Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Matematika


Pembelajaran menurut Gagne (dalam Siregar dan Nara, 2010) adalah
seperangkat peristiwa-peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung
beberapa proses belajar yang sifatnya internal. Penelitian otak dan psikologi kognisi
terbaru menyatakan bahwa pembelajaran terjadi ketika pelajar menggagas
pengetahuan mereka sendiri dan mengembangkan pengetahuan kognisi mereka antara
konsep dan fakta (Ronis,2007).
Pada Permendiknas No.32 tahun 2013 menyatakan bahwa bahan kajian untuk
materi matematika, antara lain, berhitung, ilmu ukur, dan aljabar dimaksudkan untuk
mengembangkan logika dan kemampuan berpikir peserta didik. Sehubungan dengan
itu Walle (2008) mengatakan belajar matematika tidak hanya memerlukan
keterampilan menghitung tetapi juga memerlukan kecakapan untuk berpikir dan
beralasan secara matematis untuk menyelesaikan soal-soal baru dan mempelajari ide-
ide baru yang akan dihadapi siswa dimasa yang akan datang. Begitupun Hans
Freudental mengatakan (dalam Susanto,2013), bahwa matematika merupakan
aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas.
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun
oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
matematika (Susanto,2013).
2.2 Kemampuan Berpikir Kreatif
Berpikir merupakan proses yang menghasilkan representasi mental yang baru
melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi yang kompleks antara
berbagai proses mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan
pemecahan masalah (Irham dan Wiyani, 2013). Sedangkan Susanto (2013)
mengatakan berpikir merupakan suatu aktivitas akal dan rohani yang berlaku pada
seseorang akibat adanya kecendrungan mengetahui dan mengalami yang disusun
dengan teratur atau sistematis supaya lahirnya makna, fakta dan pemahaman.
Kemampuan berpikir dapat dikatakan sebagai kegiatan penalaran yang
reflektif, kritis dan kreatif, yang berorientasi pada suatu proses intelektual yang
melibatkan pembentukan konsep (conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai
informasi yang terkumpul atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi,
pentaakulan, atau komunikasi sebagai landasan kepada satu keyakinan (kepercayaan)
dan tindakan (Iskandar,2009). Latar belakang pendidikan formal sangat
mempengaruhi dalam keterampilan berpikir seseorang, karena melalui pendidikan
formal mereka telah dibekali analisis , sintesis, dan evaluasi. Dengan kemampuan
berpikir yang baik siswa-siswa dapat hidup mandiri, mampu menganalisa,
memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dari fenomena-fenomena disekitar
mereka (Yamin,2008). Kemampuan berpikir dibagi kepada dua komponen yaitu
kemampuan berpikir secara kritis dan kemampuan berpikir secara kreatif
(Mukhtar,2009) .
Menurut Seifert (dalam Febrianita,2010) berpikir kreatif adalah suatu proses
pemikiran yang menekankan kualitas rasionalitas dalam memecahkan masalah.
Begitupun Sukmadinata (2009) menjelaskan bahwa berpikir kreatif atau divergen
dapat dikatakan sebagai proses berpikir melihat sesuatu masalah dari berbagai sudut
pandangan, atau menguraikan sesuatu masalah atas beberapa kemungkinan
pemecahan atau penyelesaian. Berbeda dengan Torrance (dalam Susanto,2013)
berpendapat bahwa berpikir kreatif merupakan sebuah proses menjadi sensitif atau
sadar terhadap masalah-masalah, kekurangan, dan celah-celah didalam pengetahuan
yang untuknya tidak ada solusi yang dipelajari, membawa serta informasi yang ada
dari gudang memori atau sumber-sumber eksternal, mendefinisikan kesulitan, mencari
solusi-solusi, menduga, menciptakan alternatif-alternatif untuk menyelesaikan
masalah, menguji dan menguji kembali alternatif-alternatif tersebut, menyempurnakan
dan akhirnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya.
Sedangkan kemampuan berpikir kreatif (creative thinking) yaitu keterampilan
individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan gagasan yang
baru, konstruktif berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang rasional
maupun persepsi, dan intuisi individu (Yamin,2008).
Adapun komponen berpikir kreatif menurut Torrance yang dikutip oleh Susanto
(2013) yaitu :
1. Kelancaran (fluency), yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide.
2. Keluwesan atau fleksibilitas (flexibility), yaitu kemampuan menghasilkan ide-ide
yang beragam.
3. Kerincian atau elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan mengembangkan,
membumbui, atau mengeluarkan sebuah ide.
4. Orisinalitas (originality), yaitu kemampuan untuk menghasilkan ide yang tak biasa
diantara kebanyakan atau jarang.
Berbeda dengan pernyataan tersebut Lefrancois (1997) mengatakan
kemampuan berpikir kreatif hanya terdiri dari tiga komponen yang terpisah yaitu :
1. Fluency
Komponen yang terlibat dalam kreativitas yang mampu memberikan banyak
tanggapan atau solusi dalam menyelesaikan masalah.
2. Flexibility
Kemampuan atau kecenderungan untuk beralih ke solusi yang lain.
3. Originality
Memberikan tanggapan atau solusi yang tak terduga atau langkah dalam
menyelesaikan masalah.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan kemampuan berpikir
kreatif adalah suatu keterampilan seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah
dengan berbagai alternatif dan baru yang melibatkan akal dan rohaninya dengan
melihat dari beberapa sisi dari permasalahan tersebut melalui transformasi informasi
yang terbagi menjadi beberapa komponen yaitu kemampuan berpikir lancar (fluency),
kemampuan berpikir luwes (flexibility), kemampuan berpikir terperinci (elaboration)
dan kemampuan berpikir orisinil (originality).
2.3 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik

Berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena


matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya,
sehingga memungkinkan siswa berpikir rasional (Depdiknas,2003). Johnson dalam
Febrianita (2010) mengartikan berpikir kreatif dalam matematika adalah seluruh
aktivitas mental yang membantu dalam merumuskan atau memecahkan, membuat
keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami. Sehubungan dengan itu
Ervynck (dalam Jazuli, 2009) mengatakan bahwa kreativitas matematika adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah dan atau mengembangkan struktur berpikir,
melakukan perhitungan yang aneh dari disiplin logika deduktif, dan kemampuan
membangun konsep yang terintegrasi kedalam inti yang penting dalam matematika.
Siswono (2009) mengatakan bahwa berpikir divergen difokuskan pada fleksibilitas,
kelancaran, dan kebaruan (Krutetskii, 1976; Haylock, 1997; Silver, 1997) dalam
memecahkan masalah matematika dan problem posing.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan indikator kemampuan berpikir
kreatif matematik sebagai berikut :
1. Keterampilan berpikir lancar (fluency) , Siswa :
- Mampu menyelesaikan beberapa soal dengan cepat;
2. Keterampilan berpikir lentur (flexibility), Siswa :
- Mampu mengubah cara atau pendekatan;
3. Keterampilan berpikir orisinil (originality) , siswa :
- Memberikan jawaban yang sesuai dengan gagasannya sendiri;

Kebudayaan secara spesifik menanamkan konsep-konsep, gagasan-gagasan, dan


keyakinan-keyakinan yang unik; dengan demikian, anak-anak yang berasal dari latar
belakang kebudayaan yang berbeda akan mendapatkan pengetahuan, keterampilan,
dan cara berpikir yang cenderung berbeda pula (Ormrod,2008). Begitupun pada
kemampuan berpikir kreatif seperti yang dijelaskan oleh Siswono (2011) bahwa siswa
memiliki berbagai latar belakang dan kemampuan yang berbeda, maka wajar untuk
menganggap bahwa tingkat kreativitasnya juga berbeda. Seorang siswa mungkin
mencapai tiga komponen, dua komponen, atau hanya satu komponen saja.
Kemampuan berpikir kreatif matematis dibagi kedalam beberapa level yang
dideskripsikan sebagai berikut:

