OMA Dan OMSK-1
OMA Dan OMSK-1
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis
media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya
efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada
membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat
cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).
B. Etiologi
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,
65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri
terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-
patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh
Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5%
kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-
hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus
dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani
rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita.
Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang
dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus
(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau
enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan
telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).
Gambar 2.3. Distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah pasien
OMA.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,
status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital,
status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba
Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA
pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang
atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi
anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi
dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan
Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras
lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti
kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah,
dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-
anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang
kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan
anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain.
Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat
penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas
kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut
terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan
komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus
(Kerschner, 2007).
D. Gejala Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping
suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak
yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan
anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur
tenang (Djaafar, 2007).
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu
penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien
tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang
kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005),
skor OMA adalah seperti berikut:
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,
berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang,
suhu lebih atau sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga
tidak hebat dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal (Titisari, 2005).
E. Patogenesis OMA
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi
sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan
demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari
nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari
nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses
inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor
pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).
F. Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal
berikut, yaitu:
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu
ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di
telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang
purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti
demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran
timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan
demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
G. Penatalaksanaa
Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah
untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati
gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan
memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin
1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa.
Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan
eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat
dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3
dosis (Djaafar, 2007).
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan
tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut
atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3
minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi
dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari,
atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat
terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American
Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007), mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.
Table 2.3. Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi
telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah
nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala
berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39C. Pilihan observasi selama 48-72
jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan
gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun.
Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap
diberikan pada masa observasi (Kerschner, 2007).
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan
secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat
dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang
diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di
telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan
infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang
mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu
tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon
kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme
melalui kultur (Kerschner, 2007).
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi
pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan
pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat
komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti
otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan
plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi
dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren
yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika
terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007)
Contoh Resep
Pro: Tn
Umur:..
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) dahulu disebut sebagai otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari disebut congek. OMSK adalah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK apabila
prosesnya sudah lebih dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor
yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang
tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau
higiene buruk.
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna)
dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Proses peradangan pada OMSK tipe
aman terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terlentak di
sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada
OMSK tipe aman tidak terbatas kolesteatoma. Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna
ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya
marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan
perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK
tipe bahaya.
Terapi OMSK memerlukan waktu lama dan harus berulang. Pengobatan penyakit
telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada
stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka mutlak harus dilakukan operasi,
tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana
pengobatanannya dibagi atas:
Konservatif
Pembedahan
Antibiotik oral
Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin sebelum
hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah resisten terhadap
ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret.
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:
1. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin
2. P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin
3. P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin
4. Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida
5. E.coli: ampisilin atau sefalosporin
6. S.aureus antis-stafilikokus: penisiln, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
7. Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida
8. B. Fragilis: klindamisin.
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteotoma
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum tympani dibersihkan dari
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran
tidak di perbaiki.
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus dating dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi
serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar.
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih
ada.
4. Miringoplasti
Operasi tipe ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran
timpani.Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada
OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membrane timpani.
5. Timpanoplasti
Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik didalam telinga
tengah dan diikuti rekontruksi system konduksi suara pada telinga tengah.Timpanoplasti
diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun 1953 yang kemudian membagi timpanoplasti
menjadi V tipe pada tahun 1956. Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah mengembalikan
fungsi telinga tengah , mencegah infeksi berulang dan memperbaiki pendengaran. Tujuan
lainnya membersihkan semua jaringan patolgis dimana anatomi dari meatus eksternus
termasuk sulkus timpani utuh. Kavum mastoid dibuka untuk menghindari system aerasi yang
tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan membersihkan penyumbatan antara kavum tympani,
antrum, dan system sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus dilakukan
juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan
eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan
patologis.
Contoh Resep:
Pro: Tn
Umur:..