KANKER OVARIUM
A. Definisi
B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi
banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium,
diantaranya:
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan atiologi kanker
ovarium. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori tentang etiologi
tersebut. (Busmar, 2006:469)
1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972,
yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan
pada sel-sel epitel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna
diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi
ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan
kacau sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel
sel tumor.
2. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang
pada data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk
perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang
rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon
esterogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan
mengikat. Peningkatan kadar hormon goonadotropin ini ternyata
berhubungan dengan makin bertambah bsarnya tumor ovarium pada
binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsiogenik dimetil
benzzatrene ( DMBA ) akan terjadi tumor ovarium jika
ditransplantasikan pada tikus yang telah dioovorektomi, Tetapi tidak
menjadi tumor jinak tikus tersebut telah dihipofisektomi.
3. Hipotesis Androgen
Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan
data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan
tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada
percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen rendah di
sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan meningkat.
Peningkatan kadar gonadotropin ini ternyata berhubungan dengan
makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.
4. Hipotesisi Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh
androgen, progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap
terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung
reseptor progesteron.
Penelitian pada ayam gallus domesticus menemukan 3-year
incidence terjadinya kanker ovarium secara spontan pada 24% ayam
yang berusia lebih dari dua tahun. Dengan pemberian makanan yang
mengandung pil kontrasepsi ternyata menurunkan insiden terjadinya
kanker ovarium. Penurunan insiden ini ternyata makin banyak jika
ayam tersebut hanya diberikan progesteron.
Percobaan pada kera macaque, progesteron menginduksi terjadinya
apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen menghambatnya
Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca
menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker ovarium,
sedangkan pemberian kombinasi dengan progesteron akan
menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi,
menurunkan kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan
resiko terjadinya kanker ovarium. Demikian juga yang hanya
mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan
resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian depo
medroksiprogesteron asetat ternyata tidak menurunkan resiko
terjadinya kanker ovarium.
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas tinggi
memiliki resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah dari pada
nulipara,yaitu dengan resiko relatif 0,7.pada wanita yang mengalami 4
atau lebih kehamilan anterm,resiko terjadinya kanker ovarium
berkurang sebesar 40% dibandingkan dengan wanita nulipara.
6. Pil Kontrasepsi
Penelitian dari center of disease control menemukan penurunan
resiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54
tahun yang memakai pil kontrasepsi ,yaitu dengan rsiko relatif 0,6.
Penelitian lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi
selama 1 tahun menurunkan resiko sampai 11%,sedangkan pemakaian
sampai 5 tahun menurunkan resiko sampai 50. Penurunan resiko
semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya.
7. Talk
Pemakaian talk(bydrous magnesium silicate)pada daerah perinium
dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium dengan
resiko relatif 1,9%.akan tetapi, penelitian prospektif yang mencangkup
kohort 78.000 wanita ternyata tidak mendukung teori diatas .
Meskipun 40% kohort melaporkan pernah memakai talk, hanya sekitar
15% yang memakainya setip hari. Resiko relatif terkena kanker
ovarium pada yang pernah memakai talk tidak meningkat (RR 1,1).
Demikian juga bagi yang selalu memakainya.
8. Terapi hormon pengganti pada masa menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause
(Menopausal Hormone Therapy = MHT) dengan esterogen saja selama
10 tahun meningkatkan resiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa
pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, resiko relatif meningkat
menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan esterogen yang kemudian diikuti
dengan pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan
meningkatnya resiko relatif menjadi 1,5.
Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan esterogen saja, secara
nyata meningkatkan resiko relatif terkena kanker ovarium. Pemakaian
MHT dengan kombinasi esterogen dan progestin, meskipun lebih aman
dati MHT dengan esterogen saja, untuk jangka panjang tidak
dianjurkan lagi sebagai salah satu terapi suportif bagi wanita yang
telah menopause.
9. Obat obat yang meningkatkan kesuburan
Obat obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat,
yang diberikan secara oral, dan obat obat gonadotropin yang
diberikan dengan suntikan seperti Follicle stimulating hormone (FSH),
kombinasi FSH dengan Luteinizing bormone (LH), akan menginduksi
terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi.
Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin,
pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan resiko relatif
terjadinya kanker ovarium. Pemakaian klomifen sitrat yang lebih dari
12 siklus akan meningkatkan resiko relatif menjadi 11. Kanker
ovarium yang terjadi adalah kanker ovarium jenis borderline.
10. Faktor herediter
a. Riwayat keluarga dengan kanker ovarium
Dari studi metanalisis pada tahun 1988 ditemukan resiko relatif
yang meningkat dan berbeda pada anggota keluarga lapis pertama.
Ibu dari penderita kanker ovarium resiko relatifnya 1,1, saudara
perempuan relatifnya 3,8, anak dari penderita kanker ovarium resiko
relatifnya
b. BRCA gen dan kanker ovarium
Antara 5%-10% kanker ovarium dianggap bersifat herediter.
Kelompok kanker ovarium ini termasuk dalam sindroma hereditary
breast and ovarial cancer (HBOC) dan disebabkan oleh terjadinya
mutasi di gen BRCA1 dan BRCA2. Gen BRCA1 adalah suatu gen
yang terletak di kromosom 17q12-21, sedangkan BRCA2 terletak di
kromosom 13q12. Wanita dengan gen BRCA1 yang telah
bermutasi, mempunyai resiko terkena kanker ovarium sebesar 40%-
60%, dan resiko terkena kanker payudara sebesarr hampir 90%.
Resiko terkena kanker tuba falopii juga meningkat 50-120 kali jika
dibandingkan dengan wanita yang bukan carrier/pembawa sifat gen
BRCA1. Resiko untuk menderita kanker peritonium primer juga
meningkat dengan resiko relatif 45.
Gen lain yang berkaitan dengan kanker ovarium adalah gen
BRCA2 yang terletak pada kromosom 13q12. Resiko untuk
menderita kanker ovarium pada wanita pembawa gen BRCA2 yang
telah bermutasi lebih rendah daripada resiko pembawa gen BRCA1
yang bermutasi, yaitu 16%-27%. Kanker ovarium pada pembawa
gen BRCA1 dan BRCA2 yang telah bermutasi terjadi pada usia
51,2 tahun dan 57,5 tahun.
c. Gen mismatch DNA repair
Kanker ovarium juga merupakan bagian dari sindroma
hereditary nonpolyposis colorectak cancer (HNPCC). HNPCC
adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh autosomal dominant
disorder yang berkaitan dengan kerusakan gen yang bertanggung
jawab atas terjadinya reparasi yang tidak normal dari DNA.
Meskipun HNPCC terutama berkaitan dengan terjadinya kanker
kolon pada usia yang lebih muda, HNPCC ini ternyata juga
ditandai dengan meningkatnya resiko sejumlah kanker ekstrakolon
seperti kanker endometrium , kanker ovarium, kanker lambung,
kanker usus halus, dan kanker traktus urinarius. Resiko terjadinya
kanker ovarium pada usia 70 tahun pada penderita HNPCC adalah
12%, lebih tinggi dari masyarakat umum yang resikonya hanya
1,4%.
Meskipun resikonya tidak setinggi resiko penderita dengan
mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, resiko terjadinya kanker ovarium
pada kelompok ini masih 8-9 kali lebih besar dari resiko pada
masyarakat umum. (Ari, 2008).
C. Patofisiologi
PATOFISIOLOGI CA OVARIUM
Teori menurut Teori hipotesis gonadtropin Kelainan Teori Factor makanan Radiasi
Virus
hipotesis incessant kromosom androgen
Hormone estrogen
ovulation Androgen Adanya Menginvasi Sel2 ovarium
Ovulasi Gen BRCA1
menstimulus zat2 sel2 ovarium terpapar radiasi
Hormon gonadtropin bermutasi
Kerusakan pada sel2 ovarium abnormal tumbuhnya karsinogen
meningkat (mening Sel2 ovarium
Sel2 ovarium Menghambat
katkan kesuburan ) sel epitel
Proses penyembuhan terakumulasi terinvasi oleh pertumbuhan
tubuh jaringan
Intoleransi aktivitas
D. Stadium Kanker
F. Pemeriksaan Penunjang
6. Ultrasound
Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan
sonogram ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk
memperlihatkan abnormalitas pada bagian pelvis atau daerah lain
dengan merekam pola suara yang dipantulkan oleh jaringan yang
ditembakkan gelombang suara.
Pemeriksaan USG untuk dapat membedakalesi/tumor yang solid
dan kristik.
7. Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga
tubuh menggunakan alat fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa
adanya abnormalitas seperti bengkak, sumbatan, luka/jejas, dan lain-
lain.
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation
InternationalofGinecologies and Obstetricians) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a) Stadium I :
Pertumbuhan terbatas pada ovarium.
1). Stadium Ia :
Pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada ansietas
yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan dipermukaan luar,
kapsul utuh.
2). Stadium 3b :
Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant
dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis,
diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.
3). Stadium 3c :
Implant di abdomen dengan diameter > 2 cm dan kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.
d) Stadium IV :
Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis
jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium
4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.
G. Penatalaksanaan
H. Komplikasi
1. Penyebaran kanker ke organ lain
2. Progressive function loss of various organs Fungsi progresif hilangnya
berbagai organ
3. Ascites (fluid in the abdomen) Ascites (cairan di perut)
4. Intestinal Obstructions Usus Penghalang
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KANKER OVARIUM
A. Pengkajian Umum
1. Identitas pasien
Nama,alama,.pekerjaan,pendidikan,suku bangsa,no rumah sakit,diagnose
rumah sakit, nama keluarga dekat yang bisa dihubungi
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut,perut terasa tertekan ,rasa
tertekan pada panggul.
3. Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut,perut terasa tertekan ,rasa
tertekan pada panggul, Mual,Sembelit,Sering buang air kecil,Kehilangan
nafsu makan atau cepat merasa kenyang,sakit saat hubungan seksual
(dispareunia),perubahan menstruasi, Perdarahan pervaginam
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
kanker CA Ovarium, CA Endometrium,riwayat pemakaian obat-obat
penyubur,pemakaian kontrasepsi yang memiliki kadar estrogen yang tinggi
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita penyakit
kanker ovarium dan kanker puyudara
6. Pola-pola kesehatan
a) Pola aktivitas
Melaporkan adanya kelemahan, keletihan, kurang energi
b) Pola Integritas ego
stress mungkin sangat cemas dan ketakutan
c) Pola nutrisi
Pasien akan mengalami penurunan pencernaan, Anoreksia, mual,
muntah
d) Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih, nyeri tekan abdomen, konstipasi.
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien tidak bisa tidur karena adanya nyeri dan rasa tertekan
pada abdomen dan pada pinggul
f) Pola interaksi sosial
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat.
g) Pola seksual
Biasanya pasien mengalami haid yang tidak teratur dan pendarahan
pervagina
7. Pemeriksaan fisik
a) Sistem integumen
Pada pasien dengan CA Ovarium tidak ada perubahan pada sistem
integumenya,hanya terjadi perubahan pada turgor kulitnya
b) Kepala
Pada pasien dengan CA Ovarium tidak terdapat perubahan pada sisi
kepalanya,hanya terdapat nyeri pada kepala
c) Muka
Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium pasien terlihat meringis
d) Mata
Pada pasien degan penyakit dengan CA Ovarium mata tidak terdapat
perubahan
e) Leher
Bentuk simetris, kelenjar limpa tidak terdapat membesar kecuali
adanya metastase kanker
f) Thorak
Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium terdapat sesak pada dada,
nafas pendek yang progresif.
g) Jantung
I: Tidak ada kelainan
P:Suara ketok dulness
P:tidak ada nyeri tekan
A:S1 S2 tunggal
Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium terdapat penyakit
Hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna).
h) System neurologi
Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium sering mengalami sakit
kepala
i) Vagina
Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium sering mengalami haid yang
tidak teratur dan pendaran pervagina
j) Abdomen
Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium sering merasa abdomen
tegang atau nyeri (sedang/berat), dan terasa tertekan pada perut
k) Panggul.
Selama pemeriksaan panggul:
1). Dengan hati-hati memeriksa bagian luar alat kelamin terkena
(vulva),
2). Kemudian memasukkan dua jari dari satu tangan ke dalam vagina
dan sekaligus menekan sisi lain di perut untuk merasakan rahim
dan ovarium.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnose Keperawatan yang Mungkin Muncul (NANDA 2015)
1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan perut bagian bawah akibat
kanker metastasis
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan produksi darah (anemia)
3. Ansietas berhubungan dengan stres akibat kurangnya pengetahuan
tentang penyakit dan penatalaksanaannya
4. Risiko perdarahan berhubungan dengan penurunan volume darah
(anemia, tromositopeni, kemoterapi)
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, terapi
penyakit kanker (terapi radiasi)
6. Intoleransi aktvitas berhubungan dengan kelemahan umum
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gastrointestinal
C. Perencanaan Keperawatan