PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan secara umum : mengerti tentang asma dan memahami apa yang hrus di lakukan
seorang perawat untuk menangani asma .
1
Tujuan khusus : mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, kompikasi,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan asma
2
BAB II
KONSEP TEORI
3
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan dengan bentuk ke dua jenis asma
alergik dan ideopatik atau nonalergik (Soemantri, 2009
2.2 Etiologi
1. Zat allergen
Adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma
misalnya debu rumah, tengau debu rumah( dermatophagoides pteronissynus), spora, jamur, bulu
kucing, bulu binatang , beberapa makanan laut, dan sebagainya.
2. Infeksi saluran pernapasan ( respiratorik )
Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah
satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma. Diperkirakan, dua pertiga penderita
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluaran pernapasan. (sundaru 1991)
3. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat.
Sebagin penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olaharaga atau
aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani ( exercise induced asma
-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul
beberapa jam setelah olahraga.
4. Perubahan suhu udara (udara dingin, panas, kabut)
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
5. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap
yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
6. Memiliki kecenderungan alergi obat-obatan
Beberapa klien denga asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat
beta bloker, kodein,dan sebainya.
7. Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma
8. Lingkungan pekerajan
Lingkungan kerja merupakan factor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien dengan asma.(
sundaru,1991 ). Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
4
2.3 Manifestasi Klinis
1. Serangan tiba-tiba yang diawali dengan batuk-batuk dan sesak nafas
2. Wheezing
3. Ekspirasi lebih panjang
4. Kontraksi otot-otot bantu pernapasan
5. Hypoksemia dan sianosis
6. Keletihan
2.4 Patofisiologi
Suatu serangan asma timbul karena seseorang yang atopi terpapar dengan allergen yang
ada di lingkungan dan membentuk immunoglobulin (Ig) E, allergen yang masuk akan ditangkap
oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting sel (APC), allergen tersebut
dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskannya
interlukin 2 (IL-2) untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam
sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru
menjadi rentan. Jika terpapar 2 kali atau lebih dengan allergen yang sama allergen tersebut akan
diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan
menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel, dan melepaskan mediator-
mediator kimia yang meliputi histamine, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A),
eosinofilik chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A), dan lain-lain. Mediator tersebut
menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu: kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang
besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas
kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya
saluran nafas. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mucus. Tiga
reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan
sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut.
5
2.5 Pathways
6
2.6 Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang
lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma udara, juga dikenal sebagai emfisema
mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan
pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain
yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga
dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh
adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-
sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran
pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga
terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk
berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
7
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna terdapt hipoksia, hiperkapnea, dan
asidosis respiratorik.
2. Sputum
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur
dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
3. Sel eosinophil
Sel eosinofil pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 1500 / mm3 . sedangkan
hitung eosinofil normal antara 100 200/mm3 .Perbaikan fungsi paru disertai penurunan
hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.
4. Pemerikasaan darah rutin dan kimia
5. umlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/ mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan
SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
6. Pengukuran fungsi paru ( Spirometri )
Menilai derajat obstruksi pada asma, kapasitas vital mungkin belum menurun, tapi bila
serangan asma makin berat FVC akan turun karena sebagian udara yang harus dikeluarkan
terjebak dalam paru-paru.
7. Tes provokasi bonkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal.penurunan FEV sebesar 20 % atau lebih setelah
tes provokasi dan denyut jantung 80 90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
2.8 Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat
serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal
yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg).
Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan
dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
8
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau
dalam serangan sangat berat 25
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan
beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetu
9
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur
dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing
dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan
terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal.
Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor
yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
2. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat menghambat
respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi
stresor dalam kehidupan pasien.
a. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma
maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan
pasien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
b. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
c. Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan
kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta
pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif
(Perry, 2005 & Asmadi 2008).
d. Pemeriksaan penunjang
3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
10
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
atau imunitas Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan Gangguan
pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea
4. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil : jalan napas bersih, sesak berkurang, batuk efektif, mengeluarkan sekret
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
2) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman.
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
3) Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
4) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
5) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan
sekret.
6) Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut
7) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil : Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali, batuk berkurang
Intervensi :
1) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung
derajat gagal napas
11
2) Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
3) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
4) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
5) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen
Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil : tidak ada dispnea, pernapasan normal
Intervensi :
6) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses
penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk
bernapas
1) Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
2) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar
bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
3) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak
efektif.
4) Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
5) Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak
6) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau Refraktori pasien secara
total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
12
7) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau
imunitas
Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi, mukosa mulut lembab, batuk berkurang
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
2. Observasi warna, karakter, jumlah sputum
3. Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru
Berikan nutrisi yang adekuat
4. Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh
Berikan antibiotik sesuai indikasi
5. Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke
dalam tubuh
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan : kecemasan pasien berkurang
7. Kriteria hasil : pasien terlihat tenang, cemas berkurang, ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
2. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
3. Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya.
4. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
13
1. Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
2. Beri posisi yang nyaman
Rasional : memudahkan dalam beristirahat
3. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
4. Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional :menciptakan suasana yang tenang
5. Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat
dan tidur untuk penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian/ Kasus
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. M
b. Tempat dan tanggal lahir : Klaten, 14 Maret 1969
c. Pendidikan terakhir : SD
d. Agama : Islam
e. Status perkawinan : Menikah
f. Tinggi Badan / Berat Badan : 155 cm/43 kg
g. Penampilan umum : Composmentis tampak lemah
h. Ciri ciri tubuh : Tinggi, kulit sawo matang
i. Alamat : Jl. Prayan No. 14, Jetis,
Karang Nongko, Klaten
j. Orang terdekat yang mudah dihubungi : Ny. D
k. Hubungan dengan klien : Istri klien
l. Tanggal masuk RS : 23 April 2014
m. Diagnosa medis : Asma
n. No. RM : 99.1
2. KELUHAN UTAMA
Klien merasa sesak saat beraktivitas dan napasnya pendek
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan napas pendek, napsu makan menurun, RR 24x/menit, TD 110/70
mmhg. N 80x/menit, T 36,50C terdengar suara nafas Wheezing.
4. RIWAYA PENYAKIT DAHULU
Klien mengatakan mempunyai riwayat Asma sejak umur 5 tahun
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
6. RIWAYAT LINGKUNGAN
Tipe tempat tinggal permanent dengan jumlah kamar ada 3. Jumlah orang yang tinggal di rumah
sebanyak 4 orang, dengan kondisi tempat tinggal penerangan cukup, kebersihan dan kerapihan
cukup, sirkulasi udara cukup,keadaan kamar mandi cukup baik tidak terlalu tinggi dan tidak licin.
7. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
15
- Sebelum sakit klien beraktivitas dengan normal. Klien dan keluarga mengetahui penyakit
asma diderita klien.
- Selama sakit klien terbatasi dalam aktivitasnya, klien tidak menyukai keadaannya dan
berharap cepat sembuh.
b. Pola aktifitas dan latihan
- Sebelum sakit klien bekerja di sebuah pabrik. Klien tidak pernah melakukan kegiatan olah
raga.
- Selama sakit klien hanya tidur dan istirahat.
c. Pola nutrisi dan metabolik
- Sebelum sakit pasien makan 3 x/sehari dengan porsi 1 kali makan habis, minum air teh
atau putih 1000 cc/hari.
- Selama sakit pasien makan 3x/hari dengan pola makan habis porsi habis dan minum
air putih 700 cc/hari.
d. Pola eliminasi
- Sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsentrasi padat, bau khas dan warnanya
kuning kecoklatan. BAK 900 1000 cc/hari dengan warna kuning pekat dan bau khas.
- Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat, bau khas dan warnanya
kuning kecoklatan BAK 600 - 800 cc/hari dengan warna kuning pekat dan bau khas.
e. Pola istirahat dan tidur
- Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam pada malam hari dan kadang tidur siang selama 1
jam.
- Selama sakit pasien tidur 4-5 jam dan kadang-kadang sering terbangun. Tidur siang 1-
2 jam.
16
Klien mengatakan pasrah dengan penyakit yang dideritanya.Klien berharap dapat sembuh dan
dapat menjalankan aktifitasnya dengan normal.
j. Pola seksual dan reproduksi
Pasien berjenis kelamin pria dan sudah menikah mempunyai 2 anak.
k. Pola nilai dan keyakinan
- Sebelum sakit klien selalu menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim (shalat 5 waktu).
Klien kurang mengetahui akan penyakitnya namun klien percaya bahwa penyakitnya dapat
disembuhkan.
- Selama sakit klien melaksanakan shalat 3 4 waktu dan sering berdoa
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. Vital sign: TD :110/70 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Suhu 36,5C, RR 32 x/menit
d.Antropometri : TB 155 cm, BB 43 kg
e. Kepala
- Muka : Sianonis (-), konjunctiva anemis, ukuran pupil kanan/kiri: 3 mm/ 3 mm, rangsang
cahaya pupil kanan/ kiri: +/+
- Hidung : bersih, napas cuping hidung (+)
- Telinga : simetris, bersih, serumen (-)
- Leher : pembesaran kelenjar toiroid (-)
f. Dada : simetris(+), retraksi dinding dada(+), otot bantu (+), wheezing(+)
g. Punggung : bersih
h. Abdomen : datar (+), tidak kembung, bunyi abdomen timpani, peristaltik usus 8 x/menit
i. Ekstremitas : tidak ada edema
j. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak terpasang kateter
k. Rectum dan anus : Klien mengatakan tidak ada hemoroid
17
3.2 Analisa Data
18
- Klien tampak membatasi aktivitasnya
- Klien tampak letih
- Dispnea setelah beraktivitas
19
3.4 Intervensi Keperawatan
20
2 Setelah dilakukan Nutritional Status Nutrition Theraphy (1120)
tindakan asuhan Adanya peningkatan berat Berikan suplemen nutrisi Suplemen nutrisi membantu pasien
keperawatan selama badan (45 kg) mendapatkan zat nutrien sesuai
3 x 24 jam pada Berat badan ideal sesuai dengan dengan kebutuhan tubuh
pasien dengan tinggi badan Berikan makanan kesukaan pasien menambah nafsu makan pasien
ketidakseimbangan napsu makan meningkat ( habis dengan pertimbangan ahli gizi dengan tetap memenuhi kebutuhan
nutrisi kurang dari 1 porsi) nutrisi tubuh.
kebutuhan tubuh Nutritional status : energy Berikan makanan dengan porsi sedikit Untuk memberikan asupan
dapat teratasi (1007) tapi sering makanan pasien sesering mungkin.
Klien tampak segar Untuk mengetahui pentingnya
Berikan informasi tentang kebutuhan kebutuhan nutrisi bagi pasien
nutrisi untuk tubuh
21
untuk mengetahui apakah ada
perubahan TTV setelah melakukan
aktivitas
IMPLEMENTASI EVALUASI
DS : S:
1. Klien mengatakan mengalami napas pendek selama beberapa minggu,
1. klien mengatakan masih terasa sesak ketika berbaring
sesak napas sangat terasa saat beraktivitas, dan napasnya berbunyi
2. klien mengatakan napsu makan mulai meningkat dan bisa
ngik-ngik menghabiskan porsi
2. klien mengatakan napsu makan menurun dan makan habis porsi 3. klien mengatakan tidak sesak ketika beraktivitas dan tidak
3. klien mengatakan sesak napas setelah beraktivitas, aktivitasnya terbatas cepat lelah.
dan cepat letih. O:
DO: 1. tampak adanya cuping hidung ketika berbaring, RR
1. klien tampak letih, tampak cuping hidung, tampak terengah engah saat 24x/menit
bernapas, bunyi napas wheezing, RR 32x/menit. 2. BB 44 kg, Tb 155 cm, IMT 18,3, klien makan habis porsi
3. klien tampak lebih segar dan mampu beraktivitas
22
2. BB 43 kg, Tb 155 cm, IMT 17,8, Klien tampak lemah dan makan habis A :
porsi. 1. ketidakefektifan pola napas (+)
3. klien tampak membatasi aktivitasnya, terlihat letih, dan ada dispnea 2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dati kebutuhan tubuh (+)
setelah beraktivitas. 3. Intoleransi aktivitas (-)
P:
DIAGNOSA : 1. posisikan tidur pasien semi fowler jika pasien merasa sesak,
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot anjurkan pasien untuk membatasi aktivitasnya.
pernapasaN 2. anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, anjurkan paien
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan untuk
dengan anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan Oksigen
TINDAKAN:
1.1 mengidentiffikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
1.2 mengauskultasi suara napas , mencatat adanya suara tambahan
1.3 mengatur peralatan oksigenasi
1.4 memposisikan pasien semi fowler
23
2.4 memberikan suplemen nutrisi
3.1 memonitor TTV ( sebelum, selama dan setelah aktvitas)
3.2 membantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3.3 membantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan
fisiknya. NAMA PERAWAT
RTL :
1. monitor TTV sebelum dan setelah pasien beraktivitas
2. monitor respirasi dan status O2
3. auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan
4. berikan suplemen nutrisi yang bisa menambah napsu makan pasien
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
Elemenya.Inflamasi kronik menyebabkan peningatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan
gejala epidosik berulang berupa sesak nafas,dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
dan atau dini hari.Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas,bervariasi
dan seringk Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi.
Pada beberapa keadaan, batuk merupakan satu - satunya gejala. Serangan asma sering kali
terjadi pada malam hari Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak
dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan
panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien selalu lebih susah dan panjang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot - otot
aksesories pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya
susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus
mengandungmasa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya
termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala gejala retensi karbondioksida
termasuk berkeringat, takikardia dan tekanan nadi.
3.2 Saran
1. Dengan mengetahui gejala-gejala awal sirosis hepatis kita dapat mengantisipasi dari awal jka
terjadi tanda-tanda gangguan system pencernaan pada pasien ataupun orang terdekat kita.
2. Dengan mengetahui penyebab-penyebab sirosis hepatis maka kita dapat mencegah lebih awal
sebelum terjadinya penyakit yang lebih parah.
25
DAFTAR PUSTAKA
26