1. Level 4 (Very Creative)


2. Level 3 (Creative)
3. Level 2 (Quite Creative)
4. Level 1 (Almost Not Creative)
5. Level 0 (Not Creative)

Siswa dikatakan memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis pada level tertentu
akan menunjukkan hasil sebagai berikut :

Level 4 (Sangat Kreatif) : Hasil tes siswa memuaskan, siswa menunjukkan


kemampuan berpikir lancar, lentur dan orisinil. Siswa mampu menyelesaikan soal
dengan benar tepat, mampu menghasilkan ide-ide dari konsep matematika dan
menyelesaikan permasalahan dengan banyak cara dan benar serta menggunakan
gagasan sendiri tanpa meminta bantuan dengan yang lain.
Level 3 (Kreatif) : Hasil tes siswa memuaskan, siswa menunjukkan kemampuan
bepikir lancar, lentur dan orisinil. Siswa mampu menyelesaikan soal dengan benar
tepat waktu, mampu menghasilkan ide-ide dari konsep matematika dan menyelesaikan
permasalahan hanya dengan beberapa cara dengan jawaban yang benar serta
menggunakan gagasan sendiri tanpa meminta bantuan dengan yang lain.

Level 2 (Cukup Kreatif) : Hasil tes siswa memuaskan, siswa hanya menunjukkan dua
kemampuan atau dua indikator berpikir kreatif matematis. Siswa mampu
menyelesaikan soal dengan benar tepat waktu, mampu menghasilkan ide dari konsep
matematika dan menyelesaikan permasalahan hanya dengan satu cara dengan jawaban
yang benar serta menggunakan gagasan sendiri tanpa meminta bantuan dengan yang
lain.

Level 1 (Hampir Tidak Kreatif) : Hasil tugas siswa memuaskan, siswa menunjukkan
satu indikator kemampuan berpikir kreatif saja. Misalkan

Level 0 (tidak kreatif) : Hasil tugas siswa tidak memenuhi semua kriteria produk
kreativitas. Siswa tidak dapat mensintesis ide-ide dari konsep-konsep matematika atau
pengalaman kehidupan nyata, dan tidak dapat menghasilkan ide-ide baru.

2.4 Problem Based Learning

Problem based learning (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun
1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya
menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai
yang ada. Tan mengatakan pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam
pembelajaran karena dalam PBL kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga
siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan (Rusman,2012). Sehubungan dengan itu
menurut Siregar dan Nara (2010) pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning) dapat dikatakan sebagai suatu lingkungan belajar dimana masalah
mengendalikan proses belajar mengajar. Begitupun Arends mengatakan pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri (Trianto,2013).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran problem
based learning merupakan pendekatan pembelajaran dimana masalah nyata
mengendalikan proses belajar mengajar.
2.4.1 Karakteristik Problem Based Learning

Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Barrow, Min Liu (Wulandari:2013)


menjelaskan karakteristik PBL, yaitu :
1. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang
belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana
siswa didorong untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
2. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa
mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya
dalam kehidupan profesionalnya nanti.
3. New information is acquired though self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan
memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk
mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
4. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative , maka PBL dilaksanakan dalam kelompok kecil.
5. Teacher act as facilitators
Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

2.4.2 Langkah-langkah Problem Based Learning

Pada langkah-langkah pelaksanaan problem based learning sebagai berikut:

FASE-FASE PERILAKU GURU


Fase 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa kepada menjelaskan logistik yang dibutuhkan.
masalah Memotivasi siswa untuk terlibat aktif
dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2 Membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasikan siswa mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3 Mendorong siswa untuk mengumpulkan
Membimbing penyelidikan informasi yang sesuai, melaksanakan
individu dan kelompok. eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
Fase 4 Membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
menyajikan hasil karya. laporan, model dan berbagi tugas dengan
teman.
Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Menganalisis dan yang telah dipelajari atau meminta kelompok
mengevaluasi proses presentasi hasil kerja.
pemecahan masalah.
Sedangkan menurut Amir (2009) problem based learning memiliki 7 tahapan, yaitu :

1. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.


2. Merumuskan masalah.
3. Menganalisis masalah.
4. Menata gagasan dan menganalisis lebih dalam.
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran.
6. Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (diluar diskusi kelompok).
7. Mensintesa dan menguji informasi baru dan membuat laporan untuk kelas.

Langkah-langkah pelaksanaan problem based learning menurut Barret (dalam


Lidinillah:) sebagai berikut :

1. Orientasi pada masalah.


2. Diskusi.
3. Mencari informasi tambahan dari sumber lain secara individu.
4. Menguji informasi baru.
5. Menyajikan hasil karya.
6. Mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Dari beberapa pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan langkah-langkah pelaksanaan


model problem based learning selama pembelajaran yaitu :

1. Orientasi siswa kepada masalah.


2. Merumuskan masalah.
3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok..
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
5. Mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2.4.3 Desain Masalah dalam Problem Based Learning

Dalam pembelajaran PBL, masalah yang disajikan oleh pendidik menurut Wee dan
Kek (dalam Amir, 2009) memiliki ciri khas sebagai berikut :

1. Masalah yang disajikan sedapat mungkin memang merupakan cerminan masalah


yang dihadapi didunia kerja agar siswa mengetahui manfaatnya dalam kehidupan
nyata.
2. Masalah yang dirancang dapat membangun kembali pemahaman siswa atas
pengetahuan yang telah ia dapat sebelumnya.
3. Masalah dalam PBL dapat mendorong siswa untuk melakukan pemikiran yang
metakognitif.
4. Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran.
5. Tujuan dari pembelajaran yang seharusnya menjadi sasaran tetap dapat terliputi
dengan baik.

Sedangkan untuk mendesain masalah PBL, Rusman (2012) membagi menjadi tiga,
yaitu :

1. Akar desain masalah


Dalam PBL sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa harus dapat
membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah, sebuah kesadaran akan adanya
kesenjangan pengetahuan, keinginan memecahkan masalah dan adanya persepsi
bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut.
2. Menentukan masalah PBL
Tujuan PBL ialah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristic dan pengembangan
keterampilan pemecahan masalah PBL juga berhubungan dengan belajar tentang
kehidupan yang lebih luas (lifewide learning) , keterampilan memaknai informasi,
kolaboratif dan belajar tim serta keterampilan berpikir reflektif dan evaluatif.
3. Desain masalah
Desain masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Karakteristik, masalah nyata dalam kehidupantingkat kesulitan dan tingkat
kompleksitas masalah, masalah memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu,
keterbukaan masalah sebagai produk akhir.
b. Konteks, masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi dan memiliki elemen
baru.
c. Sumber dan lingkungan belajar, masalah dapat memberikan dorongan untuk
dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama, adanya bimbingan
dalam proses memecahkan masalah, adanya sumber informasi dan hal-hal lain
yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.
d. Presentasi, penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip audio, jurnal
dan majalah dan website.

2.4.4 Manfaat Problem Based Learning

Teori belajar Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Dalam PBL hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman
sekelompok dan kelompok lain.
Terdapat sejumlah tujuan dari PBL berdasarkan Barrows, Tamblyn dan engel
yaitu : dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal (a) adaptasi dan
partisipasi dalam suatu perubahan, (b) aplikasi dari pemecahan masalah dalam situasi
yang baru atau yang akan datang (c) pemikiran yang kreatif dan kritis (d) adopsi data
holistik untuk masalah-masalah dan situasi-situasi, (e) apresiasi dari beragam cara
pandang, (f) kolaborasi tim yang sukses, (g) identifikasi dalam mempelajari
kelemahan dan kekuatan, (h) kemajuan mengarahkan sendiri, (i) kemampuan
komunikasi yang efektif, (j) uraian dasar-dasar atau argumentasi pengetahuan, (l)
pemanfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan. (Siregar dan Nara,2010)

Menurut Smith dalam Amir (2009) PBL mempunyai berbagai potensi manfaat
untuk siswa, yaitu :

1. Meningkatkan kecakapan pemecahan masalah


2. Lebih mudah mengingat
3. Meningkatkan pemahaman
4. Meningkatkan pengetahuan yang relevan dengan dunia praktik
5. Mendorong siswa penuh pemikiran
6. Membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama
7. Kecakapan belajar
8. Memotivasi pemelajar

2.5 Keterkaitan antara Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Pembelajaran


Problem Based Learning

Suatu proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar jika guru telah
mempersiapkan segalanya untuk proses tersebut, begitu pula untuk membuat proses
belajar mengajar yang mendorong siswa agar aktif dan kreatif dalam belajarnya,
Gibbs mengemukakan pemikirannya tentang hal-hal yang dapat mendorong siswa
menjadi aktif dan kreatif yaitu :dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan
mengurangi rasa takut; memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk
berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah; melibatkan siswa dalam menentukan
tujuan belajar dan evaluasinya; memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan
tidak otoriter; melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran
(Iskandar,2009).
Tytler mengatakan rancangan belajar yang perlu dilakukan apabila mengacu
pada teori belajar konstruktivistik Piaget antara lain guru hendaknya : memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengemukakan gagasan dengan menggunakan bahasa
mereka sendiri; memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir dan memikirkan
tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif;
memberikan kesempatan pada siswa untuk mencoba melakukan dan melaksanakan
gagasan-gagasannya; memberikan pengalaman pada siswa yang berhubungan dengan
gagasan-gagasan yang telah dimiliki siswa sebelumnya, dan menciptakan lingkungan
belajar dan kondusif sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.
Dalam proses problem based learning siswa akan diberikan masalah-masalah.
Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata.
Dari masalah yang diberikan ini, siswa bekerja sama dalam kelompok, mencoba
memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki dan sekaligus mencari
informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya (Amir,2009) . Disini terlihat
jelas bahwa siswa diberi keleluasaan dalam menyelesaikan masalah dengan konsep-
konsep mereka sendiri dengan mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki
didalam kelompoknya.

2.7 Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Materi Transformasi

Karena dalam penelitian ini mempelajari materi transformasi, maka akan


dibahas soal-soal berpikir kreatif pada materi transformasi. Contoh soal berpikir
kreatif dalam matematika pada tiap komponennya yaitu :

a. Tentukan semua kemungkinan cara yang dapat mentransformasikan persegi ABCD


menjadi persegi EFGH. Jelaskan jawabanmu dengan gambar.
y

D C

A B

H G

E F

Pada soal ini menuntut kemampuan berpikir flexibility karena memiliki beberapa
cara penyelesaian atau strategi, semakin banyak strategi yang digunakan maka
semakin tinggi berpikir luwes siswa. Strategi pertama bisa dilakukan dengan
merefleksikan persegi ABCD terdapat sumbu y, kemudian direfleksikan terhadap
sumbu x sehingga didapat hasil transformasinya yaitu persegi EFGH. Strategi
kedua sama seperti yang pertama, tetapi direfleksikan terhadap sumbu x dulu baru
selanjutnya dicerminkan terhadap sumbu y. Strategi ketiga berbeda dengan
strategi pertama dan kedua, karena hanya direfleksikan satu kali yaitu persegi
ABCD direfleksikan terhadap garis y = -x. Strategi empat yaitu menggunakan
transformasi translasi.
Soal ini juga menuntut kemampuan berpikir fluency karena memiliki
beberapa macam strategi maka membutuhkan waktu yang lebih, semakin banyak
strategi atau penyelesaian yang siswa kerjaan dalam waktu tertentu maka semakin
tinggi berpikir lancar siswa.
b. Titik P berada pada koordinat P(a,b) di refleksikan terhadap garis x=k, kemudian di
2
translasikan sejauh T=( ) sehingga koordinatnya menjadi P(0,0). Tentukan nilai a,b
3
dan k yang mungkin ! (a,b dan k bilanagn bulat)
Penyelesaian :
Refleksi terhadap garis x = k
P(a,b)P(2k-a , b)
2
Translasi sejauh T=( )
3
P(2k-a , b) P(2k - a + 2, b + 3)
Karena titik koordinatnya T(0,0), maka :
1. Nilai a dan k :
2k - a + 2 = 0
2k - a = -2
Sehingga :
k = 1 2 . 1 a = -2, a = 4
k = 2 2 . 2 a = -2, a = 6
k = 3 2 . 3 a = -2, a = 8
........
2. Nilai b
b+3=0
b = -3
Jadi didapat nilai k = 1,2,3....,nilai a = 4,6,8... dan b = -3
Pada penyelesaian soal ini terlihat jelas nilai a terikat terhadap nilai k , soal ini
akan menuntut kemampuan berpikir originality siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Amir,M. Taufiq.2009.Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.


Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Azhari.2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui
Pendekatan Konstruktivisme Di Kelas VII SMP Negeri 2 Banyuasin III. Tesis
Magister Pendidikan Universitas Sriwijaya (Tidak diterbitkan)
Arizhona, Riska.2011. Pengembangan Soal-Soal Open Ended Yang Dapat Melatih
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika Di
Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang. Tesis Magister Pendidikan
Universitas Sriwijaya.Palembang: Tidak dipublikasikan.
Febrianita,Nurzila.2010.Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pokok Bahasan
Lingkaran Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Melatih Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Menengah Pertama.Tesis Magister
Pendidikan Universitas Sriwijaya.Palembang:Tidak dpublikasikan
Depdiknas.2003.Kurikulum 2004 standar kompetensi mata pelajaran matematika
sekolah menengah atas dan madrasah aliyah .Jakarta.Depdiknas
Hidayati,Lilik.(2014).Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Peserta Didik
Pada Materi Transformasi Geometri Melalui Media Simulasi Berbasis
GUI.Prosiding Seminar Nasional Matematika.Universitas Jember
Irham dan Wiyani,NA.2013.Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses
Pembelajaran.Jogjakarta:Ar-ruzz Media
Iskandar.2009.Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru.Cipayung:Gaung Persada
Press
Istianah,Euis.2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Matematik
Dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAS) Pada Siswa SMA.
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol 2,
No.1, Februari 2013,pp 43-54.
Lafrancois,Guy R. 1997.Psichology For Teaching . University of Alberta
Munandar,Utami.1982.Pemanduan Anak Berbakat Suatu Studi Penjajakan.Rajawali:
Jakarta
Mashingaidze1,Samuel.(2012). The Teaching of Geometric (Isometric)
Transformations at Secondary School Level: What Approach to Use and
Why?. Asian Social Science ,Vol. 8(15): 197-210.
Nova HY, Tri. 2012. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Implementasi Project-
Based Learning Dengan Peer And Self-Assessment Untuk Materi Segiempat
Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana Di Kabupaten Pati. Makalah Pada
Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun
Karakter Guru dan Siswa.
Ormrod,J.E.(2008).Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang.Erlangga:Jakarta
Rawuh.(1993). Geometri Transformasi.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rusman. 2011.Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme


guru.Raja grafindo persada:Jakarta

Ronis,Diane.2007. Pengajaran Matematika Sesuai Cara Kerja Otak.Indeks: Jakarta

Siregar, E. dan Nara, H. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.Ghalia


Indonesia:Bogor

Siswono, Tatang Y.E.2011. Level of students creative thinking in classroom


mathematics.Educational Research and Review, Vol.6(7) :548-553

Susanto,A.2013. Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar.Kencana Prenada


Media Group: Jakarta.

Sukmadinata,Nana.S.2009.Landasan psikologi proses pendidikan. Remaja


Rosdakarya Offest:Bandung

Trianto.2010.Model Pembelajaran Terpadu.Jakarta:Bumi Aksara

Walle,John A. Van De.2008.Sekolah Dasar Dan Menengah Matematika. Erlangga:


Jakarta.

Wulandari,Bekti.2013.Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar


Ditinjau Dari Motivasi Belajar PLC di SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol.
3 (2) : 178-191

Yamin, Martinis.2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivisme.Jakarta :Gaung


Persada Press.
Yudhawati,R. dan Haryanto,D. 2011. Teori- Teori Dasar Psikologi Pendidikan.
Prestasi Pustakaraya: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai