PENDAHULUAN
A. Judul
Senyawa Antimikrobia
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian bawang putih (Alium sativum L.)
dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada daging ayam.
2. Melakukan uji untuk mengetahui kemampuan senyawa antimikrobia
pada bumbu bawang putih (Allium sativum L.) dan belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.).
3. Menentukan dan mengetahui kemampuan senyawa antimikrobia pada
bumbu bawang putih (Alium sativum L.) dan belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) yang paling efektif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bumbu didefinisikan sebagai bahan yang mengandung satu atau lebih jenis
rempah yang ditambahkan ke dalam bahan makanan pada saat makanan tersebut
diolah (sebelum disajikan) dengan tujuan meemperbaiki aroma, cita rasa, tekstur,
dan penampakan secara keseluruhan. Secara alami, rempah-rempah mengandung
berbagai macam komponen aktif yang sangat besar peranannya dalam penciptaan
rasa suatu produk. Rempah-rempah mengandung zat antioksidan, antikapang,
antikhamir, antiseptik, antikanker, dan antibiotik yang kesemuanya itu sangat
besar peranannya dalam membuat bumbu-bumbuan menjadi awet (Astawaan,
2009).
Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau
mematikan bakteri. Antibakteri dalam definisi yang luas adalah suatu zat yang
mencegah terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Antibiotik maupun
antibakteri sama-sama menyerang bakteri, kedua istilah ini telah mengalami
pergeseran makna selama bertahun-tahun sehingga memiliki arti yang berbeda.
Antibakteri biasanya dijabarkan sebagai suatu zat yang digunakan untuk
membersihkan permukaan dan menghilangkan bakteri yang berpotensi
membahayakan (Volk dan Wheeler, 1993).
Total Plate Count (TPC) adalah suatu metode uji cemaran mikroba yang
bertujuan untuk menghitung total koloni mikroba dalam contoh padat maupun cair
dengan metode cawan tuang dan pengenceran serial. Pada prinsipnya dilakukan
pengenceran terhadap sediaan yang diperiksa kemudian dilakukan penanaman
pada media lempeng agar. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada lempeng agar
dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai. Perhitungan
dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Manfaatnya
dari perhitungan ALT ini adalah untuk meghitung jumlah cemaran mikroba
yang terdapat dalam suatu sampel pada medium agar (Yunita dkk., 2015).
Dalam metode APC ini dilakukan seri pengenceran yang bertujuan untuk
mengurangi jumlah kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat
diamati dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan
perhitungan yang tepat. Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni
(Fardiaz, 1993).
Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap
bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung
jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Jumlah
mikroba pada suatu bahan dapat dihitung dengan berbagai macam cara,
tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya. Bila suspensi ditumbuhkan pada
suatu medium dengan lingkungan yang sesuai, maka kelompok bakteri ini hanya
akan menghasilkan satu koloni saja. Berdasarkan hal tersebut sering kali
digunakan istilah Colony Forming Units (CFU) yang digunakan untuk
perhitungan jumlah mikroorganisme hidup (Dwidjoseputro, 1996).
Perhitungan mikrobia secara tidak langsung, dipakai untuk menentukan
jumlah mikrobia keseluruhan baik yang mati maupun yang hidup atau hanya
menentukan jumlah mikrobia yang hidup saja. Untuk menentukan jumlah
mikrobia yang hidup dapat dilakukan setelah suspensi bahan atau biakan
mikrobia diencerkan beberapa kali dan ditumbuhkan dalam medium dengan cara
tertentu tergantung dari macamnya bahan dan sifat mikrobianya (Jutono dkk,
1980).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikrobia yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka mikrobia tersebut akan berkembang
biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan
mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan didasarkan pada
setiap sel dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Oleh sebab itu
mikroorganisme yang mati tidak akan terhitung karena tidak dapat berkembang
menjadi satu koloni. Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu hanya sel
mikrobia hidup yang dapat dihitung (Hadioetomo, 1985).
Pengenceran sampel bertujuan membantu untuk memperoleh perhitungan
jumlah yang lebih akurat, apabila pengenceran terlalu rendah jumlah koloni yang
terbentuk tinggi (>250 koloni) sulit untuk dihitung sehingga kemungkinan
kesalahan perhitungan sangat besar atau dikatakan TNTC karena jumlah koloni
yang terbentuk tidak bisa dilakukan perhitungan, namun pengenceran yang terlalu
tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang rendah
(<25 koloni) atau TFTC. Semakin tinggi pengenceran suatu suspensi maka
semakin sedikit pula jumlah bakteri yang dikandung atau bahkan tidak sama
sekali karena jumlah mikroba yang tersuspensi di dalam air steril menjadi lebih
kecil. Menurut Fitria (2007), suatu koloni dikatakan spreader apabila
pertumbuhan koloninya lebih dari setengah petri sehingga tidak bisa dilakukan
perhitungan.
Senyawa aktif yang terkandung dalam daun belimbing wuluh adalah tanin
dan flavonoid. Senyawa tanin memberikan sifat antibakteri dengan cara merusak
membran sitoplasma sehingga bakteri akan rusak dan mati. Tanin juga
mempunyai kemampuan dalam menginaktivasi adhesin sel mikroba (molekul
yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada polipeptida dinding sel, karena
tanin merupakan senyawa fenol. Flavonoid merupakan salah satu antibakteri yang
bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah
dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit
penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi
tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel
(Riwayati, 2012).
Sejak lama dapat digunakan sebagai bumbu masakan dan pengobatan. Zat
bioaktif yang berperan sebagai antibakteri dalam bawang putih adalah allicin yang
mudah menguap (volatil) dengan kandungan sulfur. Zat kimia alil sulfida (biasa
disebut alisin) yang diduga merusak dinding sel dan menghambat sintesis protein.
Adanya alil sulfida sebagai antibakteri akan dapat menekan pertumbuhan bakteri
coliform atau bakteri yang merugikan baik Gram negatif maupun positif. Alisin
tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih, karena pada bawang putih utuh
mengandung aliin dan enzim alinase (Susanti, 2007). Menurut Salim (2016),
senyawa allicin dan turunannya tidak akan mencul ketika bawang putih
dihancurkan atau dipotong, lebih efektif ketika bawang putih dilakukan ekstraksi
sehingga akan menyebabkan kerusakan pada sel bawang putih yang akan
mengaktifkan enzim allinase yang mampu mengubah allin menjadi allicin selain
itu, semakin besar konsentrasi maka semakin besar daerah hambat yang terbentuk
baik terhadap bakteri.
Ekstrak murni bawang putih dengan pelarut air pada konsentrasi 75%
memberikan pengaruh pembentukkan diameter hambat yang terbesar
terhadap Streptococcus dibanding dengan pelarut etanol. Secara keseluruhan
semua ekstrak bawang putih dengan berbagai pelarut menunjukkan pembentukkan
diameter hambat yang relative besar (Buana., dkk 2009).
Di Indonesia, daging ayam merupakan sumber protein hewani yang sangat
populer dimasyarakat dan harganyapun lebih terjangkau dibandingkan dengan
daging sapi dan lainnya. Akan tetapi proses penanganan daging ayam dari mulai
pascapanen, pengolahan hasil, pemotongan, distribusi, pasar dan sampai di
konsumen masih sangat kurang dalam menjaga sanitasi produk ayam tersebut.
Selain itu kandungan air yang cukup tinggi pada daging ayam dapat dimanfaatkan
oleh bakteri untuk pertumbuhan, oleh karena itu dilakukan pengujian senyawa
antimikrobia pada daging ayam, untuk menghambat pertumbuhan bakteri
(Chotiyah, 2009).
Mikroorganisme yang terdpat dalam daging umumnya adalah khamir, jamur
benang, dan bakteri yang dapat merugikan atau membahayakan manusia yang
mengkonsumsinya. Jika produk disimpan pada kondisi aerob, maka bakteri
psikrotrofik aerob terutama bakteri Gram negatif berbentuk batang seperti
Pseudomonas, Proteus, dan Alcaligenes, juga khamir akan tumbuh dengan cepat.
Daging akan mulai membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai jumlah
lebih dari 5 x 106 koloni bakteri per gram. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme pada daging adalah temperatur, kadar air atau
kelembaban, oksigen, tingkat keasamaan dan kebasaan (pH) dan kandungan gizi
daging (Raharjo, 2010).
Tabel 1. Batas Cemaran Maksimum Mikrobia dalam Daging Ayam SNI
7388:2009)
Jenis Cemaran
No. Kat Pangan Kategori Pangan Batas maksimum
Mikrobia
ALT (30C, 72
1 x 106 koloni/g
Daging ayam jam)
segar, beku Koliform 1 x 102 koloni/g
08.1.1 (karkas dan tanpa E.coli 1 x 101 koloni/g
tulang dan Salmonella sp. Negatif/25 g
cincang) S. aureus 1 x 102 koloni/g
Campylobacter sp. Negatif/25 g
(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2009)
III. METODE
B. Cara Kerja
1. Persiapan sampel
Sampel belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ditumbuk dan
diambil air perasannya secukupnya lalu dimasukkan dalam gelas
beker. Bawang putih (Allium sativum) ditumbuk hingga halus diambil
air perasannya lalu ditimbang dan dimasukkan ke cawan timbang.
Daging ayam mentah yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1
gram, 5 gram, dan 5 gram kemudian diletakkan pada 3 cawan petri
yang berbeda. Semua sampel yang sudah disiapkan lalu ditimbang
dengan konsentrasi 20% (1 ml), 30% (1,5 ml), 40% (2 ml), 50% (2,5
ml).
2. Pengujian senyawa antimikrobia
Daging ayam mentah yang sudah dihaluskan dan ditimbang
sebanyak 1 gram, 5 gram, dan 5 gram kemudian diletakkan pada
cawan petri yang berbeda. Cawan petri yang berisi 1 gram daging
ayam mentah tanpa perlakuan apapun dijadikan sebagai kontrol,
cawan petri yang berisi 5 gram daging ayam mentah ditambah bumbu
(bawang putih atau belimbing wuluh) dengan konsentrasi 20% dan
40% sebagai perlakuan I. Cawan petri yang berisi 5 gram daging
ayam mentah ditambah bumbu (bawang putih atau belimbing wuluh)
dengan konsentrasi 30% dan 50% sebagai perlakuan II. Daging
dihomogenkan dan didiamkan selama 10 menit.
Masing-masing sampel diambil sebanyak 1 gram dan dilakukan
pengenceran menggunakan larutan BPW lalu divortex sebagai
konsentrasi 10-1. Larutan pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1000 m
dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi medium BPW lalu
divortex sebagai konsentrasi 10-2, pengenceran dilakukan dengan seri
pengenceran 10-1 sampai 10-5 untuk masing-masing perlakuan. Setelah
diencerkan, masing-masing sampel pada pengenceran 10-3 hingga 10-5
diambil sebanyak 1000 m dan medium PCA dituangkan ke dalam
petri dengan metode pour plate. Dilakukan inkubasi pada suhu 37C
selama 24 jam dan 48 jam. Koloni mikrobia yang tumbuh dihitung
menggunakan handcounter dan dimasukkan ke dalam rumus ALT.
Angka lempeng total dari bakteri dihitung menggunakan rumus:
ALT =
[(11) + (0,12)]
Fitria. 2007. Enumerasi Total Populasi Mikroba Tanah Gambut di Teluk Meranti
Kabupaten Riau. Jurnal Biologi FMIPA. 2 (1) : 78 84.
Hadioetomo, R. 1985. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia,
Jakarta.
Jutono. J., Soedarsono., Hartadi.S., dan Suhadi.D. 1980. Pedoman Praktikum
Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM,
Yogyakarta.
Raharjo,S.2010. Aplikasi Madu sebagai Pengawet Daging Sapi Giling Segar
Selama Proses Penyimpanan.
http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/170662911-201008531.pdf.
diakses pada 7 November 2016.
Riwayati, D. 2012. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) terhadap Escherichia coli dan Bacillus sp. Naskah
Skripsi S1. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Salim. H.U. 2016. Pengaruh Aktivitas Antimikrobia Ekstrak Bawang Putih
(Allium sativum), terhadap Bakteri Gram Positif (Staphylococcus aureus)
dan Gram Negatif (Escherichia coli) secara In Vitro. Naskah Skripsi S1.
Fakultas Kedokteran Unila.
Susanti. 2007. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium
sativum Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap
Salmonella typhimurium. Naskah Skripsi S1. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB.