Anda di halaman 1dari 6

PENERAPAN RINTISAN KURIKULUM KKNI

DAN
ABDIMAS (PENGABDIAN MASYARAKAT)

Oleh:
Juhri Abdul Muin1
(Dosen Tetap UM Metro)

Indonesia adalah suatu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di
dunia setelah Cina, India, dan Amerika, dengan jumlah penduduk yang besar tersebut tentu
diikuti jumlah usia penduduk yang kuliah di perguruan tinggi cukup besar jumlahnya.
Menurut data Kemristekdikti, jumlah perguruan tinggi negeri maupun swasta sebanyak
4.332, dengan rincian perguruan tinggi negeri 122 sedangkan perguruan tinggi yang dikelola
Yayasan swasta sebanyak 4.210. Dengan jumlah mahasiswa sebanyak 6.118.733 orang.
Mahasiswa yang tertampung kuliah diperguruan tinggi negeri sebanyak 1.962.250 orang dan
yang kuliah di perguruan tinggi swasta sebanyak 4.156.483 orang. Sebanyak 6.118.733
orang mahasiswa tersebut dididik dosen sebanyak 213.920 yang tersebar dosen Perguruan
Tinggi Negeri sebanyak 68.122 dan dosen yang mengajar di Perguruan Tinggi swastra
sebanyak 145.798 orang. Angka ini di ambil dari data hasil Evaluasi Direktorat Jenderal
Penguatan Riset dan Pengembangan (2017) Kemristekdikti, dari hasil Evaluasi Kinerja
Abdimas Perguruan Tinggi tahun 2016. Jumlah tersebut belum termasuk perguruan tinggi
yang dikelola oleh Kementrian Agama Republik Indonesia.
Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut UUSPN, berarti sampai sekarang sudah
berjalan selama 14 tahun, jika dihitung sejak terjadinya gerakan reformasi khususnya
dibidang pendidikan yang terjadi tahun 1998, berarti sudah berusia 19 tahun lamanya.
Namun, apa yang sudah dapat diwujudkan dari upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia khususnya melalui pendidikan tinggi?, sungguh masih memprihatinkan,
kualitas bangsa Indonesia di Asia Tenggara masih di bawah Malasya. Disisi lain, jika ditinjau
dari sejarah, dahulu Malasya menjadi subjek pendidikan (murid) bangsa Indonesia. Malu
sesungguhnya mempunyai murid jauh lebih berhasil dari gurunya, apakah memang bangga
dengan semboyan bahwa guru yang berhasil jika kelak memiliki murid yang jauh lebih

1
Guru Besar Tetap Universitas Muhammadiyah Metro; dan Alumni KRA 38 Lemhannas RI. Tahun 2005
sukses daripada gurunya? Kalau guru dan dosen kita berhasil menjadikan bangsa negara
jiran kita, tentu saja guru dan dosen Indoensia harus bisa lebih berhasil mendidik bangsanya
sendiri. Sementara itu, upaya Pemerintah sudah cukup gencar usaha meningkatkan mutu
pendidikan nasional, yang dimulai dari perbaikan sistem pendidikan, penyempurnaan
kurikulum, peningkatan kesejahteraan guru melalui tunjangan sertifikasi, kelengakapan
sarana dan prasarana pembelajaran, dan lain sebagainya, atau ada masalah lain yang perlu
ditemukan melalui riset?
Sebagaimana telah diamanatkan pada UUSPN Bab XI ayat (2) yang dinyatakan bahwa
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi. Pertanyaannya adalah pertama sudahkah pendidik di perguruan
tinggi sudah melaksanakan amanah pada ayat (2) tersebut secara profesional dan
bertanggungjawab? mari coba kita instropeksi secara cermat, sadar, cerdas, dan tentu
ikhlas. Sebagai tenaga pendidik profesional sebelum melaksanakan tugas pembelajaran di
suatu ruang kuliah, yang harus dipersiapkan terlebih dahulu adalah menyusun perencanaan
sebagai salah satu seperangkat alat pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran
Semester (RPS) yang mutlak harus dimiliki oleh setiap dosen, selain seperangkat
pembelajaran lainnya. Jika ditelusuri secara cermat, masih ditemukan dosen yang
melaksanakan tugas pembelajaran belum memiliki seperangkat alat pembelajaran
khususnya RPS tersebut, sehingga arah, tujuan, dan target pembelajaran tidak akan berjalan
dan tercapai secara efektif dan efisien, apalagi ketercapaian pembelajaran yang bermutu
sehingga dapat menghasilkan mutu lulusan yang memiliki kemampuan bersaing secara
kompetitif dalam persaingan tenaga kerja profesional, terampil, dan dapat menyelesaikan
tugas yang lebih produktif baik secara kuality maupun kuantity.
Kedua; dalam hal menilai hasil pembelajaran, sudahkah dosen mengevaluasi proses
dan hasil pembelajaran secara objektif dan komprehensif? Menurut hemat penulis dari
hasil kajian empirik di lapangan, masih ada dosen yang melaksanakan tugasnya ini dengan
benar. Sesungguhnya dosen yang profesional akan selalu melakukan penilaian dari berbagai
aspek kegiatan seperti menilai makalah yang dipresentasikan di hadapan kelas, menilai
kemampuan dalam menyajikan materi, menilai kemampuan bertanya dan menjelaskan,
menilai hasil ujian tengah dan akhir semester, dan menilai aktivitas serta perilaku lainnya
yang sudah dituangkan dalam RPS sebelumnya. Ketidakbenaran dalam memberikan
penilaian ini, akan menjadi salah satu indikator lulusan yang kurang berkualitas. Ketiga;
melaksanakan pembimbingan dan pelatihan, kegiatan ini sering kali masih ditemukan dalam
melaksanakan layanan bimbingan khususnya dalam penulisan karya tulis ilmiah adakalanya
belum dilakukan secara maksimal. Demikian pula dalam hal memberikan petatihan untuk
meningkatkan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan dalam berbagai bidang seperti
keterampilan menyajikan materi pembelajaran (bagi mahasiswa FKIP), keterampilan
berkarya bagi mahasiswa yang mengambil bidang ilmu teknik dan lain sebagainya.
Kelima; melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, bidang ini disebut
dengan dharma penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari Try Dhama Perguruan
Tinggi. Kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia aktivitas untuk melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat masih relatif sedikit jumlah perguruan tinggi yang taat
menjalankan dharma tersebut. Pada umumnya masih berorientasi pelaksanaan pendidikan
dan pengajaran. Masih banyak perguruan tinggi yang mengabaikan kegiatan penelitian yang
hasilnya dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah bereputasi scopus dan dipublikasikan di
masyarakat dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Suatu contoh data hasil evaluasi
kinerja Riset di Perguruan Tinggi Periode Evaluasi basis data 2013-2015, konstribusi
perguruan tinggi baru mencapai 1.447 dari 4.332 perguruan tinggi yang melakuan program
penelitian dalam berbagai skim penelitian. Dari 1.447 perguruan tinggi yang melakukan
program penelitian yang dirinci setiap klaster sebagai berikut: klaster Mandiri = 25; klaster
Utama = 73; klaster Madya = 160; dan Binaan 1.219 perguruan tinggi, berarti masih terdapat
3.113 perguruan tinggi yang cenderung belum melaksanakan dharma penelitian. Sedangkan
hasil evaluasi hasil pengabdian kepada masyarakat pertama kali dilaksanakan tahun 2016
dengan menggunakan data hasil pengabdian kepada masyarakat tahun 2013-2015, baru
terdapat 808 perguruan tinggi negeri dan swasta yang melaksanakan pengabdian kepada
masyarakat yang tercatat pada Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
yang dipublikasikan 18 Agustus 2017 yang lalu. Hasil Evaluasi ini dikelompokkan menjadi
empat klaster dengan sebutan: 1. Unggul (excelllent) = 15; 2. Sangat Bagus (very Good) = 51;
3. Memuaskan (satisfaxtority) = 132; dan 4. Kurang memuaskan (marginal) = 610 perguruan
tinggi. Berarti masih terdapat 3.524 perguruan tinggi yang cenderung belum melaksanakan
dharma pengabdian kepada masyarakat. Kondisi ini menurut penulis menjadi salah satu
penyebab rendahnya kualitas lulusan perguruan tinggi. Jadi pantas saja jika jumlah
pengangguran di Indonesia disumbang dari sarjana atau lulusan perguruan tinggi yang
tidak berkualitas.
Sebagaimana hasil Evaluasi Kinerja Pengabdian kepada Masyarakat (Abdimas)
perguruan tinggi basis data 2013-2015, hasil Evaluasi tahun 2016, dijelaskan bahwa:
Kelompok Unggul (excelllent) Norom Rangking 1-15, dicirikan dengan kekuatan utama yang
seimbang pada sumber daya (SD), Manajemen (M), dan Luaran (L), yang jauh lebih tinggi
dibandingkan Universitas lainnya. Kelompok Sangat Bagus (very Good) Nomor Rangkin 16-
66, dicirikan dengan kekuatan yang seimbang pada SD, M, dan L dimana minimal 2
komponen lebih tinggi dibandingkan Universitas lainnya. Kelompok Memuaskan
(satisfaxtority) Nomor Rangking 67-198, memiliki satu komponen dari SD, M, atau L lebih
tinggi dengan mendekatan rerata nasional dibandingkan Universitas lain. Sedangkan
kelompok Kurang Memuaskan (marginal) Nomor Rangking 199-808, memiliki nilai SD, M,
dan L di bawah rerata nasional. Alhamdulillah Universitas Muhammadiyah Metro berada
pada urutan 61 (kelompok very Good) dari 808 perguruan tingg negeri maupun swasta yang
dinilai kinerja pengabdian kepada masyarakat. Kesemuanya itu berkat hasi kerja keras dan
kerjasama tim dosen beserta tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LPPM) Universitas Muhammadiyah Metro
Disisi lain dalam hal ini, Presiden Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden No.
8/2012 tentang pengembangan kurikulum perguruan tinggi yang disebut Rintisan Kurikulum
KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) telah dicanangkan lima tahun yang lalu.
Semestinya peguruan tinggi di Indonesia sudah melaksanakan kurikulum tersebut secara
konsekuen untuk mengejar ketertinggalannya kualitas lulusan perguruan tinggi. Alasan
mendasar dicanangkannya rintisan kurikulum tersebut dilatarbelakangi adanya tantangan
eksternal seperti adanya persaingan global dan Ratifikasi berbagai konvensi. Kemudian,
alasan internalnya adalah: 1). Adanya kesenjangan mutu, jumlah, dan kemampuan; 2).
Relevansi; seperti penghasil vs pengguna, info kebutuhan vs human capital planning; 3).
Tingginya pengangguran; 4). Beragam aturan kualifikasi; dan 5). Beragam pendidikan. KKNI
sebuah pernyataan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diharapkan memiliki
kemampuan penilaian, kesetaraan, dan pengakuan kualifikasi.
Dalam tulisan ini saya singgung sedikit tentang penyelenggaraan Program
Pascasarjana, yaitu Program Magister (S2) dan Program Doktor (S3), fokus pada
pengembangan dan peningkatan keahlian kerja yang terarah secara spesifik. Level lulusan
pendidikan yang diharapkan pada lulusan pada Program Pascasarjana ini lulusan yang
memiliki tiga kemampuan utama pada setiap level. Level ke 7 misalnya diharapkan lulusan
yang memiliki kemampuan: (1) untuk merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah
tanggungjawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensip kerjanya dengan
memanfaatkan IPTEKS untuk menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategis
organisasi. (2) untuk memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni didalam
bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner. dan (3) mampu melakukan riset
dan mengambil keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggungjawab penuh atas
semua aspek yang berada di bawah tanggungjawab bidang keahliannya. Untuk Level ke 8;
kemampuan yang harus dikuasai adalah: (1) mampu mengembangkan pengetahuan ,
teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya atau praket profesionalnya melalui
riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji. (2) Mampu memecahkan permasalahan
sains, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau
multi disipliner. dan (3) Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi
masyarakat dan keilmuan, serta mampu mendapat pengakuan nasional mapun
internasional.
Sedangkan level ke 9; kemampuan yang harus dikuasai mencakup: (1) mampu
mengembangkan pengetahuan, teknologi dan/atau seni baru di dalam bidang keilmuannya
atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan
teruji. (2) Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni di
dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner. Dan (3)
Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan pengembangan yang
bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional
dan internasional.
Pertanyaannya adalah sudahkah para pengelola Program Pascasarjana dalam
menyelenggarakan pendidikan telah mengikuti ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku? Sehingga akan mampu menghasilkan lulusan magister dan doktor
dalam berbagai bidang ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bernbagai
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Secara jujur, jika ditelusuri secara
cermat, masih banhyak perguruan tinggi yang cenderung mengelola proses pendidikan
belum dilaksanakan secara maksimal dengan prosedur baku sesuai dengan ketentuan
akademik. Apalagi bentuk lain seperti riset dan pengabdian kepada masyarakat yang
merupakan implementasi dari hasil penelitian. Semoga tulisan sederhana ini dapat
mendorong dan bertanggungjawab bagi para pengelola perguruan tinggi khususnya yang
menyelenggarakan Program Pascasarjana, pada jenjang pendidikan ini merupakan benteng
dari penyiapa sumber daya manusia yan g berfkualitas dan memiliki kemampuan bersaing
dalam persaingan mutu tenaga kerja. Dalam penyelenggaraan pendidikan tidak sekedar
menyelenggaran pendidikan dan pengajaran belaka, namun dharma penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat dapat diselenggarakan dengan mengikuti ketentuan serta
aturan yang berlaku sebsagaiman telah ditetapkan dan ditentukan oleh pemerintah baik itu
dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri Ripublik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai