Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan adalah mempelajari pengaruh jumlah katalis KOH
terhadap pmbentukan metil ester pada tahap transesterifikasi dengan rasio 1 : 6.

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Minyak Kelapa Sawit (CPO)
Minyak kelapa sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang
mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14 - C20, sehingga mempunyai
peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel (Arita, S. Berlian
Dara, M. Irawan, J, 2008)
Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati berwarna jingga kemerah-
merahan yang diperoleh dari proses pengempaan (ekstraksi) daging buah tanaman
Elaeis guinneensis . Minyak kelapa sawit juga merupakan lemak semi padat yang
memiliki komposisi tetap. Seperti minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit
merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen
penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (Arita, S. Berlian
Dara, M. Irawan, J, 2008).
Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah dan inti
(kernel). Pada bagian serabut buah terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau
kulit buah (pericarp), lapisan sebelah dalam (mesocarp atau pulp) dan lapisan
paling (endocarp). Bagian mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sekitar
56%, bagian inti (kernel) mengandung minyak sekitar 44%, sedangkan endocarp
tidak mengandung minyak (Pasaribu,N., 2004)
Komponen dalam minyak kelapa sawit :
1. Trigliserida
Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak, merupakan
komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida, terdapat juga
monogliserida dan digliserida. Struktur molekul dari ketiga macam gliserida
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Struktur molekul monogliserida, digliserida, dan trigliserida
(Ketaren,S., 1986)
Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dan tabel komposisi asam
lemak dari minyak kelapa sawit :
Tabel 1.1 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit
Trigliserida Jumlah (%)

Tripalmitin 3 5
Dipalmito Stearine 13
Oleo Miristopalmitin 05
Oleo Dipalmitin 21 43
Oleo- Palmitostearine 10 11
Palmito Diolein 32 48
Stearo Diolein 06
Linoleo - Diolein 3 12
(Sumber : Ketaren , S., 1986)
2. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas.
Tabel 1.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Kaprilat -
Asam kaproat -
Asam Miristat 1,1 2,5
Asam Palmitat 40 46
Asam Stearat 3,6 4,7
Asam Oleat 30 45
Asam Laurat -
Asam Linoleat 7 11
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan naiknya kadar asam lemak bebas dalam
CPO antara ain adalah :
Kadar air dalam CPO.
Enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam CPO tersebut.
Adapun struktur molekul ALB dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1.2 Struktur molekul asam lemak bebas (Ketaren, S., 1986)
Pada proses pembuatan biodiesel, kandungan asam lemak bebas dalam
minyak/lemak dapat bereaksi dengan katalis basa membentuk sabun. Hal tersebut
menyebabkan kehilangan katalis dalam membentuk methyl ester dan mengurangi
yield produk ( Destianna, 2007).
Minyak nabati biasanya mengandung sekitar 5-8% asam lemak bebas (free
fatty acid). Asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati dapat
mengikat ion natrium, sehingga dapat menurunkan keaktifan natrium hidroksida
sebagai katalis reaksi transesterifikasi. Oleh karena itu, untuk menghindari
terjadinya deaktivasi katalis pada proses pembuatan alkil ester asam lemak, asam
lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati harus terlebih dahulu
disingkirkan ( Zheng,dkk., 2006).

1.2.2 Biodisel
Biodiesel adalah senyawa ester alkil dari minyak nabati dengan alkohol
yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi/esterifikasi dan mempunyai sifat
fisika mendekati minyak solar/diesel. Biodiesel (methyl ester) terbentuk melalui
reaksi antara senyawa ester (CPO) dengan senyawa alkohol (metanol) sehingga
terbentuk senyawa ester baru (methyl ester) nontrigliserida (Arita, S. Berlian
Dara, M. Irawan, J, 2008).
Metil ester asam lemak memiliki rumus molekul Cn-1H2(n-r)-1COOCH3
dengan nilai n yang umum adalah angka genap antara 8 sampai dengan 24 dan
nilai r yang umum 0, 1, 2, atau 3. Beberapa metil ester asam lemak yang dikenal
adalah :
1. Metil stearat, C17H35COOCH3 [n = 18 ; r = 0]
2. Metil palmitat, C15H31COOCH3 [n = 16 ; r = 0]
3. Metil laurat, C11H23COOCH3 [n = 12 ; r = 0]
4. Metil oleat, C17H33COOCH3 [n = 18 ; r = 1]
5. Metil linoleat, C17H31COOCH3 [n = 18 ; r = 2]
6. Metil linolenat, C17H29COOCH3 [n = 18 ; r = 3] nontrigliserida
(Sumber : Arita, dkk., 2008).
Kelebihan metil ester asam lemak dibanding asam-asam lemak lainnya :
1. Ester dapat diproduksi pada suhu reaksi yang lebih rendah.
2. Gliserol yang dihasilkan dari metanolisis adalah bebas air.
3. Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding dengan lemak lainnya karena titik
didihnya lebih rendah.
4. Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon steel dengan biaya lebih
rendah daripada asam lemak yang memerlukan peralatan stainless steel

(Sumber : Arita, dkk., 2008).


1. Pembuatan Biodisel
Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung
kadar asam lemak bebas (FFA) tinggi yakni lebih dari 2% (Ramadhas dkk. 2005),
maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak
bebas hingga sekitar 2% (Sumber : Arita, dkk., 2008).
a. Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.
Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2R
dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat
dapat balik (Sumber : Arita, dkk., 2008).
Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di dalam
trigliserida menjadi metil ester. Namun, membentuk campuran metil ester dan
trigliserida (Aziz, I., Nurbayti, S., Ulum, B., 2011)
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O
Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:


1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi (Sumber : Arita, dkk., 2008).

b. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi secara umum merupakan reaksi alkohol dengan
trigliserida menghasilkan methyl ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa.
Alkohol yang umumnya digunakan adalah methanol dan ethanol. Reaksi ini
cenderung lebih cepat membentuk metyl ester dari pada reaksi esterifikasi yang
menggunakan katalis asam. Namun, bahan baku yang akan digunakan pada reaksi
transesterifikasi harus memiliki asam lemak bebas yang kecil (< 2 %) untuk
menghindari pembentukan sabun (Sumber : Arita, dkk., 2008).

2.
Gambar 1.3 Reaksi Transesterifikasi (Ketaren, S., 1986).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses transesterifikasi (Wahyuni, S., Ramli,
Mahrizah, 2015) :
1. Homogenisasi reaksi (pencampuran)
Homogenisasi campuran dalam reaksi mempengaruhi efektifitas reaksi
karena tumbukan akan terjadi yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju reaksi,
konstanta reaksi, energi aktivasi dan lama reaksi. Transesterifikasi tidak akan
berlangsung baik bila campuran bahan tidak dihomogenisasi terutama selama
tahap awal proses. Pengadukan yang kuat (vigorous stirring) merupakan salah
satu metode homogenisasi yang cukup berhasil untuk proses yang dilakukan
secara batch dan kontinu
2. Rasio molar
Rasio molar antara alkohol dan minyak nabati tergantung dari jenis katalis
yang digunakan, untuk menjamin reaksi transesterifikasi berlangsung ke arah
kanan maka direkomendasikan menggunakan katalis berlebih, perbandingan rasio
molar 6 : 1 dari metanol terhadap katalis basa bisa digunakan untuk mendapat
rendemen ester yang maksimumatau sekitar 20% metanol menghasilkan
Rendemen minyak biodiesel tertinggi pada perlakuan transesterifikasi
3. Pengaruh jenis alkohol
Metanol dapat menghasilkan ester lebih banyak dari pada etanol dan
butanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang banyak digunakan untuk proses
transesterifikasi karena lebih reaktif dan dapat menghasilkan biodiesel yang sama
dengan penggunaan etanol yang 1,4 kali lebih banyak dibandingkan metanol
4. Metanolisis crude dan refined minyak nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring
5. Pengaruh suhu
Suhu selama reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada rentangsuhu 30 -
65C dan dijaga selama proses, tergantung dari jenis minyak yang
digunakanDalam proses transesterifikasi perubahan suhu reaksi menyebabkan
gerakan molekul semakin cepat (tumbukan antara molekul pereaksi meningkat)
atau energi yang dimiliki molekul bisa mengatasi energi aktivasi dengan kata lain
perubahan suhu akan mempengaruhi probabilitas / peluang molekul dengan energi
yang sama atau lebih tinggi dari energi aktivasi. Suhu mempengahuhi viskositas
dan densitas, karena viskositas dan densitas merupakan dua parameter fisis
penting yang mempengaruhi pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar. Semakin
tinggi suhu menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau energi kinetik yang
dimiliki molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara
molekul pereaksi juga meningkat.
6. Lama waktu pengendapan (settling)
Lama waktu pengendapan berpengaruh pada proses tranesterifikasi 2 tahap yaitu
melakukan dua kali proses transesterifikasi. Pengendapan bertujuan untuk
memisahkan gliserol dan biodiesel. Waktu pengendapan metil ester
mempengaruhi bilangan asam. Ketika pengendapan yang lebih lama, diduga
tingkat oksidasi pada proses dua tahap lebih tinggi dari pada proses satu tahap.
Hal ini mengakibatkan bilangan asam menjadi lebih tinggi. Umumnya, biodiesel
cenderung mudah mengalami kerusakan oleh proses oksidasi dan hidrolisis pada
waktu penyimpanan karena adanya asam lemak tak jenuh yang merupakan
penyusun komposisi biodiesel.
7. Kandungan air
Keberadaan air yang berlebihan dapat menyebabkan sebagian reaksi dapat
berubah menjadi reaksi sabun atau saponifikasi yang akan menghasilkan sabun,
sehingga meningkatkan viskositas, terbentuknya gel dan dapat menyulitkan
pemisahan antara gliserol dan biodiesel.
8. Kecepatan Pengadukan
Peningkatan kecepatan pengadukan reaksi berpengaruh sangat signifikan
terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan, sedangkan kualitas biodiesel
dipengaruhi secara signifikan oleh jenis pereaksi yang digunakan dan suhu reaksi
9. Katalis
Jenis katalis dan kosentrasi yang berlebih menyebabkan terjadinya reaksi
penyabunan yang mengakibatkan nilai densitas biodiesel yang bervariasi. Hal ini
sesuai pendapat Peterson (2001), yang menyatakan bahwa penggunaan katalis basa
yang berlebih akan menyebabkan reaksi penyabunan. Hal ini memungkinkan adanya
zat pengotor seperti sabun kalium dan gliserol hasil reksi penyabunan, asam-asam
lemak yang tidak terkonversi menjadi metil ester (biodiesel), air, kalium hidroksida
sisa, kalium metoksida sisa ataupun sisa metanol yang menyebabkan massa jenis
biodiesel menjadi lebih besar begitu sebaliknya jika penggunaan katalis basa dengan
kosentrasi kecil menyebabkan massa jenis biodiesel menjadi rendah.

2. Karakterisasi Biodiesel
Indonesia melalui Badan Standarisasi Nasional sudah menetapkan SNI
untuk produk biodiesel yang sebagian parameternya tercantum dalam Tabel 1.3

Tabel 1.3 Standar dan Mutu Biodisel

(Sumber : Aziz, I., Nurbayti, S., Ulum, B., 2011)


DAFTAR PUSTAKA

Aziz, I., Nurbayti, S., Ulum, B., 2011. Pembuatan produk biodiesel dari Minyak
Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi
Arita, S. Berlian Dara, M. Irawan, J, 2008. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
Dari Cpo Off Grade Dengan Metode Esterifikasi-Transesterifikasi.
Destianna Mescha, 2007, Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel, Institut
Teknologi Bandung & PT. Rekayasa Industri: Bandung
Ketaren, S., 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press
Pasaribu, N., 2004. Minyak Buah Sawit. Universitas Sumatera Utara : Sumatera
Utara
Wahyuni,S., Ramli, Mahrizal.2015. Pillar Of Physics : Pengaruh Suhu Proses
Dan Lama Pengendapan Terhadap Kualitas Biodiesel Dari Minyak
Jelantah
Zheng, S., Kates, M.; Dub, M.A., Mclean, D.D., 2006, Acid-Catalyzed
Production Of Biodiesel From Waste Frying Oil. Biomass Bioener., 30,
267272.

Anda mungkin juga menyukai