Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Senyawa Antimikrobia
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian bawang putih (Alium sativum L.)
dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada daging ayam.
2. Melakukan uji untuk mengetahui kemampuan senyawa antimikrobia
pada bumbu bawang putih (Allium sativum L.) dan belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.).
3. Menentukan dan mengetahui kemampuan senyawa antimikrobia pada
bumbu bawang putih (Alium sativum L.) dan belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) yang paling efektif.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Bumbu didefinisikan sebagai bahan yang mengandung satu atau lebih jenis
rempah yang ditambahkan ke dalam bahan makanan pada saat makanan tersebut
diolah (sebelum disajikan) dengan tujuan meemperbaiki aroma, cita rasa, tekstur,
dan penampakan secara keseluruhan. Secara alami, rempah-rempah mengandung
berbagai macam komponen aktif yang sangat besar peranannya dalam penciptaan
rasa suatu produk. Rempah-rempah mengandung zat antioksidan, antikapang,
antikhamir, antiseptik, antikanker, dan antibiotik yang kesemuanya itu sangat
besar peranannya dalam membuat bumbu-bumbuan menjadi awet (Astawaan,
2009).
Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau
mematikan bakteri. Antibakteri dalam definisi yang luas adalah suatu zat yang
mencegah terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Antibiotik maupun
antibakteri sama-sama menyerang bakteri, kedua istilah ini telah mengalami
pergeseran makna selama bertahun-tahun sehingga memiliki arti yang berbeda.
Antibakteri biasanya dijabarkan sebagai suatu zat yang digunakan untuk
membersihkan permukaan dan menghilangkan bakteri yang berpotensi
membahayakan (Volk dan Wheeler, 1993).
Total Plate Count (TPC) adalah suatu metode uji cemaran mikroba yang
bertujuan untuk menghitung total koloni mikroba dalam contoh padat maupun cair
dengan metode cawan tuang dan pengenceran serial. Pada prinsipnya dilakukan
pengenceran terhadap sediaan yang diperiksa kemudian dilakukan penanaman
pada media lempeng agar. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada lempeng agar
dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai. Perhitungan
dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Manfaatnya
dari perhitungan ALT ini adalah untuk meghitung jumlah cemaran mikroba
yang terdapat dalam suatu sampel pada medium agar (Yunita dkk., 2015).
Dalam metode APC ini dilakukan seri pengenceran yang bertujuan untuk
mengurangi jumlah kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat
diamati dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan
perhitungan yang tepat. Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni
(Fardiaz, 1993).
Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap
bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung
jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Jumlah
mikroba pada suatu bahan dapat dihitung dengan berbagai macam cara,
tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya. Bila suspensi ditumbuhkan pada
suatu medium dengan lingkungan yang sesuai, maka kelompok bakteri ini hanya
akan menghasilkan satu koloni saja. Berdasarkan hal tersebut sering kali
digunakan istilah Colony Forming Units (CFU) yang digunakan untuk
perhitungan jumlah mikroorganisme hidup (Dwidjoseputro, 1996).
Perhitungan mikrobia secara tidak langsung, dipakai untuk menentukan
jumlah mikrobia keseluruhan baik yang mati maupun yang hidup atau hanya
menentukan jumlah mikrobia yang hidup saja. Untuk menentukan jumlah
mikrobia yang hidup dapat dilakukan setelah suspensi bahan atau biakan
mikrobia diencerkan beberapa kali dan ditumbuhkan dalam medium dengan cara
tertentu tergantung dari macamnya bahan dan sifat mikrobianya (Jutono dkk,
1980).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikrobia yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka mikrobia tersebut akan berkembang
biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan
mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan didasarkan pada
setiap sel dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Oleh sebab itu
mikroorganisme yang mati tidak akan terhitung karena tidak dapat berkembang
menjadi satu koloni. Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu hanya sel
mikrobia hidup yang dapat dihitung (Hadioetomo, 1985).
Pengenceran sampel bertujuan membantu untuk memperoleh perhitungan
jumlah yang lebih akurat, apabila pengenceran terlalu rendah jumlah koloni yang
terbentuk tinggi (>250 koloni) sulit untuk dihitung sehingga kemungkinan
kesalahan perhitungan sangat besar atau dikatakan TNTC karena jumlah koloni
yang terbentuk tidak bisa dilakukan perhitungan, namun pengenceran yang terlalu
tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang rendah
(<25 koloni) atau TFTC. Semakin tinggi pengenceran suatu suspensi maka
semakin sedikit pula jumlah bakteri yang dikandung atau bahkan tidak sama
sekali karena jumlah mikroba yang tersuspensi di dalam air steril menjadi lebih
kecil. Menurut Fitria (2007), suatu koloni dikatakan spreader apabila
pertumbuhan koloninya lebih dari setengah petri sehingga tidak bisa dilakukan
perhitungan.
Senyawa aktif yang terkandung dalam daun belimbing wuluh adalah tanin
dan flavonoid. Senyawa tanin memberikan sifat antibakteri dengan cara merusak
membran sitoplasma sehingga bakteri akan rusak dan mati. Tanin juga
mempunyai kemampuan dalam menginaktivasi adhesin sel mikroba (molekul
yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada polipeptida dinding sel, karena
tanin merupakan senyawa fenol. Flavonoid merupakan salah satu antibakteri yang
bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah
dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit
penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi
tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel
(Riwayati, 2012).
Sejak lama dapat digunakan sebagai bumbu masakan dan pengobatan. Zat
bioaktif yang berperan sebagai antibakteri dalam bawang putih adalah allicin yang
mudah menguap (volatil) dengan kandungan sulfur. Zat kimia alil sulfida (biasa
disebut alisin) yang diduga merusak dinding sel dan menghambat sintesis protein.
Adanya alil sulfida sebagai antibakteri akan dapat menekan pertumbuhan bakteri
coliform atau bakteri yang merugikan baik Gram negatif maupun positif. Alisin
tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih, karena pada bawang putih utuh
mengandung aliin dan enzim alinase (Susanti, 2007). Menurut Salim (2016),
senyawa allicin dan turunannya tidak akan mencul ketika bawang putih
dihancurkan atau dipotong, lebih efektif ketika bawang putih dilakukan ekstraksi
sehingga akan menyebabkan kerusakan pada sel bawang putih yang akan
mengaktifkan enzim allinase yang mampu mengubah allin menjadi allicin selain
itu, semakin besar konsentrasi maka semakin besar daerah hambat yang terbentuk
baik terhadap bakteri.
Ekstrak murni bawang putih dengan pelarut air pada konsentrasi 75%
memberikan pengaruh pembentukkan diameter hambat yang terbesar
terhadap Streptococcus dibanding dengan pelarut etanol. Secara keseluruhan
semua ekstrak bawang putih dengan berbagai pelarut menunjukkan pembentukkan
diameter hambat yang relative besar (Buana., dkk 2009).
Di Indonesia, daging ayam merupakan sumber protein hewani yang sangat
populer dimasyarakat dan harganyapun lebih terjangkau dibandingkan dengan
daging sapi dan lainnya. Akan tetapi proses penanganan daging ayam dari mulai
pascapanen, pengolahan hasil, pemotongan, distribusi, pasar dan sampai di
konsumen masih sangat kurang dalam menjaga sanitasi produk ayam tersebut.
Selain itu kandungan air yang cukup tinggi pada daging ayam dapat dimanfaatkan
oleh bakteri untuk pertumbuhan, oleh karena itu dilakukan pengujian senyawa
antimikrobia pada daging ayam, untuk menghambat pertumbuhan bakteri
(Chotiyah, 2009).
Mikroorganisme yang terdpat dalam daging umumnya adalah khamir, jamur
benang, dan bakteri yang dapat merugikan atau membahayakan manusia yang
mengkonsumsinya. Jika produk disimpan pada kondisi aerob, maka bakteri
psikrotrofik aerob terutama bakteri Gram negatif berbentuk batang seperti
Pseudomonas, Proteus, dan Alcaligenes, juga khamir akan tumbuh dengan cepat.
Daging akan mulai membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai jumlah
lebih dari 5 x 106 koloni bakteri per gram. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme pada daging adalah temperatur, kadar air atau
kelembaban, oksigen, tingkat keasamaan dan kebasaan (pH) dan kandungan gizi
daging (Raharjo, 2010).
Tabel 1. Batas Cemaran Maksimum Mikrobia dalam Daging Ayam SNI
7388:2009)
Jenis Cemaran
No. Kat Pangan Kategori Pangan Batas maksimum
Mikrobia
ALT (30C, 72
1 x 106 koloni/g
Daging ayam jam)
segar, beku Koliform 1 x 102 koloni/g
08.1.1 (karkas dan tanpa E.coli 1 x 101 koloni/g
tulang dan Salmonella sp. Negatif/25 g
cincang) S. aureus 1 x 102 koloni/g
Campylobacter sp. Negatif/25 g
(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2009)
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cawan timbang,
cawan petri, lumpang porselin, mortar, propipet, pipet ukur, handcounter,
timbangan digital, gelas pengaduk, inkubator, stopwatch, tip, mikropipet,
vortex, kapas, LAF, label, kertas payung, tabung reaksi, erlenmeyer, karet,
rak tabung reaksi, sendok dan lampu spiritus.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah medium
PCA, larutan BPW, belimbing wuluh (Averhoa bilimbi L.), bawang putih
(Allium sativum L.) dan daging ayam.

