengaruhi perilaku.
Bandura berpendapat bahwa penguatan, seperti hukuman, eksis hanya
secara potensial dalam lingkungan dan hanya diaktualisasikan oleh pola perilaku
tertentu. Karena itu, aspek mana dari lingkungan yang akan memengaruhi kita
akan ditentukan oleh bagaimana kita bertindak terhadap lingkungan. Bandura
(1977) melanjutkan dengan menyatakan bahwa perilaku juga bisa menciptakan
lingkungan: Kita semua kenal dengan individu yang sering bermasalah yang,
dengan perilaku mereka yang menjengkelkan, dapat diperkirakan akan
menibulkan situasi negatif di mana pun mereka berada. Ada pula orang yang
pandai dalam bergaul dengan siapa pun yang ditemuinya.
Jadi, menurut Bandura, orang dapt memengaruhi lingkungan dengan
bertindak dalam cara tertentu dan perubahan lingkungan itu pada gilirannya akan
memengaruhi perilaku orang itu selanjutnya. Tetapi, Bandura menunjukkan
bahwa walaupun ada interaksi antar orang, lingkungan, dan perilaku, salah satu
dari komponen-kompenen itu akan lebih berpengaruh ketimbang komponen
lainnya pada waktu tertentu. Banyak studi menunjukkan bahwa perilaku manusia
lebih banyak diatur oleh apa-apa yang mereka percayai sedang terjadi ketimbang
apa yang sebenarnya terjadi. Berdasarkan studi ini dan studi serupa lainnya,
Bandura (1977) menyimpulkan, Keyakinan tentang kondisi penguatan yang ada
lebih berpengaruh ketimbang pengaruh dari konsekuensi pengalaman.
Jelas akan bagus jika keyakinan seseorang itu adalah sesuai dengan
kenyataan. Dalam eksperimen tersebut, partisipan diberi informasi yang salah dan
mereka percaya dan bertindak berdasarkan informasi yang salah itu. Banyak
factor dalam kehidupan sehari-hari dapat menciptakan keyakinan non-adaptif
dalam diri seseorang, yang dapat menimbulkan tindakan yang tidak efektif atau
bahkan aneh.
Ringkasnya, konsep determinisme resiprokal Bandura menyatakan bahwa
perilaku, lingkungan, dan orang (dan keyakinannya) semuanya berinteraksi dan
interaksi ketiganya itu harus dipahami dahulu sebelum kuta bisa memahami fungsi
psikologis dan perilaku manusia.
Regulasi Diri Perilaku
Perilaku manusia sebagian besar adalah self-regulated behavior (perilaku
yang diatur sendiri). Di antara hal-hal yang dipelajari manusia dari pengalaman
langsung atau tidak langsung adalah performance standards (standar performa),
dan setelah standar ini dipelajari, standar itu menjadi basis bagi evaluasi diri. Jika
performa atau tindakan seseorang dalam situasi tertentu memenuhi atau melebihi
standar, maka ia akan dinilai positif, jika sebaliknya,ia dinilai negatif.
Standar seseorang bisa datang dari pengalaman langsungnya dengan
penguatan dengan menilai tinggi perilaku yang efektif dalam menghasilkan
pujian dari individu yang relevan dalam kehidupannya, seperti dari orang tuanya.
Standar personal juga bisa berkembang secara tak langsung dengan mengamati
perilaku yang dilakukan orang lain yang memperoleh penguatan. Misalnya,
Bandura dan Kupers (1964) menemukan bahwa anak yang dihadapkan pada
model yang menetapkan standar tinggi juga akan ikut menetapkan standar tinggi
dalam melakukan performa, dan anak yang dihadapkan pada model yang
menetapkan standar minimum juga akan mengikuti standar minimum.
Bandura (1977) percaya bahwa penguatan instrinsik yang datang dari
evaluasi diri lebih berpengaruh ketimbang penguatan ekstrinsik yang diberikan
oleh orang lain. Bandura menyimpulkan, perilaku yang dihargai oleh dirinya
sendiri cenderung dipertahankan lebih efektif ketimbang jika perilaku itu
diperkuat secara eksternal. Sayangnya, jika standar performa seseorang terlalu
tinggi, standar itu bisa justru bisa menimbulkan tekanan atau tegangan. Bandura
(1977) mengatakan, Dalam bentuk yang lebih ekstrem, standar yang keras untuk
evaluasi diri akan menimbulkan reaksi depresi, kelesuan kronis, perasaaan tak
berguna, dan kurang arah tujuan. Menurut Bandura, menetapkan tujuan yang
terlalu tinggi atau terlalu sulit dijangkau akan menimbulkan kekecewaan: tujuan
dengan tingkat kesulitan moderat kemungkinan akan memicu memotivasi lebih
besar dan memberi kepuasaan.
Seperti standar performa yang diinternalisasikan, perceived self-efficacy
(tanggapan tentang kecakapan diri) berperan dalam perilaku yang diatur sendiri.
Maksud dari anggapan mengenai kecakapan diri ini adalah keyakinan seseorang
tentang kemampuannya dalam melakukan sesuatu, dan ini muncul dari berbagai
macam sumber termasuk prestasi dan kegagalan personal yang pernah dialaminya,
melihat orang yang sukses atau gagal,dan persuasi verbal. Persuasi verbal
mungkin secara sementara bisa meyakinkan sesorang bahwa mereka harus
mencoba atau menghindari suatu tugas, namun dalam analisis terakhir yang paling
berpengaruh terhadap anggapan kecakapan diri ini adalah kegagalan atau
kesuksesan yang dialaminya secara langsung atau tak langsung.
Orang yang menganggap tingkat kecakapan dirinya cukup tinggi akan
berusaha lebih keras, berprestasi lebih banyak, dan lebih gigih dalam menjalankan
tugas ketimbang yang menganggap kecakapan dirinya rendah. Orang yang lebih
percaya diri itu juga tidak terlalu takut atau malu ketimbang orang yang kurang
percaya diri. Bandura (1980) berpendapat bahwa karena orang dengan
beranggapan kecakapan diri yang tinggi cenderung lebih punya kendali atas
kejadian dalam lingkungannya, maka mereka lebih merasa pasti. Karena individu
cenderung takut terhadap kejadian yang tidak bisa mereka kontrol dan karenanya
bersifat tak pasti, maka individu yang memiliki anggapan kecakapan diri yang
tinggi akan cenderung kurang merasa takut.
Anggapan kecakapan diri seseorang mungkin berhubungan atau mungkin
tak berhubungan dengan real self-eficacy (kecakapan diri yang sesungguhnya).
Orang mungkin percaya bahwa kecakapan diri mereka rendah padahal sebenarnya
cukup tinggi, begitupula sebaliknya. Situasi terbaik adalah ketika anggapan
seseorang itu sesuai dengan kemampuan sesungguhnya. Di satu sisi, orang yang
senantiasa berusaha untuk melakukan sesuatu diluar kemampuannya akan
mengalami frustasi dan putus asa, dan bahkan akan selalu gampang menyerah. Di
sisi lain, jika orang memiliki anggapan kecakapan diri yang tinggi tidak
menghadapi tantangan yang memadai, perkembangan personal mungkin
terhambat.

4. Proses Kognitif Yang Salah


Bandura Menganggap pentingnya proses kognitif dalam menentukan
perilaku manusia. Bukti adanya pengaruh proses kognitif ini dapat berasal dari
fakta bahwa kita dapat membayangkan (imagine) diri kita dalam keadaan emosi
apa saja. Hal ini menurut Bandura bias memengaruhi imajinasi seseorang.
Karena Perilaku seseorang sebagian ditentukan oleh proses kognitifnya,
maka jika proses-proses kognitif tidak akurat dalam merefleksikan realitas akan
mungkin muncul perilaku yang salah (maladaptif). Bandura memberi beberapa
sebab munculnya Faulty Cognitive Processes (proses kognitif yang salah).
Pertama, anak mungkin mengembangkan kepercayaan salah mereka karena
mereka cenderung mengevaluasi segala sesuatu berdasarkan penampilan. Kedua,
kesalahan dalam pemikiran terjadi ketika informasi diambil dari buku yang
kurang cukup (relevan). Ketiga, kekeliruan dalam berpikir dapat muncul dari
kesalahan memproses informasi. Misalnya, Jika Orang percaya bahwa semua
petani kurang cerdas maka dapat disimpulkan bahwa semua petani pasti kurang
cerdas. Deduksi ini salah sebab premisnya (keyakinan) sudah salah, Namun
Bandura menunjukan bahwa orang juga dapat membuat Deduksi yang salah
dengan informasi yang benar.
Tindakan moral
Moral code (kode moral) seseorang berkembang melalui interaksi dengan
model. Kode moral seseorang akan menentukan perilaku (atau pikiran) mana yang
akan mendapat hukuman mana yang tidak. Menyimpang dari kode moral akan
menimbulkan sikap self concept (mencela diri) atau penyesalan. Bandura (1977)
mengatakan Rasa mencela diri (penyesalan) setelah melanggar standar akan
menjadi sumber motivasi bagi seseorang untuk menjaga perilakunya sejalan
dengan standarnya saat berhadapan dengan motif yang bertentangan. Tidak ada
hukuman yang lebih buruk ketimbang pencelaan diri.
Ada beberapa mekanisme yang memungkinkan seseorang melanggar
prinsip moralnya tanpa merasa perlu mencela diri atau tanpa merasa bersalah :
1. Justifikasi moral yaitu tindakan yang tercela itu menjadi cara untuk
mencapai tujuan yang lebih luhur dan karenanya dibenarkan.
2. Pelabelan eufemistis yaitu dengan menyebut tindakan tercela sebagai
sesuatu yang lain, seseorang dapat melakukannya tanpa merasa bersalah.
Perbandingan yang menguntungkan yaitu dengan membandingkan
tindakannya sendiri dengan tindakan yang lebih bengis.
3. Pengalihan tanggungjawab yaitu beberapa orang dapat melanggar prinsip
moral mereka jika mereka merasa di perintah oleh otoritas dan karenanya
menganggap tanggungjawab ada di pundak pemberi perintah.
4. Difusi tanggung jawab yaitu keputusan bertindak tercela oleh satu
kelompok akan lebih mudah dilakukan ketimbang keputusan individual.
5. Pengabaian dan distorsi konsekuensi yaitu mengabaikan bahaya yang
disebabkan oleh tindakan mereka dan karenanya tidak perlu merasa
bersalah atau menceladiri
6. Dehumanisasi yaitu jika beberapa individu dianggap manusia rendahan,
mereka bisa diperlakukan secara tak manusiawi tanpa perlu merasa
bersalah
7. Atribusi kesalahan yaitu seseorang selalu dapat menyebut sesuatu yang
dikatakan atau dilakukan korban sebagai alasan untuk bertindak keras atau
tercela.
Determinisme versus kebebasan
Bandura mendefinisikan freedom dalam jumlah opsi yang tersedia dan
kesempatan untuk melakukannya. Pembatas kebebasan personal antara lain
adalah inkompetensi, ketakutan tidak berdasar, menahan diri secara
berlebihan, dan pembatas sosial seperti diskriminasi dan prasangka.

5. Aplikasi Praktis Dari Belajar Observasional


Apa yang didapat dari Modeling
Modeling memberi beberapa efek dari pengamat. Akuisition (akuisisi)
perilaku yang berasal dari penguatan tak langsung. Sebuah respon mungkin tak
diterima ketika melihat seorang model dihukum karena memberikan respons
tersebut. Dengan demikian, hasil yang terhalangi tersebut merupakan akibat dari
hukuman tersebut. Reduksi rasa takut yang berasal dari pengamatan atas tindakan
model dalam aktivitas yang ditakuti itu dinamakan disinhibition (disnhibisi).
Dalam kasus model meningkatkan kemungkinan si pengamat akan melakukan
respons yang sama dinamakan facilitation (fasilitasi). Modeling juga dapat
menstimulasi creativity (kreativitas) dengan cara menunjukkan kepada pengamat
beberapa model yang menyebabkan pengamat mengadopsi kombinasi berbagai
karakteristik atau gaya.
Penggunaaan modeling untuk menyampaikan informasi telah dikritik
karena umumnya memicu tindakan imitasi belaka, kecuali untuk beberapa orang
yang memang kreatif. Namun, kritik ini disanggah melalui bukti dari konsep
abstract modeling (modeling abstrak), di mana orang mengamati model yang
melakukan berbagai macam respons yang memiliki kaidah prinsip umum. Jadi,
modeling abstrak mengandung tiga komponen: (1) mengamati berbagai macam
situasi yang memiliki kaidah atau prinsip sama; (2) mengambil inti sari kaidah
atau prinsip dari berbagai pengalaman yang berbeda; (3) menggunakan kaidah
atau prinsip itu dalam situasi yang baru dan berbeda.
Selain untuk akuisisi, inhibisi, disinbisi, fasilitasi, ekstraksi kaidah atau
prinsip, dan kreativitas, modeling juga digunakan untuk mempengaruhi penilaian
moral pengamat dan respons emosionalnya. Dalam kenyataanya, menurut
Bandura segala sesuatu yang dapat dipelajari dari pengalaman langsung juga bisa
melalui pengalaman tak langsung atau pengganti. Lebih jauh ia dapat dipelajari
secara lebih efisien melalui modeling karena tidak ada proses trial-and-error
seperti yang ada dalam pengalaman langsung: Belajar observasional adalah
penting untuk perkembangan dan survival. Semakin besar kemungkinan kesalahan
dan bahaya, semakin besar kebutuhan untuk menggunakan belajar observasional
dari contoh atau model-model yang kompeten.
Modeling dalam Setting Klinis
Menurut Bandura, psikopatologi berasal dari belajar disfugsional, yang
menyebabkan antisipasi yang keliru terhadap dunia. Tugas psikoterapi adalah
memberi pengalaman yang akan menyangkal ekspektasi yang salah itu dan
menggantinya dengan ekspektasi yang benar. Bandura tidak senang dengan
psikoterapis yang mencari wawasan atau motivasi bawah sadar pada diri
kliennya.
Misalnya menghilangkan rasa takut pada sekelompok anak yang
mengalami fobia terhadap anjing. Bandura dan Menlove (1968) menggunakan tiga
kelompok yang fobia anjing. Mereka disuruh menonton film dalam tiga kondisi
yang berbeda: single modeling (modeling tunggal), di mana anak melihat seorang
model berinteraksi dengan seekor anjing dengan tingkat keintiman yang sangat
kuat; multiple modeling (modeling banyak), di mana anak melihat berbagai
macam model berinteraksi dengan sejumlah anjing tanpa rasa takut; dan ketiga
adalah kondisi control, di mana anak melihat film yang tidak menampilkan anjing
sama sekali. Ditemukan bahwa modeling tunggal maupun banyak mereduksi rasa
takut anak kepada anjing secara signifikan, sedangkan rasa takut anak dalam
kelompok ketiga tidak berkurang. Bandura menyimpulkan bahwa meskipun direct
modeling (modeling langsung) (melihat model secara langsung) maupun symbolic
modeling (modeling simbol) (melihat model dalam film) cukup efektif untuk
mengurangi rasa takut, namun tampaknya modeling langsung adalah yang lebih
efektif.
Pengaruh Berita dan Hiburan
Bandura percaya bahwa kita dapat belajar dari pengalaman tak langsung
atau pengalaman pengganti dan belajar dengan mengamati konsekuensi dari
perilaku kita sendiri.kita juga telah melihat bandura mendefinisikan model
sebagai segala sesuatu yang menyampaikan informasi. Jadi Koran, televise, dan
film layar lebar adalah model.
Bandura menolak pendapat bahwa semua kejadian itu hanyalah kebetulan
dan karenanya tidak ada kaitannya dengan program televise Doomsday Flight
tersebut. Menurut Bandura strategi baru untuk pemerasan dan fakta bahwa
kejadian pemerasan terjadi tidak lama setelah acara ditayangkan menunjukkan
bahwa bahwa hal itu bukan kebetulan.
Secara umum bandura(1986) menarik kesimpulan tentang kekerasan di
acara televise sebagai beikut : Analisis acara telvisi mengungkapkan bahwa
tindakan kekerasan digambarkan sebagai tindak yang diperbolehkan , suksses dan
relative tidak kotor.. mleihatt kekerasan yang disajikan dramatis menyebabkan
orang makin terbiasa bahkan mendukung kekerasan ketimbang mencari solusi
alternative . kekerasan bukan hanya digambarkan bisa membuahkan hasil tetapi
juga sering dipakai oleh tokoh pahlawan yang menghabisi musuhnya dengan cepat
seolah olah nyawa manusia tidak ada harganya sama sekali .
Film Pornografi
Tak semua orang yang menonton kekerasan ditelevisi akan melakukan
aksi kekerasan. Juga tidak ada org yang mnonton tayangan yang eksplisit. Tetapi
dalam kasus pornografi kekerasan seksual terhadap perempuan dijadikan model
dan modelling seperti ini dapat memicu perilaku yang sama pada diri peniru.

6. Teori Kognitif Sosial


Teori kognitf Bandura lebih komprehensif. Popularitas teori Bandura dapat
dijelaskan lewat pengakuannya atas keunikan manusia. Teorinya mendeskripsikan
manusia sebagai organisme yang dinamis dalam memproses informasi dan
sebagai organisme sosial. Menurut Bandura (1977), kemampuan manusia untuk
membuat simbol membuat mereka bisa merepresentasikan kejadian,
menganalisis pengalaman sadarnya, berkomunikasi dengan orang lain yang
dipisahkan oleh jarak dan waktu, merencanakan, menciptakan, membayangkan,
dan melakukan tindakan yang penuh pertimbangan.
Agen Manusia
Dalam tulisan terbarunya tentang teori kognitif sosial, Bandura
menekankan human agency (agen manusia), perencanaan secara sadar dan
pelaksanaan tindakan yang diniatkan yang memengaruhi masa depan. Menurut
Bandura, problem penting dalam teori kognitif sosial berhubungan dengan
kesadaran yang berorientasi masa depan dan kognisi.
Teori agen manusia oleh Bandura menempatkannya dalam jajaran
psikologi positif kontemporer dan menjauhkannya dari teoretisi behavioris awal.
Ciri utama dari agen manusia, yaitu :
1. Intentionality (intensionalitas) yang didefinisikan Bandura (2001) sebagai
representasi arah tindakan yang akan dilakukan di masa depan.
2. Forethought (pemikiran ke depan) yang didefinisikan sebagai antisipasi atau
perkiraan konsekuensi dari niat kita.
3. Self-reactiveness (kereaktifan-diri) yang menghubungkan pikiran dan
tindakan.
4. Self-reflectiveness (kereflektifan diri), kemampuan metakognisi untuk
merenungkan arah, konsekuensi, dan makna dari rencana dan tindakan kita.

7. Pendapat Bandura Tentang Pendidikan


Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Bandura bahwa pengalaman
langsung bisa dipelajari secara tidak langsung melalui observasi. Dengan
melakukan observasi atau pengamatan maka individu yang dalam hal ini adalah
siswa akan melakukan proses modeling. Di lingkungan sekolah, Guru dapat
dijadikan model oleh siswa untuk suatu keahlian, strategi pemecahan masalah,
kode moral, standar performa, aturan dan prinsip umum, dan kreativitas. Siswa
akan menginternalisasikan model tindakan yang dilakukan oleh guru dan
menjadikannya sebagai standar evaluasi diri. Ketika siswa mampu bertindak
sesuai dengan standar yang mereka tetapkan, pengalaman tersebut akan diperkuat
sedangkan apabila standar yang telah ditetapkan tidak mampu ditindaklanjutkan,
pengalaman tersebut akan dihukum.
Belajar observasional ini tidak semata-mata pengamatan biasa tetapi ada
empat variabel yang harus diperhatikan oleh guru, diantaranya atensional
(perhatian), retensional, motor, dan motivasional dari siswa. Guru dapat
melakukan strategi pembelajaran di kelas dengan menggunakan film, televisi,
ceramah, tape, demonstrasi, dan display sebagai model yang efektif untuk tujuan
pendidikan.
Jadi, untuk perencanaan suatu modelling guru harus menyeimbangkan
antara pengalaman intrinsik (yang berasal dari dalam diri siswa) dan pengalaman
ekstrinsik itu sendiri (yang berasal dari guru).

Anda mungkin juga menyukai