(Radiology) Case Report - Pneumotoraks
(Radiology) Case Report - Pneumotoraks
Oleh:
Supervisor:
Nurhayani Dwi Susanti, dr., Sp.Rad.
BAGIAN/SMF RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Gambaran Radiologi
pada Pneumotoraks. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi
besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam
menjalankan kepaniteraan klinik senior pada bagian/SMF Ilmu Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. Nurhayani Dwi Susanti, Sp.Rad yang telah meluangkan waktunya
untuk memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : M. Farisi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 18 tahun
Alamat : Idi Rayeuk, Aceh Timur
Status Perkawinan : Belum Kawin
No CM : 1-13-20-00
Tanggal Pemeriksaan : 12 Juni 2017
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD Aceh Utara dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 12 jam SMRS. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas,
sepeda motor yang dikendarai pasien bertabrakan dengan mobil innova.
Pasien diketahui langsung tidak sadarkan diri di tempat. Muntah (-), kejang
(-), riwayat perdarahan dari hidung (-), perdarahan dari telinga (-).
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit serupa sebelumnya.
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan serupa.
2.2.5 Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien adalah pelajar. Riwayat merokok disangkal.
2.2.6 Riwayat Penggunaan Obat
Tidak ada riwayat penggunaan obat sebelumnya.
2
3
Thorax AP:
Tampak area lusen avaskuler disertai pergeseran garis pleura pada
hemithorax bilateral.
Infiltrat di kedua paru.
Jantung tidak membesar, aorta normal, sinus kostofrenikus, diagragma,
costae normal.
Kesan: pneumotorak bilateral dan kontusio paru
7
Pelvis AP:
Fraktur os ischium kiri dan ramus inferior pubis kiri.
Tulang-tulang pelvis lainnya intak.
8
Cervical lateral:
Tidak tampak listhesis, fraktur. Diskus normal.
9
Thorax AP:
Dibandingkan foto thorax sebelumnya, saat ini ujung WSD setinggi sela iga
3-4 posterior kiri.
Saat ini tidak tampak lagi pneumotorax kiri, masih terlihat pneumotorax
kanan. Infiltrat di paru kanan.
Jantung tidak membesar. Aorta normal. Sinus kostofrenikus, diafragma,
costae normal.
Kesan:
Ujung WSD setinggi sela iga 3-4 posterior kiri.
Perbaikan pneumotorax kiri.
Pneumotorax kanan, stqa.
Perbaikan kontusio paru.
14
2.6 Penatalaksanaan
- Primary survey
- 02 6 liter per menit
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Citicolin 500 mg/12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Novalgin amp/8 jam
- Inj. Ranitidin amp/12 jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
16
3.2 Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura akibat robeknya pleua atau suatu keadaan dimana udara terkumpul di
dalam kavum pleura sehingga memisahkan rongga viceralis dengan parietalis
yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena(5).
17
3.3 Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu (2,3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe
ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke
dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
18
3.4 Diagnosis
1. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang sering muncul
adalah (2,4,5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita
bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3,4) :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu inspirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
20
3. Gambaran Radiologi
1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat
ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang
mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru
yang mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps
memberikan gambaran radioopak. Bagian paru yang kolaps dan
yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps
berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis,
yang biasa dikenal sebagai pleural white line.
21
Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai
deviasi mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).
(dikutip dari kepustakaan 7)
24
Emfisema subkutan.
(dikutip dari kepustakaan 16)
Gambar 9. Hidropneumothoraks.
(dikutip dari kepustakaan 17)
27
3.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks
(2)
serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
29
kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di
botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan
(3), (4)
tekanan tersebut . Penghisapan dilakukan terus-menerus
apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini
dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm
H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba
terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24
jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi
positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan
pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan
alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
6. Penatalaksanaan tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB
31
3.7 Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup
baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan
sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS
dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.
BAB IV
PEMBAHASAN
32
33
napas tertinggal. Bila setiap inspirasi dada makin membesar artinya terjadi tension
peneumothorax. Perhatikan pula adanya deviasi trakea ke sisi kanan yang
menandakan adanya dorongan dari dalam rongga dada bagian kiri. Kemudian
gerakan otot-otot dada juga diperhatikan. Pada palpasi didapat fremitus melemah
dan ICS melebar. Ini menandakan bahwa pada pasien kemungkinan pada paru
parunya mengalami pengisian udara, konsolidasi ataupun cairan pada rongga dada
yang memperkuat adanya dugaan pneumotoraks maupun efusi. Pada auskultasi
ditemukan suara napas menghilang dan hipersonor pada perkusi. Hipersonor
artinya ada penambahan udara pada rongga dada dan suara napas yang
menghilang juga sesuai pada pneumotoraks. Dari sisni disimpulkan bahwa ada
udara dengan jumlah melebihi normal yang mengisi rongga dada, dan
kemungkinan rongga dada isi cairan dapat dihindarkan. Kemudian tidak terdengar
rales atau mengi. Yang berarti ini bukan obstruksi pada jalan napas seperti pada
asma. Pada tahap ini maka primary survey sudah dilakukan tanpa adanya tahap D,
E karena tidak ada masalah. Yang mengalami masalah hanyalah A, B, dan C.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara cepat maka selanjutnya didapat
kemungkinan terbesar bahwa pasien mengalami pneumothoraks. Untuk
memperkuat dugaan pneumotoraks pada paru kiri adalah pemeriksaan penunjang
rontgen thoraks AP. Pada hasil rontgen didapatkan gambar dibawah ini :
34
Thorax AP:
Tampak area lusen avaskuler disertai pergeseran garis pleura pada
hemithorax bilateral.
Infiltrat di kedua paru.
Jantung tidak membesar, aorta normal, sinus kostofrenikus, diagragma,
costae normal.
Kesan: pneumotorak bilateral dan kontusio paru
dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga ke 6 pada linea aksilaris media
kemudian dilakukan prosedur Water Seal Drainage ( WSD) Venocath.
Penjelasannya, WSD dengan venocath digunakan dalam keadaan
emergency pada pneumothorax dan efusi leura massif. Bila dalam waktu 24
jam paru tidak mengembang atau venocath terlipat maka harus diganti
dengan WSD mini atau WDS besar. Dari WSD ini diharapkan udara yang
terdapat di rongga pleura dapat dikeluarkan dan paru paru dapat
mengembang kembali. Bila paru sudah mengembang WSD dapat
dicabut,untuk memastikannya dilakukan foto Rotgen seri selama 1-3
hari.Bila dirasa belum cukup dapat dilakukan Pleurodosis yakni melekatkan
kembali pleura sehingga mengurangi kekambuhan dan pada Pleurodosis
dapat ditambahkan derivate Tetrasiklin untuk mengurangi kekambuhan 25%
dari pleurodosis biasa.
BAB V
PENUTUP
36
DAFTAR PUSTAKA
37
38