B. Cara Kerja
1. Persiapan sampel
Sampel belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ditumbuk dan
diambil air perasannya secukupnya lalu dimasukkan dalam gelas
beker. Bawang putih (Allium sativum) ditumbuk hingga halus diambil
air perasannya lalu ditimbang dan dimasukkan ke cawan timbang.
Daging ayam mentah yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1
gram, 5 gram, dan 5 gram kemudian diletakkan pada 3 cawan petri
yang berbeda. Semua sampel yang sudah disiapkan lalu ditimbang
dengan konsentrasi 20% (1 ml), 30% (1,5 ml), 40% (2 ml), 50% (2,5
ml).
2. Pengujian senyawa antimikrobia
Daging ayam mentah yang sudah dihaluskan dan ditimbang
sebanyak 1 gram, 5 gram, dan 5 gram kemudian diletakkan pada
cawan petri yang berbeda. Cawan petri yang berisi 1 gram daging
ayam mentah tanpa perlakuan apapun dijadikan sebagai kontrol,
cawan petri yang berisi 5 gram daging ayam mentah ditambah bumbu
(bawang putih atau belimbing wuluh) dengan konsentrasi 20% dan
40% sebagai perlakuan I. Cawan petri yang berisi 5 gram daging
ayam mentah ditambah bumbu (bawang putih atau belimbing wuluh)
dengan konsentrasi 30% dan 50% sebagai perlakuan II. Daging
dihomogenkan dan didiamkan selama 10 menit.
Masing-masing sampel diambil sebanyak 1 gram dan dilakukan
pengenceran menggunakan larutan BPW lalu divortex sebagai
konsentrasi 10-1. Larutan pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1000 m
dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi medium BPW lalu
divortex sebagai konsentrasi 10-2, pengenceran dilakukan dengan seri
pengenceran 10-1 sampai 10-5 untuk masing-masing perlakuan. Setelah
diencerkan, masing-masing sampel pada pengenceran 10-3 hingga 10-5
diambil sebanyak 1000 m dan medium PCA dituangkan ke dalam
petri dengan metode pour plate. Dilakukan inkubasi pada suhu 37C
selama 24 jam dan 48 jam. Koloni mikrobia yang tumbuh dihitung
menggunakan handcounter dan dimasukkan ke dalam rumus ALT.
Angka lempeng total dari bakteri dihitung menggunakan rumus:

ALT =
[(11) + (0,12)]

dengan C = jumlah mikrobia yang terhitung


d = petri pertama yang terdapat mikrobia
B. Pembahasan
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang sangat populer
dimasyarakat dan harganyapun lebih terjangkau dibandingkan dengan daging sapi
dan lainnya. Akan tetapi proses penanganan daging ayam dari mulai pascapanen,
pengolahan hasil, pemotongan, distribusi, pasar dan sampai di konsumen masih
sangat kurang dalam menjaga sanitasi produk ayam tersebut. Selain itu kandungan
air yang cukup tinggi pada daging ayam dapat dimanfaatkan oleh bakteri untuk
pertumbuhan, oleh karena itu dilakukan pengujian senyawa antimikrobia pada
daging ayam, untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Kebanyakan pada proses pengolahan daging dilakukan pemasakan dengan
bumbu, selain untuk memberi cita rasa pemberian bumbu ini dapat menghambat
tumbuhnya koloni bakteri. Bumbu yang digunakan untuk uji senyawa antimikroba
adalah belimbing wuluh dan bawang putih. Fungsi digunakannya kedua bahan ini
karena untuk melihat bumbu mana yang paling efektif mengambat
mikoorganisme. Dilakukan perlakuan konsentrasi bumbu yaitu konsentrasi 20%,
30%, 40%, 50% dan tanpa perlakuan yang berfungsi untuk membandingkan
konsentrasi efektif bumbu dalam menghambat mikroorganisme. Metode yang
digunakan adalah metode pour plate, sehingga bakteri aerob maupun anaerob
dapat tumbuh. Perlakuan pendiaman selama 10 menit supaya bumbu menyerap
pada daging sehingga dapat diketahui efektivitasnya.
Berdasarkan hasil pada tabel 2 diatas, dapat dilihat pada pengamatan 24 jam
bahwa pada sampel belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) perlakuan kontrol
menunjukkan jumlah ALT yang terlalu banyak dan tidak bisa dihitung atau
TNTC, pada perlakuan bumbu 20% diperoleh nilai ALT 21 x 106 CFU/ml. Pada
perlakuan bumbu 30% diperoleh jumlah ALT 20,3 x 106 CFU/ml, pada perlakuan
bumbu 40% diperoleh jumlah ALT 0,43 x 106 CFU/ml dan pada perlakuan bumbu
50% diperoleh jumlah ALT 0,42 x 106 CFU/ml. Pada sampel bawang putih
(Allium sativum L.) pengamatan 24 jam, menunjukkan hasil pada perlakuan
kontrol jumlah ALT nya adalah 13,3 x 106 CFU/ml. Pada konsentrasi bumbu 20%
jumlah ALTnya adalah TNTC karena tidak bisa dihitung jumlahnya terlalu
banyak, konsentrasi bumbu 30 % menunjukkan hasil jumlah ALTnya 2,23 x 106
CFU/ml, konsentrasi bumbu 40% menunjukkan jumlah ALT 2,49 x 106 CFU/ml
dan pada konsentrasi bumbu 50% diperoleh jumlah ALTnya 2,05 x 106 CFU/ml.
Setelah dilakukan inkubasi selama 48 jam, pada perlakuan belimbing wuluh
diperoleh hasil bahwa pada konsentrasi bumbu 20% dan kontrol jumlah ALTnya
tidak dihitung karena jumlah koloni yang tumbuh terlalu banyak atau TNTC,
sedangkan pada konsentrasi bumbu 30%, 40% dan 50% diperoleh nilai ALT
berturut-turut 2,31 x 106, 9 x 106 dan 2,07 x 106 CFU/ml. Berdasarkan hasil
tersebut pada perlakuan inkubasi 48 jam, pada daging ayam tanpa perlakuan
bumbu menunjukkan pertumbuhan koloni yang sangat banyak atau TNTC sama
halnya pada konsentrasi 20%, sedangkan pada perlakuan bumbu 30 %, 40% dan
50% jumlah koloni yang terhitung makin berkurang dari perlakuan kontrol dan
20%, hal ini menunjkkan bahwa pemberian bumbu belimbing wuluh cukup efektif
untuk menghambat pertumbuhan mikrobia. Sedangkan, konsentrasi yang
menghasilkan jumlah koloni paling rendah adalah perlakuan bumbu belimbing
wuluh 50%, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bumbu belimbing wuluh
konsentrasi 50% paling efektif menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini sesuai
dengan penelitian Salim (2016) yang menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi
sampel maka semakin besar daerah hambat yang terbentuk terhadap bakteri.
Menurut Riwayati (2012), belimbing wuluh mengandung senyawa aktif
yang memiliki kemampuan sebagai senyawa antimikroba. Senyawa aktif yang
terkandung dalam daun belimbing wuluh tersebut adalah tanin dan flavonoid.
Senyawa tanin memberikan sifat antibakteri dengan cara merusak membran
sitoplasma sehingga bakteri akan rusak dan mati. Tanin juga mempunyai
kemampuan dalam menginaktivasi adhesin sel mikroba yang terdapat pada
polipeptida dinding sel, karena tanin merupakan senyawa fenol. Flavonoid
merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi
membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran
sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan
sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu merusak
membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel.
Pada perlakuan bumbu bawang putih (Allium sativum L.) diperoleh hasil
bahwa pada perlakuan kontrol diperoleh jumlah ALTnya 18,9 x 106. Pada
perlakuan bumbu konsentrasi 20% jumlah koloni tidak bisa dihitung karena
TNTC, pada perlakuan bumbu 30%, 40% dan 50% diperoleh nilai ALT berturut-
turut 10,3 x 106, 5,1 x 106 dan 3,864 x 106 CFU/ml. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dilihat bahwa pada konsentrasi bumbu bawang putih 20% terjadi kenaikan
jumlah koloni dibandingkan dengan perlakuan kontrol, hal ini bisa disebabkan
karena terjadi kontaminasi dari lingkungan luar maupun kondisi yang kurang
aseptis pada perlakuan tersebut sehingga menambah jumlah cemaran mikroba,
sedangkan pada perlakuan konsentrasi bumbu 30%, 40% dan 50% terjadi
penurunan jumlah bakteri dibandingkan tanpa perlakuan bumbu. Konsentrasi
yang menghasilkan jumlah koloni paling rendah adalah perlakuan bumbu bawang
putih 50%, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bumbu bawang putih
konsentrasi 50% paling efektif menghambat pertumbuhan mikroba dibandingkan
konsentrasi lainnya.
Menurut Susanti (2007), bawang putih mengandung senyawa antibakteri
yaitu allicin yang mudah menguap (volatil) dengan kandungan sulfur. Mekanisme
allicin menghambat pertumbuhan bakteri dengan merusak dinding sel dan
menghambat sintesis protein. Adanya alil sulfida sebagai antibakteri akan dapat
menekan pertumbuhan bakteri coliform atau bakteri yang merugikan baik Gram
negatif maupun positif. Apabila bawang putih diiris atau dihancurkan, maka aliin
akan bereaksi dengan enzim alinase membentuk alisin.
Berdasarkan hasil pada tabel 2 diatas, secara keseluruhan jumlah bakteri
yang tumbuh pada waktu inkubasi 48 jam lebih banyak dibandingkan dengan
waktu inkubasi 24 jam. Hal ini disebabkan karena semakin lama diinkubasi maka
pertumbuhan bakteri semakin banyak sehingga sulit untuk dikontrol walaupun
dengan penambahan bumbu antimikrobia sekalipun seperti bawang putih dan
belimbing wuluh. Apabila dilihat dari kedua bahan bumbu belimbing wuluh dan
bawang putih, dapat dilihat bahwa kecenderungan jumlah koloni yang tumbuh
lebih sedikit pada perlakuan bumbu belimbing wuluh dibandingkan dengan
perlakuan bumbu bawang putih, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian
bumbu belimbing wuluh lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri
dibandingkan dengan bawang putih walaupun terjadi peningkatan koloni pada
inkubasi 48 jam. Sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa flavonoid dalam
bumbu belimbing wuluh efektif menghambat pertumbuhan bakteri. Namun, hal
ini juga dapat disebabkan karena beberapa faktor yaitu terdapat perbedaan
senyawa antimikrobia pada kedua bumbu, kuantitas senyawa antimikrobia di dalam
sampel yang digunakan saat pengujian terlalu sedikit, sifat senyawa antimikrobia
masing-masing sampel dan waktu inkubasi yang terlalu lama sehingga reaktifitas
senyawa antimikrobia dari bumbu menurun.
Sampel bumbu bawang putih kurang menghambat pertumbuhan bakteri
dibandingkan dengan belimbing wuluh karena menurut Salim (2016), senyawa
allicin dan turunannya tidak akan mencul ketika bawang putih dihancurkan atau
dipotong, lebih efektif ketika bawang putih dilakukan ekstraksi sehingga akan
menyebabkan kerusakan pada sel bawang putih yang akan mengaktifkan enzim
allinase yang mampu mengubah allin menjadi allicin yang mampu menghambat
bakteri, selain itu dapat disebabkan karena saat praktikum penumbukan bawang
putih kurang halus sehingga sel tidak mengalami kerusakan dan dihasilkan allicin
dalam jumlah kecil sehingga menurunkan daya hambatnya. Sedangkan, menurut
Buana dkk (2009), ekstrak murni bawang putih dengan pelarut air pada
konsentrasi 75% memberikan pengaruh pembentukkan diameter hambat yang
terbesar, sedangkan pada percobaan tidak ditambahkan pelarut air pada bawang
putih hal ini dapat melatarbelakangi hasil daya hambat bawang putih pada
percobaan yang kurang efektif.
Apabila dibandingkan dengan SNI, dapat dilihat bahwa semua perlakuan
pemberian bumbu menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan SNI, karena
menurut SNI 2009, tentang batas cemaran maksimum mikrobia dalam daging
ayam, jumlah maksimal ALT yang diperbolehkan pada daging ayam adalah 1 x
106 koloni/gram sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas daging ayam setelah
pemberian bumbu dalam percobaan buruk. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
bumbu tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara signifikan. Buruknya
kualitas mikrobiologis dari daging ayam ini bisa disebabkan karena proses
penanganan daging ayam dari mulai pascapanen, pengolahan hasil, pemotongan,
distribusi sampai di konsumen masih sangat kurang dalam hal kebersihannya,
selain itu kandungan air yang cukup tinggi pada daging ayam dapat dimanfaatkan
oleh bakteri untuk pertumbuhan,
TNTC terjadi apabila jumlah koloni yang tumbuh lebih dari 250 atau tidak
bisa dilakukan perhitungan karena terlalu banyak. Selain itu pertumbuhan koloni
juga bisa mengalami spreader yaitu apabila pertumbuhan koloni melebihi dari
setengah petri atau tumbuhnya koloni yang menempel menjadi satu bagian. Kedua
peristiwa tersebut menyababkannya tidak dapat dilakukan perhitungan pada
jumlah koloni. Pertumbuhan mikrobia yang tergolong sebagai TNTC dapat
dikarenakan oleh penyimpanan daging yang lama di ruang terbuka, proses
pemotongan, alat yang digunakan tidak bersih, es penyimpanan daging sudah
mencair sehingga memicu pertumbuhan mikrobia dalam jumlah banyak,
sedangkan pertumbuhan koloni dapat mengalami spreader diduga karena pada
saat dilakukan pour plate, tidak homogen dengan agar.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan


bahwa pemberian bawang putih (Alium sativum L.) dan belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) pada daging ayam, dapat menghambat pertumbuhan bakteri
atau sebagai senyawa antimikroba. Uji yang dilakukan untuk mengetahui
kemampuan senyawa antimikrobia pada bumbu bawang putih (Alium sativum L.)
dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) adalah dengan mengambil air perasan
bumbu lalu dituangkan pada sampel daging ayam dengan berbagai konsentrasi
dan dilakukan pengenceran dengan medium BPW, metode yang digunakan adalah
pour plate, dengan medium PCA bakteri yang tumbuh dihitung jumlah ALTnya.
Senyawa utama flavonoid pada belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) lebih
efektif menghambat pertumbuhan mikrobia pada daging ayam dibandingkan
dengan senyawa allicin yang terdapat pada bumbu bawang putih (Allium sativum
L.).
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar


Swadaya, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7388:2009 (Batas Maksimum Cemaran
Mikroba dalam Pangan). http://sisni.go.id. Diakses pada 7 November 2016.
Buana, Rika Fithri Nurani. 2009. Daya Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium
Sativum) dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dan
Escherichia coli Pada Daging Sapi. Naskah Skripsi S1. Program Studi
Mikrobiologi SITH ITB.
Chotiah.S. Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam dan Olahanya.
Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. 682-687.
Dwidjoseputro, D. 1996. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambaran, Jakarta.

Fardiaz, S. 1993. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU


Pangan Gizi IPB, Bogor.

Fitria. 2007. Enumerasi Total Populasi Mikroba Tanah Gambut di Teluk Meranti
Kabupaten Riau. Jurnal Biologi FMIPA. 2 (1) : 78 84.
Hadioetomo, R. 1985. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia,
Jakarta.
Jutono. J., Soedarsono., Hartadi.S., dan Suhadi.D. 1980. Pedoman Praktikum
Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM,
Yogyakarta.
Raharjo,S.2010. Aplikasi Madu sebagai Pengawet Daging Sapi Giling Segar
Selama Proses Penyimpanan.
http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/170662911-201008531.pdf.
diakses pada 7 November 2016.
Riwayati, D. 2012. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) terhadap Escherichia coli dan Bacillus sp. Naskah
Skripsi S1. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Salim. H.U. 2016. Pengaruh Aktivitas Antimikrobia Ekstrak Bawang Putih
(Allium sativum), terhadap Bakteri Gram Positif (Staphylococcus aureus)
dan Gram Negatif (Escherichia coli) secara In Vitro. Naskah Skripsi S1.
Fakultas Kedokteran Unila.
Susanti. 2007. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium
sativum Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap
Salmonella typhimurium. Naskah Skripsi S1. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB.

Volk. W. A dan Wheeler. M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar. PT Gelora Aksara


Pratama, Jakarta.
Yunita. 2010. Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo Berdasarkan Angka Lempeng
Total Coliform dan Kandungan Escerichia coli . Jurnal Biologi. 14 (1) : 15-
19.

Anda mungkin juga menyukai