Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gangguan encopresis terjadi bila anak dengan tak terkendali

mengeluarkan atau membuang feses atau tinja pada tempat-tempat yang tidak

tepat, misalnya pada pakaian atau lantai. Dalam kasus ini anak dapat didiagnosa

encopresis setidaknya sudah berusia empat tahun karena usia tersebut merupakan

masa dimana pembiasaan toilet training harus sudah selesai pada usia tersebut.

Untuk mendapatkan kepastian bahwa hal ini bukanlah suatu kebetulan maka

setidaknya anak tersebut mengalami buang tinja atau feses tidak terkendali

tersebut sekali dalam sebulan dalam waktu enam bulan.1. 2

Dari penelitian yang sudah dilakukan ditemukan bahwa rentan usia anak

mengalami encopresis 2-3 tahun dengan total 2-3% total populasi anak dan

ditemukan juga bahwa ratio kejadian ini lebih dominan terjadi pada anak laki-laki

dari pada perempuan dengan ratio perbandingan tiga banding satu.1. 2

Pada kasus encopresis harus dipikirkan sebagai hal-hal psikologis, dan

dengan demikian, dalam usaha untuk mendiagnosis, faktor-faktor gangguan fisik

seperti infeksi-infeksi harus disingkirkan karna dalam beberapa kasus sering

terjadi salah diagnosa dikarenakan pasien anak datang dengan keluhan tinja atau

feses yang tak terkendali dibarengi dengan infeksi sehingga hal ini sering

mengakibatkan pakar kesehatan salah dalam mendiagnosis encopresis karena

tertutup oleh adanya infeksi lain.1. 2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Encopresis

2.1.1 Definisi Encopresis

Merupakan suatu keadaan dimana anak mengalami ketidak mampuan

dalam mengontrol defekasi yang ditandai anak tidak mampu menahan feses atau

tinja sehinggan feses atau tinja dikeluarkan pada tempat yang tidak seharusnya

seperti pada pakaian maupun lantai dengan ratio sekurang-kurangnya 1 kali

dalam sebulan selama 4-6 bulan berturut-turut.1. 2

Encopresis merupakan gejala nonorganik dimana penderitanya

mempunyai fungsi fisiologis normal baik dari sistem kontraksi anus, konstipasi

dan pergerakan dalam proses pencernaan namun hal ini diakibatkan oleh adanya

tahan yang tidak terlalui dengan sempurna dalam toilet training sebelum usia 4

tahun sehingga anak tidak mampu untuk mengatur dan mengontrol defekasi agar

sesuai pada tempatnya.2

2.1.2 Epidemiologi

Rata-rata insidensi encopresis normalnya menurun drastis dengan

bertambahnya usia. Penegakan diagnosa pada encopresis tidak akan dapat

ditegakan sebelum anak berusia 4 tahun. Adanya gejala encopresis umumnya

tampak pada 8,1 persen anak usia 3 tahun, 2,2 persen pada anak usia 5 tahun, dan

0,75 persent pada anak dengan rentan usia sepuluh dan dua belas tahun. Pada

anak-anak orang barat, kontrol sistem usus besar akan mencapai 95 persen pada

2
usia ke 4 tahun dan terus meningkat menjadi 99 persen saat usianya memasuki

usia 5 tahun.1. 2

Encopresis pada hakekatnya merupakan suatu keadaan dimana anak-anak

tidak tau harus bagaimana dalam merespon rangsangan defekasi sehingga ketika

terjadi kontraksi yang semakin kuat sang anak tidak mampu menahannya lagi.

Dalam kasus encopresis perbandingan antara laki-laki dan wanita jauh berbeda

dengan perbandinga 3:1.2

2.1.3 Etiologi

Encopresis seringkali melibatkan pengaruh dari dua faktor yaitu dari

segi faktor psikologi dan faktor fisiologi, walaupun encopresis bukanlah suatu

faktor gangguan non organik, pada tipikal anak dengan encopresis dapat

menunjukan keterangan adanya gangguan konstipasi kronis yang mengarah pada

gangguan defekasi, dengan menahan rasa atau dorongan untuk defekasi dengan

gejala pergerakan usus, anak-anak biasanya menjauhi rasa tidak enak atau sakit

perut yang diakibatkan adanya kontraksi menahan defekasi (rasa buang air besar)

yang lama kelamaan akan meningkat sehingga tidak tertahankan. Hal ini biasanya

ditunjukan lebih dari 75 persen dari total anak dengan gejala encopresis.3

Adanya indikasi bahwa sebagian anak dengan encopresis tidak mengerti

dalam menjawab rangsangan rasa ingin buang air besar dan tidak tau harus segera

ke wc ataupun toilet dan memilih menahan dan mengalihkan perhatian dengan

bermain sehingga lama kelamaan rasa konstipasi meningkat sehingga pada saat

anak bermain dengan rangsangan ekternal (seperti lari, lompat, jatuh, tertawa,

bersin, dll) menyebabkan kontrol anus hilang dan menyebabkan feses atau tinja

keluar tanpa disadari oleh sang anak.3.4

3
Pada beberapa penelitian juga ada yang menunjukan anak-anak tidak

untuk buang air besar pada tempat yang tidak terlalu mereka kenal dan mereka

sukai seperti contohnya pada toilet di lokasi dimana anak merasa tidak nyaman

maupun toiletnya yang kurang bersih dan berbeda jauh dengan kebersihan toilet

rumah sehingga lebih memilih menahan rasa ingin buang air besar yang lama

kelamaan rasa kontraksinya meningkat sehingga anak tidak dapat menahan rasa

kontraksi tersebut yang menyebabkan keluarnya feses ataupun tinja keluar tanpa

disadari seorang anak.4

2.1.4 Klasifikasi

Menurut pedoman pada ICD-10 (WHO 2008) dan DSM-IV-TR

(american psychiatric,APA,2000), encopresis terbagi atas dasar sengaja dan tidak

sengaja dalam buang hajat, feses atau tinja pada tempat yang tidak seharusnya

pada anak dengan rentan usia4-5 tahun dengan ratio sekali dalam sebulan selama

4 bulan.

Kriteria diagnostik pada fungsional konstipasi dan tidak dapat menahan (BAB)

Fungsional konstipasi

Harus memenuhi 2 ataupun lebih dari kriteria anak usia 4 tahun yang mengalami

masalah encopresis

Dua kali atau lebih ketoilet dalam seminggu

Sekali dalam seminggu tidak dapat menahan konstipasi

Riwayat susah BAB pada posisi duduk

Riwayat nyeri saat hendak buang air besar

4
Pernah susah BAB akibat feses yang keras dan besar

Adanya toilet mampet

Kriteria harus slalu dievauasi setidaknya sekali seminggu dalam 2 minggu

Tidak dapat menahan BAB

Harus memenuhi seluruh kriteria pada masa anak-anak dengan usia 4 tahun

Buang air besar pada tempat yang salah (tidak seharusnya)

Tidak ada gejala yang menjelaskan penyebab pada point 1

Tidak ada keluhan susah BAB

Kriteria harus dievaluasi setidaknya dalam 2 bulan

2.1.5 Gejala klinis

Pada kasus dengan anak yang didiagnosa encopresis pada umumnya ada

beberapa gejala yang dapat digunakan dalam menentukan diagnosa

encopresis.seperti:

BAB tidak terkontrol

BAB secara tidak sadar

Adanya keluhan sakit perut

Kadang susah buang air

Tidak adanya keinginan kuat untuk BAB

Nyeri saat BAB

Pergerakan peristaltik usus

Perut terasa keras

Konsistensis feces normal

Tidak adanya pengaruh obat pencahar

5
Jika adanya simptom dari penyakit lain usahakan unuk menyingkirnnya karena

seringkali encopresis tidak terdiagnosa diakibatkan adanya simptom dari infeksi

penyakit lain.3.4

2.1.6 Diagnosis
Penilaian anak-anak dengan encopresis harus sebisa mungkin non-invasif,
dan harus selalu menyertakan orang tua atau pengasuh lainnya. Bagi kebanyakan
anak, evaluasi dasar yang dapat dilakukan fasilitas primer care yang
memadai.riwayat adalah aspek yang paling penting dari penilaian. Jika dilakukan
dengan benar dan dengan empati, informasi yang paling relevan akan dikumpulkan
melalui riwayat. Hal ini bermanfaat untuk mengambil cukup waktu selama
konsultasi awal. pertanyaan yang berguna untuk penilaian adalah pertanyaan yang
cukup mendetail dan jelas.3.4

Kuesioner dapat menjadi pilihan yang cukup baik dalammenghemat


waktu dalam prosedur untuk memperoleh informasi dan untuk memeriksa apakah
informasi yang diperoleh melalui riwayat selesai.3.4

penggunaan grafik yang sangat berguna adalah Chart Bristol Stool. Tujuh
jenis bentuk tinja digambarkan mulai dari "benjolan keras yang terpisah, seperti
kacang-kacangan (sulit untuk dikeluarkan)" (tipe1) untuk "berair, tidak ada
potongan padat, seluruhnya cair" (tipe 7). skala ini memungkinkan orang tua dan
anak-anak untuk mengidentifikasi jenis utama dari tinja dengan mudah dan tanpa
deskripsi yang panjang. Kursus pengobatan juga dapat dimonitor menggunakan
skala ini.3.4

Setiap anak harus memiliki pemeriksaan fisik personal. Baik anak umum
dan pemeriksaan neurologis yang direkomendasikan. Daerah perianal dan
perigenital harus diperiksa, perbedaan refleks dan asimetri dari bokong harus
dicatat. Pemeriksaan dubur harus dilakukan setidaknya sekali. Jika sonografi
tersedia, ini dapat menggantikan pemeriksaan dubur jika tidak ada bentuk organik
atau inkontinensia tinja yang dicurigai.3.4

Jika tersedia, sonografi abdomen, ginjal, kandung kemih dan daerah


retrovesical akan sangat membantu. Temuan yang paling penting adalah diameter
dubur diperbesar> 25-30 mm pada anak-anak dengan konstipasi (Joensson et al,
2008). Dalam kasus ini, pemeriksaan dubur dapat dihindari. Jika sonografi tidak
memungkinkan, pemeriksaan dubur standar harus dilakukan untuk mengetahui
massa dubur dapat teraba.3.4

Karena tingkat komorbiditas tinggi, penilaian kejiwaan anak dianjurkan


dalam pengaturan kejiwaan anak. Dalam pengaturan lainnya, skrining dengan
kuesioner divalidasi (seperti Checklist Perilaku Anak; Achenbach, 1991)
dianjurkan. Jika skor berada di kisaran klinis, penilaian lebih lanjut atau rujukan
psikiatri anak dianjurkan (von Gontard et al, 2011).3.4

6
Semua pemeriksaan lainnya tidak secara rutin diindikasikan - hanya jika
jenis organik inkontinensia tinja dicurigai. Hal ini penting untuk menghindari
penyelidikan yang tidak perlu dan invasif.3.4

7
2.1.7 Diagnosa banding
penyebab somatik yang hadir dalam 5% dari anak-anak dengan sembelit

kronis dan harus dikesampingkan. Ini termasuk penyebab anatomi seperti celah

anal, abses, tag kulit, dermatitis, stenosis anal dan malformasi ano-rektal lainnya.

Metabolik dan endokrin penyebab termasuk cystic fibrosis, penyakit celiac,

intoleransi susu sapi / alergi, diabetes mellitus dan hipotiroidisme. Penyebab

neurologis termasuk cerebral palsy, spina bifida dan myelomeningocele. Sembelit

juga dapat disebabkan oleh berbagai obat.4 Diagnosis yang paling penting adalah

penyakit Hirschsprung, yang mempengaruhi 1: 5000 bayi dan merupakan

penyakit neuromuskuler intrinsik dari saluran pencernaan yang ditandai dengan

aganglionosis. Gejala dimulai pada periode neonatal dengan muntah, distensi

abdomen, dan penolakan makanan. Anak-anak dapat memiliki bangku kaliber

kecil, sementara kekotoran adalah gejala langka. Sebagian besar kasus (80%)

didiagnosis pada usia 4 tahun.4

Penyebab organik pada inkontinensia tinja jarang mempengaruhi maksimal

1% dari anak-anak. Yang paling penting adalah diare infeksi, kondisi neurologis

seperti spina bifida occulta dan gejala sisa pasca operasi.4

2.1.8 Penatalaksanaan
mengikuti penilaian, anak-anak dan orang tua diberi informasi rinci tentang

subtipe dari encopresis (psychoeducation). Seperti dalam pengobatan enuresis,

faktor tidak spesifik seperti meningkatkan motivasi dan membangun hubungan

terapeutik yang baik akan membantu. Perasaan bersalah, distribusi orangtua

disfungsional ( "anak saya melakukan ini dengan sengaja") dan frustrasi dapat

diungkapkan dengan kata. intervensi orangtua tidak efektif seperti hukuman atau

obat-obatan. Jika asupan makanan anak dibatasi untuk makanan rendah serat,

8
perubahan dalam diet anak dapat berguna. Juga, jumlah cairan harus

ditingkatkan, karena banyak anak-anak tidak minum cukup pada siang hari.

Toilet training

Sebuah periode dasar dengan pengamatan dan pencatatan tidak diperlukan.

Sebaliknya, toilet training dimulai dari awal. Pelatihan ini diindikasikan untuk

keduajenis encopresis. Anak-anak diminta untuk duduk di toilet tiga kali sehari,

setelah waktu makan. hal ini sangat berguna sebagai refleks defekasi postprandial

paling aktif. Anak-anak diminta untuk duduk di toilet lima sampai sepuluh menit

dalam cara yang santai, hal ini penting bahwa kaki mereka menyentuh lantai. Jika

tidak sedikit kaki-bangku harus disediakan. Sesi toilet ini harus berpengalaman

dalam cara yang positif: anak-anak diperbolehkan untuk membaca komik, buku,

bermain dengan komputer atau ponsel, menggambar, dll Mereka tidak diharapkan

untuk buang air atau kotoran setiap saat. Jika perlu, kerjasama anak dapat

ditingkatkan secara positif oleh sistem hadiah sederhana dengan imbalan kecil.

kritik atau hukuman harus dihindari.

Pencahar

dalam kasus tidak dapat menahan buang air, toilet training ini adalah aspek

utama pengobatan. Pencahar tidak diindikasikan. Pada anak-anak dengan

sembelit, pelatihan toilet dikombinasikan dengan obat pencahar.2.4

Disimpaksi diperlukan untuk mengevakuasi massa tinja pada awal

pengobatan. Hal ini dapat dilakukan melalui anus atau oral. Dalam disimpaction

dubur, enema diterapkan. Yang paling banyak digunakan dan direkomendasikan

adalah enema mengandung fosfat seperti natrium hidrogen fosfat dan natrium

9
monohydrogen fosfat. Rekomendasi dosis 30ml / 10kg berat badan atau setengah

enema sebuah untuk anak-anak pra-sekolah, satu enema pada anak-anak

sekolah. Seringkali, ini harus diulang beberapa kali. Alternatif adalah

disimpaction oral dengan polyethylenglykol (PEG; makrogol). dosis besar hingga

1.5g / kg berat badan per hari diberikan. cairan mulut yang cukup diperlukan

untuk pencahar osmotik untuk membuatnya lebih efektif.4

Setelah massa tinja besar telah berlalu, dosis pemeliharaan yang lebih rendah

harus diberikan. Melalui prosedur ini sukses dicapai dalam 80% dari anak-anak

dengan dubur dan 68% dengan disimpaction oral, baik yang mengarah ke

normalisasi usus waktu transit.4

Pengobatan pemeliharaan

Setelah disimpaction sukses, pengobatan perawatan jangka panjang selama

minimal enam bulan sampai dua tahun harus diikuti untuk menghindari re-

akumulasi massa tinja. Selain toilet training tiga kali sehari setelah makan, obat

pencahar oral yang diberikan. Standar dan paling efektif pencahar adalah

polyethylglykol (PEG; makrogol), sebuah, polimer linear panjang yang mengikat

air (Permen& Belsey, 2009; Pijpers et al, 2009). efek samping seperti sakit perut

jarang terjadi. Dosis awal adalah 0.4g / kg berat badan per hari dalam dua dosis.

Jika tinja terlalu keras, dosis meningkat, jika terlalu lembut, berkurang. Rentang

terapeutik bervariasi dari 0.2g / kg untuk 1.4g / kg berat badan per hari (Nurko et

al, 2008). Laktulosa, disakarida, kurang efektif dan memiliki lebih banyak efek

samping. Dosis laktulosa cair berkisar dari 1ml / kg untuk 3ml / kg berat badan

per hari dalam satu sampai tiga dosis.4

10
Jika gangguan emosi dan perilaku komorbiditas yang hadir, ini harus

diperlakukan secara terpisah. komorbiditas gangguan yang tidak diobati akan

mengurangi kepatuhan dan kepatuhan dan hasil pengobatan encopresis tidak akan

optimal.4

2.1.9 Prognosis

Perawatan dan penilaian pada enkopresis harus dilakukan dalam jangka

waktu lama karna encopresis dapat timbul kembali. Sembelit dan tidak dapat

mengontrol BAB dapat bertahan sampai remaja dan bahkan dewasa muda (lihat

epidemiologi). Oleh karena itu, encopresis perlu diobati secara aktif dan pasien

harus dilihat secara berkala. Dalam kasus sembelit, pencahar harus diberikan

cukup lama; dua tahun atau lebih pada beberapa anak.4

11
BAB III

KESIMPULAN

Merupakan suatu keadaan dimana anak mengalami ketidakmampuan

dalam mengontrol defekasi yang ditandai anak tidak tidak mampu menahan feces

atau tinja sehinggan feses atau tinja dikeluarkan pada tempat yang tidak

seharusnya seperti pada pakaian maupun lantai dengan ratio sekurang-kurangnya

1 kali dalam sebulan selama 4-6 bulan berturut-turut.1.2

Rata-rata insidensi encopresis normalnya menurun drastis dengan

bertambahnya usia. Penegakan diagnosa pada encopresis tidak akan dapat

ditegakan sebelum anak berusia 4 tahun. Adanya gejala encopresis umumnya

tampak pada 8,1 persen anak usia 3 tahun, 2,2 persen pada anak usia 5 tahun, dan

0,75 persent pada anak dengan rentan usia sepuluh dan dua belas tahun.2

Gambaran klinis yang yang sering terlihat pada anak-anak dengan

gangguan encopresis (gangguan dalam buang air besar) ini adalah anak tidak

mampu atau pun tidak sadar telah buang air besar di celana, pakaian maupun

lantai rumah yang menyebabkan ganggua sosial akibat rasa malu sang anak.2.3.4

Pada penanganan encopresis dapat dilakukan dengan metode psikologi

atau psikofarmako seperti toilet training, pemberian semngat, kontrol teratur dan

dengan bantuan obat agar kemampuan anak meningkat dalam merespon rasa

ingin BAB dan tidak boleh menahannya ketika timbul rasa yang tidak enak untuk

kebelakang.2.3.4

Prognosis dari encopresis sendiri cukup baik jika dilakukan secara rutin

(evaluasi maupun psikofarma) namun hal yang harus diperhatikan dalam kasus

12
encopresis adalah pengawasan yang cukup lama karna encopresis ini dapat

timbul kembali walau sudah beranjak dewasa.4

13

Anda mungkin juga menyukai